Anda di halaman 1dari 7

Metode kerja pemancangan

I. Pekerjaan persiapan
1. Pekerjaan persiapan lapangan
Lahan pemancangan harus dibersihkan dari rintangan-rintangan. Kondisi
permukaan harus rata, kering dan padat, sehingga dapat dilalui oleh mesin pancang
dan dapat menahan beban mesin supaya tidak terbenam.
2. Pekerjaan pengukuran
a. Pembuatan B.M (Bench Mark) dan titik2 patokan lainnya (grid as kolom).
Bench Mark dibuat dgn konstruksi permanen dan lokasinya diluar daerah
pemancangan.
b. Penentuan titik2 pancang (Setting out).
Penentuan titik2 pancang dilakukan dgn pengukuran mempergunakan alat
teodolit. Pada waktu pengukuran kondisi lapangan sudah harus bersih sehingga
tidak menghalangi pandangan.
Letak titik2 pancang sesuai dgn rencana gambar titik2 pancang dari konsultan.
Titik2 pancang ditandai dgn memakai patak kayu / besi yg diujung atasnya
diberi tanda nomor titik yg bersangkutan

II. Transportasi, handling dan storing tiang pancang.


1. Tiang pancang harus diangkat sesuai dengan titik angkat yang sudah direncanakan
dan sebagai patokan titik angkat serta jumlahnya sudah ditentukan pada tiang yaitu
pada posisi 0,21 L dari ujung2 tiang.
Titik-titik angkat ini sangat penting diperhatikan karena perencanaan pembuatan
tiang-tiang pancang biasanya didasarkan pada jumlah titik angkat beserta posisinya
pada tubuh tiang pancang.
2. Transportasi tiang harus dilakukan secara hati-hati memakai kendaraan pengangkut
dengan memperhatikan posisi titik tumpuan tiang diatas kendaraan dan tentunya
disesuaikan dengan kapasitas angkut kendaraan itu sendiri.
3. Penempatan tiang dilapangan sebelum dipancang harus dilakukan diatas permukaan
tanah yang cukup keras serta tidak boleh lebih dari maximum 3 lapis. (tentunya
dengan memperhatikan tanah dasar tempat penumpukan) dan antara satu tumpukan
dengan tumpukan harus diberi "ganjal" dari kayu sesuai pada titik-titik angkat yang
direncanakan (0,21 L).
4. Tiang yang mengalami retak-retak oleh karena transportasi, handling atau storing
yang tidak tepat dan tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan, tidak boleh
dipergunakan dan harus disingkirkan atau apabila terjadi keragu-raguan terhadap
integritas tiang harus dilakukan uji PIT (Pile Integrity Testing)
5. Tiang pancang yang akan dipancang harns diletakkan sedekat mungkin ketitik
pancang.

III. Penempatan peralatan pada titik pancang.


Setelah titik pancang ditentukan, peralatan pancang dipindahkan ketitik
bersangkutan. Posisi alat pancang harus stabil, horizontal dan permukaan tanah
tempat berpijak, peralatan harus kuat dan rata, untuk menahan beban mesin
pancang pada tempat-tempat yang kurang stabil diperlukan landasan-landasan dari
kayu atau pelat baja.
Posisi peralatan pancang harus dalam keadaan rata, hat ini dapat dicheck dengan
menggunakan alat waterpas yang ditempatkan pada badan crane pancang.

