Anda di halaman 1dari 19

MODUL

GLOBAL NAVIGATION SATELITTE SYSTEM

KEMAH KERJA & SURVEI HIDROGRAFI


TEKNIK GEOMATIKA ANGKATAN 2016

DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SIRABAYA

2019
 Global Positioning System

GPS (Global Positioning System) adalah sistem navigasi satelit dan penentuan posisi
yang dimiliki dan dikelola oleh Negara Amerika Serikat. GPS juga biasa disebut
NAVSTAR GPS “Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System”.
Sistem ini memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi serta informasi mengenai waktu
secara kontinyu tanpa bergantung pada waktu (siang & malam) dan cuaca. (Abidin,H.Z,
2007).
Menurut National Space-Based Positioning, Navigation, and Timing Coordination
Office, Global Positioning System (GPS) adalah utilitas milik A.S. yang menyediakan
layanan penentuan posisi, navigasi, dan waktu (PNT). Sistem ini terdiri dari tiga segmen:
segmen ruang, segmen kontrol, dan segmen pengguna. A.S. Angkatan Udara
mengembangkan, memelihara, dan mengoperasikan segmen ruang dan kontrol.
Departemen Pertahanan Amerika awalnya menempatkan satelit ke orbit untuk
penggunaan militer, namun tersedia sejak tahun 1980an. Satelit ini terus bergerak,
membuat dua orbit lengkap dalam waktu kurang dari 24 jam, dengan ketinggian sekitar
12.000 mil. Pada dasarnya setiap satelit mentransmisikan sinyal unik dan parameter orbital
yang memungkinkan perangkat GPS untuk memecahkan kode dan menghitung lokasi
satelit yang tepat. Penerima GPS menggunakan informasi ini dan trilaterasi untuk
menghitung lokasi yang tepat bagi pengguna dengan mengukur jarak ke setiap satelit
dengan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan sinyal yang ditransmisikan.

 Segmen GPS

GPS mempunyai 3 segmen, yaitu segmen angkasa, segmen pengontrol, dan segmen
penerima/pengguna
a. Segmen Angkasa terdiri dari satelit-satelit GPS serta roket roket Delta peluncur
satelit dari Cape Canaveral di Florida. Satelit bertugas untuk menerima dan
menyimpan data yang ditransmisikan oleh stasiun-stasiun pengontrol, menyimpan
dan menjaga informasi waktu berketelitian tinggi (ditentukan oleh jam atomic di
satelit) dan memancarkan sinyal dan informasi secara kontinyu ke receiver.
Gambar 2.1 Segmen GPS
Sumber: www.soi.wide.ad.jp

b. Segmen Kontrol bertugas untuk mengontrol dan memantau operasional semua satelit
GPS baik untuk mengecek kesehatan satelit, penentuan dan prediksi orbit dan
waktu,sikronisasi waktu antar satelit dan mengirim data ke satelit. Segmen kontrol
terdiri dari beberapa stasiun pemonitor yang tersebar di seluruh dunia.

Gambar 2.2 Persebaran Segmen Kontrol


Sumber: https://www.gps.gov/

c. Segmen Pengguna adalah segmen pengguna terdiri dari para pengguna satelit GPS
baik darat, laut dan angkasa. Bertugas menerima data dari satelit dan memprosesnya
utuk menentukan posisi, arah, jarak dan waktu yang diperlukan oleh pengguna. Ada
dua macam tipe penerima yaitu tipe Navigasi dan Geodetik. Komponen utama dari
suatu receiver GPS secara umum adalah: antena dengan pre-amplifier, pemroses
sinyal, pemroses data (solusi navigasi), osilator presisi, unit pengontrolan receiver
dan pemrosesan (user and external communication), catu daya, memori serta
perekam data.

