Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR DI RUANG HCU


RSUD KOTA SALATIGA

Disusun oleh
RIZKI VITA ASTUTI
P27220018207

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

0
Laporan Pendahuluan Fraktur

A. Konsep Fraktur
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (helmi, 2012).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
sesuai jenis dan luasnya. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (ningsih, 2009).
Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah yang digunakan untuk
menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain fraktur inkomplet,
fraktur simple, dan fraktur compound (Corwin, 2008).
Kesimpulan, Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
disebabkan trauma langsung ataupun trauma tidak langsung.
2. Etiologi Fraktur
1) Cedera Traumatik
Cedera traumatic pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah seacara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2) Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, seperti :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali atau progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio.
(Sachdeva, 2000 dalam Kristiyanasari,2012).
3. Klasifikasi Fraktur

1
Klasifikasi Fraktur menurut Nur Arif & Kusuma (2013) dapat dibagi
menjadi beberapa bagian, diantaranya :
1) Klasifikasi Etiologis
a. Fraktur traumatic
b. Fraktur Patologis, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah-daerah
tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses
patologik lainnya (infeksi dan kelainan bawaan) dan dapat terjadi
secara spontan atau akibat trauma ringan.
c. Fraktur Beban (Kelelahan), yaitu fraktur yang terjadi pada orang-
orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas merka atau karena
adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang
menopang berat badan.
2) Klasifikasi Klinis
a. Fraktur Tertutup (simple Fraktur), adalah fraktur dengan kulit yang
tidak tembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan.
b. Fraktur Terbuka (compound Fraktur), adalah frktur dengan kulit
ekstremitas yang terlibat telah ditembus, dan terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan
kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :
a) Grade 1 : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit
 Luka < 1 cm
 Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka
remuk
 Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
 Kontaminasi minimal
b) Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit.
 Laserasi < 1cm
 Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse.
 Fraktur kominutif sedang
 Kontaminasi sedang
c) Grade III : Banyak sekali jejas kerusakan kulit, otot jaringan
saraf dan pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm
3) Klasifikasi Radiologis
a. Lokalisasi: diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan
dislokasi.
b. Konfigurasi: F.Transversal, F.Oblik, F.Spinal, F.Segmental,
F.Komunitif (lebih dari dua fragmen), F.Avulse, F.Depresi, F.Epifisis.

2
c. Menurut Ekstensi: F.Total, F.Tidak Total, F.Buckle atau torus,
F.Garis rambut, F.greenstick (fraktur sepanjang garis tengah tulang).
d. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak
bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over
riding, impaksi)
4. Patofisiologi dan Pathway Fraktur
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel
baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati (Carpenito, 2009)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf

3
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Brunner & suddarth, 2008).

Pathway

(Nur Arif & Kusuma, 2015)


5. Manifestasi Klinik Fraktur
Manifestasi klinis fraktur yaitu (Nur Arif dan Kusuma, 2015):
a. Nyeri
b. Tidak dapat menggunakan anggota gerak.
c. Deformitas akibat kehilangan kelurusan (alignment) yang dialami.

4
d. Pembengkakan akibat vasodilatasi dalam infiltrasi leukosit serta sel-
sel mast.
e. Saat ekstremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. tanda ini
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari.
g. Krepitasi.
h. Spasme otot.
6. Penatalaksanaan Fraktur
Penatalaksanaan menurut Muttaqin (2008)
1) Penatalaksanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur
dengan bidai eksterna hannya memberikan imobilisasi. Biasanya
menggunakan gips atau macam-macam bidai dari plastik atau
metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan
imobilisasi eksterna dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup
yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum
dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan kounter traksi.
Tindakan ini mempunyai tujuan utama , yaitu beberapa reduksi
yang bertahap dan imobilisasi.
2) Penatalaksanaan pembedahan
Penatalaksanaan ini sangatlah penting diketahui oleh perawat,
jika ada keputusan klien diindikasikan untuk menjalani pembedahan,
perawat mulai berperan dalam asuhan keperawatan tersebut.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal perkutan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi ekternal tulang
yaitu :

a) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau reduksi


terbuka dengan fiksasi internal.Orif akan mengimobilisasi
fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukan

5
paku, scrup atau pen ke dalam tempat fraktur untuk
mengfiksasi bagian tulang pada fraktur secara bersamaan.
Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada
tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.

b) Open Reduction Terbuka dengan fiksasi eksternal. Tindakan


ini merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi
eksternal dapat menggunakan konselosascrew atau dengan
metilmetaklirat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan
jenis-jenis lain seperti gips.
7. Pemeriksaan Penunjang Fraktur
Menurut Ignatavicius dan Donna D (2006) dalam Wahid (2013)
mengatakan pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai
berikut :
1) Pemeriksaan radiologi
Pada diagnosis fraktur, pemeriksaan yang penting adalah
menggunakan sinar rontgen (X-ray). Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam membaca gambaran radiologis adalah 6A, yaitu
sebagai berikut :
a. Anatomi (misalnya proksimal tibia).
b. Artikular (misalnya intra-Vs ekstra-artikular).
c. Alignment (misalnya: first plane).
d. Angulation.
e. Apeks (maksudnya fragmen distal fraktur).
f. Apposition.
CT scan biasanya dilakukan hanya dilakukan pada beberapa
kondisi fraktur yang mana pemeriksaan radiografi tidak mencapai
kebutuhan diagnosis.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan untuk mengetahui
lebih jauh kelainan yang terjadi seperti berikut:
a. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
b. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.

