Anda di halaman 1dari 20

PERISTIWA FATHUL MEKKAH DAN HAJJI WADA

PEMBELAJARAN SKI DI MI
DOSEN PENGAMPU: Dr. ASLAN, M.Pd.I

Oleh,

U. IWAN SUGANDI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH


IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM


SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDIN SAMBAS
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, makalah “Fathul


Mekkah dan Hajji Wada” dapat saya selesaikan sebagaimana semampu saya.
Shalawat dan salam tak lupa kita kirimkan kepada baginda Rasulullah SAW
sebagai suri teladan yang patut kita contoh.
Terima kasih kepada Dosen Pengampu Dr. ASLAN, M.Pd.I Dosen Mata
Kuliah Pembelajaran SKI di SD/MI yang telah memberikan kesempatan dan
pengarahan sehingga saya dapat menyusun makalah ini. Makalah ini membahas
tentang peristiwa fathul mekkah dan peristiwa hajji wada. Saya berharap makalah
ini dapat membantu dalam proses pembelajaran mahasiswa.
Sesungguhnya dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan, agar
dalam penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat. Aamiin.

Sambas, Juni 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................3
A. Latar Belakang Masalah.................................................................3

B. Rumusan Masalah..........................................................................3

C. Tujuan.............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN............................................................................4
A. Peristiwa Fathul Mekkah................................................................4

B. Peristiwa Hajji Wada....................................................................10

BAB III PENUTUP..................................................................................18


A. Simpulan.......................................................................................18

DAFTAR RUJUKAN...............................................................................19

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perintah Allah untuk menanamkan agama ini telah sempurna. Demikian pula
pendidikan kepada kaum muslimin, dan cobaan-cobaan Allah atas hati
mereka agar bertaqwa. Gelas kaum Quraisy telah dipenuhi oleh kedzaliman
dan permusuhan, kebencian mereka akan kebenaran, rintangan di jalan
menuju Allah , dan peperangan terhadap Islam dan pemeluknya. Oleh
karenanya, Allah berkehendak untuk memasukkan kaum muslimin ke kota
Mekkah dengan merdeka dan menang. Mereka akan mensucikan ka’bah dari
najis dan kotoran serta hal-hal keji, dan mengembalikan kota Mekkah pada
keadaan semula. Sehingga Mekkah menjadi tempat mencari pahala bagi
manusia dan rasa aman, serta menjadikan ka’bah sebagai tempat yang penuh
berkah dan petunjuk bagi seluruh alam.
Disadari bahwa masih banyak bidang Sirah Nabawiyah yang dapat
dikemukakan. Namun, keterbatasan yang ada menyebabkan kajian ini belum
mencakup seluruhnya. Insyaallah pada lain kali, kita dapat mencoba
menjamah aspek Sirah Nabawi lebih dalam lagi, khususnya pada peristiwa
Fathul Mekkah dan Hajji Wada.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peristiwa Fathul Mekkah?
2. Bagaimana peristiwa Hajji Wada?

C. Tujuan
1. Mengetahui peristiwa Fathul Mekkah.
2. Mengetahui peristiwa Hajji Wada.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peristiwa Fathul Mekkah


1. Latar Belakang terjadinya Fathul Mekkah
Dalam salah satu pasal perjanjian Hudaibiyah disebutkan bahwa
orang-orang bebas untuk bergabung dengan kelompok Muhammad atau
golongan Quraisy. Maka, Bani Khuza’ah dengan senang hati bergabung
dengan kepada Muhammad saw.1 Dikisahkan setelah menandatangani
perjanjian Hudaibiyah, bani Khuza’ah bersekutu dengan Rasulullah,
sedangkan bani Bakr bersekutu dengan golongan Quraisy. Kedua suku
tersebut pada masa jahiliyah sering terlibat dalam permusuhan dan
pertumpahan darah. Ternyata api kedengkian masih menyala di hati bani
Bakr, sehingga mereka memiliki hasrat untuk menlancarkan serangan ke
bani Khuza’ah dengan meminta bantuan kepada para pembesar Quraisy.2
Pada suatu malam, Bani Bakr menyerang Bani Khuza’ah yang
tinggal di dekat sebuah mata air bernama al-Watir, mata air ini berada di
daerah Mekkah Hilir. Mereka dibantu oleh beberapa orang Quraisy, orang-
orang Quraisy berkata: “Muhammad tidak akan mengetahui tindakan ini,
dan semoga malam ini tidak ada satu orang pun yan melihat kita.” Mereka
juga memberikan bantuan persenjataan dan kendaraan kepada Bani Bakr
dalam penyerangan terhadap Bani Khuza’ah.3 Mereka menyerang Bani
Khuza’ah secara membabi buta ketika mereka sedang lalai, sehingga
mereka berhasil membunuh lebih dari dua puluh orang.
Maka, ‘Amr ibn Salim al-Khuza’i dari bani Khuza’ah pun
berangkat ke Madinah untuk meminta bantuan dari kaum Muslimin.
Sesampainya di hadapan Rasulullah saw, ‘Amr ibn Salim al-Khuza’i
mengutarakan maksud kedatangannya.