 Sinyal GPS

a. Carriers (Gelombang Pembawa)


Satelit GPS mengirim sinyal dalam dua frekuensi. L1 dengan 1575.42 Mhz dengan
membawa dua status pesan dan pseudo-random code untuk keperluan perhitungan
waktu. L2 membawa 1227.60 MHz dengan menggunakaan presesi yang lebih akurat
karena untuk keperluan militer. Daya sinyal radio yang dipancarkan hanya berkisar
antara 20-50 Watts. Ini tergolong sangat rendah mengingat jarak antara GPS dan
satelit sampai 12.000 mil. Sinyal dipancarkan secara line of sight (LOS), dapat
melewati awan, kaca tapi tidak dapat benda padat seperti gedung, gunung.

b. Pseudo-Random Codes (Kode Jarak)


GPS yang digunakan untuk publik akan memantau frekuensi L1 pada UHF (Ultra
High Frequency) 1575,42 MHz. Sinyal L1 yang dikirimkan akan memiliki pola-pola
kode digital tertentu yang disebut sebagai pseudorandom. Sinyal yang dikirimkan
terdiri dari dua bagian yaitu kode Protected (P) dan Coarse/Acquisition (C/A). Kode
yang dikirim juga unik antar satelit, sehingga memungkinkan setiap receiver untuk
membedakan sinyal yang dikirim oleh satu satelit dengan satelit lainnya. Berikut
beberapa karakteristik yang diharapkan dipunyai oleh sinyal kombinasi linear untuk
keperluan penentuan ambiguitas fase sinyal GPS, diantaranya adalah:
- Ambiguitas adalah bilangan bulat (integer)
- Panjang gelombang relatif panjang
- Efek dari refraksi ionosfer relatif kecil
- Noise dari pengamatan relatif tetap kecil

c. Navigation Message
Ada sinyal frekuensi berkekuatan lemah yang di tambahkan pada kode L1 yang
memberikan informasi tentang orbit satelit, clock corectionnya dan status sistem
lainnya.
d. Informasi Almanak
Informasi almanak digunakan untuk mengetahui posisi keberadaan satelit pada
waktu tertentu diwaktu yang akan datang. Almanak dipergunakan pada saat
perencanaan pengukuran dan untuk mendapatkan akuisisi informasi lokasi satelit
lebih cepat bagi receiver.

e. Informasi Ephimeris
Informasi ephimeris merupakan file data yang mengandung informasi orbit untuk
tiap satelit tertentu. Informasi ini dipergunakan oleh receiver GPS bersamaan dengan
penggunaan almanak internal untuk menentukan posisi satelit secara presisi.
Informasi ephemeris ditransmisikan pada sinyal GPS, merupakan orbit sebenarnya
dari setiap satelit dan menghasilkan posisi GPS yang akurat.

Satelit GPS berputar mengelilingi bumi selama 12 jam di dalam orbitnya. Dimana
setiap satelit GPS memancarkan 2 sinyal gelombang pembawa yaitu L1 dan L2 yang
berisi data kode dan pesan navigasi pada peralatan yang berada dipermukaan Bumi
(Shiddiq, 2012). Kemudian receiver GPS menerima secara pasif sinyal satelit dan
tidak memancarkan sinyal, sehingga informasi yang terekam satelit dapat diterima
GPS receiver, dimana GPS receiver memerlukan ruang terbuka dan dengan
menggunakan perhitungan “triangulation” untuk menghitung lokasi user dengan
tepat. Kemudian GPS receiver membandingkan waktu sinyal yang dikirim dan yang
diterima, sehingga diperoleh jarak satelit.

 Sumber Kesalahan GPS

Dalam perjalanan sinyal GPS ke receiver akan dipengaruhi beberapa kesalahan dan
bias. Kesalah tersebut dibagi menjadi:
a. Kesalahan Ephemeris (Orbit)
Kesalahan ephemeris adalah kesalahan dimana orbit satelit yang dilaporkan
oleh ephemeris satelit tidak sama dengan orbit satelit yang sebenarnya. Kesalahan
Ephemeris akan mempengaruhi ketelitian dari koordinat titik-titik yan ditentukan.
Kesalahan orbit ini pada dasarnya disebebkan oleh tiga faktor berikut secara
Bersama-sama,yaitu:
 Kurang telitinya proses perhitungan orbit satelit oleh stasiun stasiun pengontrol
satelit
 Kesalahan dalam prediksi orbit untuk periode waktu setelah uploading ke satelit

Ada beberapa cara yang dapa diaplikasikan untyk mengurangi efek kesalahan orbit,
yaitu:

