Anda di halaman 1dari 42

BAB I

LATAR BELAKANG

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan pertukaran gas setempat (Sudoyo,

2009).

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara

terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada

anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di

negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih

dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara berkembang.

Ditinjau dari asal patogen, maka pneumonia dibagi menjadi tiga macam

yang berbeda penatalaksanaannya. Community acquired pneumonia (CAP)

merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit. Nosokomial pneumonia

merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah sakit.

Pneumonia aspirasi merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi secret

oropharyngeal dan cairan lambung (Binfar, 2005).

Insiden pneumonia masih cukup tinggi di beberapa negara. Data dari

WHO/UNICEF tahun 2006 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat

ke-enam dunia dengan jumlah penderita mencapai enam juta jiwa (Ostapchuk,

2004).

Antibiotik merupakan obat untuk pneumonia yang disebabkan oleh

bakteri. Penggunaan antibiotik di Rumah Sakit harus mempertimbangkan

kesesuaian diagnosis, indikasi, regimen dosis, keamanan dan harga (Depkes,

1
2011). Pemberian antibiotik yang tidak rasional dapat memberikan

dampak negatif, seperti meningkatkan efek samping dan toksisitas, serta

resistensi bakteri terhadap antibiotik. Jika kejadian resistensi antibiotik ini tidak

terdeteksi maka akan menimbulkan keparahan penyakit dan menjadi sulit untuk

disembuhkan (Nugroho et al., 2011).

Penyakit Bronkopneumonia sering terjadi pada anak-anak, sehingga

apabila tidak segera ditangani akan mengakibatkan komplikasi seperti empiema,

otitis media akut, atelektasis, emfisema, dan meningitis. Selain itu juga dapat

menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Berdasarkan

paparan diatas maka pneumonia harus mendapatkan perhatian yang serius karena

dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan

jaringan interstitial. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme

(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll).

Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian

mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan

pneumonia bakterial dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan

radiologis dan laboratorium tidak menunjukan perbedaan nyata pada pemeriksaan

radiologis.

Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi

umur pasien. Namun secara umum bakteri yang beperan penting dalam

pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae,

Staphylococcus aureus, Streptococcus grup B, serta kuman atipik klamidia dan

mikoplasma. Umumnya sebagian besar pasien diberikan antibiotik karena infeksi

bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.

Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh

bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus

pneumoniae, Hemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia

yang disebabkan oleh bakteri bakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan

dengan antibiotik betalaktam. Di pihak lain, terdapat pneumonia yang tidak

responsif dengan antibiotik betalaktam dan dikenal sebagai pneumonia atipik.

3
Pneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae dan

Chlamydia pneumoniae (Said, 2008).

2.2 Klasifikasi

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan

retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang.

Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk

anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.

Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):

- Bayi kurang dari 2 bulan

- Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat

- Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis,

demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler

- Anak umur 2 bulan-5 tahun

- Pneumonia ringan: napas cepat

- Pneumonia berat: retraksi

- Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,

malnutrisi

1. Berdasarkan klinis dan epideologis :

a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

b. Pneumonia nosokomial (hospital-accqiured pneumonia / nosocomial

pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised pembagian ini

penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

4
2. Berdasarkan bakteri penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.

Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang

peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus

pada penderita pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan

Chlamydia

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi

terutama pada penderita dengan daya tahan lemah

(immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris.

Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.

Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan

sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi

benda asing atau proses keganasan

b. Bronkopneumonia.

Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat

disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang

tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus

c. Pneumonia interstisial

Kondisi pernafasan langka yang ditandai dengan pembentukan

membran hialin di paru-paru.

5
2.3 Etiologi

Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus

grup B dan bakteri Gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella

sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh

infeksi Streptoccocus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe b, dan

Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain

bakteri, sering ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

Di negara maju pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,

disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virus yang terbanyak

ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan virus

Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae,

Haemophillus influenzae tipe B dan Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak

usia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak

daripada anak berusia dibawah 2 tahun (Said, 2008).

Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang


Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae
Lahir - 20 hari Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Vius Herpes Simpleks
Bakteri Bakteri
Chlamydia tranchomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
3 minggu - 3 bulan Virus Moraxella catharalis
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus

6
RSV Virus sitomegalo
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
4 bulan - 5 tahun
Virus adeno Virus
Virus influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
RSV
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus adeno
5 tahun - remaja
Virus Epstein-Barr
Virus influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
RSV
Virus Varisela-Zoster
Sumber: Opstapchuk. M, Roberts DM, Haddy R. Community-acquaired in infants and children.
Am Fam Physician 2004: 70: 899-908

2.4 Patologi dan Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui

saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian

paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,

eritrosit, cairan edema, dan ditemukan kuman alveoli dan terjadi proses

fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu.

Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami

degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut

7
stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan

tetap normal.

Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan

penyakit, sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi.

Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila

dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya

bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan paru

(bronkopneumonia) dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi

pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil

disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil, karena

bakteri ini menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin,

stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis,

pendarahan, dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan

menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga

terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dari

virulensi kuman Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang

menimbulkan penyakit yang serius. Pneumotokel dapat menetap hingga

berbulan-bulan, tetapi biasanya tidak memrlukan terapi lebih lanjut.

2.5 Diagnosis

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan atau

serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri

penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang

memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis

berdasarkan gambaran klinis yang menunjukan keterlibatan sistem respiratori

8
serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah

demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea,

batuk nafas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara nafas melemah.

Berikut adalah klasifikasi pneumonia:

Bayi dan anak berusis 2 bulan - 5 tahun

1. Pneumonia berat

- bila ada sesak nafas

- harus dirawat dan diberikan antibiotik

2. Pneumonia

- bila tidak ada sesak nafas

- ada nafas cepat dengan laju nafas: >50 x/menit untuk anak usia 2 bulan

- 1 tahun, >40 x/menit untuk anak >1-5 tahun

- tidak perlu dirawat, diberi antibiotik oral.

