Disusun oleh
RIZKI VITA ASTUTI
P27220018207
0
Laporan Pendahuluan Fraktur
A. Konsep Fraktur
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (helmi, 2012).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
sesuai jenis dan luasnya. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (ningsih, 2009).
Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah yang digunakan untuk
menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain fraktur inkomplet,
fraktur simple, dan fraktur compound (Corwin, 2008).
Kesimpulan, Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
disebabkan trauma langsung ataupun trauma tidak langsung.
2. Etiologi Fraktur
1) Cedera Traumatik
Cedera traumatic pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah seacara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2) Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, seperti :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali atau progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio.
(Sachdeva, 2000 dalam Kristiyanasari,2012).
3. Klasifikasi Fraktur
1
Klasifikasi Fraktur menurut Nur Arif & Kusuma (2013) dapat dibagi
menjadi beberapa bagian, diantaranya :
1) Klasifikasi Etiologis
a. Fraktur traumatic
b. Fraktur Patologis, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah-daerah
tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses
patologik lainnya (infeksi dan kelainan bawaan) dan dapat terjadi
secara spontan atau akibat trauma ringan.
c. Fraktur Beban (Kelelahan), yaitu fraktur yang terjadi pada orang-
orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas merka atau karena
adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang
menopang berat badan.
2) Klasifikasi Klinis
a. Fraktur Tertutup (simple Fraktur), adalah fraktur dengan kulit yang
tidak tembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan.
b. Fraktur Terbuka (compound Fraktur), adalah frktur dengan kulit
ekstremitas yang terlibat telah ditembus, dan terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan
kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :
a) Grade 1 : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka
remuk
Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
Kontaminasi minimal
b) Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit.
Laserasi < 1cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse.
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
c) Grade III : Banyak sekali jejas kerusakan kulit, otot jaringan
saraf dan pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm
3) Klasifikasi Radiologis
a. Lokalisasi: diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan
dislokasi.
b. Konfigurasi: F.Transversal, F.Oblik, F.Spinal, F.Segmental,
F.Komunitif (lebih dari dua fragmen), F.Avulse, F.Depresi, F.Epifisis.
2
c. Menurut Ekstensi: F.Total, F.Tidak Total, F.Buckle atau torus,
F.Garis rambut, F.greenstick (fraktur sepanjang garis tengah tulang).
d. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak
bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over
riding, impaksi)
4. Patofisiologi dan Pathway Fraktur
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel
baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati (Carpenito, 2009)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
3
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Brunner & suddarth, 2008).
Pathway
4
d. Pembengkakan akibat vasodilatasi dalam infiltrasi leukosit serta sel-
sel mast.
e. Saat ekstremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. tanda ini
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari.
g. Krepitasi.
h. Spasme otot.
6. Penatalaksanaan Fraktur
Penatalaksanaan menurut Muttaqin (2008)
1) Penatalaksanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur
dengan bidai eksterna hannya memberikan imobilisasi. Biasanya
menggunakan gips atau macam-macam bidai dari plastik atau
metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan
imobilisasi eksterna dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup
yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum
dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan kounter traksi.
Tindakan ini mempunyai tujuan utama , yaitu beberapa reduksi
yang bertahap dan imobilisasi.
2) Penatalaksanaan pembedahan
Penatalaksanaan ini sangatlah penting diketahui oleh perawat,
jika ada keputusan klien diindikasikan untuk menjalani pembedahan,
perawat mulai berperan dalam asuhan keperawatan tersebut.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal perkutan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi ekternal tulang
yaitu :
5
paku, scrup atau pen ke dalam tempat fraktur untuk
mengfiksasi bagian tulang pada fraktur secara bersamaan.
Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada
tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
6
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH -5),
Asparat Amino Transferase (AST), aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lainnya
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas: Dilakukan pada
kondisi fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi, maka biasanya
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsy tulang dan otot : Diindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi.
f. MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
8. Komplikasi Fraktur
Komplikasi pada fraktur digolongkan menjadi dua, yaitu (Wahid,2013):
1) Komplikasi awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartemen syndrom
Kompartemen syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan pembebatan terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hipertensi, tachypnea, dan demam.
d. Infeksi
Setelah pertahanan tulang rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopaedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias
7
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
e. Avaskuler nekrosis
(AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang
bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksienasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi dalam waktu lama
a. Delayed Union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disababkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
b. Non Union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap,kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Non union ditandai denga adanya pergerakan yang berlebih
pada sis fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoaethosis. Ini
juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Mal union
Mal union merupakan penyembuhan tualng di tandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Mal union dilakukan dalam pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
8
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan :
Provoking Inciden : Apakah ada peristiwa yang mnjadi faktor
prepitasi nyeri.
Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
Region radiation : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar/ menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
Saverity ( scale of pain ) : seberapa jauh nyeri yang dirasakan pasien,
bisa berdasarkan nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari/siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif, dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur) atau pernah
punya penyakit yang menular / menurun sebelumnya.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada atau tidak yang menderita esteoporosis, arthritis
dan tuberkulosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
6) Pola fungsi kesehatan
a. Pola resepsi dan tatalaksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal higiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB
dn BAK.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama
sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
c. Pola eliminasi
9
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi
defekasi pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
d. Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
e. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh
perawat/keluarga.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup / tidak
dapat bekerja lagi.
g. Pola sensori kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola
kognitif atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan.
h. Pola hubungan peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik
diri.
10
Dx (NOC)
1 NOC NIC
Pain Level, Pain Management
Pain control Lakukan pengkajian nyeri secara
Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi frekuensi,
Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
Mampu mengontrol Observasi reaksi nonverbal dan
nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu Gunakan teknik komunikasi
menggunakan tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri, Bantu pasierl dan keluarga untuk
mencari bantuan) mencari dan menemukan dukungan
Melaporkan bahwa nyeri Kontrol lingkungan yang dapat
berkurang dengan mempengaruhi nyeri seperti suhu
menggunakan ruangan, pencahayaan dan
manajemen nyeri kebisingan
Mampu mengenali nyeri Kurangi faktor presipitasi nyeri
(skala, intensitas, Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
frekuensi dan tanda menentukan intervensi
nyeri) Ajarkan tentang teknik non
Menyatakan rasa farmakologi
nyaman setelah nyeri Berikan anaIgetik untuk mengurangi
berkurang nyeri
Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu
11
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala
2 NOC NIC
Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
Mobility level Monitoring vital sign
Self care : ADLs sebelum/sesudah latihan dan lihat
Transfer performance respon pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik
Kriteria Hasil: tentang rencana ambulasi sesuai
Klien meningkat dalam dengan kebutuhan
aktivitas fisik Bantu klien untuk menggunakan
Mengerti tujuan dan tongkat saat berjalan dan cegah
peningkatan mobilitas terhadap cedera
Memverbalisasikan Ajarkan pasien atau tenaga
perasaan dalam kesehatan lain tentang teknik
meningkatkan kekuatan dan ambulasi
kemampuan berpindah Kaji kemampuan pasien dalam
Memperagakan penggunaan mobilisasi
alat Latih pasien dalam pemenuhan
Bantu untuk mobilisasi kebutuhan ADLs secara mandiri
(walker) sesuai kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien.