 Menerapkan metode differential positioning


 Perpendek jarak baseline
 Perpanjang interval pengukuran
 Tentukan parameter kesalahan orbit dalam proses estimasi
 Menggunakan data orbit yang lebih teliti

b. Bias Ionosfer.
Jumlah elektron dan ion bebas pada lapisan ionosfer tergantung pada besarnya
intensitas radiasi matahari serta densitas gas pada lapisan tersebut. Bias ionosfer
akan mempengaruhi kecepatan, arah, polarisasi, dan kekuatan sinyal GPS. Ionosfer
akan memperlambat pseudorange (ukuran jarak menjadi lebih panjang) dan
mempercepat fase (ukuran jarak menjadi lebih pendek).

c. Bias Troposfer.
Lapisan troposfer merupakan atmosfer netral yang berbatasan dengan
permukaan Bumi dimana temperatur menurun dengan membesarnya ketinggian.
Lapisan ini memiliki ketebalan 9-16 km. Disini sinyal GPS akan mengalami
refraksi, yang menyebabkan perubahan pada kecepatan dan arah sinyal GPS. Efek
utama dari troposfer sangat berpengaruh pada kecepatan, atau dengan kata lain
terhadap hasil ukuran jarak. Pada lapisan ini pseudorange dan fase diperlambat.
Dan besar magnitude bias troposfer pada kedua data pengamatan tersebut adalah
sama.

d. Multipath
Multipath yaitu fenomena dimana sinyal dari satelit tiba di antena GPS melalui
dua atau lebih lintasan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena sinyal dipantulkan
oleh benda-benda disekitar antena sebelum tiba di antena. Benda-benda tersebut
dapat berupa jalan raya, gedung, danau, dan kendaraan. Perbedaan panjang lintasan
menyebabkan sinyal-sinyal tersebut berinteferensi ketika tiba di antena yang pada
akhirnya menyebabkan kesalahan pada hasil pengamatan. Dan mempengaruhi hasil
ukuran pseudorange maupun carrier phase.

e. Ambiguitas Fase (Cycle Ambiguity)


Ambiguitas fase yaitu jumlah gelombang penuh yang tidak terukur oleh
receiver GPS. Sepanjang receiver GPS mengamati sinyal secara kontinyu (tidak
terjadi cycle slip), maka ambiguitas fase akan selalu sama harganya untuk setiap
epok.

f. Cycle Slips, adalah ketidak-kontinyuan dalam jumlah gelombang penuh dari fase
gelombang pembawa yang diamati, karena receiver yang disebabkan oleh satu dan
lain hal ‘terputus’.

g. Kesalahan Jam, kesalahan jam receiver dan jam satelit. Kesalahan dari salah satu
jam, apakah itu dalam bentuk offset waktu, offset frekuensi, ataupun frequecy drift
akan langsung mempengaruhi ukuran jarak, baik pseudorange maupun jarak fase.
Ketelitian ukuran jarak pseudorange yang diperoleh akan sangat tergantung pada
ketelitian dari dt

 Kesalahan Jam Satelit


Kesalahan Jam Receiver, receiver GPS umumnya dilengkapi dangen jam
(osilator) kristal quartz. Komponen kesalahan pada ukuran jarak ke satelit yang
disebabkan oleh kesalahan jam receiver akan lebih besar daripada yang disebabkan
oleh kesalahan jam satelit.

 Ground Control Point (GCP)

GCP (Ground Control point) atau titik kontrol tanah adalah proses penandaan lokasi
yang berkoordinat berupa sejumlah titik yang diperlukan untuk kegiatan mengkoreksi data
dan memperbaiki keseluruhan citra yang akhirnya disebut sebagai proses rektifikasi.
Tingkat akurasi GCP sangat tergantung pada jenis GPS yang digunakan dan jumlah sampel
GCP terhadap lokasi dan waktu pengambilan.
Lokasi ideal saat pengambilan GCP adalah perempatan jalan, sudut jalan, perpotongan
jalan pedestrian, kawasan yang memiliki warna menyolok, persimpangan rel dengan jalan
dan benda/ monumen/ bangunan yang mudah diidentifikasi atau dikenal. Perlu dihindari
pohon, bangunan, dan tiang listrik selain sulit diidentifikasi, karena kesamaannya yang
tinggi.

