Anda di halaman 1dari 3

REZEKI DATANGNYA DARI ALLAH SWT

Anom Garbo

Program Studi Ekonomi Islam

(Disampaikan dalam Praktik Dakwah-Studi Intensif Dakwah UII)

Marilah senantiasa kita bertaqwa kepada Allah Subahnahu wa Ta’ala sebagaimana


perintahkan kepada kita, seluruh kaum Muslimin. Ketahuilah, wahai saudara-saudaraku,
taqwa adalah sebuah kata yang sangat ringan dan mudah diucapkan, tetapi berat dalam
melaksanakannya. Pada hari ini saja, cobalah kita mengingat berapa banyak dosa yang telah
kita lakukan? Berapa banyak dosa yang telah diperbuat oleh hati-hati kita? Sebagai contoh, iri
terhadap orang lain yang telah diberi kenikmatan lebih kepadanya, harta yang melimpah dan
rezeki yang banyak. Sudahkah hati kita selamat darinya pada hari ini?

Sebagian firman Allah yang menyinggung persoalan rezeki adalah

      


   
  
    
6. dan tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya[710]. semuanya tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh).

Ketahuilah ! Rezeki bagaikan hujan yang tidak terbagi secara merata. Hujan, terkadang turun
di daerah pegunungan, tidak di padang sahara atau sebaliknya; Terkadang turun di pedesaan
tidak di perkotaan atau sebaliknya dan begitu seterusnya.

Hujan bisa membawa rahmat, tapi terkadang bisa mendatangkan derita. Ingatlah ketika Allah
‘Azza wa Jalla menenggelamkan kaum Nabi Nuh ‘alaihissallam yang membangkang!
Dengan apa Allah Subahnahu wa Ta’ala membinasakan mereka? Dengan hujan yang
menyebabkan banjir dahsyat.

Begitulah harta atau bahkan dunia secara umum! Allah Subahnahu wa Ta’ala tidak
membagikannya merata kepada setiap orang. Ada yang kaya, ada yang miskin dan ada yang
berkecukupan. Harta, terkadang bermanfaat bagi hamba, terkadang harta bisa menyeretnya
kelembah nista yang berujung derita.

Jika kita semua sudah mengetahui dan menyadari bahwa rezeki telah diatur oleh Allah ‘Azza
wa Jalla, semua telah dibagi oleh Allah ‘Azza wa Jalla, lalu apa yang harus kita lakukan ?
Buat apa kita mengeluh dengan rezeki yang sedikit ? Buat apa kita iri dengan orang lain ?
Buat apa merasa hina ? Apakah harta bisa menjamin pemiliknya akan masuk surga ? Apakah
dunia bisa menjamin untuk mendapatkan keridhaan Allah Subahnahu wa Ta’ala?
Kepada orang-orang yang telah diberikan harta lebih dan berkecukupan, kita katakan, ‘Buat
apa kalian bangga dengan kekayaan kalian ? Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

“Saya pernah berdiri di pintu surga, ternyata sebagian besar yang masuk ke dalamnya
adalah orang-orang miskin…Dan saya pun pernah berdiri di pintu neraka, ternyata
sebagian besar yang masuk ke dalamnya adalah para wanita.” (HR. al-Bukhari dan
Muslim).

Hadits yang kami bawakan adalah peringatan untuk semua orang kaya dan berkecukupan.
Dalam hadits di atas, dengan sangat jelas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan bahwa penghuni surga kebanyakan berasal dari orang-orang miskin. Lalu
bagaimana dengan orang-orang kaya? Oleh karena itu, kita memperhatikan harta-harta kita
dengan lebih seksama lagi, dari mana diperoleh dan bagaimana pergunaannya?

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda :

Orang-orang fakir yang beriman akan masuk surga mendahului orang-orang kaya selama
setengah hari (di akhirat), (yang setara) dengan lima ratus tahun (di dunia).

