Anda di halaman 1dari 4

1.

1 Latar Belakang

Indikator asam basa sangat diperlukan dalam pembelajaran praktikum IPA di


sekolah menengah untuk menunjang penguasaan konsep khususnya materi asam basa.
Pokok bahasan materi klasifikasi zat mengenai asam basa dipelajari di pembelajaran
IPA jenjang sekolah menengah. Dalam pembelajarannya, siswa melakukan praktikum
untuk mengidentifikasi dan menentukan tingkat keasaman atau kebasaan suatu
larutan, sehingga indikator asam basa dinilai penting keberadaanya di sekolah. Namun
tidak semua sekolah mampu menyediakan indikator pH tersebut. Indikator yang
digunakan dalam sekolah menengah kebanyakan menggunakan indikator pH sintetik
salah satunya yaitu kertas lakmus dengan harga yang cukup mahal bagi sekolah yang
terdapat di daerah pedesaan. Oleh karena itu, diperlukan alternatif indikator asam basa
yang alami serta berasal dari tanaman-tanaman yang mudah didapatkan di daerah
pedesaan seperti ubi ungu, buah naga, bunga mawar, dan masih banyak lagi.
Antosianin banyak terdapat dalam buah, bunga, dan daun yang memberikan
warna merah sampai biru. Hasil ekstraksi bunga-bunga berwarna yang digunakan
sebagai indikator alami biasanya mengandung antosianin dan flavonoid yang dapat
berubah warna pada tiap perubahan pH tertentu. Hal inilah yang dapat dijadikan
sebagai dasar penggunaan beberapa bunga berwarna dapat digunakan sebagai
indikator alami titrasi asam-basa (Mawarti, 2010).
Penelitian tentang pemanfaatan zat warna alami pada tumbuhan telah banyak
dilakukan. Muflihah (2014) dalam penelitiannya bahwa bunga mawar mengandung
antosianin yang menyebabkan pigmen warna merah pada bunga tersebut, sehingga
dapat dijadikan indikator asam basa. Indikator bunga mawar berwarna merah muda
pada larutan asam dan larutan basa berwarna kuning muda. Ratnasari et.al (2016)
dalam penelitiannya bahwa indikator asam basa alami menggunakan daun Rhoeo
discolor terjadi perubahan warna, yaitu asam berwarna ungu dan basa berwarna hijau
kecoklatan. Terjadinya perubahan warna tersebut, disebabkan karena ekstrak daun
Rhoeo discolor mengandung antosianin, dalam strukturnya terdapat kation flavilium
membentuk anhidrobase akibat perubahan pH.
Pemanfaatan kulit ubi jalar ungu belum banyak dilakukan oleh masyarakat
Indonesia, dan sering menganggapnya sebagai sampah. Padahal ubi ungu memiliki
warna ungu yang mengindikasikan adanya komponen bioaktif yaitu antosianin. Kulit
ubi ungu memiliki warna yang lebih pekat daripada daging umbinya, sehingga
mengindikasikan bahwa kulit ubi ungu mengandung lebih banyak antosianin dari
pada daging umbinya. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekawati (2013)
mengenai kadar antosianin pada tepung ubi ungu yang menunjukkan bahwa bagian
daging umbi memiliki kandungan antosianin sebesar 16,277 mg/100g sedangkan
tepung ubi bagian kulit umbi memiliki antosianin sebesar 36,659 mg/100g. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kandungan antosianin kulit ubi jalar ungu lebih tinggi
dibandingkan daging umbinya. Berdasarkan penelitian tersebut maka kulit ubi ungu
dapat dijadikan sebagai bahan alternatif dalam pembuatan indikator asam-basa.
Kandungan senyawa antosianin dalam kulit ubi jalar ungu dapat diperoleh
menggunakan metode maserasi. Metode ekstraksi maserasi merupakan proses
pengekstrakan simplisa menggunakan pelarut dan pemanasan. Nining (2016) bahwa
metode maserasi selama 20 jam digunakaan untuk mengekstrak kubis ungu yang
mengandung senyawa antosianin. Hasil maserasi diperoleh ekstrak kubis ungu
berwarna biru pekat. Indira (2015) dalam penelitiannya bahwa zat antosianin dapat
ruasak oleh suhu yang terlalu tinggi, sehingga ekstraksi maserasi dilakukan pada suhu
ruangan dengan menggunakan pelarut etanol 70% selama 24 jam. Hasil maserasi
bunga karamunting tersebut berwarna ungu kemerahan sehingga dapat digunakan
untuk pembuatan indikator asam basa alternatif.
Berbagai jenis pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi maserasi zat
warna yaitu etanol, methanol, dan aquades. Karena ketiga jenis pelarut ini memiliki
polaritas yang hampir sama, dengan polaritas flavonoid. Nida et. al (2013)
menyatakan bahwa etanol merupakan pelarut yang baik untuk ekstraksi flavonoid
khususnya antosianin karena sifatnya polar, sehingga mampu melarutkan senyawa
polar. Zat warna alami antosianin tidak stabil di dalam larutan netral atau basa,
sehingga ekstraksi dilakukan pada kondisi asam. Sulastri et.al (2013) dalam
penelitianya kombinasi ekstraksi etanol 70 % dengan HCl pada daun ubi jalar ungu
dapat mendegradasi pigmen warna cukup tinggi, tetapi kombinasi etanol 70% yang
dimasamkan dengan asam sitrat menunjukkan pigmen warna yang lebih pekat,
sehingga antosianin yang terkandung dalamnya lebih tinggi dibandingkan pelarut
yang dimasamkan dengan HCl. Semakin kuat sifat asam suatu larutan, semakin bagus
untuk ekstraksi.
Hasil penelitian yang dilakukan (Yulfriansyah dan Novitriani, 2016)
menggunakan bahan kulit buah naga, yang diekstrak dengan pelarut etanol 96 % dan
variasi lama perendaman bahan yaitu 16 jam, 18 jam, 20 jam, 22 jam, 24 jam dan 26
jam dalam pembuatan indikator asam basa alami, menunjukan bahwa waktu yang
optimum perendaman bahan selama 24 jam dan hasil ekstraksi antosianin yang
didapat lebih banyak. Pembuatan indikator asam basa alami terjadi perubahan warna
dari merah muda menjadi kuning setelah ditetesi larutan asam kuat dan basa kuat.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis memiliki gagasan untuk melakukan
penelitian Pemanfaatan Kulit Ubi Jalar Ungu Sebagai Indikator Asam-Basa dengan
perlakuan lama perendaman bahan dan jenis larutan dalam maserasi. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan zat warna alami dari kulit ubi jalar ungu dapat dijadikan
indikator asam basa alternatif alami dalam kegiatan praktikum siswa di sekolah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana bahan alami yang dapat digunakan dijadikan sebagai indikator alami pada
titrasi asam basa?
2. Bagaimana pembuatan indikator alami dari kulit ubi ungu untuk indikator alami asam
basa?
3. Bagaimana trayek pH pada indikator alami dari kulit ubi ungu untuk indikator alami
asam basa?
1.3 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan bahan alami yang dapat digunakan dijadikan sebagai indikator
alami pada titrasi asam basa?
2. Menjelaskan pembuatan indikator alami dari kulit ubi ungu untuk indikator
alami asam basa?
3. Menjelaskan trayek pH pada indikator alami dari kulit ubi ungu untuk
indikator alami asam basa?
DAFTAR PUSTAKA
Ekawati, G; Hapsari; Wipranyawati. 2013. “Kajian Varietas dan Bagian Daging Umbi
Ubi Ungu dalam Rangka Penyediaan Tepung Ubi Ungu Sehat Termodifikasi”.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Udayana.