3. Bukan pneumonia

- bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas

- tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan

pengobatan simptomatis seperti penurun panas

2.5.1 Anamnesis

- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak

purulen bahkan bisa berdarah

- Sesak napas

- Demam

- Kesulitan makan/minum

- Tampak lemah

9
- Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi

immunocompromised, kelainan anatomi bronkus, atau asma

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan

pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat

menyebabkan anak gelisah atau rewel.

- Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan

makan/ minum.

- Gejala distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal, batuk,

krepitasi, dan penurunan suara paru

- Demam dan sianosis

- Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang

klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang

diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak

teratur dan hipopnea.

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

- Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak

dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi

- Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang

dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan

- Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya

kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala

yang menetap atau memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotik

10
- Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab

2.5.4 Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan

untuk membantu menentukan pemberian antibiotik

- Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik

direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang berat

- Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,

tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan

pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial

- Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi

antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia

- Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan

pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas

tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan mulainya pemberian

antibiotik

- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut

lain tidak

dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak direkomendasikan

sebagai pemeriksaan rutin

- Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan

riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa

2.5.5 Pemeriksaan Lain

Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan

pemeriksaan pulse oxymetry.

11
2.6 Tata Laksana

2.6.1 Kriteria Rawat Inap

Bayi:

- Saturasi oksigen <92%, sianosis

- Frekuensi napas >60 x/menit

- Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting

- Tidak mau minum/menetek

- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak:

- Saturasi oksigen <92%, sianosis

- Frekuensi napas >50 x/menit

- Distres pernapasan

- Grunting

- Terdapat tanda dehidrasi

- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

2.6.2 Tata laksana umum

Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara

kamar harus diberikan terapi oksigen dengan nasal kanul, head box, atau

sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.

- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan

intravena dan dilakukan balance cairan ketat

- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak

dengan pneumonia

12
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan

pasien dan mengontrol batuk

- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk

memperbaiki mucocilliary clearance

- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya

setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen

2.6.3 Pemberian Antibiotik

- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5

tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan

pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya

adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin

- M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik

golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada

anak >5 tahun

- Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai sebagai

penyebab

- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat

mungkin sebagai penyebab.

- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau

kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin

- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat

menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat

pneumonia berat

13
- Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol,

co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime

- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan

setelah mendapat antibiotik intravena

2.6.4 Rekomendasi UKK Respirologi (Pudjiaji, 2009)

Antibiotik untuk community acquired pneumonia:

- Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin

- > 2 bulan:

- Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat

ditambahkan kloramfenikol

- Lini kedua Seftriakson

Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan

antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

2.6.5 Nutrisi

- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral

harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau

intravena.Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan

pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil.

Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.

- Perlu dilakukan pemantauan balance cairan ketat agar anak tidak mengalami

overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi

hormon antidiuretik.

2.6.6 Kriteria pulang

- Gejala dan tanda pneumonia menghilang

14
- Asupan per oral adekuat

- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)

- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah (Pudjiaji,

2009)

BAB III

TINJAUAN KASUS

I. Identitas Pasien

Data Umum
Nama Pasien Ap
Jenis Kelamin Perempuan
Umur 1 tahun
Agama Islam

15
Alamat
Pekerjaan -
Ruangan Anak
Diagnosa Bronkopneumonia
Mulai Perawatan 23 April 2019
Keluar RS 29 April 2019

II. Riwayat Penyakit

a. Keluhan utama

 Sesak nafas

b. Riwayat penyakit sekarang

 Demam sejak dua hari yang lalu SMRS

 Batuk berdahak lebih kurang 1 minggu SMRS, pilek

 Sesak nafas hilang timbul

c. Riwayat penyakit terdahulu

Sesak dialami untuk yang pertama kali

d. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga

III. Data pemeriksaan fisik di IGD

a. Tanda vital

Keadaan umum Sedang


Kesadaran CMC
Nadi 103 x/menit
Pernafasan 32 x/menit
Suhu 39,1 oC
Skala nyeri Tidak nyeri

16
GCS 15 (E4 M6 V5)

IV. Status Generalis


No Pemeriksaan Hasil Keterangan

1 Kepala Tidak Normal Makro sepal

2 Toraks Tidak Normal Paru = Rh +/+

V. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan

Hb 11,8 g/Dl 12 – 16 g/dL (anak) Tidak normal

Leukosit 15.150 / µL 5000 – 10000/µL Tidak normal

Hematokrit 35 % 37 – 43 % (perempuan) Tidak normal

Trombosit 234.000 /µL 150 – 400.103 / µL Normal

/platelet 37 – 43 % (Perempuan)
VI. Diagnosis

 Diagnosa awal

Bronkopneumonia

 Diagnosa Akhir

Bronkopneumonia

 Terapi Farmakologi

1. Terapi farmakologi pasien di IGD

1) IV FD 2A 10 tpm

2) O2 2L/i

3) Inj. Ampisilin 4 x 250 mg IV

4) Inj. Gentamisin 2 x 10 mg IV

17
5) Bromhexin syr 3 x 1/2 cth Po

6) Paracetamol syr 4 x 1 cth Po

2. Terapi farmakologi pasien di rawat inap

1) IV FD 2A 10 tpm

2) Inj. Ampisilin 4 x 500 mg IV

3) Inj. Gentamisin 2 x 25 mg IV

4) Bromhexin syr 3 x 1/2 cth Po

5) Paracetamol syr 4 x 1 cth Po

6) Inj. Dexametason 3 x 1,5 mg IV

18
3. . Follow up

Tanggal S (Subjectif) O (Objektif) A (Assesment) P (Plan)