1 DR. Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah, (Jakarta: Qisthi Press. 2005) hlm.
698
2 Fauzi Ibrahim, Muhammad SAW (Makhluk paling Mulia), (Yogyakarta: Citra Risalah,
2008) hlm. 325
3 DR. Mahdi, Biografi, hlm 698

4
Sebentar kemudian, datang Budail bin Warqa bersama beberapa
orang Khuza’ah kepada Rasulullah. Budail memberi tahu Rasulullah
tentang kaum Quraisy yang telah melanggar kesepakatan, setelah itu
mereka kembali ke Mekkah. Rasulullah saw berkata kepada sahabatnya
“Sepertinya Abu Sufyan datang untuk memperbarui perjanjian dan
menambahkan temponya!”.4
Adapun menurut riwayat yang paling mashur, ketika kaum Quraisy
menyadari kesalahannya, mereka segera mengutus Abu Sufyan ke
Madinah sebelum kaum muslim mendengar kabar pelanggaran yang
mereka lakukan. Riwayat lain menuturkan: setibanya di Madinah Abu
Sufyan tidak langsung menemui Rasulullah, tetapi terlebih dahulu
menemui putrinya yang juga istri Rasulullah, Ummu Habibah, ketika Abu
Sufyan hendak duduk diatas alas Rasulullah saw, Ummu Habibah bergegas
melipat alas itu. Sontak, Abu Sufyan pun terperangah dan kemudian
bertanya: “Wahai putriku, adakah engkau melipatnya karena memang tidak
bisa dipakai ataukah memang alas itu tidak boleh aku duduki?” Ummu
Habibah menjawab: “Ini adalah alas Rasulullah, sedangkan ayah adalah
seorang musyrik yang kotor. Itulah makanya, aku tidak suka engkau duduk
diatasnya”.5 Lantas Abu Sufyan datang Kepada Rasulullah dan berbicara
kepada beliau, tetapi beliau tidak berbicara sepatah kata pun. Kemudian
Abu Sufyan pergi ke kepada Abu Bakar, Umar, Fatimah, dan yang terakhir
Ali bermaksud untuk meminta bantuan membujuk Rasulullah agar mau
berbicara dengannya. Akhirnya Abu Sufyan kembali ke Mekkah dengan
tangan hampa.6
2. Proses Fathul Mekkah (Pembukaan kota Mekkah)
Tak lama kemudian, Rasulullah memerintahkan kaum muslimin
untuk brsiap-siap. Tapi, beliau sama sekali tidak mengatakan hendak
kemana mereka akan dibawa pergi. Tujuan itu beliau katakan beberapa

4 Abu Bakar Jabir Al-jaziri, Muhammad My Beloved Prophet, (Jakatra: Qisthi Press.
2008) hlm. 470
5 DR. Mahdi, Biografi, hlm. 699-700
6 Abul Hasan ‘Ali Al-Hasani An-Nadhwi, Sirah Nabawiyah, (Yogyakarta:Mardhiyah
Press, 2007) hal 403

5
waktu kemudian “Kita akan menyerbu Mekkah, maka bersiap siagalah”.
Sabda beliau beberapa waktu sebelum berangkat seraya memerintahkan
kaum muslimin cepat-cepat menyiagakan diri.7 Rasulullah saw bertekad
untuk memerangi kaum Quraisy dan menaklukan Mekkah, karena mereka
telah melanggar kesepakatan secara terang-terangan. Beliau pun bersiap-
siap dan memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan hal yang sama.
Lalu beliau berdo’a “Ya Allah, buta dan tulikanlah orang-orang Quraisy
dari berita kami ini, agar kami bisa menyergap mereka dengan tiba-tiba.8
Rasulullah saw juga mengundang seluruh kaum muslimin dari
berbagai suku dan kabilah yang berada di sekitar Madinah untuk ikut
dalam penyerangan ini. Tercatat, suku sulaiman, Asyja’, Muzainah, Aslam
dan Ghifar ikut mengirimkan utusan masing-masing. Mereka ada yang
langsung datang berduyun-duyun ke Madinah dan ada juga yang
bergabung dalam perjalanan. Walhasil, jumlah mereka mencapai 10.000
tentara, bahkan, tidak ada seorang pun dari kaum Muhajirin maupun
Anshor yang tertinggal.
Begitu Rasulullah saw siap berangkat, Hathib bin Abi Balta’ah al-
Badri mengirim surat kepada orang-orang musyrik Quraisy di Mekkah.
Surat itu diantar oleh seorang kurir wanita yang diupah. Adapun isinya,
memberi tahu rencana kedatangan Rasulullah saw dan pasukannya.
Rasulullah saw mengetahui hal ini melalui wahyu. Maka beliau segera
menugaskan Ali, Zubair, dan Miqdad untuk mengejar wanita tersebut.
Beliau berpesan “Pergilah kalian berdua ke Raudhah khah, karena disana
ada seorang wanita yang membawa surat untuk kaum Quraisy”. Setelah
menemukan wanita itu di tempat yang dimaksud, mereka memintanya
untuk memberikan surat yang dibawa olehnya. Akan tetapi, wanita itu
tidak mengaku membawa surat tersebut. Maka, ketiganya pun menggertak
wanita itu. Salah satu dari mereka berkata “Keluarkan surat itu, atau kami
akan menggeledah barang-barangmu!”. Akhirnya, wanita itu mau
mengeluarkan surat yang disembunyikannya.
7 DR. Mahdi, Biografi, hlm. 700
8 Abu, Muhammad, hlm. 472

