Psoriasis 3
Psoriasis 3
A. DEFINISI
Psoriasis adalah kondisi kulit yang bersifat kronis, merupakan penyakit
autoimun yang sering dikaitkan dengan manifestasi sistemik. Etiologi
meliputi faktor genetik dan lingkungan. Diagnosis didasarkan pada
manifestasi klinis yaitu lesi kulit bersisik eritematosa yang khas, seringkali
dengan manifestasi tambahan pada kuku dan persendian.1 Psoriasis plak atau
psoriasis vulgaris merupakan bentuk yang paling umum. Bentuk atipikal lain
termasuk guttate, pustular, erythrodermic, dan psoriasis inverse.1, 2
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1-11,8% di berbagai populasi
dunia.3 Menurut National Institutes of Health (NIH), sebanyak 7,5 juta orang
Amerika menderita psoriasis.2 Insidens di Asia cenderung rendah (0,4%).3
Tidak ada perbedaan insidens pada pria ataupun wanita.4 Beberapa variasi
klinisnya antara lain psoriasis vulgaris (85-90%) dan arthritis psoriatika
(10%). Seperti lazimnya penyakit kronis, mortalitas psoriasis rendah namun
morbiditas tinggi, dengan dampak luas pada kualitas hidup pasien ataupun
kondisi sosioekonominya.
Penyakit ini terjadi pada segala usia, tersering pada usia 15-30 tahun.
Puncak usia kedua adalah 57-60 tahun. Bila terjadi pada usia dini (15-35
tahun), terkait HLA (Human Leukocyte Antigen) I antigen (terutama HLA
Cw6), serta ada riwayat keluarga, lesi kulit akan lebih luas dan persisten.3
C. FAKTOR RISIKO
Banyak kejadian psikologis seperti stres dan faktor lingkungan dikaitkan
dengan timbulnya dan memburuknya kondisi psoriasis. Trauma kulit
langsung dapat memicu psoriasis (fenomena Koebner). Infeksi tenggorokan
oleh patogen Streptokokus juga dapat memicu kondisi atau memperburuk
kondisi psoriasis yang ada. Infeksi HIV belum terbukti memicu psoriasis,
tetapi dapat memperburuk penyakit yang ada.1
Selain itu, merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya psoriasis dan
meningkatkan derajat keparahannya. Obesitas dan penyalahgunaan alkohol
juga dikaitkan dengan terjadinya psoriasis.1
D. ETIOLOGI
Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis inflamatorik dengan faktor
genetik yang kuat, dengan ciri gangguan perkembangan dan diferensiasi
epidermis, abnormalitas pembuluh darah, faktor imunologis dan biokimiawi,
serta fungsi neurologis. Penyebab dasarnya belum diketahui pasti. Dahulu
diduga berkaitan dengan gangguan primer keratinosit, namun berbagai
penelitian telah mengetahui adanya peran imunologis.3
Peran Genetik
Bila kedua orang tua mengidap psoriasis, risiko seseorang mendapat
psoriasis adalah 41%, 14% bila hanya dialami oleh salah satunya, 4% bila 1
orang saudara kandung terkena, dan turun menjadi 2% bila tidak ada riwayat
keluarga. Psoriasis Susceptibility 1 atau PSORS1 (6p21.3) adalah salah satu
lokus genetic pada kromosom yang berkontribusi dalam patogenesis
psoriasis. Beberapa alel HLA yang berkaitan adalah HLA B13 dan HLA
DQ9. HLA Cw6 merupakan alel yang terlibat dalam patogenesis artritis
psoriatika serta munculnya lesi kulit yang lebih dini. HLA Cw6 akan
mempresentasikan antigen ke sel T CD 8+.3
Faktor Pencetus
Trauma fisik: Pada Fenomena Kobner dikatakan bahwa tindakan
menggaruk, menggosok-gosok adalah salah satu yang mencetuskan proses
Psoriasis proliferative;
Infeksi, infeksi akut streptococcus mempunyai hubungan erat dengan salah
satu bentuk psoriasis yaitu Psoriasis Gutata;
Stress Stress Psikis merupakan pencetus utama. Saebuah penelitian
menemukan bahwa pada orang dewasa, insidens terjadinya psoriasis
setinggi 40%.;
Obat-obatan Obat yang sering menyebabkan psoriasis adalah
glucocortiroid oral, anti malaria, B-Blocker, interferon;
Alkohol.