23 - 04 - 2019 Ibu klien menyatakan - Nadi 103x/menit Bronkopneumonia - IVFD 2A 10 Tpn


anaknya batuk sudah 1 - Suhu 39,1 ℃ - Inj. Ampisilin 4 x
minggu yang lalu, sejak 2 - respirasi 32x/menit 250mg
minggu yang lalu. - Inj. Gentamicin 2 x 10
mg
- Bromhexin syr 3 x 1/2
cth
- Paracetamol syr 4 x 1
cth
24 - 04 - 2019 Ibu klien mengatakan - Demam (+) Tidak ada interaksi obat Lanjut terapi sebelumnya,
anaknya masih demam - Suhu 38,1 ℃ yang terjadi dengan menaikan dosis
dan batuk - Klien tampak letih ampisilin menjadi 500
mg dan gentamisin
menjadi 25 mg
25 - 04 - 2019 Ibu klien mengatakan - Demam (-) Tidak ada interaksi obat Lanjut terapi sebelumnya
anaknya masih batuk dan - Batuk (+), Sesak (+) yang terjadi
sesak - IVFD 2A 10 Tpn
26 - 04 - 2019 Ibu klien mengatakan - Demam (-) Tidak ada interaksi obat - Stop infus
anakanya masih batuk - Batuk (+), Sesak (+) yang terjadi - Inj. Ampisilin 4 x 500
berdahak, sesak nafas - IVFD 2A 10 Tpn mg
menurun, tanpa bunyi - thorax Rh +/+ - Inj. Gentamicin 2 x 25
mg
- Inj. Dexametason 3 x
1,5 mg
- Bromhexin syr 3 x 1/2

19
cth
27 - 04 - 2019 Ibu klien mengatakan - Sesak (-) Tidak ada interaksi obat Lanjut terapi sebelumnya
batuk dan sesak anak - Asi OD yang terjadi
berkurang, - Inj. pump (+)
28 - 04 - 2019 Ibu klien mengatakan - batuk (+) Tidak ada interaksi obat Lanjut terapi sebelumnya
anaknya masih batuk dan - Sesak (-) yang terjadi
sudah tidak sesak lagi, - Inj. Pump (+)
- Antibiotik lanjut
29 - 04 - 2019 Ibu klien mengatakan - Demam (-) Bronkopneumonia Boleh pulang
anaknya masih batuk dan - batuk (+) perbaikan
sudah tidak sesak lagi - sudah tidak sesak nafas

20
3. Analisa Terapi

3.1. Lembar Pengobatan Pasien di Bangsal anak

Tanggal Pemberian Obat


Nama 23/04 24/04 25/04 26/04 27/04 28/04 29
No Dagang/
Frekuensi Rute S S S S S S
Generik P S M P S M P S MP S M P S M P S MP S
o o o o o o
1 Cairan 2A 10 tts/menit I √ √ √ √ √ √ √ √ √ Off
V
2 Inj. Ampisilin 4 x 250 mg I √ √ Off
V
3 Inj. Gentamisin 2 x 10 mg I √ Off
V
4 Bromhexin Syr 3 x ½ cth PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

5 Paracetamol 3 x 1 cth PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Syr
Inj.
6 Dexametason 3 x 1,5 mg IV √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

7 Inj. Ampisilin 4 x 500 mg I √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √


V
Inj. Gentam I
8 2 x 25 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
isin V

Mulai Jenis Obat Rute Dosis Berhenti Indikasi obat Tepat/tida Komentar dan alasan
k tepat

21
23/04/19 Cairan A2 IV 10 tts/menit 26/04/19 pengganti cairan Tepat Cairan 2A mengadung
fisiologis dan glukosa monohidrat 5%
asupan energi dan natrium klorida
0,9%.
23/04/19 Inj Ampisilin IV 4 x 250 mg 24/04/19 Bronkopneumonia Tepat Pasien di diagnosa
bronkopneumonia
23/04/19 Inj Gentamisin IV 3 x 10 mg 24/04/19 Infeksi oleh kuman Tepat Pasien di diagnosa
yang sensitif pada bronkopneumonia
penyakit
prneumonia
23/04/19 Bromhexin Syr PO 3 x ½ cth 29/04/19 Sebagai mukolitik Tepat Untuk meredakan batuk
berdahak
23/04/19 Paracetamol Syr PO 3 x 1 cth 29/04/19 Menurunkan suhu Tepat Pasien demam dengan
tubuh suhu 39,1 oC
24/04/19 Inj Ampisilin IV 4 x 500 mg 29/04/19 Bronkopneumonia Tepat Pasien di diagnosa
bronkopneumonia
24/04/19 Inj Gentamisin IV 3 x 25 mg 29/04/19 Infeksi oleh kuman Tepat Pasien di diagnosa
yang sensitif pada bronkopneumonia
penyakit
prneumonia
25/04/19 Inj Dexametason IV 3 x 1,5 mg 29/04/19
3.2. Kertas Kerja Farma