6
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH -5),
Asparat Amino Transferase (AST), aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lainnya
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas: Dilakukan pada
kondisi fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi, maka biasanya
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsy tulang dan otot : Diindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi.
f. MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
8. Komplikasi Fraktur
Komplikasi pada fraktur digolongkan menjadi dua, yaitu (Wahid,2013):
1) Komplikasi awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartemen syndrom
Kompartemen syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan pembebatan terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hipertensi, tachypnea, dan demam.

d. Infeksi
Setelah pertahanan tulang rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopaedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias

7
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
e. Avaskuler nekrosis
(AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang
bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksienasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi dalam waktu lama
a. Delayed Union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disababkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
b. Non Union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap,kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Non union ditandai denga adanya pergerakan yang berlebih
pada sis fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoaethosis. Ini
juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Mal union
Mal union merupakan penyembuhan tualng di tandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Mal union dilakukan dalam pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal MRS, diagnosa medis, no. Registrasi.
2) Keluhan Utama

8
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan :
 Provoking Inciden : Apakah ada peristiwa yang mnjadi faktor
prepitasi nyeri.
 Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
 Region radiation : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar/ menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
 Saverity ( scale of pain ) : seberapa jauh nyeri yang dirasakan pasien,
bisa berdasarkan nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
 Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari/siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif, dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur) atau pernah
punya penyakit yang menular / menurun sebelumnya.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada atau tidak yang menderita esteoporosis, arthritis
dan tuberkulosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
6) Pola fungsi kesehatan
a. Pola resepsi dan tatalaksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal higiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB
dn BAK.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama
sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
c. Pola eliminasi

9
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi
defekasi pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
d. Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
e. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh
perawat/keluarga.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup / tidak
dapat bekerja lagi.
g. Pola sensori kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola
kognitif atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan.
h. Pola hubungan peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik
diri.

i. Pola penanggulangan stress


Perlu ditanya apakah membuat pasien menjai stress dan biasanya
masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga.
j. Pola reproduksi sesual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum
berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
2. Diagnosa
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal.
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan peredaran darah
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan laserasi kulit
5) Resiko syok berhubungan dengan hipovolemi
3. Intervensi
No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (NIC)

10
Dx (NOC)
1 NOC NIC
 Pain Level, Pain Management
 Pain control  Lakukan pengkajian nyeri secara
 Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi frekuensi,
Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
 Mampu mengontrol  Observasi reaksi nonverbal dan
nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu  Gunakan teknik komunikasi
menggunakan tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri,  Bantu pasierl dan keluarga untuk
mencari bantuan) mencari dan menemukan dukungan
 Melaporkan bahwa nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat
berkurang dengan mempengaruhi nyeri seperti suhu
menggunakan ruangan, pencahayaan dan
manajemen nyeri kebisingan
 Mampu mengenali nyeri  Kurangi faktor presipitasi nyeri
(skala, intensitas,  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
frekuensi dan tanda menentukan intervensi
nyeri)  Ajarkan tentang teknik non
 Menyatakan rasa farmakologi
nyaman setelah nyeri  Berikan anaIgetik untuk mengurangi
berkurang nyeri
 Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu

11
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala

2 NOC NIC
 Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
 Mobility level  Monitoring vital sign
 Self care : ADLs sebelum/sesudah latihan dan lihat
 Transfer performance respon pasien saat latihan
 Konsultasikan dengan terapi fisik
Kriteria Hasil: tentang rencana ambulasi sesuai
 Klien meningkat dalam dengan kebutuhan
aktivitas fisik  Bantu klien untuk menggunakan
 Mengerti tujuan dan tongkat saat berjalan dan cegah
peningkatan mobilitas terhadap cedera
 Memverbalisasikan  Ajarkan pasien atau tenaga
perasaan dalam kesehatan lain tentang teknik
meningkatkan kekuatan dan ambulasi
kemampuan berpindah  Kaji kemampuan pasien dalam
 Memperagakan penggunaan mobilisasi
alat  Latih pasien dalam pemenuhan
 Bantu untuk mobilisasi kebutuhan ADLs secara mandiri
(walker) sesuai kemampuan
 Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien.
 Berikan alat bantu jika klien
memerlukan.
 Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.

