Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik positif yang menggambarkan kesalahan
dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya
(WHO dalam Yosep, 2009). Pengertian seseorang tentang gangguan jiwa
berasal dari apa yang orang tersebut yakini sebagai faktor penyebab (Stuart,
2016).
Secara umum gangguan jiwa yang sering muncul adalah skizofrenia.
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah
(Stuart, 2016).
Perilaku yang muncul pada pasien skizofrenia adalah isolasi dan menarik diri
dari hubungan sosial, harga diri rendah, ketidaksesuaian sosial, tidak tertarik
dengan aktivitas rekreasi, kerancuan identitas gender, menarik diri dari orang
lain yang berhubungan dengan stigma, penurunan kualitas hidup (Stuart,
2016).

Untuk menyikapi masalah tersebut, perawat yang berhubungan langsung


dengan pasien harus melaksanakan perannya secara profesional serta dapat
mempertanggungjawabkan asuhan keperawatan yang diberikannya secara
alamiah. Prinsip penatalaksanaan asuhan keperawatan tersebut antara lain:
membina hubungan saling percaya, membantu pasien menyadari perilaku
isolasi sosial, melatih pasien cara-cara berkenalan dengan orang lain secara
bertahap, inventarisir kelebihan pasien yang dapat dijadikan motivasi untuk
membangun kepercayaan diri pasien dalam bergaul, melibatkan pasien dalam
interaksi dan terapi kelompok secara bertahap (Yosep, 2009).

1
2

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktek klinik di RSJD Dr.RM Soejarwadi provinsi
Jawa Tengahselama 2 Minggu tentang Asuhan Keperawatan klien dengan
gangguan jiwa Mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan kepada klien yang
mengalami gangguan Isolasi Sosial.

2. Tujuan Khusus
Setelah selesai melaksanakan praktek di RSJD Dr.RM Soejarwadi
provinsi Jawa Tengah mahasiswa mampu:
a. Menciptakan hubungan yang serasi dengan petugas RSJD Dr.RM
Soejarwadi provinsi Jawa Tengah
b. Mampu melaksanakan pengkajian klien dengan gangguan Isolasi Sosial
c. Menganalisa data dari hasil pengkajian
d. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien
e. Merencanakan tindakan keperawatan
f. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang telah
disusun
g. Mengevaluasi Asuhan Keperawatan yang telah dilaksanakan.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan laporan ini, penulis mencoba menerapkan beberapa metode
antara lain:
1. Wawancara
Berbicara langsung dengan pasien secara tatap muka sehingga di dapatkan
data subjektif maupun objektif
2. Observasi
Mengumpulkan data dengan cara melihat atau mengobservasi
3. Studi dokumentasi
3

Mengumpulkan data dengan cara melihat atau mempelajari dokumen atau


catatan yang berhubungan dengan status klien guna melengkapi data yang
dibutuhkan.
4. Studi kepustakaan
Metode pengumpulan data dari sumber buku yang berhubungan dengan
kasus yang dikelola.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis
1. Skizofrenia
a. Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan mental yang ditandai dengan gangguan
proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah. Keadaan ini pada
umumnya dimanifestasikan dalam bentuk halusinasi, paranoid,
keyakinan atau pikiran yang salah tidak sesuai dengan dunia nyata
serta dibangun atas unsur yang berdasarkan logika, dan disertai
dengan disfungsi sosial dan pekerjaan yang signifikan. Genetik,
lingkungan awal, neurobiologi, serta komdisi psikologis dan proses
sosial tampaknya merupakan factor penyumbang kontribusi
penting.(Stuart.2016)

b. Etiologi Skizofrenia
1) Keturunan
Pengaruh keturunan tidak sesederhana hukum Mendel.
Diperkirakan bahwa potensi untuk mendapatkan schizofrenia
diturunkan (bukan penyakit diri sendiri) melalui gen yang resesif.
Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya
tergantung pada lingkungan individu apakah akan terjadi
schizofrenia atau tidak. (Fitria.2010)
2) Endokrin
Dahulu dikira bahwa schizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu
gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubungan dengan
sering timbulnya schizofrenia pada waktu pubertas, waktu
kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal
ini tidak dapat dibuktikan. (Fitria.2010)