22
3.3. Analisis DRP

Check
No Drug Therapy Problem Rekomendasi
List
1 Terapi obat yang tidak Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan kondisi medis.
diperlukan
Terdapat terapi tanpa indikasi Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan indikasi, dimana pasien mendapatkan terapi:
medis - Cairan 2A, komposisinya dekstrosa 5% dan NaCl 0,9%. tujuan diberikan infus cairan 2A karena
pasien sulit makan dan menambah asupan nutrisi pada pasien.
- Inj Ampisilin sebagai antibiotik yang digunakan untuk terapi mengatasi infeksi pada saluran
pernafasan yang dialami pasien.
- Inj Gentamisin sebagai antibiotik yang digunakan untuk terapi infeksi saluran nafas dan
membantu mempercepat kerja ampisilin
Tidak
- Paracetamol digunakan untuk mengurangi demam karena aksinya yang langsung ke pusat
pangatur panas di hipotalamus yang berdampak vasodilatasi serta pengeluaran keringat.
Parasetamol digunakan bila suhu di atas normal saja.
- Deksametason berkhasiat sebagai antiinflamasi atau anti radang yang digunakan untuk
mengatasi gejala sesak nafas
- Bromhexin sebagai mukolitik dipilih karena dapat mengurangi kekentalan dahak sehingga
diharapkan dahak tersebut menjadi lebih mudah dikeluarkan oleh pasien anak.
Pasien mendapatkan terapi Pasien tidak ada mendapatkan terapi yang tidak diperlukan. Terapi yang diberikan sesuai dengan
tambahan yang tidak diperlukan indikasi yang diderita pasien.
Pasien didiagnosa bronkopneumonia, menurut literatur terapi untuk bronkiolitis dan asma yaitu
Tidak (IDAI, 2009).
- pasien di diagnosa bronkopneumonia sehingga diberikan obat ampisilin kombinasi dengan
gentamisin untuk mengatasi pneumonia.
- pasien mengalami demam sehingga diberikan obat paracetamol untuk mengatasi suhu tubuh
23
pasien yang tinggi.
- Pasien mengalami batuk sehingga diberikan obat bromhexin sebagai mukolitik dipilih karena
dapat mengurangi kekentalan dahak sehingga diharapkan dahak tersebut menjadi lebih mudah
dikeluarkan oleh pasien anak.
- pasien mengalami inflamasi pada saluran pernafasan sehingga pasien diberikan obat
deksametason untuk mengatasi inflamasi

Pasien masih memungkinkan Pasien tidak memungkinkan menjalani terapi non farmakologi.
menjamin terapi non Tidak
farmakologi
Terdapat duplikasi terapi Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda.
- Ampisilin adalah bacteriosidal yang bekerja dengan cara menghambat secara irreversibel
aktivitas enzim transpeptidase yang dibutuhkan untuk sintesa dinding sel bakteri
- Gentamisin mengikat secara irreversibel sub unit 30s dari kuman, yaitu dengan menghambat
sintesis protein dan menyebabkan kesalahan translokasi kode genetik.
- Paracetmol aksinya yang langsung ke pusat pangatur panas di hipotalamus yang berdampak
Tidak vasodilatasi serta pengeluaran keringat. Parasetamol digunakan bila suhu di atas normal saja.
- Deksametason berkerja dengan cara mencegah pelepasan zat-zat didalam tubuh yang
menyebabkan peradangan.
- Bromhexin bekerja dengan mengencerkan sekret pada saluran pernafasan dengan jalan
menghilangkan serat-serat mukoprotein dan mukopolisakarida yang terdapat pada
sputum/dahak sehingga lebih mudah dikeluarkan.

Pasien mendapat penanganan Pasien tidak mendapat penanganan terhadap efek samping yang seharusnya dapat dicegah, karena
terhadap efek samping yang Tidak pasien tidak mengalami efek samping obat yang signifikan.
seharusnya dapat dicegah.
2 Kesalahan obat
24
Bentuk sediaan tidak tepat Bentuk sediaan telah disesuaikan dengan kondisi pasien :
1. 2A diberikan dalam bentuk cairan infus 500 mL secara IVFD
2. Ampisilin dalam bentuk sediaan injeksi secara intravena
3. Gentamisin dalam bentuk srdiaan injeksi secara intravena
Tidak 4. Paracetamol dalam bentuk sediaan syrup secara peroral
5. Bromhexin dalam bentuk sediaan syrup secara peroral
6. Deksametason dalam bentuk sediaan injeksi

Terdapat kontra indikasi Tidak ditemukan adanya kontra indikasi pada terapi pengobatan.
Tidak

Kondisi pasien tidak dapat Pasien sudah mengalami perbaikan pada hari ketiga dimana sesak nafas yang di alami pasien
disembuhkan oleh obat Tidak
sudah berkurang, namun pasien masih batuk sehingga masih dilanjutkan pemberian bromhexin.
Obat tidak diindikasikan untuk Setiap obat telah sesuai dengan indikasi suatu penyakit yang diderita pasien. Adapun kondisi
kondisi pasien medis pasien adalah :
Tidak - Infeksi saluran nafas diberikan ampisilin dan gentamisin
- paracetamol sebagai antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.
- Batuk diberikan terapi bromhexin
Terdapat obat lain yang lebih Terapi obat yang diberikan telah efektif dalam proses penyembuhan. Dimana terapi obat yang
Tidak diberikan telah sesuai dengan literatur yaitu bronkopneumonia (IDAI, 2009)
efektif
3 Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah Tidak Dosis yang diberikan kepada pasien anak telah sesuai menurut literatur
Dosis terlalu tinggi - 2A diberikan 500 cc selaa 8 jam dengan tetesan 16 tetes/menit.
- Ampisilin diberikan IV 4 x 250 mg dan dinaikan dosis menjadi 4 x 500 mg, dosis
maksimumampisilin 25 - 50 mg/ kgBb tiap 6 jam
Tidak
- Gentamisin diberikan IV 2 x 10 mg dan dinaikan dosis menjadi 2 x 25 mg, dosis Lazim 3 - 7,5
mg/kgBB
- Paracetamol syr diberikan 3 x 1 cth. Dosis lazim 120 mg/ 5 ml.
25
- Bromhexin syr dosis yang diberikan 3 x 1/2 cth. Dosis lazim bromhexin adalah 4 mg/8 jam.
- Dexametason diberikan IV 3 x 1,5 mg. Dosis lazim 0,1 - 0,25 mg/kgBB
Frekuensi penggunaan tidak Dosis yang diberikan kepada pasien anak telah sesuai menurut literatur IDAI 2009:
tepat - 2A diberikan 500 cc selama 8 jam dengan tetesan 10 tetes/menit.
- Ampisilin diberikan tiap 6 jam
- gentamisin diberikan tiap 12 jam
Tidak - Parasetamol sirup 3 x 1 cth dosis dalam sediaan 120 mg/5 mL. Parasetamol boleh diberikan 1 cc
setiap 4-6 jam. Maksimum 4 dosis sehari
- Bromhexin dosis yang diberikan 3 x 4 mg. Dosis lazim bromhexin adalah 4 mg/8 jam.
- Dexamethason 3 x 1,5 mg. Dosis lazim 0,1 - 0,25 mg/kgBB/ 8 jam