 Independent Check Point (ICP)

Independent Check Point (ICP) atau titik cek adalah sebagai kontrol kualitas dari
obyek dengan cara membandingkan koordinat model dengan koorsinat sebenarnya.
Ground Control Point (GCP) dan Independent Check Point (ICP) pada umumnya
dibuat menyebar dipinggiran foto dan diadakan sengan dua cara, yaitu (Harintaka,
2008) :
1. Pre-marking adalah mengadakan titik target sebelum pemotretan dilaksanakan.
2. Post-marking adalah mengidentifikasi obyek yang terdapat pada foto, kemudian
ditentukan koordinat petanya.
Tie point atau titik ikat adalah titik sekutu yang merupakan titik sekutu antar foto
yang saling bertampalan. Tie point selalu dibuat dengan cara post-marking, yaitu
menidentifikasi obyek yang sama pada daerah foto yang bertampalan. Akurasi dan
presisi adalah faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Ground Control Point
(GCP) yang berkualitas

Gambar 2.3 Akurasi dan presisi


Sumber: http://applicationengineerindonesia.blogspot.co.id/

Keakuratan proses akurasi dievaluasi dengan menghitung Root Mean Square (RMS)
Error disetiap titik. Root Mean Square(RMS) Error adalah perbedaan antara hasil
koordinat Ground Control Point (GCP) yang diinginkan dan hasil koordinat
sebenarnya (koordinat tanah), dititik yang sama.

 Konfigurasi jaringan

Survei dengan GPS distribusi titik-titik per se relatif tidak terlalu mempengaruhi
kualitas jaringan. Akan tetapi distribusi dari baseline bebas (non-trivial) yang digunakan,
yang nantinya akan memebentuk konfigurasi jaringan yang berbeda-beda, akan
mempengaruhi kualitas dari jaringan. Oleh sebab itu pemilihan lokasi titik-titik GPS
terutama disesuaikan dengan dengan keperluan dan tujuan survei, dan selanjutnya
usahakan jumlah baseline bebas yang semaksimal dan seoptimal mungkin. Selain itu juga
patut diingat bahwa sebatas tahap perhitungan baseline, bentuk jaring titik - titik GPS
bukanlah suatu isu yang krusial dibandingkan dengan ukuran (besar) jaringan. Dengan kata
lain panjang baseline lebih berpengaruh dibandingkan letak dan orientasi nya. Dalam segi
menjaga tingkat dan konsistensi ketelitian titik-titik dalam jaringan, jarak antar titik
sebaiknya tidak terlalu panjang dan juga titik-titik tersebut sebaiknya terdistribusi secara
merata dan teratur. (SNI Jaring Kontrol Horizontal)

Gambar 2.4 Dampak perbedaan Jaringan


Sumber: SNI Jaring Kontrol Horizontal
 Metode Pengukuran GPS

Metode pengamatan yang umum digunakan dalam survei dengan GPS, metode yang
umum digunakan adalah metode survei statik. Tapi saat ini dengan adanya kemajuan dalam
keilmuan dan teknologi GPS, juga berkembang metode-metode survei lainnya, yaitu
metode survei statik singkat, stop-and-go, dan pseudokinematik.

2.5.1. Metode Penentuan Posisi Absolut

Penentuan posisi secara absolut (absolute positioning) adalah metode penentuan posisi
yang paling mendasar dari GPS. Bahkan dapat dikatakan bahwa ini adalah metode
penentuan posisi dengan GPS yang direncanakan pada awalnya oleh pihak militer
Amerika utuk pelayanan navigasi.(Abidin,2000)

Gambar 2.5 Metode Absolut


Sumber:Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya,2000

Berkaitan dengan penentuan posisi secara absolut, ada beberapa catatanyang perlu
diperhatikan yaitu:
 Metode ini kadang dimnamakan juga metode point positioning,karena
penentuan posisi dapat dilakukan per titik tanpa bergantung pada titik lainnya.
 Posisi ditentukan dalam sistem WGS-84 terhadap pusat massa bumi.
 Prinsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara
stimultan.
 Untuk penentuan posisi hanya memerlukan satu receiver GPS, dan tipe
receiver yang umum digunakan untuk keperluam ini adalah tipe navigasi/
genggam
 Titik yang ditentukan posisinya bisa dalam statik atau kinematik
 Biasanya menggunakan data pseudorange. Patut juga dicatat disini bahwa
dalam moda statik, meskipun jarang, data fase sebenarnya juga bisa digunakan
yaitu dengan mengestimasi ambiguitas fase bersama-sama dengan posisi.
 Ketelitian posisi yang diperoleh sangat bergantung pada tingkat ketelitian data
serta geometri dari satelit.
 Metode ini tidak dimaksudkan untuk penentuan posisi teliti

