Anda di halaman 1dari 22

GANGGUAN GINJAL AKUT

(ACUTE KIDNEY INJURY)

PENDAHULUAN
Gangguan ginjal akut yang selama ini kita kenal dalanm kepustakaan barat
sebagai 'Acute Renal Failure (ARF) diubah menjadi Acute Kidney injury (AKI)
Pada bulan April 2011, Panduan Gangguan Ginjal Akut pertama kali diajukan
oleh Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) Amerika Serikat,
yang antara lain berisi konsep baru, defenisi dan kriteria diagnosis GgGA untuk
melengkapi kriteria RIFLE dari Acute Dialysis Quality Inisiative-ADQI dan
kriteria Acute Kidney Injury Network-AKIN.1,2
Gangguan ginjal akut merupakan kelainan ginjal strukturan dan fungsional
dalam 48 jam sering ditandai oliguria, yang biasanya terjadi selama berjam-
jam hingga berhari-hari dapat diketahui melalui pemeriksaan darah, urin,
jaringan, atau radiologis. Defenisi gagal ginjal akut. Gagal ginja akut terjadi
mendadak, dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, dikuti oleh
kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen dengan atau
tanpa disertai terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Definisi
tersebut tidak menyertakan batasan tentang parameter yang digunakan dan
berapa waktu yang ditetapkan sebagai kriteria penurunan fungsi ginjal
mendadak.1,3,4
EPIDEMIOLOGI
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan
bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang menderita Gagal Ginjal sebesar
0,2% atau 2 per 1000 penduduk dan prevalensi Batu Ginjal sebesar 0,6% atau
6 per 1000 penduduk. Prevalensi Penyakit Gagal Ginjal tertinggi ada di
Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 0,5%. Berdasarkan jenis kelamin,

1
prevalensi gagal Ginjal pada laki - laki (60%) lebih tinggi dibandingkan dengan
perempuan (40 %).1,5
Meta Analisis yang dilakukan oleh needham (2005) menunjukkan angka
kejadian GgGA di intensive care unit (ICU) adalah 1-5% dari seluruh pasien
yang dirawat di rumah sakit dan angka kematiannya mencapai 50-70%,
berdasarkan data angka kematian tersebut penulis tertarik untuk membahas
Acute Kidney Injury.1
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Penyebab Gangguan Ginjal Akut secara tradisional telah dibagi menjadi
tiga kategori besar yaitu azotemia prerenal, penyakit parenkim ginjal intrinsic,
dan obstruksi postrenal.
1. Pre-renal
Azotemia prerenal (dari "azo," yang berarti nitrogen, dan "-emia") adalah
bentuk paling umum dari AKI. Ini adalah petunjuk meningkatnya konsentrasi
SCr atau BUN akibat penurunan GFR. Kondisi klinis paling umum yang terkait
dengan azotemia prerenal adalah hypovolemia, penuruna curah jantung, dan
obat yang mengganggu respons autoregulasi ginjal seperti obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID) dan inhibitor angiotensin Il (Gambar 1). Hipovolemia
mencetuskan respon seperti aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron
(RAA). Azotemia prerenal dapat hidup berdampingan dengan bentuk AKI
intrinsik lainnya yang terkait dengan proses yang bekerja langsung pada
parenkim ginjal. Pada hipoperfusi ringan, perfusi autoregulasi ke glomerulus
dapat dipertahankan dengan vasodilatasi arteri aferen yang diinduksi oleh
reflex miogenik local serta prostaglandin. Namun, pada kondisi hipoperfusi
berat, kompensasi tidak adekuat sehingga LFG menurun dan terjadilah GgGA
prerenal. 1,3, 7
Pada gambar 1 dijelaskan bahwa . A. Kondisi normal dan GFR normal.
B. Mengurangi tekanan perfusi dalam rentang autoregulasi. Tekanan kapiler
glomerulus normal dipertahankan oleh vasodilatasi aferen dan vasokonstriksi

2
eferen. C. Penurunan tekanan perfusi dengan obat antinflamasi nonsteroid
(NSAID). Hilangnya prostaglandin vasodilatory meningkatkan resistensi
aferen; ini menyebabkan tekanan kapiler glomerulus turun di bawah nilai
normal dan GFR menurun. D. Mengurangi tekanan perfusi dengan
penghambat enzim pengonversi angiotensin.3

Gambar 1. Mekanisme intrarenal untuk autoregulasi laju filtrasi glomerulus (GFR) di bawah
penurunan tekanan perfusi dan pengurangan GFR oleh obat-obatan.

GFR normal dipertahankan sebagian oleh resistensi relatif arteriol ginjal


aferen dan eferen, yang menentukan aliran plasma glomerulus dan gradien
tekanan hidraulik transkapiler yang mendorong ultrafiltrasi glomerulus. Derajat
hipovolemia ringan dan penurunan curah jantung menghasilkan perubahan
fisiologis kompensasi ginjal. Karena aliran darah ginjal menyumbang 20 % dari
curah jantung , vasokonstriksi ginjal dan reabsorpsi garam dan air terjadi
sebagai respons homeostatik terhadap penurunan volume sirkulasi atau curah
jantung yang efektif untuk mempertahankan tekanan darah dan meningkatkan
volume intravaskular untuk mempertahankan perfusi ke otak dan jantung.