IV. Pengangkatan & penempatan tiang pancang dengan peralatan pancang.


1. Pada kepala tiang pancang dipasangkan pile cap yang telah diberi cushion material
berupa kayu keras atau multipleks dengan tebal min. 5 em.
2. Pada tiang yang akan dipancang, dipasangkan wire rope pengangkat pada lokasi 1
(satu) titik angkat dan selanjutnya wire rope ini dihubungkan dengan secondary
wire line dari crane pancang dengan menggunakan tachle.
3. Tiang diangkat dengan memakai secondary wire line dari crane pancang bersamaan
dengan itu hammer diangkat keatas. Ujung kepala tiang pancang yang telah diberi
cap dimasukkan kedalam topi hammer dan diangkat bersama-sama hammer sampai
posisi tiang terangkat sedikit diatas muka tanah. Selanjutnya posisi alat pancang
beserta tiang & hammer diarahkan dan diletakkan pada posisi titik pancang yang
telah direncanakan.
4. Posisi tiang yang akan dipancang harus dalam keadaan vertikal, tegak lurns, hal ini
dapat dilakukan dengan mengatur posisi crane pancang, leader dari alat pancang
yang digunakan. Posisi vertikal tiang dapat dilakukan dengan memakai beberapa
alat antara lain:
- theodolite
- waterpas
- unting-unting yang dipasang pada suatu dudukan.
5. Arah dari pemancangan tiang pancang harus direncanakan dengan baik.
Pemancangan dimulai dari titik terjauh ditarik kearah mundur sehingga manuver
alai tidak mengalarni kesulitan.
6. Selarna pemancangan perlu diperhatikan agar garis sumbu hammer dan garis
sumbu tiang senantiasa pada posisi garis lurus. Hal ini untuk menghindari pukulan
yg excentris yg dapat mematahkan tiang.

V. Pemancangan tiang awal.


Tiang pondasi seringkali terdiri dari beberapa bagian tiang pancang yang
disarnbung satu sarna lain dengan berbagai macam cara yang disesuaikan dengan
type sambungan yang dibuat, antara lain dengan cara pengelasan.
Apabila tiang terdiri dari beberapa bagian, setelah langkah IV dikerjakan maka
dilakukan pemancangan tiang bagian pertama tersebut.
Pemancangan tiang bagian pertama ini dihentikan setelah tiang ini masih tersisa
kurang lebih 1 (satu) meter dari muka tanah atau sampai ketinggian tertentu dengan
tujuan memudahkan pekerjaan penyambungan yang akan dilakukan.
Selanjutnya peralatan pancang (Hammer) diangkat dan dirubah posisinya kearah
bagian tiang berikutnya yang akan disambungkan.

VI. Pengangkatan & penempatan tiang bagian kedua kepada tiang bagian pertama yang
telah dipancang.
Pada prinsipnya langkah pekerjaan ini sarna dengan langkah IV.
VII. Penyambungan tiang.
Setelah tiang bagian kedua ini diletakkan dengan tepat baik posisi maupun
kelurusannya terhadap tiang bagian pertama yang telah dipancang, dengan
dilakukan pengecheckan memakai theodolit, waterpas atau tinting-tinting.
( Lihat IV.d & e ) dilakukan penyambungan yang dilaksanakan dengan pengelasan.
Tiang beton yang terdiri dari beberapa bagian, bagian tiang yang akan dihubungkan
sudah dilengkapi dengan splice joint yang terbuat dari pelat baja ketebalan 8 mm,
bentuk & ukuran harus disetujui konsultan. Untuk bagian tiang yang tidak
dilengkapi dengan splice joint, penyambungan tiang dapat dilakukan dengan
memakai sistem sambungan tertentu yang sudah di patent.
Untuk tiang-tiang pipa baja, bagian-bagian pipa yang akan disarnbung harus di
bevel terlebih dahulu dan dipasang backing ring. Pengelasan harus mengikuti
standard dengan ketebalan las 1,05 dari ketebalan pelat dan di las penuh.