2.5.2. Metode Diferensial

Pada penentuan posisi differensial, posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap titik
lainnya yang telah diketahui koordinatnya. Pada metode differensial, yang kadang kala
dinamakan metode penentuan posisi relatif, dengan mengurangkan data yang diamati
oleh dua receiver GPS pada waktu yang bersamaan, maka beberapa jenis kesalahan dan
bias dari data dapat dieleminasi dan direduksi, hal ini akan meningkatkan presisi dan
akurasi data.

Gambar 2.6 Metode Differensial


Sumber:Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya,2000

2.5.3. Metode Statik

Penentuan Posisi secara statik adalah penentuan posisi dari titik-titik yang statik.
Penentuan posisi tersebut dapat dilakukan secara absolut maupun differensial, dengan
menggunakan data pseudorange dan/ fase. Dibandingkan dengan metode kinematic,
ukuran lebih pada suatu titik pengamatan dengan metode ini biasanya lebih banyak. Ini
meyebabkan keandalan dan ketelitian posisi yang dipeoleh umumnya lebih tinggi.

Pada prinsipnya, survei GPS bertumpu pada metode-metode penentuan posisi statik
secara differensial dengan menggunakan data fase. Dalam hal ini pengamatan satelit GPS
umumnya dilakukan baseline per baseline selama selang waktu tertentu (beberapa puluh
menit sampai beberapa jam)

Gambar 2.7 Metode Statik


Sumber:Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya,2000

Pada survai dengan GPS, pemrosesan data GPS untuk menentukan koordinat dari
titik-titik dalam jaringan umumnya akan mencakup tiga tahap utama perhitungan:

 Pengolahan data dari setiap baseline dalam jaringan.


 Perataan jaringan yang melibatkan semua baseline untuk menentukan koodinat
dari titik-titik dalam jaringan
 Transformasi koordnat dari datum WGS-84 ke datum yang diperlukan

2.5.4. Metode Survei Statik Singkat

Metode penentuan posisi dengan survei statik singkat (rapid static) pada dasarnya
adalah survei statik dengan waktu pengamatan yang lebih singkat, yaitu 5-20 menit
ketimbang 1-2 jam. Metode statik singkat ini bertumpu pada proses penentuan
ambiguitas fase yang cepat. Disamping memerlukan perangkat lunak yang andal dan
canggih, metode statik singkat ini juga memerlukan geometri pengamatan yang baik.
(SNI Jaring Kontrol Horizontal,2002)
Gambar 2.8 Metode Statik Singkat
Sumber: SNI Jaring Kontrol Horizontal

 UTM

Sistem UTM (Universal Transvers Mercator) dengan system koordinat WGS


84 sering digunakan pada pemetaan wilayah Indonesia. UTM menggunakan silinder
yang membungkus elipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu
tegak elipsoid (sumbu perputaran bumi) sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder
merupakan garis yang berhimpit dengan garis bujur pada elipsoid. Pada system
proyeksi UTM didefinisikan posisi horizontal dua dimensi (x,y) menggunakan proyeksi
silinder, transversal, dan konform yang memotong bumi pada dua meridian standar.
Seluruh permukaan bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zona. Setiap
zona dibatasi oleh dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri.
Sebagai contoh, zona 1 dimulai dari 180° BB hingga 174° BB, zona 2 di mulai dari
174° BB hingga 168° BB, terus kearah timur hingga zona 60 yang dimulai dari 174°
BT sampai 180° BT. Batas lintang dalam system koordinat ini adalah 80° LS hingga
84° LU. Setiap bagian derajat memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80°
LS kearah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F,
hingga X (huruf I dan O tidak digunakan). Jadi bagian derajat 80° LS hingga 72° LS
diberi notasi C, 72° LS hingga 64° LS diberi notasi D, 64° LS hingga 56° LS diberi
notasi E, dan seterusnya.
a. Ketentuan UTM
1. Bidang silinder memotong bola bumi pada dua buah meridian yang disebut
meridian standar dengan faktor skala 1.
2. Lebar zona 6° dihitung dari 180° BB dengan nomor zona 1 hingga ke 180° BT
dengan nomor zona 60. Tiap zona mempunyai meridian tengah sendiri.
3. Perbesaran di meridian tengah = 0,9996.
4. Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84° LU dan 80° LS.
b. Ciri Proyeksi UTM