3
Mediator dari respons ini termasuk angiotensin ll, norepinefrin, dan
vasopressin (juga disebut hormone antidiuretic). Filtrasi glomerulus dapat
dipertahankan meskipun aliran darah ginjal berkurang oleh angiotensin II yang
dimediasi vasokonstriksi eferen ginjal, yang dimediasi vasokonstriksi eferen
ginjal, yang mempertahankan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus
mendekati normal dan dengan demikian mencegah penurunan yang ditandai
pada GFR jika pengurangan aliran darah ginjal tidak berlebihan. 3
Pasien yang menderita CHF atau sirosis merupakan bagian penting dari
mereka yang memiliki azotemia prerenal. Pasien-pasien ini sering kelebihan
garam dan kelebihan air, namun volume intra-arteri yang efektif meningkat.
Pemberian diuretik memiliki potensi untuk menurunkan volume intravaskular
lebih lanjut, yang menurunkan filtrasi glomerulus dan azotemia prerenal. Untuk
beberapa pasien dengan CHF lanjut atau penyakit hati, keadaan azotemia
prerenal kronis, stabil, mungkin merupakan kompromi terbaik yang dapat
disetujui antara kelebihan volume dan hipoperfusi. Perfusi glomerulus juga
dapat menurun pada pasien dengan volume intravaskular normal dan aliran
darah ginjal normal yang menggunakan inhibitor angiotensin-converting
enzyme (ACE) atau, lebih umum, inhibitor prostaglandin. Semua obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), termasuk aspirin, menghambat sintesis
prostaglandin. Prostaglandin vasodilator ginjal sangat penting dalam
mempertahankan perfusi glomerulus pada pasien dengan kondisi seperti CHF,
insufisiensi ginjal kronis, dan sirosis, di mana meningkatkan kadar sirkulasi
renin dan angiotensin II menggunakan aliran darah dan GFR.3,8
2. Penyakit parenkim ginjal intrinsic
Penyebab AKI intrinsik yang paling umum adalah sepsis, iskemia, dan
nefrotoksin, baik endogen maupun eksogen. Dalam banyak kasus, azotemia
prerenal berkembang menjadi “Nekrosis Tubular Akut" Dari kerusakan
intrarenal spesifik yang menyebabkan AKI, glomerulonefritis, nefritis interstitial,
dan kelainan pembuluh darah dapat dilakukan terapi spesifik dan penting untuk

4
digunakan sebagai penyebab yang mungkin.pada azotemia prerenal,
hipoperfusi akan mengganggu fungsi ginjal saja dan dapat kembali normal
(reversible) bila hipoperfusinya diatasi. Apabila hipoperfusi bertambah berat
atau berkelanjutan, maka akan terjadi kerusakan pada sel-sel epitel tubulus
disertai gangguan fungsi ginjal. 1,3,8
Patogenesis TNA iskemik terjadi dalam beberapa tahapan. Tahap awal
adalah tahap prerenal, dikuti dengan keadaan yang lebih menonjol akibat
hipotensi berkepanjangan serta iskemik ginjal, yang disebut tahap Inisiasi.
Tahap inisiasi ditandai oleh kerusakan sel-sel epitel dan endotel, yang
selanjutnya akan dikuti oleh tahap ekstensi. Pada tahap ekstensi initerjadi jejas
iskemik dan inflamasi. Kemudian tahap ekstensi akan diikuti oleh 'tahap
perneliharaan" (maintenance)pada fase ini produksi urin berada pada titik yang
paling rendah dan komplikasi uremia muncul. Adanya perbaikan dan
diferensiasi ulang dari sel-sel epitel dan endotel sehingga terjadi perbaikan
fungsi ginjal atau "fase perbaikan" (recovery). Tahap-tahap seperti tersebut
diatas dikemukakan dengan jelas oleh Suttondkk seperti terlihat pada (garnbar
2).1,3,7

Gambar 2. Tahapan GgGA sesuai dengan patofisiologi yang terjadi1

5
3. Obstruksi Postrenal
Obstruksi postrenal terjadi ketika aliran urin yang biasanya searah
secara akut tersumbat baik sebagian atau seluruhnya, yang menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik retrograde dan gangguan dengan filtrasi
glomerulus. Obstruksi aliran urin dapat disebabkan oleh gangguan
fungsional atau structural dimana saja dari ginjal hingga ke ujung uretra
(gambar 3).1,3

Gambar 3. Anatomi dan penyebab obstruksi yang menyebabkan cedera ginjal akut
postrenal