4
5

3) Metabolisme
Karena klien dengan schizofrenia tampak pucat dan tidak sehat,
ujung ekstrimitas agak sianotik, nafsu makan kurang dan berat
badan menurun, maka ada yang mengira bahwa schizofrenia
disebabkan oleh suatu gangguan metabolisme pada saat lahir
(Fitria.2010).
4) Susunan Saraf Pusat
Adanya kelainan susunan saraf pusat juga dapat disebabkan oleh
faktor somatogenik (kelainan badaniah) dan psikogenik
(gangguan fungsional); dan sebagai penyebab utama adalah
konflik, stres psikologik dan hubungan antar manusia yang
mengecewakan (Fitria.2010).
5) Lingkungan
Skizofrenia bukan suatu penyakit, melainkan suatu respon
terhadap tekanan emosi yang tidak dapat ditoleransi dalam
keluarga dan masyarakat (Fitria.2010).

c. Gejala – gejala Skizofrenia


Menurut Bleuler gejala – gejala schizofrenia dibagi menjadi dua :
1) Gejala Primer Skizofrenia
a) Gangguan proses pikiran
Yang terganggu terutama adalah asosiasi. Kadang-kadang
satu ide belum selesai diutarakan sudah timbul ide lain.
Terdapat pemindahan maksud. Jalan pikiran pada
schizofrenia sukar diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan
inkoherensi. Seorang schizofrenia juga mempunyai
kecenderungan untuk menyamakan hal - hal. Kadang -
kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi,
dinamakan “blocking”. Timbul ide-ide yang tidak
dikehendaki, tekanan pikiran (pressure of thoughts). Bila
suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan disebut
6

perseverasi atau stereotipi pikiran. Pikiran melayang / flight


of ideas lebih sering dijumpai pada mania, sedangkan pada
schizofrenia lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering
tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, jalan pikiran
tidak dapat diikuti sama sekali.
b) Gangguan afek dan emosi meliputi :
(1) Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting).
(2) Paramimi (klien senang tapi dia menangis).
(3) Parathimi (seharusnya senang tapi timbul rasa sedih).
(4) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai
kesatuan.
(5) Emosi yang berlebihan.
(6) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan
emosi yang baik.
(7) Terpecah - belahnya kepribadian.
c) Gangguan Kemauan
Penderita schizofrenia mempunyai kelemahan kemauan.
Mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat
bertindak dalam suatu keadaan.
d) Gejala Psikomotor juga dinamakan gejala - gejala katatonik
atau gangguan perbuatan (Keliat.2009).

2) Gejala Sekunder
a) Waham : Sering tidak logis sama sekali dan sangat bizzare.
b) Halusinasi:Timbul tanpa adanya penurunan kesadaran.
c) Menarik diri :Mengidentifikasi dirinya sebuah obyek yang
tidak ada artinya (Keliat.2009).
7

d. Jenis Skizofrenia
1) Skizofrenia Simplex
Gejala utama adalah kedangkalan emosi dan kemunduran
kemauan.
2) Skizofrenia Hebefrenik
Sering timbul pada saat remaja atau usia 15 - 25 tahun. Gejala
yang mencolok ialah gangguan proses pikir, gangguan kemauan,
dan adanya depersonalisasi atau double personality, gangguan
psikomotor, waham, dan halusinasi.
3) Skizofrenia Katatonik
Timbul pertama kali antara umur 15 – 30 tahun, biasanya akut
serta sering didahului stres emosional.
4) Skizofrenia Paranoid
Gejala yang mencolok adalah waham primer disertai waham
sekunder dan halusinasi, ditemukan gangguan proses pikir, afek,
emosi, dan kemauan.
5) Skizofrenia Akut
Timbul secara akut atau mendadak sekali, pasien seperti dalam
keadaan mimpi.
6) Skizofrenia Residual
Aksesnya mencolok, halusinasi, inkoheren, atau perilaku sangat
disorganisasi.
7) Skizofrenia Schizo-Afektif
Di samping gejala schizofrenia terdapat juga secara bersamaan
gejala depresi atau gejala manik.
8) Skizofrenia tipe tak tergolongkan
Gambaran klinisnya terdapat waham, halusinasi, dan inkoherensi.
(Keliat.2009).
8