3 NOC NIC
 Circulation status Peripheral Sensation Management
 Tissue Perfusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
 Monitor adanya daerah tertentu yang
Kriteria Hasil : hanya peka terhadap
Mendemonstrasikan status panas/dingin/tajam/tumpul
sirkulasi yang ditandai  Monitor adanya paretese
dengan:  lnstruksikan keluarga untuk
 Tekanan systole dan mengobservasi kulit jika ada isi atau
diastole dalam rentang laserasi
yang diharapkan  Gunakan sarung tangan untuk
 Tidak ada ortostatik proteksi
hipertensi  Batasi gerakan pada kepala, leher
 Tidak ada tanda tanda dan punggung
peningkatan tekanan  Monitor kemampuan BAB

12
intrakranial (tidak lebih  Kolaborasi pemberian analgetik
dari 15 mmHg)  Monitor adanya tromboplebitis
Mendemonstrasikan,  Diskusikan menganai penyebab
kemampuan kognitif yang perubahan sensasi
ditandai dengan:
 Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yang
utuh : tingkat kesadaran
membaik tidak ada gerakan
gerakan involunter

4 NOC NIC
 Tissue Integrity : Skin and Pressure Management
Mucous Membranes  Anjurkan pasien untuk
 Hemodyalis akses menggunakan pakaian yang longgar
 Hindari kerutan pada tempat tidur
Kriteria Hasil :  Jaga kebersihan kulit agar tetap
 Integritas kulit yang baik bersih dan kering
bisa dipertahankan  Mobilisasi pasien (ubah posisi
(sensasi, elastisitas, pasien) setiap dua jam sekali
temperatur, hidrasi,  Monitor kulit akan adanya
pigmentasi) kemerahan
 Tidak ada luka/lesi pada  Oleskan lotion atau minyak/baby oil
kulit pada daerah yang tertekan
 Perfusi jaringan baik  Monitor aktivitas dan mobilisasi
 Menunjukkan pemahaman pasien
dalam proses perbaikan  Monitor status nutrisi pasien
kulit dan mencegah  Memandikan pasien dengan sabun
terjadinya cedera berulang dan air hangat
 Mampu melindungi kulit Insision site care
dan mempertahankan  Membersihkan, memantau dan
kelembaban kulit dan meningkatkan proses penyembuhan
perawatan alami pada luka yang ditutup dengan
jahitan, klip atau straples
 Monitor proses kesembuhan area
insisi
 Monitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi
 Bersihkan area sekitar jahitan atau

13
staples, menggunakan lidi kapas
steril
 Gunakan preparat antiseptic, sesuai
program
 Ganti balutan pada interval waktu
yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai
program

5 NOC NIC
 Syok prevention Syok prevention
 Syok management  Monitor status sirkulasi BP, warna
kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR,
Kriteria Hasil : dan ritme, nadi perifer, dan kapiler
 Nadi dalam batas yang refill.
diharapkan  Monitor tanda inadekuat oksigenasi
 Irama jantung dalam jaringan
batas yang diharapkan  Monitor suhu dan pernafasan
 Frekuensi nafas dalam  Monitor input dan output
batas yang diharapkan  Pantau nilai labor : HB, HT, AGD
 Irama pernapasan dalam dan elektrolit
batas yang diharapkan  Monitor hemodinamik invasi yng
 Natrium serum dalam sesuai
batas normal  Monitor tanda dan gejala asites
 Kalium serum dalam  Monitor tanda awal syok
batas normal  Tempatkan pasien pada posisi
 Klorida serum dalam supine, kaki elevasi untuk
batas normal peningkatan preload dengan tepat
 Kalsium serum dalam  Lihat dan pelihara kepatenan jalan
batas normal nafas
 Magnesium serum  Berikan cairan IV dan atau oral yang
dalam batas normal tepat
 PH darah serum dalam  Berikan vasodilator yang tepat
batas normal  Ajarkan keluarga dan pasien tentang
tanda dan gejala datangnya syok
 Ajarkan keluarga dan pasien tentang
langkah untuk mengatasi gejala syok
Syok management
 Monitor tekanan nadi
 Monitor status cairan, input, output
 Catat gas darah arteri dan oksigen
 dijaringan
 Monitor EKG, sesuai
 Menggambar gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
 Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya, CVP, MAP,
tekanan kapiler pulmonal / arteri)

14
 Memantau faktor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya, PaO2 kadar hemoglobin
SaO2, CO), jika tersedia
 Memonitor gejala gagal pernafasan
(misalnya, rendah PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat, kelelahan otot
pernafasan)
 Monitor nilai laboratorium
(misalnya, CBC dengan diferensial)
koagulasi profil,ABC, tingkat laktat,
budaya, dan profil kimia)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:


EGC.
Bulechek, G.M., Butcher H.K (dkk). 2016. Nursing Interventions Classification
(NIC) Edisi Keenam. Missouri: Mosby Elsevier.

Carpenito, L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Aditya Media.

Kusuma, H., Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Lukman Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sisytem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Moorhead, S., Johnson, M., dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC)
Edisi Kelima. Missouri: Mosby Elsevier.
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

Nanda - I. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.


Jakarta: EGC.

15
Noor Helmi, Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal jilid 1. Jakarta:
Salemba Medika.
Sugeng, Jitowiyono dan Weni Kristiyanasari. 2012. Asuhan Keperawatan Post
Operasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media.

16

Anda mungkin juga menyukai