Penyimpanan tidak tepat Proses penyimpanan obat sudah diletakan pada tempat yang sesuai pada tempatnya. Dimana obat
Tidak
disimpan dalam tempat obat pasien.
Administrasi obat tidak tepat Administrasi sudah tepat.
- Cairan 2A diberikan secara infus intravena
- Ampisilin diberikan intravena dalam bentuk vial
Tidak - Gentamisin diberikan intravena dalam bentuk vial
- Paracetamol diberikan secara peroral dalam bentuk syrup
- Bromhexin diberikan secara peroral dalam bentuk syrup
- Dexametason diberikan secara intravena dalam ampul
Terdapat interaksi obat Tidak ditemukan adanya interaksi obat yang diberikan pada terapi pasien. Terapi obat yang
Tidak
diberikan pada pasien tidak terdapat interaksi yang signifikan.
4 Reaksi yang tidak diinginkan
Obat tidak aman untuk pasien Obat yang diberikan aman digunakan pasien. Pemberian terapi pada pasien telah disesuaikan
dengan dosis yang tepat untuk pasien anak dengan berat badan 10 kg. Adapun dosis yang
Tidak diberikan adalah :
- 2A diberikan 500 cc selaa 8 jam dengan tetesan 16 tetes/menit.
- Ampisilin diberikan IV 4 x 250 mg dan dinaikan dosis menjadi 4 x 500 mg, dosis

26
maksimumampisilin 25 - 50 mg/ kgBb tiap 6 jam
- Gentamisin diberikan IV 2 x 10 mg dan dinaikan dosis menjadi 2 x 25 mg, dosis Lazim 3 - 7,5
mg/kgBB
- Paracetamol syr diberikan 3 x 1 cth. Dosis lazim 120 mg/ 5 ml.
- Bromhexin syr dosis yang diberikan 3 x 1/2 cth. Dosis lazim bromhexin adalah 4 mg/8 jam.
- Dexametason diberikan 3 x 1,5 mg. Dosis lazim 0,1 - 0,25 mg/kgBB
Terjadi reaksi alergi Tidak ada masalah, Pasien tidak ada yang riwayat alergi, sehingga obat aman digunakan.
Tidak
Terapi yang diberikan pada pasien tidak menimbulkan reaksi hipersensitivitas pada pasien.
Terjadi interaksi obat Tidak terdapat interaksi antar obat yang diberikan pada pasien.
Tidak
Dosis obat dinaikkan atau Iya ampisilin dan gentamisin dinaikan dosis pada hari kedua, karena tidak ada kemajuan
Iya
diturunkan terlalu cepat perkembangan pada pasien, dosis dinaikan disesuaikan dengan berat badan pasien
Muncul efek yang tidak Menurut pengamatan tidak muncul efek yang tidak diinginkan selama pemberian terapi.
Tidak
diinginkan
Administrasi obat yang tidak Administrasi sudah tepat
tepat - Cairan 2A diberikan secara infus intravena
- Ampisilin diberikan secara IV dalam bentuk vial
Tidak - Gentamisin diberikan secara IV dalam bentuk ampul
- Paracetamol diberikan secara peroral dalam bentuk syrup
- Bromhexin diberikan secara peroral dalam bentuk pulveres
- Dexametason diberikan secara intravena.
5 Ketidak sesuaian kepatuhan
pasien
Obat tidak tersedia Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien. Semua obat yang dibutuhkan pasien telah
Tidak
tersedia di apotek rumah sakit
Pasien tidak mampu Obat yang digunakan oleh pasien telah terpenuhi di rumah sakit
Tidak
menyediakan Obat

27
Pasien tidak bisa menelan atau Pasien mampu menelan obat dalam bentuk pulveres (puyer) dan syrup.
Tidak
menggunakan obat
Pasien tidak mengerti intruksi Pasien tidak mengerti karena pasien berumur 1 tahun, sehingga informasi obat diberikan pada
penggunaan obat Tidak
keluarga pasien dan keluarga pasien mengerti intruksi penggunaan obat.
Pasein tidak patuh atau memilih Pasien patuh menggunakan obat. Obat-obatan untuk pasien rawat inap disediakan dalam bentuk
untuk tidak menggunakan obat Tidak
pemakaian 1 kali pakai, sehingga ketidak patuhan pada pasien dapat teratasi.
6 Pasien membutuhkan terapi
tambahan
Terdapat kondisi yang tidak Pasien telah mendapatkan terapi sesuai indikasi, karena obat yang digunakan telah tepat untuk
Tidak
diterapi terapi penyakit
Pasien membutuhkan obat lain Terapi obat yang diberikan telah sinergis sehingga tidak perlukan lagi terapi lain.
Tidak
yang sinergis
Pasien membutuhkan terapi Pasien telah mendapatkan pengobatan profilaksis terhadap kondisinya sehingga tidak perlu
Tidak
profilaksis diberikan terapi tambahan.

28
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan berinisial A.P berusia 1 tahun, masuk ke RSUD

Padang Panjang pada tanggal 23 April 2019, dengan keluhan utama Sesak nafas .

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien di diagnosa dengan

Bronkopneumonia.