e. Fase-Fase Skizofrenia
1) Fase Prodromal
Pada fase ini biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang
lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun
sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala pada fase ini
meliputi: hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi
penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri.
2) Fase Aktif
Pada fase ini, gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah
laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan
afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini. Bila
tidak mendapat pengobatan, gejala-gejala tersebut dapat hilang
secara spontan tetapi suatu saat mengalami eksaserbasi (terus
bertahan dan tidak dapat disembuhkan). Fase aktif akan diikuti
oleh fase residual.
3) Fase Residual
Fase ini memiliki gejala-gejala yang sama dengan Fase Prodromal
tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping
gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase di atas, penderita
skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan
berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan
eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial)
(Dermawan dan Rusdi, 2013).

f. Pengobatan Schizofrenia
Pengobatan pada penderita skizofrenia harus secepat mungkin.
Karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan yang
lebih besar bahwa penderita menuju kemunduran mental. Pengobatan
dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
9

1) Farmakoterapis
Neleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita
dengan skizofrenia yang menahun. Sedangkan dosisi tingi
bermanfaat pada penderita skizofrenia dengan psikomotorik yang
meningkat. Dengan fenotiozin ikut serta dalam kegiatan
lingkungan dan terapi kerja. Sesudah gejala-gejala menghilang
maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan. Apabila
serangan itu merupakan yang pertama kali, jika sesudahnya
berkurang, maka setelah gejala mereda, obat diberikan terus
sampai satu hingga dua tahun .
2) Terapi Elektro Konfulsif (ECT)
Terapi ini dapat memperpendek serangan skizofrenia dan
mempermudah kontak dengan penderita yang lebih banyak
diberikan pada serangan berulang.
3) Terapi Koma Insulin
Hasil kerja baik untuk mendorong penderita bergaul dengan orang
lain.
4) Laborami Prefontal
Apabila terapi secara intensif tidak berhasil dan penderita sangat
mengganggu lingkungan maka dapat dilakukan cara ini
(Keliat.2009).

2. Isolasi Sosial
a. Definisi Isolasi sosial
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
penurunan kemampuan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Isolasi sosial adalah usaha
klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain disekitarnya
maupun komunikasi dengan orang lain (Keliat B.A, dkk, 2011).
Menarik diri adalah suatu reaksi yang ditampilkan dalam bentuk
reaksi fisik maupun psikologi. Reaksi fisik yaitu suatu keadaan
10

individu menghindari sumber stresor. Misalnya menjauhi polusi, gas


beracun, infeksi dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis yaitu suatu
keadaan dimana individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi
diri, tidak berminat disertai rasa takut dan bermusuhan.

b. Proses Terjadinya Masalah Isolasi Sosial


Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik
diri atau isolasi sosial yang disebabkan eleh perasaan tidak berharga
yang bisa dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.Perasaan tidak
berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan
berhubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau
mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin
tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku
masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan,
sehingga berakibat lanjut halusinasi (Stuart, 2016).

c. Rentang Respon Isolasi sosial


Respon adaptif Respon maladaptif

Solitut Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisme
Saling ketergantungan

Rentang respon sosial, (Townsend dalam Fitria, 2010).