Orang kaya bisa saja membeli makanan yang sangat mahal sampai 100 porsi atau lebih.
Tetapi, apakah dia sanggup menghabiskan semuanya dalam satu waktu ? Tentu tidak. Orang
kaya bisa saja membeli pakaian yang sangat mahal sampai 1000 jenis pakaian atau lebih.
Tetapi, apakah dia bisa memakai semuanya dalam satu waktu ? Tentu tidak.

Harta yang banyak ketika pemiliknya wafat, apakah akan dibawa mati pula ? Tidak ! Harta
tersebut akan menjadi hak ahli warisnya. Jadi, apa yang sebenarnya yang dicari di dunia ini ?

Apakah ketenaran ? Apakah pujian? Apakah kedudukan di dunia?

Subhanallah! Sungguh hina jika yang menjadi tujuan hidup adalah hal-hal tersebut.

Bersedekahlah! Ber-infaq-lah di jalan Allah! Bukakanlah pintu-pintu kebaikan untuk orang


lain. Sesungguhnya sedekah itu tidak akan mengurangi harta, sebagaimana disabdakan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Mudah-mudahan kita termasuk orang yang bisa mencari rezeki dengan cara yang halal dan
baik serta dapat memanfaatkannya di jalan yang diridhai oleh Allah Subahnahu wa Ta’ala.

Demi Allah! Bukanlah kemiskinan yang saya takutkan pada kalian. Akan tetapi yang saya
takutkan pada kalian adalah dunia dilimpahkan kepada kalian sebagaimana telah
dilimpahkan kepada orang-orang sebelum kalian, Sehingga kalian berlomba-lomba
mengejarnya sebagaimana mereka berlomba-lomba mengejarnya dan dunia akan
menghancurkan kalian sebagaimana dia telah menghancurkan mereka.” (HR. al-Bukhari dan
Muslim)

Hadits di atas dengan gamblang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
terlalu mengkhawatirkan jika umatnya miskin. Justru yang beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam takutkan adalah keadaan umatnya yang berlomba-lomba mengejar dunia, sehingga
melalaikan mereka dari akhirat.
Setelah kita mengetahui hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, mestinya kita
mau mengaca diri dan menilai diri kita sejujurnya. Adakah kita termasuk orang-orang yang
terlalaikan oleh keindahan dunia yang menipu ini?

Saudaraku kaum muslimin dan muslimat

Kekayaan apakah yang sebenarnya harus kita miliki?

Bukanlah yang dinamakan kekayaan itu dengan banyaknya barang, akan tetapi kekayaan
(yang sesungguhnya) adalah kekayaan jiwa/hati.

(HR. an-Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang hasan “(Nanti) Seorang anak Adam akan
berkata, “Hartaku! Hartaku!” (Allah pun) berfirman, “Wahai anak Adam! Tidaklah engkau
mendapatkan sesuatu apapun dari hartamu kecuali apa-apa yang kamu makan kemudian
engkau buang serta apa-apa yang engkau kenakan kemudian engkau menjadikannya lusuh
atau apa-apa yang engkau sedekahkan kemudian engkau lupakan.”

Hadits tersebut menjelaskan bahwa kekayaan hakiki adalah kekayaan hati yang dimiliki oleh
seorang Mukmin, yaitu rasa puas, ridha dan bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh
Allah ‘Azza wa Jalla. Inilah yang dinamakan dengan qana’ah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam diberikan rasa qanaah yang sangat tinggi.

Jamaah yang dicintai Allah,

Jika kita menginginkan dunia maka dunia tidak akan pernah ada habisnya. Jika seseorang
memiliki satu gunung emas, niscaya dia akan menginginkan dua gunung emas atau lebih
banyak lagi.

Sampai kapan orang-orang yang mengejar dunia akan puas ? Mereka tidak akan pernah puas
kecuali kalau mulut-mulut mereka sudah dipenuhi dengan tanah, maksudhnya kematian telah
menjemput.

Dunia bukan tujuan hidup kita. Oleh karena itu, marilah kita fokuskan diri kita untuk benar-
benar beribadah kepada Allah dan mengisi sisa-sisa hari kita ini dengan takwa kepada Allah
‘Azza wa Jalla.

Anda mungkin juga menyukai