E. PATOFISIOLOGI
Abnormalitas pada penderita psoriasis adalah sebagai berikut :
(1) Pada penderita psoriasis, terjadi abnormalitas pada pertumbuhan sel-sel
dimana pertukaran siklus sel terjadi pada 311 jam berubah menjadi 36 jam,
terjadi pemendekan waktu siklus kurang dari 28 jam. Terjadi perubahan
keratinosit, dimana pada keadaan normal keratinosit apabila mencapai
epidermis akan kehilangan intinya. Sedangkan pada penderita psoriasis
keratinosit ini tidak kehilangan inti disebut parakeratosit. Sehingga
menyebabkan penebalan dari kulit disertai dengan skuama. Pembentukan
parakeratosis ini abnormal, sehingga apabila tergaruk akan mudah sekali
terjadi dilatasi dari pembuluh darah yang menyebabkan fenomena autzpitz.
(2) Sel T CD8+, terdapat pada hampir diseluruh lesi psoriasis. Epidermis dan
Dermis bereaksi terhadap system imun selular. Sehingga terjadi perubahan
pada epidermis dan dermis. Psoriasis adalah penyakit yang disebabkan oleh
sel T. pada penelitian ditemukan banyak sel T CD8+ yang berada di sekitar
lesi psoriasis mengelilingi pembuluh darah dermal, dan T Helper 1
bertanggung jawab atas produksi sitokin.2
Hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit adalah dua proses
penting dari disregulasi pato-fisiologis yang mendasari terjadinya psoriasis.
Secara histologis, ada penebalan epidermis yang timbul karena peningkatan
proliferasi keratinosit dalam epidermis interfollicular, dan rete peg epidermal
menjadi sangat memanjang. Diferensiasi keratinosit juga secara luas
mengalami abnormalitas dalam psoriasis. Lapisan granular epidermis, di
mana diferensiasi terminal dimulai, sangat berkurang atau tidak ada pada lesi
psoriasis. Akibatnya, stratum korneum terbentuk dari keratinosit yang tidak
berdiferensiasi sempurna yang secara tidak sengaja mempertahankan inti sel
(parakeratosis).2
Mekanisme
Terdapat di
Hiperproliferasi Diferensiasi seluruh lesi
abnormal
Mudah terjadi
dilatasi
pembuluh darah
Fenomena
Autpitz
PSORIASIS
F. KLINIS
Anamnesis
Salah satu hal yang pertama kali penting ditanyakan adalah onset
penyakit dan riwayat keluarga, karena onset dini dan riwayat keluarga
berkaitan dengan tingginya ekstensi dan rekurensi penyakit. Selain itu,
tentukan apakah lesi merupakan bentuk akut atau kronis, serta keluhan pada
persendian, karena kemungkinan artritis psoriatika pada pasien dengan
riwayat pembengkakan sendi sebelum usia 40 tahun.3
Lesi kronis cenderung stabil berbulan-bulan hingga bertahun-tahun,
sedangkan dalam bentuk akut, lesi dapat muncul mendadak dalam beberapa
hari. Kemungkinan relaps juga bervariasi antar individu. Pasien yang sering
relaps biasanya memiliki lesi yang lebih berat, cepat meluas, melibatkan area
tubuh yang lebih luas, sehingga terapi harus lebih agresif. 3
Manifestasi Klinis
Psoriasis merupakan penyakit inflamatorik kronik dengan manifestasi
klinis pada kulit dan kuku. Lesi kulit biasanya merupakan plak eritematosa
oval, berbatas tegas, meninggi,dengan skuama berwarna keperakan, hasil
proliferasi epidermis maturasi premature dan kornifikasi inkomplet
keratinosit dengan retensi nuklei di stratum korneum (parakeratosis).2
Meskipun terdapat beberapa predileksi khas seperti pada siku, lutut, serta
sakrum,lesi dapat ditemukan di seluruh tubuh.2,4,5 Gambaran klinis lain yang
dapat menyertai adalah artritis psoriatika pada sendi interfalang jari tangan,
distrofi kuku, dan lesi psoriatik nail bed.3
Lesi Kulit
Lesi klasik psoriasis adalah plak eritematosa berbatas tegas dan
meninggi dengan skuama diatasnya. Skuama berlapis, kasar, putih seperti
mika dan transparan.1,6 skuama ini merupakan hasil hiperproliferasi epidermis
dengan keratinosit premature dan kornifikasi tidak komplit dengan retensi
nucleus pada stratum korneum (parakeratosis). Kecepatan mitosis keratinosit
basal meningkat dibandingkan kulit normal. Hasilnya epidermis menebal
(akantosis), dengan rete ridges memanjang; dengan kombinasi infiltrate
peradangan pada dermis, semua berkontribusi terhadap ketebalan lesi.