Gangguan ginjal akut post-renal terjadi akibat surnbatan dari system


traktus urogenitalis. Sumbatan dapat terjadi pada tingkat buli-buli dan uretra
atau disebut juga sumbatan tingkat bawah, atau terjadi pada ureter dan
pelvis ginjai yang disebut dengan sumbatan tingkat atas. Apabila terjadi
pada tingkat atas, make sumbatannya harus bilateral atau terjadi pada
hanya 1 buah ginjal yang berfungsi dimana ginjal satunya sudah tak
berfungsi. Pada anak-anak, Sumbatan tingkat atas umumnya diakibatkan
oleh striktur ureter kongenital atau striktur katup ureter. Sumbatan dapat
bersifat total dan disertai anuria atau parsial yang biasanya tidak memiliki
manifestasi klinik.1,3

6
Etiolgi yang dapat menyebabkan Gangguan ginjal akut Prerenal dapat dilihat
pada table dibawah
Tabel 1. Etiologi yang dapat menyebabkan gangguan ginjal akut prerenal.1,2,3
Kehilangan volume cairan tubuh Penurunan volume efektif
pembuluh darah (cardiac output)
- Dehidrasi : apapun sebabnya - Infark miokard
- Perdarahan : apapun sebabnya - Kardiomiopati
- Gastrointestinal : diare, muntah, - Perikarditis
cairan NGT, dll - Aritmia
- Ginjal : diuretic, osmotic, insuffisiensi - Disfungsi katup
adrenal, dll - Gagal jantung
- Kulit : luka bakar, diaphoresis - Emboli paru, Hipertensi
- Peritoneum : drain pasca-operasi pulmonal
- Penggunaan ventilator
Obstruksi renovascular Redistribusi cairan
- Arteri renalis (stenosis intravaskuler, - Hipoalbuminemi (sindroma
embolus, laserasi thrombus) nefrotik, sirosis hepatis,
- Vena renalis (thrombosis malnutrisi)
intravaskuler. Infiltrasi tumor) - Syok vasodilator (sepsis,
gagal hati)
- Asites, Peritonitis
- Pancreatitis
- Rhabdomiolisis (crush injury)
- Obat-obat vasodilator
Vasokonstriksi intra-renal prime
- NSAID, siklosporin, sindrom hepatorenal
- Hipertensi maligna, pre-eklampsia, scleroderma

7
Etiolgi yang dapat menyebabkan Penyakit parenkim ginjal intrinsic dapat dilihat
pada table dibawah
Table 2. Etiologi yang dapat menyebabkan Penyakit parenkim ginjal intrinsic.1,2,3
Tubular necrosis akut Nefritis intersisial akut
- Obat-obatan : aminoglikosida, - Obat-obatan : penisilin, NSAID, ACE-
cisplatin, amphotericin B inhibitor, allopurinol, cimetidine, H2
- Iskemia : appaun sebabnya blocker, PPI
- Syok septik : apapun sebabnya - Infeksi : streptococcus, difteri,
- Obstruksi intratubuler : leptospirosis
rhabdomiolisis, hemolisis, - Metabolik : hiperurikemia,
multiple myeloma, asam urat, nefrokalsinosis
oksalat - Toksin : etilene glikol, kalsium oksalat
- Toksin : zat kontras radiologi, - Autoimun : SLE, cryoglobulinemia
karbon tetraklorid, etilen glikol,
logam berat
Glomerulonefritis akut Oklusi mikrokapiler/glomerular
- Pasca-infeksi : streptococcus, - Trombhotic thrombocytopenia
bacteria, hepatitis B, HIV, purpura
abses visceral - Hemolytic uremic,
- Vaskulitis sistemik : SLE, - Syndrome disseminated
Wegener’s granulomatous, intravascular coagulation,
poliathritis, poliarthritis cryoglobulinemia, emboli kolesterol
nodussa, HSP, IgA nefritis,
sindrom Goodpasture
- Glomerulonefritis
membranoproliferative
- Idiopatik
Nekrosis kortikal akut

8
Etiolgi yang dapat menyebabkan Postrenal dapat dilihat pada table dibawah:
Table 3. Etiologi yang dapat menyebabkan Postrenal.1,2,3
Obstruksi ureter
Ekstrinstik Instrinstik
- Tumor (endometrium, serviks, limpoma, - Batu,
metastase, perdarahan/fibrosis retroperitoneum - Tumor
- Ligasi ureter secara tidak sengaja saat bedah - Bekuan darah
- Nekrosis papilla ginjal
Obstruksi kantung kemih atau uretra
- Tumor/hipertrofi fosfat, Tumor vesika urinaria
- Prolaps uteri
- Batu bekuan darah, sloughed papilliae
- Obstruksi kateter foley

KLASIFIKASI
Berdasarkan Kriteria RIFLE
Tabel 4. Kriteria RIFLE1,2,3,6
Kategori Peningkatan kadar Penurunan Kriteria UO
Cr serum LFG