6
Para ahli sejarah dan sirah nabi sepakat bahwa Rasulullah saw
berangkat untuk menaklukan kota Mekkah pada tanggal 10 Ramadhan
tahun ke-8 Hijriyah. Dalam perjalanan ini, mereka semua tetap berpuasa,
sesampainya di kadid Rasulullah saw berbuka dan diikuti oleh kaum
muslimin yang bersamanya. Selama meninggalkan Madinah, Rasulullah
saw menunjuk Abu Rihmin Kaltsum ibn Hashim ibn ‘Atabah ibn Khallaf
al-Ghifari untuk mengendalikan semua urusan pemerintahan Madinah.9
Sesampainya di Marru adz-Dzahran Rasulullah saw
memerintahkan pasukannya agar menyalakan api yang besar. Saat itu Abu
Sufyan mencari berita secara diam-diam dan berkata “Aku sama sekali
tidak pernah melihat api dan markas tentara seperti pada malam ini”. Saat
itu, Abbas bin Abdul Muthalib telah keluar dari Mekkah dengan keluarga
dan sanak saudaranya untuk berhijrah dan bertemu Rasulullah saw. Ia
mengenali suara Abu Sufyan dan berkata: “Itu adalah Rasulullah saw di
tengah-tengah manusia”. Al-Abbas kemudian menaikkan Abu Sufyan
keatas keledainya. Ia khawatir kalau ada seorang muslim yang
mendapatkan Abu Sufyan dan membunuhnya.10 Kemudian ketika Abbas
menghadapkan Abu Sufyan kepada Rasulullah saw, beliau mengajak Abu
Sufyan untuk masuk Islam. Namun, malam itu Abu Sufyan masih ragu-
ragu dengan Islam dan mendebat beliau hingga larut malam. Maka,
Rasulullah saw meminta Abbas untuk membawa Abu Sufyan ke tendanya
dan membawanya kembali menemui Rasulullah keesokan harinya.
Al-Abbas membawa Abu Sufyan ke tempat istirahatnya, esok
paginya mereka menghadap Rasulullah saw, ketika Rasulullah melihat
Abu Sufyan beliau berkata “Celakalah engkau wahai Abu Sufyan, apakah
belum tiba waktu bagimu untuk mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah swt?”

9 Ahmad Musyafiq, Pengantar Sirah Nabawiyah, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya,
2015), hlm. 230
10 Abul, Sirah Nabawiyah, hlm. 405

7
Abu Sufyan menjawab “Demi ayah dan ibuku sebagai jaminanmu!
Aku sangat menghormati, memuliakan, dan menghargai engkau, demi
Allah aku telah meyakini bahwa tiada tuhan selain Allah”.
Rasulullah saw bersabda “Celakalah engkau wahai Abu Sufyan,
apakah belum tiba waktu bagimuuntuk meyakini bahwa aku utusan
Allah?”
Abu Sufyan menjawab “Demi ayah dan ibuku sebagai
jaminanmu!” sungguh engkau amat mulia, namun demi Allah, dihatiku
masih terdapat ganjalan hingga saat ini”.
Al-Abbas menyahut “Celakalah engkau wahai Abu Sufyan,
masuklah Islam, bersaksilah bahwa tiada tuhan selain yang wajib di
sembah selain Allah dan Muhammad saw adalah utusan Allah, sebelum
aku memenggal lehermu”. Akhirnya, Abu Sufyan bersaksi dengan
syahadat dengan benar dan telah masuk Islam.
Al-Abbas bin Mutholib berkata “Wahai Rasulullah, Abu Sufyan
adalah orang yang senang dengan kebanggaan, untuk itu berikanlah
sesuatu kepadanya”. Rasulullah saw bersabda “Ya, barang siapa memasuki
rumah Abu Sufyan dia aman, barang siapa menutup pintu rumahnya dia
aman, barang siapa memasuki Masjidil Haram, dia aman”. Setelah itu Abu
Sufyan pergi, kemudian Rasulullah saw bersabda kepada pamannya, Al-
Abbas “Tahanlah Abu Sufyan di mulut lembah sampai ia dapat
menyaksikan kaum muslimim”. Al-Abbas kemudian keluar dan segera
menahan Abu Sufyan di tempat yang telah diperintahkan oleh Rasulullah.
Tidak lama kemudian, berbagai kabilah melewatinya dengan
membawa bendera masing-masing. Setiap satu kabilah lewat, Abu Sufyan
bertanya “Hai Abbas, siapa ini?” Abbas menjawab “Ini adalah kabilah
Sulaiman”. Abu sufyan berkata “Apa urusanku dengan kabilah ini?”.
Setiap kali kabilah-kabilah lewat Abu Sufyan selalu bertanya dan
menanggapi “Apa urusanku dengan kabilah ini”. Hingga lewatlah kabilah
Anshar dengan panji yang dibawa oleh Sa’ad bin Ubadah Al-Anshari, saat
itu Sa’ad berkata kepada Abu Sufyan “Wahai Abu Sufyan, hari ini adalah