Infiltrate peradangan terdiri dari sel dendritik, makrofag, sel T di dermis dan
neutrofil dengan beberapa sel T di epidermis. Kemerahan pada lesi ini
disebabkan peningkatan jumlah kapiler berliku-liku yang mencapai
permukaan kulit melalui epitelnya yang menipis.6
Lesi kulit cenderung simetris, meskipun dapat unilateral. besar lesi
bervariasi dari lentikular hingga plakat.
Fenomena tetesan lilin: skuama berubah menjadi warna putih setelah
digores dengan menggunakan tepi kaca objek (seperti lilin digores).
Fenomena auspitz: titiktik serum/perdarahan setelah pengerokan
perlahan dengan tepi kaca gelas objek.
Fenomena kobner: kelainan yang sama dengan psoriasis, muncul di
tempat dengan riwayat trauma sebelumnya.1
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Pityriasis Rosea
Pityriasis rosea biasanya muncul pada batang pohon sebagai papula
dan plak bersisik oval yang tersusun di sepanjang garis-garis ketegangan
kulit dalam pola "pohon Natal". Selain itu, pityriasis rosea biasanya
dimulai dengan plak bulat atau oval berskala tunggal, lebih besar dari lesi
berikutnya, yang terjadi beberapa hari hingga satu minggu atau lebih
sebelum erupsi umum. Ini terbatas sendiri dalam 6 hingga 8 minggu.11
2. Nunmular Eczema
Lesi eritematosa desquamatif bundar melingkar yang ditutupi
vesikel, kerak, dan sisik, sangat gatal. Pasien mengalami diatesis atopik
atau alergi. Tes alergi epikutan adalah sering positif.12
3. Mycosis fungoides
Merupakan bentuk infiltrasi limfoma sel T yang menunjukkan
bercak eritematosa yang sedikit terinfiltrasi dan deskuamasi halus. 12
4. Pityriasis rubra pilaris
Lesi berbentuk papula folikel dan sisik infiltrasi serta hiperkeratosis
yang khas.12
5. Duhring Disease
Disebut juga dengan dermatitis herpetiformis, lokalisasi simetris
bilateral pada ekstensor. permukaan anggota badan. Dengan pengamatan
close-up akan menunjukkan papula dan vesikel pada kulit yang
eritematosa. Dalam fase erupsi dengan kerak penuh serum dan darah dan
likenifikasi karena garukan. Pada fase kronis, penyakit ini terus menerus
sangat gatal.12
6. Tinea Pedis
Tinea pedis kadang-kadang menyerupai psoriasis tetapi plak
psoriatik ditandai oleh eritema yang terinfiltrasi dan umumnya
hiperkeratotik dan memanjang dari tumit hingga pergelangan kaki.