Risk ≥1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar 0,5 mL/kg/jam,
≥6 jam
Injury ≥2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
≥12 jam
Failure ≥3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam, ≥24
atau ≥4 mg/dL dengan jam
kenaikan akut > 0,5 atau anuria ≥12 jam
mg//dl
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4
Minggu
End Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3bulan
stage

9
Gambar 4. Kriteria RIFLE

b. Stadium Gangguan Ginjal Akut Berdasarkan Acute Kidney Injury Network


(AKIN).1,2,3,6
Tabel 5. Stadium Gangguan Ginjal Berdasarkan AKIN
Tahap Peningkatan kadar Cr serum Kriteria UO
1 1,5-1.9 kali nilai dasar atau peningkatan <0,5 mL/kg/jam selama 6-12
≥0,3 mg/Dl jam
2 2,0-2.9 kali nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, selama ≥12
jam
3 3,0 kali nilai dasar atau peningkatan <0,3 mL/kg/jam, ≥24 jam atau
kreatinin serum mencapai ≥4 mg/dL atau anuria ≥12 jam
inisiasi terapi pengganti ginjal, atau pada
pasien <18 tahun dengan penurunan
laju filtrasi glomerulus <35 ml/menit per
1,7 m2.

Klasifikasi ini menilai tahap gagal ginjal akut dari nilai kreatinin serum dan
diuresis. Kemudian ada upaya dari kelompok Acute Kidney Injury Network

10
(AKIN) untuk mempertajam kriteria RIFLE sehingga pasien GGA dapat
dikenali lebih awal. Klasifikasi ini lebih sederhana dan memakai batasan waktu
48 jam. Disadari bahwa GGA merupakan kelainan yang kompleks, sehingga
perlu suatu standar baku untuk menegakkan diagnosis dan klasifikasi dengan
berdasarkan kriteria RIFLE. 1,2,3,6
MANIFESTASI KLINIS dan DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis gangguan ginjal akut dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dan
penunjang pada gangguan ginjal akut juga bertujuan membedakan AKI pre-
renal, renal dan post renal.1,2,3
GAMBARAN KLINIS
1. Suspek pre-renal azotemia: muntah, diare, poliuria akibat glikosuria,
riwayat konsumsi obat termasuk diuretik, nonsteroidal anti-inflammatory
drugs [NSAID], angiotensin converting enzyme [ACE] inhibitors, dan
angiotensin receptor blocker (ARB).
2. Kolik pinggang yang menjalar ke daerah genital  sugestif obstruksi
ureter
3. Sering kencing dimalam hari (nokturia) dan gangguan berkemih lain;
dapat muncul pada penyakit prostat
4. Riwayat penyakit prostat, batu ginjal, atau keganasan pelvis atau
paraaorta  suspek post-renal
PEMERIKSAAN FISIK
1. Hipotensi ortostatik, takikardi, tekanan vena jugularis menurun, turgor
kulit menurun, dan membran mukosakering.
2. Perut kembung dan nyeri suprapubik  pembesaran kandungkemih
3. AKI dengan purpura palpable, perdarahan paru, atau sinusitis 
sugestif vaskulitis sistemik

11
Tabel 6. Manifestasi Klinis AKI Pre-renal, Renal dan Post Renal1,3
Gejala Berdasarkan Anamnesis Tanda
AKI pre-renal
 Kehilangan volume cairan tubuh Tanda kehilangan volume
Gejala dehidrasi, perdarahan, dan luka bakar cairan tubuh seperti lemah
 Penurunan cardiac output badan, rasa haus, hipotensi
Gejala kardiovasular seperti pada infark miokard, ortostatik, nadi cepat dangkal,
kardiomiopati, pericarditis, aritmia, maupun gagal bibir kering, turgor buruk,
jantung. oliguria dan anuria.
 Redistribusi cairan Hipertensi (gagal jantung),
Gejala sindrom nefrotik, gejala sirosis hepatis, peningkatan JVP, takikardia,
riwayat penggunaan vasodilator, gejala peritonitis. murmur, nadi ireguler.
 Obstruksi renovaskular
Penyakit arteri renalis (stenosis intravaskuler,
embolus, laserasi thrombus, dan vena renalis Sesak nafas, hipotensi, edema
(trombosis intravaskuler, infiltrasi tumor). paru, edema tungkai, stigmata
 Vasokonstriksi intra-renal primer sirosis, tanda peritonitis
Riwayat pengggunaan NSAID atau siklosporin,
gejala sindrom hepatorenal, riwayat hipertensi Biasanya urin output normal.
maligna maupun preeklampsia. Jika terjadi oligo-anuri dapat
timbul tanda edema paru dan
edema tungkai.
Diagnosis Klinik GnGA dengan Etiologi Renal
 Pada nefrotoksik acute tubular necrosis (ATN)
nefrotoksik atau nefritis interstitial terdapat riwayat Terdapat hipertensi (gagal
konsumsi obat-obatan, penggunaan radiokontras. jantung), hipotensi (syok),
 Pada iskemik ATN terdapat keluhan panas (akibat peningkatan suhu, butterfly
infeksi/sepsis) atau sesak nafas rash, purpura, peningkatan
 Pada Glomerulonefritis akut terdapat riwayat JVP (gagal jantung) menurun
demam, ISPA, infeksi kulit akibat infeksi pada (dehidrasi), takikardi
steptokokus.
 Gejala SLE, seperti kemerahan pada kulit, nyeri
persendian, gangguan neurologis (kejang atau
psikosis).
 Pada hemolisis terdapat riwayat transfusi darah.