Pada kasus ini pasien masuk ke ruang rawat anak sebelumnya di IGD

mendapatkan O2 2 liter/I, IVFD cairan 2A 10 tpm, Injeksi ampisilin 4 x 250 mg, injeksi

gentamicin 2 x 10 mg, bromhexin sirup 3 x ½ cth, parasetamol sirup 4 x 1 cth. Setelah

penanganan pasien di IGD pasien dipindahkan keruangan bangsal anak, pasien

mendapatkan terapi yang sama pada saat di IGD tetapi pada hari ke dua tanggal 24

April 2019 untuk injeksi ampicillin dan gentamicin dosisnya di naikkan, yaitu injeksi

ampisilin 4 x 500 mg dan injeksi gentamicin 2 x 25 mg. lalu pada hari ke tiga tanggal

25 April 2019 terapi pasien ditambahkan injeksi dexametason 3 x 1,5 mg secara IV.

Dan selanjutnya terapi tetap dilanjutkan sampai pasien pulang tanggal 29 April 2019.

Diberikan obat pulang bromhexin 3 mg ctm 1 mg dibuat puyer 10 bungkus untuk

pemakaian 3x sehari, dan cefixime 6 bungkus dengan dosis 50 mg 2 x sehari.

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jenis

mikroorganisme yang lainnya, untuk mengetahui penyebabnya harus di perlukan uji

mikrobiologi yaitu uji kultur, tetapi di RSUD Padang Panjang tidak memiliki lab

mikrobiologi sehingga tidak dapat diketahui mikroorganisme apa yang menyebabkan

bronkopneumonia pada pasien, maka dari itu untuk menjalankan terapi pada pasien

bronkopneumonia digunakan antibiotik gram positif dan gram negatif, yaitu digunakan

29
ampicillin dan gentamisin, sesuai dengan protap tatalaksana pengobatan yang ada di

RSUD Padang Panjang. Pasien mendapat ampicillin dan gentamicin sebagai antibiotik

karna pasien mengalami infeksi yang ditandai dengan nilai leukosit 15.150 µL yang

melebihi nilai normal 5000-10000 µL. Ampicilin merupakan antibiotik golongan

Penisilin spektrum luas, mengganggu sintesis dinding sel bakteri selama replikasi aktif,

menyebabkan aktivitas bakterisida terhadap organisme yang rentan. Gentamicin

merupakan antibiotik aminoglikosida untuk cakupan bakteri gram negatif, mengganggu

sintesis protein bakteri dengan mengikat subunit ribosom.

Terapi O2 diberikan sebagai terapi supportif yaitu untuk membantu pernafasan

pasien. Oksigen dapat diberikan melalui nasal prongs. Pemberian oksigen pada saat

masuk sangat berpengaruh pada skor beratnya penyakit dan lama perawatan di rumah

sakit.

Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan infus dan diet

sonde/nasogastrik). Pasien pada kasus ini mendapatkan cairan intravena 2A (WIDA

D5-NS). Cairan intravena ini diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi karena

pasien mengalami panas, dan distres napas yang ditandai oleh batuk, rongki, dan sesak

napas.

Pasien mendapakan dexametason IV sebagai anti inflamasi, Deksametason

adalah glukokortikoid sintetik yang mengurangi peradangan dengan menghambat

migrasi leukosit dan pembalikan peningkatan permeabilitas kapiler, bromhexin sirup

sebagai mukolitik digunakan untuk mengobati batuk, Bromhexine meningkatkan

transportasi lendir dengan mengurangi viskositas lendir dan dengan mengaktifkan

epitel bersilia (pembersihan mukosiliar). Efek secretolytic dan secretomotor ini di

30
daerah saluran bronkial meredakan batuk , parasetamol untuk mengatasi demam pasien,

Paracetamol bekerja pada pusat pengaturan suhu di hipotalamus untuk menurunkan

suhu tubuh (antipiretik). Bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat

mengurangi nyeri ringan-sedang.

Pada terapi yang diberikan kepada pasien, dosis yang diberikan telah sesuai

dengan penatalaksanaan yang diberikan. Dosis pemberian Ampicilin injeksi 250 mg

pada hari pertama dan 500 mg pada hari kedua, dosis yang diberikan sesuai dengan

rentang terapi yang di rekomendasikan oleh IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia)

yaitu sebesar 25 mg- 50 mg/kgBB ( lampiran 2). Dosis pemberian gentamicin injeksi

10 mg pada hari pertama dan 25 mg pada hari kedua, dosis yang diberikan sesuai

dengan rentang terapi yang di rekomendasikan oleh IDAI ( Ikatan Dokter Anak

Indonesia) yaitu sebesar 3 mg -7.5 mgkgBB/hari ( lampiran 2). Dosis pemberian

Bromhexin sirup ½ cth (2,5 ml = 2 mg) , dosis yang diberikan sesuai dengan rentang

terapi yang ada di MIMS yaitu sebesar 4 mg/5mL ( lampiran 2). Dosis pemberian

Parasetamol sirup 1 cth (120 mg / 5 ml ), dosis yang diberikan sesuai dengan rentang

terapi yang di rekomendasikan oleh IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia) yaitu

sebesar 120 mg – 250 mg ( lampiran 2). Dosis pemberian dexametason injeksi 1,5 mg,

dosis yang diberikan sesuai dengan rentang terapi yang di rekomendasikan oleh IDAI (

Ikatan Dokter Anak Indonesia) yaitu sebesar 0,1 mg - 0,25 mg/kgBB. ( lampiran 2)

31
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.I KESIMPULAN

Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa dari data anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium, pasien didiagnosa menderita

bronkopneumonia, dosis obat yang di berikan pada pasien atau terapi yang di berikan

kepada pasien sudah sesuai dengan dosis yang di berikan untuk anak-anak sehingga

dalam pengobatan ini tidak terjadi permasalahan terkait obat ( Drug Related Problem).

V.II SARAN

Disarankan kepada keluarga pasien untuk terus memantau kondisi fisik pasien

dan lingkungan pasien.

32
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2009, Pedoman Pelayanan Medis, Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta: 250-254, Indonesia.