8
hari pembantaian. Hari ini dibolehkan melakukan sesuatu yang dilarang di
ka’bah”. Rasulullah saw lekas bersabda “Sa’ad telah berbohong, akan
tetapi hari ini adalah hari dimana Allah swt mengangungkan ka’bah”.
Kemudian datanglah pasukan berkuda yang didominasi warna
hijau, dan setiap diri mereka diliputi baju besi. Abu Sufyan bertanya
“Maha suci Allah wahai Abbas, siapa mereka?”. Abbas menjawab “Itulah
Rasulullah saw bersama kaum muhajirin dan Anshar dengan panji yang
dibawa oleh Zubair bin Awwam”. Abu Sufyan berkata “Tidak ada satu pun
orang yang mempunyai kekuatan untuk menghadapi mereka. Demi Allah,
kerajaan Rasulullah besok pagi menjadi sangat agung.” Abbas menyahut
“Itulah kenabian, sekarang pergilah ke kaummu”.11
Rasulullah dan rombongan terus berjalan hingga sampai di Dzu
Tuwa. Beliau tetap duduk diatas tunggangannya dengan mengenakan
burdah berwarna merah dengan gagah. Setelah itu, beliau memecah-mecah
pasukannya. Rasulullah memerintahkan Khalid bin Walid bersama
pasukannya untuk masuk melalui Laith, dataran rendah Mekkah. Posisi
Khalid adalah di sebelah kanan, sementara Zubair berada di sebelah kiri
kota Mekkah. Sementara Abu Ubaid maju kedepan membawa barisan
kaum muslimin yang ada di hadapan Rasulullah.
Dikisahkan bahwa Rasulullah masuk Mekkah pada Jum’at pagi 20
Ramadhan. Dengan khidmat dan rasa syukur, seraya membaca surat al-
Fath, Rasulullah memasuki kota Mekkah melalui sebelah atas dari arah
Kida’. Beliau membaca surat ini secara berulang-ulang. Rasulullah
merendahkan kepalanya hingga jenggotnya menyentuh punggung
kendaraannya. Ini karena beliau merasa rendah di mata Allah yang telah
memberikan penghirmatan kepada beliau. Rasulullah berpesan kepada
para pemimpin pasukan agar tidak membunuh kecuali orang yang
melawan dan memerangi mereka. Sementara itu, jumlah korban tewas dari
kaum musyrikin saat itu adalah 12 sampai 13 orang.

11 Fauzi Ibrahim, Muhammad saw (Makhluk paling Mulia), (Yogyakarta: Citra Risalah,
2008) hlm. 331-333

9
Tak lama kemudian, Rasulullah saw thawaf sebanyak tujuh kali
dan mencium Hajar Aswad. Rasulullah kemudian memerintahkan
pembersihan ka’bah dari berhala-berhala. Bahkan beliau ikut terjun
langsung menghancurkan berhala-berhala itu dengan tangan beliau sendiri.
Kemudian beliau berkata “Kebenaran telah datang dan kebatilan telah
sirna, orang yang batil tidak akan tampak lagi dan tidak akan kembali”.
Lalu Rasulullah memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan.
Setalah Baitul Haram benar-benar bersih dari berhala, Rasulullah saw baru
mengirim utusan-utusan ke berbagai penjuru daerah untuk membersihkan
patung-patung berhala yang masih ada.12
Beberapa waktu kemudian, orang-orang berkumpul untuk
melakukan baiat kepada Rasulullah saw. Mereka di baiat untuk patuh dan
setia kepada Allah dan Rasul-Nya. Akhirnya, masuklah bangsa Arab ke
dalam agama Allah secara berbondong-bondong sebagai mana firman
Allah Q.s an-Nashr 1-3 yang artinya: “Apabila telah datang pertolongan
Allah dan kemenangan,dan kamu lihat manusia masuk agama Allah
dengan berbondog-bondong ,maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu
dan mohonlah ampunan kepada-Nya . Sesungguhnya Dia adalah Maha
penerima taubat”.

D. Peristiwa Hajji Wada


1. Hajji Wada (Hajji Perpisahan)
Hujjatul Wada’ atau hajji perpisahan merupakan hajji terakhir Nabi
Muhammad SAW yang dilaksanakan pada tahun 10 H (632 M). Tujuan
Nabi keluar dari Madinah menuju kota Mekkah selain untuk menunaikan
ibadah hajji, beliau ingin menyampaikan pelajaran-pelajaran penting
kepada kaum muslimin tentang syariat Islam dan manasik haji,
menunaikan kesaksian dan menyampaikan amanat. Selain itu, Nabi juga
bertujuan memberikan pesan-pesan terakhir dan menghilangkan segala
macam pengaruh jahiliah yang belum sempat dibersihkannya.