Diagnosis tinea pedis harus dilakukan dengan tes mikologi. Psoriasis tidak
pernah menunjukkan penyembuhan sentral di tengah-tengah plak atau lesi
central healing.12
7. Sifilis Sekunder
Gejala periode sekunder sifilis terkadang menyerupai psoriasis dan disebut
sebagai plak psoriasiformis. Diagnosis yang tepat harus dilakukan dengan
tes serologis untuk sifilis.12
8. Pityriasis Alba
Pityriasis alba menunjukkan plak putih, seperti psoriasis tetapi
belum eritema. Hanya terlihat wajah.12
9. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi umumnya terjadi pada tangan. Fase akut
menandakan vesikul-vesikel dan gatal; tanda-tanda fase kronis menyerupai
psoriasis; eritema dan gatal. Lesi ini tidak menunjukkan tanda tetesan lilin
dan tanda Auspitz.12
10. Simplex Chronicus
Penyakit ini menunjukkan lesi plak oval kering dan gatal dan
menyerupai psoriasis sebagai bentuk tetapi tidak memiliki skala
keperakan, Auspitz dan tanda-tanda lilin. Dan menunjukkan warna
violaceous.12
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Histopatologi
Ditandai dengan penebalan epidermis (akantosis) dan papilomatosis serta
vasodilatasi di subepidermis
Peningkatan mitosis keratinosit, fibroblast, dan sel endothelial2
Hyperkeratosis parakeratosis (inti-inti sel masih terlihat pada stratum
korneum)9
Sel-sel peradangan pada dermis (limfosit dan monosit) dan pada epidermis
(limfosit dan polimorfonuklear) membentuk mikroabses Munro pada
stratum korneum.2
I. TATALAKSANA
Tatalaksana psoriasis adalah terapi supresif, tidak menyembuhkan secara
sempurna, bertujuan mengurangi tingkat keparahan dan ekstensi lesi sehingga
tidak terlalu mempengaruhi kualitas hidup pasien.3 Berdasarkan Psoriasis
treatment ladder, terdapat tiga tahap pengobatan psoriasis: topikal, fototerapi
dan sistemik.1
Terapi Topikal
Sebagian besar kasus psoriasis dapat ditatalaksana dengan pengobatan
topikal meskipun memakan waktu lama dan juga secara kosmetik tidak baik,
sehingga kepatuhan sangat rendah.
1. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid pada psoriasis karena efek imunosupresif, anti-
inflamasi dan antiproliferatifnya.7,10 Glukokortikoid dapat menstabilkan
dan menyebabkan translokasi reseptor glukokortikoid. Sediaan topikalnya
dipergunakan sebagai lini pertama pengobatan psoriasis ringan hingga
sedang di area fleksural dan genitalia, karena obat topikal lain dapat
mencetuskan iritasi.
Phototherapy
Phototherapy dapat mendeplesi sel limfosit T secara selektif, terutama di
epidermis, melalui apoptosis dan perubahan respons imun Th1 menjadi
Th2.
1. Sinar Ultraviolet B (290-320 nm)
Terapi UVB inisial berkisar antara 50-75% minimal erythema dose
(MED). Tujuan terapi adalah mempertahankan lesi eritema minimal
sebagai indikator tercapainya dosis optimal. Terapi diberikan hingga
remisi total tercapai atau bila perbaikan klinis lebih lanjut tidak tercapai
dengan peningkatan dosis.5, 13
Sistemik
Acitretin Retinoid oral menghambat induksi Digunakan bersama dengan fototerapi psoriasis berat, pustulosis
limfosit T helper melalui IL-6 oleh atau steroid topikal / vitamin D palmoplantar, psoriasis kuku,
modulasi ekspresi gen, yang analog untuk psoriasis plak pada PPG
berfungsi untuk mengatur turnover dosis efektif terendah. Mulai pada
keratinosit pada psoriasis dosis 10-25 mg / hari dan
meningkatkan dosis setiap 2 minggu
sampai xerosis (kulit kering) ke
chelitis (atau bibir kering) muncul;
mungkin memakan waktu sekitar 3
bulan untuk melihat respon terapi
MTX Analog asam folat yang ireversibel Dosis tunggal per minggu atau dalam Psoriasis plak berat, pustular,
menghambat dihidrofolat reduktase 3 dosis: 1 dosis setiap 12 am sampai eritrodermik,
dalam sel eukariotik, menurunkan 36 jam, atau sekali per minggu
DNA dan sintesis protein, yang dimulai dari 5-10 mg dan dosis
mencegah hyperproliferasi epidermal. dinaikkan dengan interval 4 minggu
Juga menurunkan DNA dalam sampai dosis terapi antara 15-25
limfosit T teraktivasi dengan mg/minggu, dengan dosis maksimum
menghambat aminoimidazole 25 mg/minggu. Asam folat dosis
ribocucleotide carboxyamide, enzim rendah (1-5 mg) diberikan dalam 3
yang terlibat dalam metabolisme dosis sampai 36 jam, dimulai 12-36
purin. jam setelah dosis MTX terakhir untuk
menghindari anemia megaloblastik
dengan sedikit penurunan efikasi.
Atau dapat diberikan setiap hari,
kecuali hari-hari ketika pemakaian
MTX.