Ciri proyeksi UTM adalah :

1. Proyeksi bekerja pada setiap bidang Ellipshoid yang dibatasi cakupan garis meridian
dengan lebar yang disebut zona.
2. Proyeksi garis meridian pusat (MC) merupakan garis vertikal pada bidang tengah
poyeksi.
3. Proyeksi garis lingkar equator merupakan garis lurus horizontal di tengah bidang
proyeksi.
4. Grid merupakan perpotongan garis-garis yang sejajar dengan dua garis proyeksi
pada butir dua dan tiga dengan interval sama. Jadi garis pembentukan gridn bukan
hasil dari garis Bujur atau Lintang Ellipshoide (kecuali garis Meridian Pusat dan
Equator).
Penyimpangan arah garis meridian terhadap garis utara grid di Meridian Pusat , atau garis
arah meridian yang melalui titik luar Meridian Pusat tidak sama dengan garis arah Utara
Grid Peta yang disebut Konvegerensi Meridian. Dalam luasan dan skala tertentu tampilan
simpangan ini dapat diabaikan karena kecil.

 WGS 84

WGS84 adalah sistem referensi terestrial yang didasarkan pada seperangkat parameter
konstanta dan model yang konsisten yang menggambarkan bidang ukuran, bentuk, dan
gravitasi bumi dan geomagnetik. WGS84 adalah definisi Departemen Pertahanan AS yang
standar tentang sistem referensi global untuk informasi geospasial dan merupakan sistem
referensi untuk Global Positioning System (GPS). WGS84 kompatibel dengan Sistem
Referensi Terrestrial Internasional (ITRS). Realisasi saat ini WGS84 (G1762) mengikuti
kriteria yang diuraikan dalam Catatan Teknis International Earth Rotation Service (IERS)
21 (TN 21). Organisasi yang bertanggung jawab adalah National Geospatial-Intelligence
Agency (NGA) . (National Geospatial-Intelligence Agency)

 Origin : Pusat massa bumi didefinisikan untuk seluruh Bumi termasuk samudra dan
atmosfer.
 Z-Axis: Arah IERS Reference Pole (IRP). Arah ini sesuai dengan arah Kutub
Terestrial Konvensional BIH (CTP) (epok 1984.0) dengan ketidakpastian 0,005 ".
 X-Axis: titik-temu IERS Reference Meridian (IRM) dan bidang yang melewati titik
asal dan normal ke sumbu Z. IRM bertepatan dengan Zero Meridian BIH (epoch
1984.0) dengan ketidakpastian 0,005 ".
 Y-Axis: Menyelesaikan sistem koordinat ortogonal Earth-Fixed (ECEF) dengan
tangan kanan.
 Skala: Skalanya adalah kerangka bumi lokal, yang berarti teori gravitasi relativistik.
Sejaja dengan ITRS.
 Orientasi: Diberikan oleh orientasi Biro Internasional de l'Heure (BIH) tahun
1984.0.
 Evolusi Waktu: Evolusi waktunya dalam orientasi tidak akan menciptakan rotasi
global residual berkenaan dengan kerak bumi.
 Pusat Koordinat: Bumi (Earth)

 Bidang datar referensi: Bidang Ekliptika (Bidang orbit bumi mengitari matahari,
yang sama dengan bidang orbit matahari mengitari bumi) yaitu bidang xy.
 Titik referensi: Vernal Ekuinoks (VE) yang didefinisikan sebagai sumbu x.
 Koordinat:
 Jarak benda langit ke bumi (seringkali diabaikan atau tidak perlu dihitung)
 Lambda = Bujur Ekliptika (Ecliptical Longitude) benda langit menurut bumi,
dihitung dari VE.
 Beta = Lintang Ekliptika (Ecliptical Latitude) benda langit menurut bumi yaitu
sudut antara garis penghubung benda langit-bumi dengan bidang ekliptika

Tabel 2.1 Empat parameter utama WGS84


Parameter Notasi Nilai
Sumbu Panjang a 6378137.0 m
Penggepengan Bumi 1/f 298.257223563
Kecepatan Sudut Bumi ω 7292115 10-11 rad/s
Konstanta Gravitasi Bumi GM 3986004.418 108 m3/s2
Sumber:Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya, 2006