12 Abu, Muhammad, hlm. 478

10
‫ت‬ ‫ع انستتنن ت‬
‫ص ت‬ ‫اا تعلتنيته توتسلجَتم تفيِ تحجَجتة انلتوتدا ت‬
َ‫صجَلىَّ ج‬ َ‫ضتيِ ج‬
‫ تقاَتل لتتيِ النجَبتييِ ت‬: ‫اا تعننها تقاَتل‬ ‫تحتديِ ا‬
‫ث تجتريِرر تر ت‬
‫ب بتنع ر‬
‫ض‬ ‫ضاكنم ترتقاَ ت‬ ‫ب بتنع ا‬ ‫س ثاجَم تقاَتل تل تتنرتجاعوا بتنعتديِ اكجَفاَررا يِت ن‬
‫ضتر ا‬ ‫الجَناَ ت‬
Diriwayatkan dari Jarir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepadaku sewaktu Haji
Wada’ supaya menyuruh para manusia agar diam. Setelah orang-orang
diam, beliau bersabda: Janganlah kamu kembali menjadi orang-orang
kafir sepeninggalku dengan memukul-mukul leher di antara satu sama
lain di kalangan kamu. (HR Bukhari dan Muslim/ Muttafaq ‘alaih).
Karena itulah khutbah dan pengarahan yang diucapkan oleh Nabi
di hari Hujjatul Wada’ dianggap sama dengan seribu khutbah dan seribu
pengarahan di lain kesempatan. Di tempat itu setiap orang yang belum
mengerti dapat belajar, orang yang lupa dapat ingat, orang yang malas
dapat berubah jadi bersemangat dan orang yang lemah berubah menjadi
kuat.
Karena dalam kesempatan tersebut kaum muslimin sempat
mengenal Nabi dari dekat dan sempat pula menikmati rasa kasih sayang
yang dilimpahkan oleh Nabi Muhammad SAW. Segala perbuatan Nabi
yang dikerjakan semasa Hujjatul Wada’ semuanya dicatat secara mendetail
oleh para sahabat, tidak ada satu perbuatan pun yang terlupakan. Catatan
yang sedemikian mendetail itu belum pernah dialami oleh seorang pun,
baik raja, ulama maupun kaum cendekiawan sekalipun. Untuk
mengisahkan jalannya Hujjatul Wada’ Syeikh Muhammad Zakariah Al
Kandahlawi menulis kitab “Hajjatul Wada’ Wa Juz Un Umraatun Nabi
SAW”.13
Selain dikenal dengan nama populer (Hajji Wada’), dinamai juga
dengan beberapa nama lainnya:
a) Hajjat al-Islam, karena inilah hajji Nabi yang pertama dan terakhir
sesuai dengan tuntunan Islam, sebagaimana hajji itu menjadi rujukan
kaum muslimin dalam pelaksanaan ibadah haji.

13 Abul Hasan Ali Al-Hasany An-Nadwy, Riwayat Hidup Rasulullah, terj. Bey Arifin dan
Yunus Ali Muhdhar (Surabaya: Bina Ilmu,2008), hlm. 339-340.

11
b) Hajjat al-Balagh (hajji penyampai), karena dalam khutbah Nabi SAW
ketika berhajji ini, salah satu yang beliau tanyakan kepada jamaan
adalah “Apakah aku telah menyampaikan?” yakni ajaran agama
Islam.
c) Hajjat at-Tamam (hajji kesempurnaan), karena pada hari Arafah saat
Nabi wukuf, turun penegasan Allah tentang kesempurnaan agama dan
kecukupan nikmat-Nya melalui firmannya dalam surah al-Maidah: 3.
2. Perjalanan Singkat Hajji Nabi
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari bapaknya, dia
berkata: “Saya meminta kepada Jabir bin Abdillah untuk mengabarkan
tentang haji Rasulullah SAW.” Dia (Jabir) berkata: “Sesungguhnya
Rasulullah SAW tidak berhaji selama sembilan tahun. Beliau diizinkan
pada tahun kesepuluh. Pada tahun itu beliau melakukan haji. Lalu orang-
orang berdatangan ke Madinah. Mereka semua ingin berhaji bersama
Rasulullah SAW dan mengikuti apa yang dilakukannya.
Lalu kami keluar bersamanya sampai tiba di Dzul Hulaifah. Di
sana Rasulullah shalat dimasjid kemudian naik ke atas Al-Qashwaa’ (nama
unta Nabi). Hingga saat untanya tiba ditempat bernama Al-Baida’, saya
bisa melihat sejauh pandangan saya kepada orang yang berada didepannya,
ada yang berkendara dan ada pula yang berjalan. Dan yang di sisi kanan,
kiri maupun belakangnya pun seperti itu.14 Lalu beliau bertalbiyah dengan
suara keras sambil meneriakkan kalimat tauhid:
‫ك لت ت‬
‫ك‬ ‫ك توانلامنل ت‬
‫َ لتتشترنيِ ت‬،‫ك‬ ‫َ إتجَن انلتحنمتد توالنننعتمةت لت ت‬،‫ك‬
‫ك لتبجَني ت‬
‫ك لت ت‬ ‫ك اللهاجَم لتبجَني ت‬
‫ك لت تشترنيِ ت‬ ‫لتبجَني ت‬.
Ya Allah, saya memenuhi panggilanmu, tiada sekutu bagi-Mu.
Segala puji, nikmat dan kekuasaan hanya milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-
Mu.
Nabi tetap bertalbiyah sampai tiba di suatu tempat bernama Al
‘Araj. Waktu itu beliau mengendarai hanya satu kendaraan bersama Abu
Bakar. Selanjutnya Nabi meneruskan perjalanan melewati desa Abwa’,
lembah Asfan, Saraf sampai tiba di suatu tempat yang bernama Dzi

14 Imam Ibnul Jauzi, Al-Wafa: Kesempurnaan Pribadi Nabi Muhammad SAW, terj.
Mahfud Hidayat dan Abdul Mu’iz (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm. 449.