Ostapchuk M, Robberts M, Haddy R. 2004. Community-Acquired Pneumonia in


Infants and Children. American Family Physician. 70(5): 899-908.

Said, Mardjanis. 2008, Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama, Badan Penerbit
IDAI, Jakarta: 350, Indonesia.

Sudoyo W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam.


Cetakan Pertama. Jakarta: Internal Publishing. 2009.

33
LAMPIRAN
Lampiran 1. Obat yang digunakan
1. IVFD 2 A
Komposisi Glukosa 5% dan NaCl 0,9%
Indikasi Untuk mengatasi dehidasi, menambah kalori
dan mengembalikan keseimbangan elektrolit
Mekanisme kerja Karbohidrat sumber energy bagi tubuh dan
untuk memenuhi atau mempertahankan
cairan tubuh. Namun klorida merupakan
garam yang berperan penting dalam
memelihara tekanan osmosis darah dan
jaringan.
Dosis Dosis maksimum 1500 mg/kgBb/hari
Untuk inj intravena dengan kecepatan alir
yang di anjurkan 3 ml/kgBb/jam atau 70
tetes/70kgBb/menit
Efek samping Apabaila ph larutan rendah (3,5-5,0) dapat
menyebabkan tromboflebitis
Bila terjadi reaksi efek samping, pemakaian
harus dihentikan dan dilakukan evaluasi
terhadap pasien.
Kontraindikasi Pasien dengan kondisi hipernatremia,
asidosis, hipokalemia, diabetes melitus,
pasien dengan sindrom mal-absoropsi
glukosa-galaktosa.
Perhatian Jangan digunakan bila botol rusak, larutan
keruh, atau berisi partikel

34
2. Injeksi Ampicillin
Komposisi Tiap vial berisi Natrium Ampisillina
setara dengan Ampisillina 1 g
Indikasi Ampisilin digunakan untuk
pengobatan infeksi saluran pernafasan
seperti pneumonia, faringitis,
bronchitis, laryngitis. Infeksi saluran
pencernaan seperti shigellosis,
salmonellosis. Infeksi saluran kemih
dan kelamin seperti gonore (tanpa
komplikasi), urethritis. Infeksi kulit
dan jaringan kulit septikimia,
meningitis.
Mekanisme Penisilin spektrum luas; mengganggu
sintesis dinding sel bakteri selama
replikasi aktif.
Absorbsi :
Waktu puncak plasma: 1-2 jam (oral)
Bioavabilitas: 30-40%
Distribusi
Protein terikat: 15-25%
Metabolisme
Hati
Eliminasi
Waktu paruh: 1-1,8 jam (fungsi ginjal
normal); 7-20 jam (anuria / penyakit
ginjal stadium akhir)
Ekskresi: Urin (90% dalam 24 jam)
Dosis Anak-anak dengan berat badan 20 kg
atau kurang : 50 - 100 mg/kg BB

35
sehari diberikan dalam dosis terbagi
setiap 6 jam.
Efek Samping Mual, muntah, diare, ruam makulo-
papular eritematosa, mulut terasa
sakit, lidah hitam / berbulu, ruam,
eritema multiforme, sindrom Stevens-
Johnson, nekrolisis epidermal toksik,
angioedema, demam, nyeri sendi,
Berpotensi Fatal: Anafilaksis, Diare
terkait Clostridium difficile (CDAD).
Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap ampicillin
Perhatian Perhatian
Berhati-hatilah dalam alergi terhadap
sefalosporin, karbapenem
Sesuaikan dosis pada gagal ginjal;
mengevaluasi ruam dan membedakan
dari reaksi hipersensitivitas
Profilaksis endokarditis: Digunakan
hanya untuk pasien berisiko tinggi,
sesuai Pedoman AHA

3. Injeksi Gentamicin
Komposisi Gentamicin
Indikasi Infeksi mata, infeksi telinga, infeksi
saluran kemih, infeksi paru-paru, serta
septicemia
Mekanisme Antibiotik aminoglikosida untuk
cakupan bakteri gram negatif,
termasuk spesies Pseudomonas;

36
sinergis dengan beta laktamase
terhadap enterococci; mengganggu
sintesis protein bakteri dengan
mengikat subunit ribosom 30S dan
50S
Penyerapan Waktu plasma puncak: IM
(30-90 mnt); IV (30 menit setelah
infus 30 menit)
Distribusi Gentamisin melintasi
plasenta; difusi relatif dari darah ke
CSF minimal walaupun dengan
peradangan
Vd: anak-anak: (0,3-0,35 L / kg);
Eliminasi Waktu paruh: 2-3 jam
(NRF)
Pembersihan ginjal: Terkait langsung
dengan fungsi ginjal
Ekskresi: Urin (70% pulih sebagai
obat tidak berubah pada pasien dengan
NRF)
Dosis Anak-anak dan remaja : 2-2,5 mg / kg
/ dosis, IV / IM
Efek Samping Neurotoksisitas (vertigo, ataksia)
Ketidakstabilan gaya berjalan,
Ototoxicity (pendengaran, vestibular),
Nefrotoksisitas (penurunan CrCl),
Nefrotoksisitas jika melalui> 2 mg / L,
Ruam, Kulit memerah, Gatal, Kantuk
Sakit kepala, Pseudomotor cerebri,
Fotosensitifitas, Reaksi alergi Eritema