Diagnosis Klinik GnGA dengan Etiologi Post Renal


 Pada obstruksi ureter misalnya pada tumor, batu, Nyeri kolik abdomen, dysuria,
bekuan darah, pada anamnesis terdapat gejala obstruksi urin, Pada
nyeri kolik abdomen, disuria, dan obstruksi urin. pemeriksaan fisik didapatkan
 Pada obstruksi vesika urinaria atau uretra pada demam, pembesaran ginjal,
tumor, hipertrofi protat, neurogenic bladder, batu, vesika urinaria dan
 dapat muncul gejala demam. pembesaran prostat.

12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Volume Urine
Anuria komplit pada awal AKI jarang terjadi pada keadaan berikut:
obstruksi saluran kemih lengkap, oklusi arteri ginjal, syok septik yang berat,
iskemia berat (sering dengan nekrosis kortikal), atau glomerulonefritis
proliferatif berat atau vaskulitis. output urin menurun (oliguria, didefinisikan
sebagai <400 mL / 24 jam) biasanya menunjukkan AKI yang lebih parah (mis.,
GFR lebih rendah) dari kompilasi output urin yang ditingkatkan. Oliguria
dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih buruk AKI dari iskemia atau nefrotoksin
menyebabkan proteinuria ringan (<1g/dL). Tanda umum adalah oliguria, tetapi
tidak spesifik atau sensitif. SCr dan konsentrasi urea adalah parameter yang
paling banyak digunakan. Pada pasien dengan konsentrasi SCr meningkat,
penting untuk menentukan apakah pasien memiliki AKI, penyakit ginjal kronis,
atau serangan penyakit akut yang ditumpangkan pada penyakit
kronis.Ultrasonografi ginjal dapat memberikan bukti penyakit kronis dengan
ginjal kecil. 1,2,3,4
Perubahan output urin umumnya berkorelasi buruk dengan perubahan
laju filtrasi glomerulus (GFR). Sekitar 50-60% dari semua penyebab AKI
adalah nonoliguric. Namun, identifikasi anuria, oliguria, dan nonoliguria dapat
berguna dalam diagnosis diferensial AKI, sebagai berikut:
1. Anuria (<100 mL / hari) - Obstruksi saluran kemih, obstruksi arteri ginjal,
glomerulonefritis progresif cepat, nekrosis kortikal ginjal difus bilateral
2. Oliguria (100-400 mL / hari) - Gagal prerenal, sindrom hepatorenal
3. Nonoliguria (> 400 mL / hari) - Nefritis interstitial akut, glomerulonefritis
akut, nefropati obstruktif parsial, nefrotoksik dan ATN iskemik, AKI yang
diinduksi oleh radiokontrast, dan rhabdomiolisis.9

13
2. Urinalisis
Urinalisis standar terdiri dari skrining dipstik untuk pigmen heme,
protein, glukosa, keton, pH, leukosit esterase, pemeriksaan nitrit dan
mikroskopis dari spesimen urin yang baru saja dikosongkan. Pengujian dipstick
untuk protein dan heme dapat memberikan informasi penting terkait fungsi
ginjal. Bila ditemukan 5 atau lebih RBC/ LPB, Hasil positif pada pemeriksaan
dipstik harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis urin. Jika sel darah merah
terlihat, diagnosis hematuria ditegakkan. Jika hasil dipstik positif tetapi temuan
pada pemeriksaan mikroskopik negatif, pigmenturia (mioglobin atau
hemoglobin bebas) diperbaiki.1,2,3,8
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan
urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat
mengarahkan pada penentuan tipe AKI, seperti yang terlihat pada tabel 4). 1,3,4,8
Tabel 7. Kelainan Analisis Urin (Dimodifikasi) 1

Indeks diagnosis AKI Prarenal AKI Renal


Urinalisis Silinder hialin Abnormal
Osmolalitas urin (mmol/kgH2O) > 500 ~ 300
Kadar natrium urin (mmol/L) <10 (<20) >20 (>40)
Fraksi ekskresi natrium (%) <1 >1
Fraksi ekskresi urea (%) <35 >35
Rasio Cr urin/Cr plasma >40 <20
Rasio urea urin/ urea plasma >8 <3