Siklosporin Mengikat cyclophilins dan Dengan tidak adanya komorbiditas Psoriasis derajat berat atau
membentuk kompleks, memblokir (obesitas dan usia yang lebih membandel, serta pustular,
diferensiasi dan aktivasi sel T dengan tua),dosis berdasarkan berat badan 3 eritrodermik, dan psoriasis kuku
menghambat kalsineurin, sehingga mg / kg / hari; biasanya dibagi
mencegah produksi IL-2 dan menjadi 2 dosis. Dosis Alternatif
reseptornya. Hal ini juga menghambat adalah 2,5 mg / kg / hari dalam 1 atau
hyperproliferasi keratinosit 2 dosis terbagi untuk pasien dengan
stabil psoriasis sedang sampai berat
dan 4,0-6,0 mg / kg / hari dalam 1
atau 2 dosis terbagi untuk pasien
dengan derajat berat atau psoriasis
membandel Tujuannya adalah dosis
efektif terendah. Meminum CSA
sebelum makan dapat menyebabkan
penyerapan dan bioavailabilitas obat
yang lebih baik.
Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi
efek samping terapi, serta dapat memberikan perbaikan klinis yang lebih
baik dengan dosis yang lebih rendah. Kombinasi yang biasa diberikan
untuk artritis inflamatorik adalah MTX dan agen anti-TNF, yang juga
dapat diberikan pada psoriasis rekalsitrans.13
Terapi Biologis
Terapi biologis merupakan modalitas terapi yang bertujuan
memblokade molekul spesifik yang berperan dalam pathogenesis
psoriasis. Agen-agen biologis memiliki efektivitas yang setara dengan
MTX dengan risiko hepatotoksisitas yang lebih rendah. Meski demikian,
harganya cukup mahal, serta memiliki berbagai efek samping seperti
imunosupresi, reaksi infus, pembentukan antibodi, serta membutuhkan
evaluasi keamanan penggunaan jangka panjang. Oleh karena itu, terapi ini
hanya diindikasikan bila penyakit tidak berespons atau memiliki
kontraindikasi terhadap MTX. 13
1. Alefacept
Merupakan gabungan human lymphocyte function associated
antigen (LFA)-3 dengan IgG 1 yang dapat mencegah interaksi antara
LFA-3 dan CD2, sehingga menghambat aktivasi sel limfosit T. Oleh
karena itu, alefacept dapat mengurangi proses inflamasi. Walaupun tidak
memberikan respons baik pada 1/3 pasien, pemberian berulang terbukti
dapat memperbaiki kondisi klinis pasien psoriasis.1 3
2. Efalizumab
Efalizumab (anti-CD11a) merupakan humanized monoclonal
antibody yang digunakan untuk tatalaksana psoriasis vulgaris (tipe plakat),
yang langsung memblokade CD11a (sub unit LFA 1), sehingga mencegah
interaksi LFA 1 dengan intercellular adhesion molecule 1. Blokade ini
mengurangi aktivasi sel limfosit T dan adhesi sel T ke keratinosit. Meski
demikian, eksaserbasi gejala kerap terjadi di akhir pengobatan, diperlukan
penelitianterkait keamanan dan tolerabilitas jangka panjangnya.13
3. Antagonis Tumor Necrosis α (TNF α)
TNF α merupakan protein homosimetrik yang memediasi aktivitas
pro-infl amatorik. Saat ini terdapat 3 jenis obat yang sudah dipakai di
Amerika Serikat, yaitu etanercept, infliximab, dan adalimumab.
Etanercept diindikasikan untuk psoriasis plakat kronis moderat sampai
berat, sebelum phototherapy dan terapi sistemik. Infliximab dan
adalimumab adalah dua regimen yang telah disetujui oleh US Food and
Drugs Administration untuk terapi artritis psoriatika, dan terbukti lebih
baik dibandingkan etanercept pada psoriasis tipe plakat kronis. Meski
demikian, efek imunosupresi dan keamanannya harus dipertimbangkan
untuk penggunaan jangka panjang. 13
4. Anti-interleukin 12/Interleukin 23 P40
Blokade interleukin 12 yang penting dalam diferensiasi sel Th1
dan interleukin 23 merupakan dua mekanisme penting untuk tatalaksana
psoriasis tipe plakat kronis.13
DAFTAR PUSTAKA