12
Thuwa. Di tempat ini beliau bermalam. Keesokan harinya setelah shalat
fajar beliau segera melanjutkan perjalanan ke kota Mekkah. Setelah masuk
ke Masjidil Haram beliau langsung menuju Ka’bah dan mencium Hajar
Aswad. Kemudian beliau memulai thawafnya dengan setengah berlari
pada putaran ketiga pertama. Nabi berada di kota Mekkah selama empat
hari (mulai hari ahad sampai rabu). Pada hari kamis beliau bersama kaum
muslimin berangkat ke Mina dan bermalam disana. Keesokan harinya
ketika matahari terbit beliau menuju ke Arafah, di tempat tersebut beliau
berkhutbah. Dalam khutbahnya Nabi menerangkan tentang dasar-dasar
agama Islam dan menghancurkan sendi-sendi syirik serta adat istiadat
jahiliah, seperti menghapuskan riba dan sebagainya. Selain itu juga
menganjurkan pada kaum muslimin untuk selalu memperhatikan hak dan
kewajiban kaum wanita, seperti berlaku baik, memberi nafkah dan pakaian
kepada mereka.
3. Khutbah Nabi SAW di Arafah
Adapun beberapa prinsip-rinsip yang dapat digali dari khutbah Haji
Wada’:
a) Seluruh kaum muslimin itu bersaudara satu sama lain, sehingga tak
seorang pun boleh mengambil kepunyaan saudaranya selain yang
diberikan olehnya secara baik.
b) Segala yang termasuk perkara jahiliah adalah hina, seperti
pertumpahan darah dan juga praktek riba.
c) Penjelasan tentang penetapan waktu sesuai dengan nama-nama
bulan.15
Di akhir khutbahnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ فتتقاَتل‬.‫ت‬
‫صنح ت‬
‫ت تونت ت‬ ‫ت توأتجَدنيِ ت‬ ‫توأتننتانم تانسأ تالوتن تعننىَّ فتتماَ أتننتانم تقاَئتالوتن؟َ تقاَالوا نتنشهتاد أتنجَ ت‬
‫ك قتند بتلجَنغ ت‬
‫ت‬ ‫ ثتلت ت‬.« ‫س » اللجَهاجَم انشهتتد اللجَهاجَم انشهتند‬
‫ث تمجَرا ر‬ ‫صبتتعته الجَسجَباَبتتة يِتنرفتاعتهاَ إتتلىَّ الجَستماَتء تويِتنناكتاتهاَ إتتلىَّ الجَناَ ت‬
‫بتإ ت ن‬
Kalian akan ditanya tentangku, apakah yang akan kalian katakan.
Jawab para sahabat: “kami bersaksi bahwa sesungguhnya engkau telah
menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah) dan telah

15 Said Ramadhan Al-Buthy, Fikih Sirah, terj. Fuad Syaifudin Nur (Jakarta: PT Mizan
Publika, 2009), hlm. 588-590.

13
menasehati.” Maka ia berkata dengan mengangkat jari telunjuk kearah
langit, lalu ia balikkan ke manusia: Ya Allah saksikanlah, Ya Allah
saksikanlah, sebanyak 3x” (HR. Muslim).
Setelah beliau berkhutbah, Allah Ta’ala menurunkan ayat:
َ‫ت لتاكام اتلنسلتتم تديِرنا‬ ‫ت لتاكنم تديِنتاكنم توأتنتتمنم ا‬
‫ت تعلتنياكنم نتنعتمتتيِ توتر ت‬
‫ضي ا‬ ‫التيوتم أتنكتمنل ا‬
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu
jadi agama bagimu…” (QS. Al-Maidah: 3).
Ketika matahari terbenam beliau turun dari Arafah menuju
Muzdalifah. Di Muzdalifah Rasulullah shalat maghrib dan isya’ kemudian
bermalam sampai pagi hari. Keesokan harinya Rasulullah menuju Mina
untuk melempar Jumrah sekaligus berpidato dan menyampaikan pesan-
pesan tentang kebesaran Idul Adha dan kesucian kota Mekkah. Selain itu
Rasulullah menganjurkan agar kaum muslimin tetap berpegang teguh pada
Al Quran dan jangan berpecah belah atau kembali pada kekafiran.
‫أانعباادنواتربجَاكنم تو ت‬.
‫صيلنوا تخنمتساكنم تو ا‬
‫صوامنواتشنهتراكنم تواتتطنياعنواتذااتنمتراكنم تتنداخلانواتجنجَةت تربناكنم‬
Sembahlah Tuhan kamu sekalian, tunaikan shalat lima waktu,
berpuasalah selama sebulan (Ramadhan), patuhilah pemimpin kamu,
semoga kamu masuk ke dalam surga Tuhan kamu.
Setelah itu Rasulullah mengucapkan salam perpisahan kepada
kaum muslimin, bahwa tahun depan belum tentu dapat melaksanakan
ibadah haji kembali. Karena itu haji beliau di sebut Hajjatul Wada’ (haji
perpisahan).16
4. Masa Sakit Rasulullah SAW
Rasulullah SAW menderita sakit selama pertengahan Shafar tahun
11 Hijriah, setelah kembali dari Makkah. Racun yang diberikan seorang
wanita Yahudi yang bernama Zainab binti Al-Harits, Istri dari Sallam bin
Masykam pelan-pelan masuk dalam sistem tubuhnya dan berdampak
menurunnya kesehatan Rasululullah secara drastis.