3. Radiologi Ginjal
CT scan memberikan gambaran anatomi saluran kemih tetapi tidak
memberikan evaluasi fungsi ginjal. Temuan klasik CT obstruksi adalah ukuran
ginjal yang normal hingga besar, nefrogram yang menjadi semakin padat.
Namun, CT dengan kontras dapat memperparah pasien yang sudah azotemik
terhadap potensi dari agen kontras. Pada pemeriksaan ultrasonografi biasanya

14
didapatkan, ukuran ginjal tampak lebih kecil dari pasien AKI. Ukuran ginjal
normal diharapkan pada AKI. Pencitraan vaskular mungkin berguna jika terjadi
obstruksi vena atau arteri.3,4,8
TATALAKSANA
1. Terapi konservatif (suportif)
Terapi konservatif adalah penggunaan obat-obatan atau cairan dengan tujuan
untuk mencegah atau mengurangi progresivitas, morbiditas, dan mortalitas
penyakit akibat komplikasi AKI. Bilamana terapi konservatif tidak dapat
memperbaiki kondisi klinik pasien, maka harus diputuskan untuk melakukan
Terapi Pengganti Ginjal (TPG).1
Tujuan terapi konservatif adalah :1
1. Mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal.
2. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia
3. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal
4. Memelihara keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa.
Beberapa prinsip terapi konservatif adalah sebagai berikut :1
1. Hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2. Hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi
3. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis metabolic
4. Hindari instrumentasi (kateterisasi dan sistoskopi) tanpa indikasi
medis yang kuat
5. Hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras tanpa indikasi
medis yang kuat
6. Kendalikan hipertensi sistemik dan tekanan intraglomerular.
7. Kendalikan keadaan hiperglikemia dan infeki saluran kemih (lSK).
8. Diet protein yang proporsional.
9. Pengobatan yang sesuai terhadap etiologi AKI

15
Pada dasarnya terapi konservatif (suportif) adalah untuk menjaga
homeostasis tubuh dengan rnengurangi efek buruk akibat komplikasi AKI.
Beberapa terapi suportif beserta dosis obat yang dianjurkan dapat terlihat pada
tabel di bawah.1,3,8
Tabel 8 Terapi Konservatif (Suportif) pada AKI1,3
Komplikasi Terapi

Kelebihan cairan Batasi garam (l-2 gram/hari) dan air (<1 liter/hari)
Intravaskuler Diuretik (biasanya furosemide/thiazide)
Hiponatremia Batasi cairan (<1 liter/hari)
Hindari pemberian cairan hipotonis (termasuk
dekstrosa 5%)
Hiperkalemia Batasi asupan kalium (<40 mmol/hari)
Hindari suplemen kalium dan diuretik hemat
kalium
Beri resin potassium-binding ion exchange
(kayexalate)
Beri glukosa 50% sebanyak 50 cc + insulin 10
unit
Beri natrium bikarbonat (50-100 mmol)
Beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau 0,5-l mg lV
Kalsium glukonat 10% (10 cc dalam 2-5 menit)
Asidosis metabolik Batasi asupan protein (0,8-1,0 g/kgBB/hari)
Beri natrium bikarbonat (usahakan kadar serum
bikarbonat plasma > 15 mmol/l dan pH arteri >
7,2)
Hiperfosfatemia Batasi asupan fosfat (800 mg/hari)
Beri pengikat fosfat (kalsium asetat-karbonat,
alumunium HCl, sevalamer)
Hipokalsemia Beri kalsium karbonat atau kalsium glukonat 10%
(10-20 cc)
Hiperurisemia Tidak perlu terapi jika kadar asam urat < 15 mg/dl

2. Indikasi Dialisis
- Terapi yang sudah diberikan tidak mampu mengontrol volume overload,
hiperkalemia, asidosis, ingesti zat toksik

16
- Komplikasi uremia berat: asterixis, efusi perikardial, ensefalopati, uremic
bleeding.2
KOMPLIKASI
Ginjal memiliki peran dalam mengontrol homeostasis dari status
volume, tekanan darah, komposisi plasma elektrolit, dan keseimbangan asam
basa, serta ekskresi dari nitrogen dan produk sisa lainnya. Komplikasi AKI
tergantung pada keparahan AKI dan kondisi lain yang mmeperberat.. AKI
ringan sampai berat biasanya asimptomatik, umumnya pada onset awal. 3,8
1. Uremia
Gangguan ginjal menyebabkan fungsi ekskresi dari nitrogen terganggu,
sehingga terjadi peningkatan produk nitogen yang bermanifestasi sebagai
peningkatan konsentrasi BUN (Blood Urea Nitrogen). BUN memiliki
toksisitas yang sedikit pada kadar di bawah 100 mg/dl. Pada kadar yang
lebih tinggi, dapat terjadi perubahan status mental dan resiko komplikasi
perdarahan dapat meningkat. Toksin lain yang secara normal diekskresi
melalui ginjal dapat meneyabakan kompleks gejala yang disebut uremia
(sindrom uremik). 3,8
2. Hipervolemia and Hipovolemia
Ekstravasasi volume cairan ekstraseluler merupakan komplikasi mayor
dari AKI oliguria dan anuria, akibat gangguan ekskresi garam dan air. Hal
ini dapat menyebabkan edema, peningkatan JVP, dan edema pulmoner.
Edema pulmoner juga dapat terjadi akibat volume overload dan perdarahan
pada sindrom renal pulmoner. AKI juga dapat menyebabkan eksaserbasi
acute lung injury yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas vaskular
dan infiltrasi sel inflamatorik pada parenkim paru. AKI yang mengalamin
perbaikan kadang-kadang disertai dengan poliuria, yang jika tidak
tertangani dapat menyebabkan kehilangan volume. Hal ini diakibatkan
diuresis osmotik yang disebabkan oleh retensi urea dan produk sisa lainnya
bersamaan dengan perlambatan pemulihan fungsi reabsorpsi tubular. 3,8