VIII. Pemancangan tiang akhir.


Tahap selanjutnya setelah penyarnbungan, dilakukan pemancangan kembali,
sehingga kedalarnan tiang yang dipancang sesuai kedalarnan yang direncanakan
atau diperkirakan mencapai daya dukung yang direncanakan, tergantung kriteria
yang dipergunakan untuk melakukan penyetopan pemancangan.
Rumus-rumus yang memperkirakan daya dukung tiang secara dinamis pada
umumnya merupakan rumus-rumus empiris yang berdasarkan hukum kekekalan
energi (energi potensial dari hammer yang dijatuhkan dengan ketinggian tertentu
sarna dengan reaksi tanah yang mengalarni deformasi tertentu sebagai akibatnya ).
Rumus-rumus daya dukung dinamis tidak menunjukkan nilai daya dukung tiang
yang sebenarnya, hanya boleh dipakai sebagai pedoman saja.
Jadi untuk memperkirakan daya dukung dinamis tiang, data-data lapangan yang
diperlukan adalah berat piston hammer yang dipergunakan, tinggi jatuh hammer,
berat tiang yang dipancang, turunnya tiang per satu pukulan hammer dan
pantulannya. Data-data tersebut diperoleh dengan cara sebagai berikut :
oBerat piston hammer dapat dilihat dari brosur hammer yang dipergunakan
oBerat tiang yang dipancang dihitung dari dimensi tiang yang dipakai dikalikan
berat jenis.
oTinggi jatuh hammer diperoleh dengan mengarnati tinggi jatuh hammer pada saat
pengamatan dilakukan secara visual ( pada diesel hammer) atau pengaturan
tinggi jatuh pada hydraulic hammer.
oTurunnya tiang per satu pukulan dan pantulannya diperoleh dengan
menggarnbarkannya pada kertas milimeter yang ditempelkan pada tiang yang
dipancang (pada umumnya di katakan pengarnbilan "final set" atau
"kalendering"). Secara praktis pengambilan "final set" ini dilakukan untuk 10
pukulan penurunan (s) dan selanjutnya besarnya penurunan tiang per satu
pukulan diarnbil rata-ratanya.

Rumus rumus daya dukung dinamis.


Contoh :
Rumus I :
2.W .H W 1
P x x
 s  k  W  P  3

P = Daya dukung tiang ( ton)


W = Berat piston ( ton)
H = Tinggi jatuh (m)
.s = Final settlement per 10 pukulan ( cm )
k = rebound ( m )

Rumus II :
2.W .H
P
5.s  0.10
P = Daya dukung tiang ( ton)
.s = set per 1 x pukulan ( m )
H = Tinggi jatuh dalam ( m )
Rumus III :
1 W .H
P x
6 s / 10  k / 2
P = Daya dukung tiang ( ton)
W = Berat piston ( ton)
H = Tinggi jatuh (cm)
.s = Final settlement per 10 pukulan ( cm )
k = rebound (cm )
Batasan2 yg dipakai untuk Proyek Grand Sudirman Balikpapan.
o Mesin pancang yg digunakan type Hydraulic Hammer.
o Berat hammer ditentukan: K35 (untuk tiang: 40 x 40 em) dan
K25 (untuk tiang : 25 x 25 em)
o Bentuk, ukuran, wire dan pembesian tiang pancang sesuai dgn gambar rencana.
o Tebal pelat penyambung : t = 10 mm untuk Tiang 40 x 40 em.
t = 8 mm untuk Tiang 25 x 25 em.

o Tebal pengelasan a = 0,7 t (t = tebal pelat).


o Daya dukung ijin dari tiang 120 ton (dibuktikan dgn Loading Test).
o Perhitungan penentuan final set dari pemancangan tiang harus diajukan terlebih
dahulu oleh kontraktor sebelum pemancangan dilakukan; antara lain:
Jenis alai yg digunakan, tinggi jatuh hammer dan lain2 hat yg
berhubungan dgn perhitungan final set.
o Toleransi ketidak tepatan pemancangan pada titik pancang adalah :
1/6 B untuk tiang tunggal.
1/4 B untuk tiang kelompok.
o Toleransi ketidak lurusan (kemiringan) dari pemancangan tiang yg sudah
setting adalah 10% dari tiang sisa yg berada diatas tanah (maksimum 10 em).
Untuk tiang yg belum setting, kemiringan max didasarkan atas lendutan max
tiang yg diijinkan yaitu 1/250L (L adalah panjang tiang yg masih diatas tanah )
o Bila penyimpangan terjadi lebih besar dari hal2 yg telah ditentukan, sehingga
perin penambahan tiang, perbesaran pile cap dan penambahan pembesian,
maka hat tsb akan dibebankan kepada kontraktor.
o Tiang yg peeah pada waktu pemancangan dan belum tercapai final set, maka
tiang tsb harus diganti yg barn dgn resiko kontraktor.
o Setelah selesai pemancangan, maka kontraktor diwajibkan untuk membuat
asbuilt drawing untuk mengetahui penyimpangan2 yg terjadi.

Anda mungkin juga menyukai