Indira, Cita. 2015. “Pembuatan Indikator Asam Basa Karamunting”. Jurnal Kaunia.
Vol. IX. No. 1. Hal : 1-10.

Marwati, Siti. 2010. “Kajian Penggunaan Ekstrak Kubis Ungu (Brassica oleracea L)
sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa”. Seminar Nasional Kimia FMIPA UNY.
Yogyakarta : FMIPA UNY.

Muflihah. 2014. Prosiding : Pemanfaatan Ekstrak Dan Uji Stabilitas Zat Warna Dari
Bunga Nusa Indah Merah (Musaenda frondosa), Bunga Mawar 12 Merah (Rosa), dan
Bunga Karamunting (Melastoma malabathricum) Sebagai Indikator Asam-Basa
Alami. Kalimantan Timur : HKI-Kaltim.

Nida, E. H; Melly, N; dan Syarifah, Rohaya. 2013.”Kandungan Antosianin dan


Aktivitas Antioksidan Ubi Jalar Ungu Segar Dan Produk Olahanya”. Jurnal Agritech.
Vol. 33. Hal: 296 – 302.

Sinta, Ratnasari; Dede, Suhendar; dan Vina, Amalia. 2016. “ Studi Potensi Ekstrak
Daun Adam Hawa (Rhoeo discolor) Sebagai Indikator Titrasi AsamBasa”. Jurnal
Chimica et Natura Acta. Vol.4. No.1. Hal:: 39-46.

Yulfriansyah, Army; dan Novitriani, Korry. 2016. “Pembuatan Indikator Bahan


Alami dari Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Indikator
Alternatif Asam Basa Berdasarkan Variasi Waktu Perendaman”. Jurnal Kesehatan
Bakti Tunas Husada. Vol.16.No.1.Hal : 153-160

Anda mungkin juga menyukai