3.2 Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan (Referensi tahun lalu)

Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan Tim GPS Geodetik dalam Kemah
Kerja 2018 selama pengukuran adalah sebagai berikut :

Gambar 3.14 Diagram Alir Pekerjaan


Sumber: Tim GPS Kemah Kerja 2018
Penjelasan terhadap diagram alir di atas adalah sebagai berikut :
 Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan dalam pengukuran GPS ini meliputi :
a. Perencanaan geometri yaitu perencanaan persebaran titik GCP
b. Perencanaan metode dan jadwal pengamatan
c. Perencanaan alat yang akan digunakan selama persiapan dan pelaksanaan
pengukuran serta pengamatan.
Pada kemah kerja ini Tim GPS mendapatkan alat GPS Geodetik sebanyak dua
buah dimana satu GPS Geodetik sebagai base dan satu buah GPS Geodetik sebagai
rover. Berdasarkan jumlah alat yang tersedia dan waktu yang dibutuhkan terbatas
maka ditetapkan pengukuran di lapangan dengan menggunakan metode radial. Hal
tersebut dikarenakan apabila menggunakan metode jaring waktu yang dibutuhkan
lebih lama walaupun memiliki ketelitian yang lebih tinggi.
 Tahap Persiapan
Tahap persiapan dalam pengukuran GPS ini meliputi :
a. Orientasi medan yaitu melakukan survei pendahuluan ke daerah sasaran yaitu
Kelurahan Kedungdung, Kecamatan Magersari, Kota mojokerto. Pada
orientasi lapangan ini dilakukan pencarian lokasi titik GCP apakah
memungkinkan untuk dilakukan pengukuran atau tidak. Apabila tidak
memungkinkan maka dilakukan penggeseran titik GCP. Pada orientasi
lapangan ini uga dilakukan estimasi waktu yang diperlukan untuk mencapai
titik tersebut sehingga berdasarkan estimasi tersebut dapat ditentukan
akomodasi yang akan digunakan selama pengamatan. Jumlah titik GCP juga
dilakukan penambahan pada lokasi sesuai kebutuhan titik yang akan dijadikan
titik ikat bagi Tim Total Station dan Team UAV.
b. Material BM adalah persiapan alat dan bahan yang diperlukan dalam
pembuatan BM seperti semen, pasir, paralon dan paku

 Tahap Pelaksanaan
Adapun tahapan pelaksanaan dalam pengamatan GPS meliputi :
a. Pembuatan BM yaitu melakukan pembuatan BM yang akan disebar di
Kelurahan Kedungdung. Pembuatan BM ini menggunakan BM beton yang
dibuat dengan cetakan paralon.
b. Pemasangan BM pada titik-titik GCP yang sudah tersebar di wilayah
Kelurahan Kedungdung. Titik-titik tersebut terdiri dari 1 BM utama yaitu titik
K-1 dan titik GCP yaitu BM-K, K2, K3, dan K4.Selain itu terdapat pula titik
tambahan yang digunakan sebagai titik bantu team UAV sebanyak 10 ICP
c. Pengukuran dan Pengamatan
Pengukuran dan pengamatan titik-titik GCP menggunakan metode differensial
dengan geometri jarring radial pada 5 titik GCP yang tersebar, hal ini
dikarenakan waktu yang terbatas dengan kondisi cuaca yang tidak menentu dan
mengingat keluaran yang berupa peta potensi desa. Selain melakukan
pengukuran koordinat titik GCP dan ICP, kami juga melakukan pengukuran
terhadap tinggi alat dari BM, mencatat waktu pengamatan, dan pengamatan
objek di daerah sekitar BM.

 Tahap Pengolahan Data


Pengukuran GPS ini menggunakan metode penentuan posisi statik secara
differensial menggunakan data fase. Pangamatan satelit GPS dilakukan per
baseline selama selang waktu 60 menit. Setelah dilakukan proses pengukuran dan
pengamatan, dilakukan pendownloadan data GPS.

 Tahap Penyajian Data


Tahap penyajian data hasil pengukuran GPS yaitu peta sebaran titik GPS dan
dijelaskan dalam bentuk laporan tertulis

Anda mungkin juga menyukai