11

d. Konsep Diri
1) Gambaran diri, bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya,
fungsi, penampilan, dan potensi dirinya
2) Identitas diri, bagaimana persepsi klien tentang bagaimana
seharusnya dia berperilaku berdasarkan tujuan atau nilai personal
tertentu
3) Peran diri,bagaimana harapan terhadap tubuhnya, posisi, status,
tugas/peran yang diembanya dalam keluarga, kelompok, serta
masyarakat.
4) Ideal diri, bagaimana harapan terhadap tubuhnya, posisi, status,
tugas/peran terhadap lingkungan
Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya dalam
hubungannya dengan orang lain. (Keliat,2009)

e. Tanda dan gejala Isolasi Sosial


1) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2) Menghindar dari orang lain (menyendiri).
3) Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat.
4) Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
5) Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
6) Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
(Keliat,2009)

f. Penatalaksanaan Isolasi Sosial


Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:
1) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
12

a) Pengertian
TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. (Keliat, 2011).
b) Tujuan
Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta
mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. (Keliat,
2011).
c) Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien
dengan isolasi sosial adalah TAK Sosialisasi dimana klien
dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
di sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara
bertahap dari interpersonal, kelompok dan massa. (Keliat,
2011).

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan :
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruh gangguan isolasi sosial,
yaitu :
1) Faktor perkembangan
Gangguan adaptasi disetiap tahap perkembangan dari bayi
sampai dewasa dan tua akan mempengaruhi masalah
responsosial menarik diri pada seseorang.
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat menunjang respon sosial maladaptif.
Genetik merupakan faktor penunjang dalam terjadinya masalah
gangguan jiwa.
3) Faktor sosial kultural
Isolasi sosial merupakan gangguan dalam berhubungan dengan
orang lain. Ini dapat terjadi karena tidak tepatnya norma atau
13

aturan dalam keluarga yang tidak mendukung pendekatan


terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota keluarga
yang tidak produktif seperti lansia, orang cacat dan penderita
penyakit kronik (Keliat, dkk, 2011).
4) Faktor dalam keluarga
Komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang pada
gangguan berhubungan apabila keluarga hanya
mengkonfirmasikan hal-hal negatif yang akan mendorong anak
pada harga diri rendah (Stuart, 2016).

b. Faktor Presipitasi
Adapun faktor presipitasi dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Stres sosial kultural
Stres yang ditimbulkan karena perpisahan dengan orang yang
berarti, tidak sempurnanya anggota keluarga dan menurunya
stabilitas unit keluarga (Eko Prabowo, 2014).
2) Stres psikologi
Kecemasan yang berkepanjangan bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan mengatasi masalah. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan dapat menimbulkan kecemasan tingkat
tinggi (Stuart,2016).

c. Perilaku Menarik Diri


Perilaku menarik diri merupakan usaha menghindari interaksi
dengan orang lain dimana individu merasa behwa kehilangan
hubungan akrab. Ia mempunyai kesulitan berhubungan secara
spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan sikap
memisahkan diri.
Perilaku yang berhubungan dengan respon maladaptif berupa :
14

1) Manipulasi
Orang lain diperlakukan seperti obyek hubungan terpusat pada
masalah pengendalian individu, berorientasi pada diri sendiri
atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain.
2) Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
3) Impulsif
Mendapatkan penghargaan, pujian, sikap egosentris,
pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung,tak mampu
merencanakan sesuatu.(Stuart, 2016).

d. Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan. Kecemasan koping yang sering digunakan adalah
regresi, represi dan isolasi.Contoh misalnya keterlibatan dalam
hubungan dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan
peliharaan, menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan (Stuart, 2016).

2. Diagnosis Keperawatan
a. Pohon masalah (Keliat, 2009)
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial : Menarik diri Core problem

Regimen Terapiutik Inefektif

b. Diagnosa keperawatan
1) Isolasi sosial : Menarik diri
2) Regimen Terapiutik Inefektif
3) Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi (Kelliat.2009).
15

Anda mungkin juga menyukai