17
3. Hiponatremia
Pemberian kristaloid hipotonis yang berlebihan atau pemberian cairan
dextrose isotonic dapat menyebabkan hipoosmolaritas dan hiponatremia,
sehingga dapat terjadi gangguan neurologis termasuk. kejang. 3,8
4. Hiperkalemia
Salah satu komplikasi gangguan elektrolit pada AKI adalah hiperkalemia.
Hiperkalemia dapat menyebabkan rhabdomiolosis, hemolysis, dan tumor
lysis syndrome, yang terjadi akibat pengeluaran kalium intraseluler dari sel-
sel yang rusak. Kalium dapat berperan pada potensial membrane jaringan
kardiovaskular dan neuromuskular, sehingga dapat menyebabkan
kelemahan otot dan aritmia. 3,8
5. Asidosis
Pada AKI umumnya terjadi asidosis metabolik dengan peningkatan anion
gap, dan selanjutnya dapat mempengaruhi keseimbangan asam basa dan
keseimbangan kalium pada pasien dengan penyebab asidosis lain seperti
sepsis, ketoasidosis diabetik atau asidosis respiratorik.3,8
6. Hiperfosfatemia dan Hipokalsemia
AKI dapat menyebabkan hiperfosfatemia, umumnya pada pasien dengan
hiperkatabolisme akibat rhabdomiolisis, hemolysis dan tumor lysis
syndrome. Selain itu AKI dapat menyebabkan hipokalemia akibat
perubahan aksis vitamin D-paratiroid, biasanya bersifat asimptomatik,
namun dapat menyebabakan parestesia perioral, kaku otot, kejang, spasme
dan perpanjangan interval QT pada EKG. 3,8
7. Perdarahan
Komplikasi hematologik pada AKI yakni anemia dan perdarahan, yang
dieksaserbasi oleh penyakit penyerta seperti sepsis, penyakit hati, dan
disseminated intravascular coagulation (DIC). Efek hematologis langsung
dari AKI yang berhubungan dengan uremia, yakni penurunan eritopoesis
dan disfungsi platelet. 3,8

18
8. Infeksi
Infeksi merupakan salah satu penyebab AKI dan juga merupakan komplikasi
AKI akibat penurunan imunitas pejamu. Penurunan imunitas ini terjadi pada
penyakit ginjal end-stage. 3,8
9. Komplikasi jantung
Komplikasi AKI pada jantung meliputi cardio renal syndrome. Jantung dan
ginjal terlibat dalam fisiologi dasar, dan fungsinya terkait erat. Sementara
jantung memberikan cairan bergizi dan kaya oksigen ke seluruh tubuh, ginjal
bertanggung jawab untuk menyediakan cairan, elektrolit, dan homeostasis
asam-basa bersama dengan aktivitas neurohormonal (sintesis
erythropoietin dan aktivasi vitamin D). Terdapat 5 tipe cardiorenal sindrom
yaitu :3,10,11
Table . Tipe Cardiorenal sindrom10,11
CRS tipe I (sindrom kardiorenal akut)
Fungsi jantung yang memburuk secara mendadak (misalnya, syok kardiogenik
akut vs gagal jantung kongestif dekompensasi) yang menyebabkan cedera ginjal
akut
CRS tipe II (sindrom kardiorenal kronis)
Kelainan kronis pada fungsi jantung (mis. Gagal jantung kongestif kronis)
menyebabkan penyakit ginjal kronis progresif dan permanen.
CRS tipe III (sindroma renokardiak akut)
Memburuknya fungsi ginjal mendadak (mis., Iskemia ginjal akut atau
glomerulonefritis) menyebabkan gangguan jantung akut (mis. Gagal jantung,
aritmia, iskemia)
CRS tipe IV (sindroma renokardiak kronis)
Penyakit ginjal kronis (mis., Penyakit glomerulus kronis) berkontribusi pada
penurunan fungsi jantung, hipertrofi jantung, dan / atau peningkatan risiko
kardiovaskular yang berbahaya.
CRS tipe V (sindrom kardiorenal sekunder)
Kondisi sistemik (mis., Diabetes mellitus, sepsis) menyebabkan disfungsi
jantung dan ginjal