37
Anoreksia Mual / muntah, Penurunan
berat badan, Peningkatan air liur,
Enterokolitis, Tremor, Kram otot,
Dispnea
Kontra Indikasi Toksisitas aminoglikosida atau
hipersensitifitas sebelumnya
Perhatian Pasien yang diobati dengan
aminoglycosida harus di bawah
pengawasan klinis yang ketat; risiko
toksisitas yang tinggi terkait dengan
penggunaannya
Perhatian pada gagal ginjal (bukan
dialisis), miastenia gravis,
hipokalsemia, dan kondisi yang
menekan transmisi neuromuskuler
Sesuaikan dosis pada gangguan ginjal
Profilaksis endokarditis (prosedur GI,
GU): Pedoman AHA hanya
merekomendasikan untuk pasien
berisiko tinggi
Diuretik dapat meningkatkan toksisitas
aminoglikosida dengan mengubah
konsentrasi antibiotik dalam serum
dan jaringan; diuretik tertentu sendiri
dapat menyebabkan ototoxicity;
hindari diuretik kuat, termasuk asam
etakrilat atau furosemid
Berhati-hatilah pada pasien dengan
kelainan elektrolit termasuk
hipokalsemia, hipomagnesemia, atau

38
hipokelemia
Gunakan hati-hati pada pasien dengan
gangguan neuromuskuler, termasuk
miastenia gravis
Gunakan hati-hati pada pasien dengan
gangguan pendengaran dan ginjal

4. Bromhexin Sirup
Komposisi Bromhexin
Indikasi Sebagai mukolitik
Mekanisme Bromhexine meningkatkan
transportasi lendir dengan mengurangi
viskositas lendir dan dengan
mengaktifkan epitel bersilia
(pembersihan mukosiliar). Efek
secretolytic dan secretomotor ini di
daerah saluran bronkial meredakan
batuk.
Penyerapan: Diserap dengan cepat dan
sepenuhnya dari saluran pencernaan.
Ketersediaan hayati: Sekitar 20%.
Waktu untuk memuncak konsentrasi
plasma: Sekitar 1 jam.
Distribusi: Didistribusikan secara luas
ke jaringan tubuh. Melintasi sawar
darah otak dan plasenta (jumlah kecil).
Ikatan protein plasma: Sekitar 95%.
Metabolisme: Menjalani metabolisme
1st-pass hati yang luas.
Ekskresi: Melalui urin (sekitar 85-

39
90%, terutama sebagai metabolit).
Waktu paruh eliminasi terminal: 13-40
jam
Dosis Tablet 8 mg atau sirup 4 mg/5mL
Dewasa dan anak-anak >10 tahun: 1
tablet atau 10 mL sirup 3 kali sehari,
anak 5-10 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL
sirup 3 kali sehari,
anak 2-5 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL
sirup 2 kali sehari.
Efek Samping sindrom Stevens-Johnson dan
nekrolisis epidermal toksik (TEN).
Gangguan pencernaan: Mual, muntah,
diare, sakit perut bagian atas.
Gangguan sistem kekebalan:
Angioedema, urtikaria, bronkospasme.
Gangguan sistem saraf: Sakit kepala,
pusing.
Gangguan kulit dan jaringan subkutan:
Ruam, pruritus.
Kontra Indikasi Hipersensitivitas.
Perhatian Tukak lambung, kehamilan, menyusui,
penghentian pengobatan jika terjadi
lesi kulit atau mukosa.

5. Injeksi Dexametason
Komposisi Dexametason
Indikasi Anti inflamasi
Mekanisme Deksametason adalah glukokortikoid
sintetik yang mengurangi peradangan

40
dengan menghambat migrasi leukosit
dan pembalikan peningkatan
permeabilitas kapiler. Ini menekan
respon imun normal.
Farmakokinetik:
Penyerapan: Mudah diserap dari
saluran GI (Oral).
Distribusi: Mudah melewati plasenta.
Pengikatan protein: Sekitar 77%.
Metabolisme: Hati.
Ekskresi: Melalui urin (65% dari dosis
dalam 24 jam).
Waktu Paruh: Sekitar 190 mnt.
Dosis 0,75-9 mg / hari IV / IM / PO dosis
terbagi 6-12 jam
Efek Samping osteoporosis, ulkus peptikum,
glaukoma dan katarak subkapsular,
disfungsi pankreas dan pankreatitis,
gangguan GI, peningkatan nafsu
makan, peningkatan kerapuhan kulit.
Kontra Indikasi Hipersensitivitas.
Perhatian Pasien dengan hipotiroidisme; sirosis,
hipertensi, CHF, kolitis ulserativa,
gangguan tromboemboli, osteoporosis,
glaukoma,diabetes, tukak lambung.
Lansia, anak-anak dan remaja;
kehamilan dan menyusui.

Lampiran 2. Perhitungan dosis

41
- Ampisilin IV
Dosis Lazim = 25 mg -50 mg/kgBB/kali pakai
= (25 mg -50 mg) x 10 kg = 250 mg -500 mg
Dosis Awal pemakaian = 250 mg
Dosis lanjutan =500 mg
Penggunaan Ampicillin IV rasional / sesuai dengan dosis obat
- Gentamisin
Dosis Lazim = 3 mg - 7,5 mg/kBB/hari
= (3 mg - 7.5 mg) x 10 kg = 30 mg – 75 mg
Dosis awal pemakaian = 10 mg
Dosis lanjutan = 25 mg
Penggunaan Gentamisin IV rasional / sesuai dengan dosis obat
- Parasetamol Sirup
Dosis Lazim = 120 mg – 250 mg/ kali pakai
Dosis yang di pakai = 1 cth syr
= 120 mg / 5 ml
Penggunaan Parasetamol sirup rasional / sesuai dengan dosis obat
- Bromhexin Sirup
Dosis Lazim 4 mg / kali pakai
Dosis yang di pakai ½ cth
1 cth = 4 mg / 5 ml
½ cth = 2 mg/2,5 ml
Penggunaan Bromhexin sirup rasional / sesuai dengan dosis obat
- Dexametason IV
Dosis Lazim = 0,1 mg - 0,25 mg/ kgBB/ kali pakai
Dosis Lazim = (0,1 mg – 0,25 mg) x 10 kg
= 1 mg – 2.5 mg
Dosis pemakaian 1.5 mg
Penggunaan Dexametason IV rasional / sesuai dengan dosis obat

42

Anda mungkin juga menyukai