16 Abul, Riwayat, hlm. 340-345.

14
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, seorang perempuan Yahudi
menaburkan racun pada daging yang ia suguhkan untuk Rasulullah. Maka
Rasulullah memakannya. Beliau berkata, “Perempuan itu telah membuat
racun dalam makanan ini”. Para sahabat cemas, “Wahai Rasulullah,
apakah tidak lebih baik kita bunuh saja perempuan itu?” Beliau menjawab,
“Jangan.” Saya mengetahui dampak racun tersebut dari langit-langit mulut
Rasulullah SAW. (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud).
Abu Salamah menuturkan bahwa Rasulullah SAW biasa menerima
hadiah dan tidak menerima harta zakat. Suatu hari seorang perempuan
Yahudi di Khaibar mengirimkan hadiah pada beliau berupa sate daging
kambing. Beliau dan Bisyr bin Al-Bara’ menyantap daging tersebut.
Setelah dicicipi, Nabi SAW sadar bahwa daging itu beracun. Maka beliau
mengutus seseorang pada perempuan itu untuk menanyakan motif apa
yang menyebabkan ia melakukan hal tersebut. Perempuan itu menjawab,
“Jika benar engkau seorang Nabi, maka racun itu tidak akan berdampak
apa-apa padamu. Tetapi jika engkau seorang raja, maka saya ingin manusia
bebas dari pengaruhmu.” Ketika sakit Rasulullah SAW berkata, “racun
makanan yang pernah aku makan di Khibar masih terasa menyakitkan. Ini
pertanda otot-ototku mulai melemah. “(HR. Ibnu Ishaq dalam Al-Maghazi,
Al-Bukhari dan Ahmad).17
Rasulullah SAW telah mengucapkan selamat berpisah kepada
umatnya di Makkah, tetapi jiwanya dipenuhi dengan pikiran bahwa ia
belum shalat bagi para syuhada Uhud. Di Uhud, sambil berdiri di sisi
makam para sahabatnya beliau berdoa dengan penuh khidmat sehingga
mereka yang telah dikuburkan delapan tahun lalu itu seakan-akan
menyampaikan selamat berpisah kepada orang yang masih hidup.
Rasulullah kemudian naik mimbar dan bersabda:
“Aku harus mendahuluimu dan aku telah menjadi saksi
terhadapmu. Demi Allah, kamu akan segera bertemu denganku di “mata
air”. Aku telah diberi kunci bagi kekayaan duniawi. Demi Allah, aku tidak

17 Abul, Riwayat, hlm. 627-628.

15
khawatir terhadapmu bahwa kamu akan beralih menjadi musyrik setelah
aku meninggalkanmu. Akan tetapi aku benar-benar khawatir bahwa kamu
akan saling bunuh untuk memperoleh kekayaan duniawi.”
Pada 18 shafar Rasulullah SAW pergi ke Baqi al-Gharaqad di
tengah malam dan mendoakan orang yang sudah mati. Ia kemudian
kembali ke rumah istrinya, Maimunah. Panas dingin semakin menyerang
dan rasa sakit pun semakin meningkat. Akan tetapi, beliau melihat semua
penderitaan ini dengan penuh ketenangan dan kesabaran. Rasulullah
mengimami shalat di masjid selama kesehatannya memungkinkan, namun
jika kesehatannya menurun beliau tidak dapat melanjutkan. Suatu hari, air
telah dibasuhkan ke mukanya untuk menghilangkan sakit kepalanya. Ia
memanggil istri-istrinya dan berkata, “Kamu semua melihat bahwa aku
sakit. Saya tidak dapat mengunjungi kamu secara bergiliran. Jika kamu
tidak keberatan, saya mohon izin untuk tinggal di rumah ‘Aisyah”. Mereka
semua sepakat dan Rasulullah SAW berjalan disangga oleh Ali dan Abbas
ke rumahnya.
Abu Bakar diperintahkan oleh Rasulullah supaya memimpin shalat
semasa beliau sakit. Aisyah memberitahu suaminya bahwa ayahnya harus
dibebaskan dari tugas ini karena hatinya lemah dan dapat meneteskan air
mata saat membaca Al Quran. Nabi bersikeras pada keputusannya
sehingga Abu Bakar tidak memiliki pilihan lain kecuali mengimami
shalat.18
5. Wafatnya Rasulullah SAW
Rasulullah meninggalkan dunia ketika beliau sudah menguasai
seluruh Jazirah Arab. Raja-raja dunia menyegani beliau, semua sahabat
menyanggupkan diri untuk membela beliau dengan jiwa dan harta benda
mereka. Ketika wafat Rasulullah SAW tidak meninggalkan Dinar maupun
Dirham (uang), tidak meninggalkan budak laki-laki atau wanita, tidak
meninggalkan apa-apa kecuali seekor keledai putih, senjata dan sebidang
tanah yang beliau sadaqahkan.
18 Abdul Hamid Siddiqi, Sirah Nabi Muhammad SAW (Bandung: Marja, 2005), hlm.
383-384.