Berikan alat bantu jika klien
memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
3 NOC NIC
Circulation status Peripheral Sensation Management
Tissue Perfusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
Monitor adanya daerah tertentu yang
Kriteria Hasil : hanya peka terhadap
Mendemonstrasikan status panas/dingin/tajam/tumpul
sirkulasi yang ditandai Monitor adanya paretese
dengan: lnstruksikan keluarga untuk
Tekanan systole dan mengobservasi kulit jika ada isi atau
diastole dalam rentang laserasi
yang diharapkan Gunakan sarung tangan untuk
Tidak ada ortostatik proteksi
hipertensi Batasi gerakan pada kepala, leher
Tidak ada tanda tanda dan punggung
peningkatan tekanan Monitor kemampuan BAB
12
intrakranial (tidak lebih Kolaborasi pemberian analgetik
dari 15 mmHg) Monitor adanya tromboplebitis
Mendemonstrasikan, Diskusikan menganai penyebab
kemampuan kognitif yang perubahan sensasi
ditandai dengan:
Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
Memproses informasi
Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yang
utuh : tingkat kesadaran
membaik tidak ada gerakan
gerakan involunter
4 NOC NIC
Tissue Integrity : Skin and Pressure Management
Mucous Membranes Anjurkan pasien untuk
Hemodyalis akses menggunakan pakaian yang longgar
Hindari kerutan pada tempat tidur
Kriteria Hasil : Jaga kebersihan kulit agar tetap
Integritas kulit yang baik bersih dan kering
bisa dipertahankan Mobilisasi pasien (ubah posisi
(sensasi, elastisitas, pasien) setiap dua jam sekali
temperatur, hidrasi, Monitor kulit akan adanya
pigmentasi) kemerahan
Tidak ada luka/lesi pada Oleskan lotion atau minyak/baby oil
kulit pada daerah yang tertekan
Perfusi jaringan baik Monitor aktivitas dan mobilisasi
Menunjukkan pemahaman pasien
dalam proses perbaikan Monitor status nutrisi pasien
kulit dan mencegah Memandikan pasien dengan sabun
terjadinya cedera berulang dan air hangat
Mampu melindungi kulit Insision site care
dan mempertahankan Membersihkan, memantau dan
kelembaban kulit dan meningkatkan proses penyembuhan
perawatan alami pada luka yang ditutup dengan
jahitan, klip atau straples
Monitor proses kesembuhan area
insisi
Monitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi
Bersihkan area sekitar jahitan atau
13
staples, menggunakan lidi kapas
steril
Gunakan preparat antiseptic, sesuai
program
Ganti balutan pada interval waktu
yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai
program
5 NOC NIC
Syok prevention Syok prevention
Syok management Monitor status sirkulasi BP, warna
kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR,
Kriteria Hasil : dan ritme, nadi perifer, dan kapiler
Nadi dalam batas yang refill.
diharapkan Monitor tanda inadekuat oksigenasi
Irama jantung dalam jaringan
batas yang diharapkan Monitor suhu dan pernafasan
Frekuensi nafas dalam Monitor input dan output
batas yang diharapkan Pantau nilai labor : HB, HT, AGD
Irama pernapasan dalam dan elektrolit
batas yang diharapkan Monitor hemodinamik invasi yng
Natrium serum dalam sesuai
batas normal Monitor tanda dan gejala asites
Kalium serum dalam Monitor tanda awal syok
batas normal Tempatkan pasien pada posisi
Klorida serum dalam supine, kaki elevasi untuk
batas normal peningkatan preload dengan tepat
Kalsium serum dalam Lihat dan pelihara kepatenan jalan
batas normal nafas
Magnesium serum Berikan cairan IV dan atau oral yang
dalam batas normal tepat
PH darah serum dalam Berikan vasodilator yang tepat
batas normal Ajarkan keluarga dan pasien tentang
tanda dan gejala datangnya syok
Ajarkan keluarga dan pasien tentang
langkah untuk mengatasi gejala syok
Syok management
Monitor tekanan nadi
Monitor status cairan, input, output
Catat gas darah arteri dan oksigen
dijaringan
Monitor EKG, sesuai
Menggambar gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya, CVP, MAP,
tekanan kapiler pulmonal / arteri)
14
Memantau faktor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya, PaO2 kadar hemoglobin
SaO2, CO), jika tersedia
Memonitor gejala gagal pernafasan
(misalnya, rendah PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat, kelelahan otot
pernafasan)
Monitor nilai laboratorium
(misalnya, CBC dengan diferensial)
koagulasi profil,ABC, tingkat laktat,
budaya, dan profil kimia)
DAFTAR PUSTAKA
Moorhead, S., Johnson, M., dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC)
Edisi Kelima. Missouri: Mosby Elsevier.
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
15
Noor Helmi, Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal jilid 1. Jakarta:
Salemba Medika.
Sugeng, Jitowiyono dan Weni Kristiyanasari. 2012. Asuhan Keperawatan Post
Operasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media.
16