19
Tipe 1 CRS (kardiorenal akut, CRS-1) ditandai oleh memburuknya fungsi
jantung akut yang mengarah ke kerusakan ginjal akut (AKI). Tipe - 1 CRS dapat
digunakan untuk memperbaiki masalah kesehatan) sering setelah iskemik
(sindrom koroner akut, komplikasi operasi jantung) atau penyakit jantung non-
iskemik (penyakit katup, emboli paru).10,11
Tipe 2 CRS (Kardiorenal kronik, CRS-2) ditandai dengan kelainan kronis
pada fungsi jantung (mis. Gagal jantung kongestif kronis) menyebabkan
penyakit ginjal kronis progresif dan permanen. 10,11
Tipe 3 CRS ( Renokardiak akut, CRS-3) ditandai dengan fungsi ginjal
yang memburuk tiba-tiba (mis., Iskemia ginjal akut atau glomerulonefritis)
menyebabkan gangguan jantung akut (mis. Gagal jantung, aritmia, iskemia).
Oliguria dapat menyebabkan retensi natrium dan air mengakibatkan kelebihan
cairan akibatnya edema, cardiac overload, hipertensi, edema paru, dan
penurunan miokard. Ketidakseimbangan elektrolit (terutama hiperkalemia)
dapat berkontribusi pada risiko aritmia yang fatal dan kematian mendadak,
sedangkan asidosis metabolik terkait uremia dapat memengaruhi miosit, dan
dapat menyebabkan vasokonstriksi paru, peningkatan afterload ventrikel
kanan, dan efek inotropik negatif. 10,11
Tipe 4 CRS ( Renokardiak kronik, CRS-4) Definisi CRS tipe-4
menunjukkan interaksi yang erat antara CKD dan melibatkan kardiovaskular.
Penyakit ginjal kronis dapat berkontribusi langsung (memperburuk penyakit
jantung iskemik) dan secara langsung (tekanan dan volume berlebihan
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri) menjadi penyakit jantung. 10,11
Tipe 5 CRS ( Cardiorenal Sindrom Sekunder) terjadi komplikasi jantung
dan terjadi secara bersamaan, seperti yang terjadi pada beberapa klinis (mis.,
Sepsis) . Patofisiologi CRS-5 tergantung pada penyakit yang mendasarinya.
CRS-5 akut dihasilkan dari proses sistemik seperti sepsis, infeksi, transfer
obat, toksin, dan gangguan jaringan ikat (Lupus eritematosa sistemik, Wegener

20
granulomatosis, sarkoidosis). Di sisi lain, pada pasien dengan penyakit hati
sirosis, CRS-5 memiliki onset yang lebih berbahaya dan disfungsi ginjal dan
jantung dapat berkembang hingga mencapai titik krusial berhasil dan
dekompensasi penuh terjadi. 10,11
10. Malnutrisi
AKI sering menyebabkan keadaan hiperkatabolik parah, sehingga malnutrisi
dapat menjadi komplikasi.1,2,3
PROGNOSIS
Pasien dengan AKI memiliki resiko yang cukup besar untuk selanjutnya
berkembang menjadi gangguan ginjal kronis. Pasien dengan AKi juga memiliki
resiko tinggi menjadi end-stage renal disease dan kematian prematur.
Sehingga, pasien AKI harus terus di monitor terutama terhadap perkembangan
penyakitnya atau perburukan menjadi gangguan ginjal kronis.1,2,3

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Surachno R, Bandiara R. 2016. Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney


Injury). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing. Hal: 2147-2157
2. Alwi I, Salim S, dkk. 2015. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 379-387
3. Waikar S, Bonventre J. 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
New York: McGraw Hill. Hal: 1799-1811
4. Koza Y. 2016. Acute Kidney Injury : Current Concepts and new insights.
Turkey: Ataturk University Faculty of Medicine. Hal: 58-61
5. Nila F. 2018. Upaya Peningkatan Promotif Preventif Bagi Kesehatan
Ginjal di Indonesia. Jakarta: Kemenkes
6. Paul M, Lakhmir S, dkk. 2015. Clinical Practice Guidelines for Acute
Kidney Injury. KDIGO. Hal 14,19,20-21
7. Tanto C, Hustrini NM, dkk. 2014. Gangguan Ginjal Akut. Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius. Hal 632-634.
8. Wolfson A. 2016. Renal Failure. Philadelphia: Rosens Emergency
Medicine. Hal 1179-1187
9. Workene S, dkk. 2018. Diagnosis Diferensial Ginjal Akut. Inggris:
Medscape
10. Soman S. dkk. 2018. Cardiorenal Syndrome. Elsevier. Hal 282-284
11. Lullo IC, dkk. 2019. Classification of Cardiorenal Syndrome. Chapter
110. Elsevier. Hal 670-675

22

Anda mungkin juga menyukai