16
Di waktu Rasulullah wafat, sebuah baju besi beliau masih tergadai
kepada seorang Yahudi dengan 30 sha’ tepung gandum, tidak punya uang
untuk menebusnya sampai beliau wafat. Di waktu sakit beliau
memerdekakan 40 orang dan masih punya 7 atau 6 dinar yang beliau
perintahkan agar Aisyah r.a. menyedekahkannya.
Berkata Aisyah r.a:
‫ف تلىَّ فتاَ تتكنل ا‬
َّ‫ت تمننها تحجَتى‬ ‫َ اتلجَتش ن‬،‫تااونفىَّ تراسنوال ات توتماَتفىَّ بتنيتتنىَّ تشرئ يِتأناكلاها اذنوتكبترد‬
‫طارتشتعنيررتفىَّ تر ف‬
َّ‫طاَتل فتاكنلتاها فتفتنتتى‬
‫ ت‬.
Diwafatkan Rasulullah SAW, sedangkan di rumah saya tidak ada
suatu yang dapat dimakan kecuali sedikit tepung gandum dalam saraku,
itulah yang aku makan sedikit demi sedikit sampai habis.
Rasulullah wafat pada hari senin 12 Rabiul Awwal tahun 11
Hijriyah, setelah tergelincir matahari dalam usia 63 tahun. Hari wafat
Rasulullah menjadi hari terhitam dan musibah paling menyedihkan bagi
kaum muslimin, hari kerugian bagi perikemanusiaan.
Berkata Anas dan Abu Sa’iid Al-Khudary r.a., “Adalah hari
kedatangan Rasulullah SAW ke Madinah, hari yang paling gemilang
dengan sinarnya yang menyinari segala sesuatu, sedang hari kewafatan
beliau adalah hari paling gelap dengan kegelapan yang meliputi segala
sesuatu. Di antara yang menangis, maka Ummu Aimanlah yang paling
hebat tangisnya, sehingga orang bertanya kepadanya, “Apa yang
menyebabkan engkau menangis dengan wafatnya Nabi SAW?” Jawabnya;
“Aku tahu bahwa Nabi SAW suatu hari pasti wafat, yang aku tangisi bukan
kewafatan beliau, tapi karena terputusnya wahyu dengan kewafatan
beliau.19

19 Abul, Riwayat, hlm. 364-365.

17
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dalam salah satu pasal perjanjian Hudaibiyah disebutkan bahwa orang-orang
bebas untuk bergabung dengan kelompok Muhammad atau golongan Quraisy.
Maka, Bani Khuza’ah dengan senang hati bergabung dengan kepada
Muhammad saw. Dikisahkan setelah menandatangani perjanjian Hudaibiyah,
bani Khuza’ah bersekutu dengan Rasulullah, sedangkan bani Bakr bersekutu
dengan golongan Quraisy. Kedua suku tersebut pada masa jahiliyah sering
terlibat dalam permusuhan dan pertumpahan darah.
Dikisahkan bahwa Rasulullah masuk Mekkah pada Jum’at pagi 20
Ramadhan. Dengan khidmat dan rasa syukur, seraya membaca surat al-Fath,
Rasulullah memasuki kota Mekkah melalui sebelah atas dari arah Kida’.
Beliau membaca surat ini secara berulang-ulang. Rasulullah merendahkan
kepalanya hingga jenggotnya menyentuh punggung kendaraannya. Ini karena
beliau merasa rendah di mata Allah yang telah memberikan penghirmatan
kepada beliau. Rasulullah berpesan kepada para pemimpin pasukan agar tidak
membunuh kecuali orang yang melawan dan memerangi mereka.
Hujjatul Wada’ dilaksanakan pada tahun 10 H (632 M). Tujuan Nabi keluar
dari Madinah menuju kota Mekkah selain untuk menunaikan ibadah hajji,
beliau ingin menyampaikan pelajaran-pelajaran penting kepada kaum
Muslimin.
Menjelang wafatnya, Rasulullah SAW menderita sakit selama pertengahan
shafar tanggal 11 Hijriah. Racun yang diberikan oleh wanita Yahudi yang
bernama Zainab binti Al-Harits berdampak pada menurunnya kesehatan
Rasululullah secara drastis. Rasulullah wafat pada hari senin 12 Rabiul
Awwal tahun 11 Hijriyah, setelah tergelincir matahari dalam usia 63 tahun.

18
DAFTAR RUJUKAN

Ahmad, Mahdi Rizqullah. 2005. Biografi Rasulullah, Jakarta: Qisthi Press.


Al-Buthy Said Ramadhan. 2009: Fikih Sirah, terj. Fuad Syaifudin Nur. Jakarta:
PT Mizan Publika
Ali Al-Hasany An-Nadwy Abul Hasan. 2008: Riwayat Hidup Rasulullah, terj. Bey
Arifin dan Yunus Ali Muhdhar. Surabaya: Bina Ilmu
Al-Jaziri, Abu Bakar Jabir. 2008. Muhammad My Beloved Prophet, Jakatra:
Qisthi Press.
An-Nadhwi , Abul Hasan ‘Ali Al-Hasani2007. Sirah Nabawiyah,
Yogyakarta:Mardhiyah Press.
Hamid Siddiqi Abdul. 2005: Sirah Nabi Muhammad SAW. Bandung: Marja
Ibnul Jauzi Imam. 2006: Al-Wafa: Kesempurnaan Pribadi Nabi Muhammad SAW,
terj. Mahfud Hidayat dan Abdul Mu’iz. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Ibrahim, Fauzi. 2008. Muhammad saw (Makhluk paling Mulia), Yogyakarta: Citra
Risalah.
Musyafiq, Ahmad. 2015. Pengantar Sirah Nabawiyah, Semarang: CV. Karya
Abadi Jaya.

19

Anda mungkin juga menyukai