(Makalah) PPGDON Pertolongan Pertama Kegawat..
(Makalah) PPGDON Pertolongan Pertama Kegawat..
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Kasus kegawatdaruratan obstetric dan neonatus adalah kasus yang apabila
tidak segera ditangani akan berakibat kematian pada ibu dan janinnya. Kasus ini pula
dapat menjadi penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir. Oleh karena itu
diperlukan penilaian awal terhadap kegawatdaruratan.
Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat kasus
obstetri dan neonatus yang membutuhkan pertolongan segera dengan
mengindentifikasi penyulit (komplikasi) yang dihadapi.
Hasil penilaian awal ini menjadi dasar pemikiran apakah kasus mengalami
penyulit perdarahan, infeksi, hipertensi, pre eklampsia/eklampsia, dan syok atau
komplikasi lainnya.
Setelah dilakukan penilaian awal dan mengidentifikasi penyulitnya harus
segera dilakukan pertolongan pertama untuk mencegah terjadinya bahaya yang lebih
lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
1
PERTOLONGAN PERTAMA KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN
NEONATAL
1) Plasenta Previa
2) Solusio Plasenta
3) Ruptur Uteri
c. Pasca persalinan
1) Atonia Uteri
2) Retensio Plasenta
3) Sisa Plasenta
4) Inversio Uteri
2. Preeklamsia / eklamsia
3. Sepsis puerperalis
4. Syok (bidang obstetri)
5. Distosia bahu
6. Prolaps talipusat
7. Persalinan macet
Kegawatdaruratan Neonatus :
GADAR intrapartum
1. Asfiksia
2. Prolaps tali pusat
3. Presentasi bokong
4. Letak lintang
5. Distosia bahu
GADAR Pascapersalinan
1. sepsis Neonatorum
2. Ikterus
3
2. BBLR
3. Sindrom Gawat Nafas
4. Hipotermia/Hipertermia
4
Pemeriksaan fisik
1. Umumnya ukuran uterus lebih besar jika dibandingkan dengan usia kehamilan.
2. Tak ada ballottement
3. Tidak dijumpai adanya DJJ, walaupun usia kehamilan besar.
Diagnosa
1. Kehamilan biasa / normal
2. Kehamilan gemeli
3. Kehamilan dengan mioma uteri
Pemeriksaan penunjuang
1. Darah lengkap, urin lengkap
2. Pemeriksaan beta-hCG urin dan serum (tera radioimunologik)
3. Pemeriksaan USG
4. Pemeriksaan T3 dan T4 bila tampak tanda – tanda tirotoksikosis atau hipertiroid
Terapi
1. Sebagian hamil mola akan sembuh sendiri setelah pengeluaran spontan jaringan
mola (mirip buah anggur).
2. Secara prinsip, setiap mola harus segera dilakukan evakuasi secepatnya :
a. Evakuasi berencana bila tidak terjadi abortus mola.
b. Evakuasi sito bila terjadi abortus mola.
3. Sedapat mungkin dilakukan koreksi terlebih dahulu terhadap penyulit-penyulit
(anemia, dehidrasi, hipertiroid).
4. Biasanya evakuasi dilakukan dengan menggunakan kuret hisap (suction curettage)
dan dilanjutkan dengan kuret tajam setelah itu. Ssebelum tindakan kuret, untuk
membuka serviks biasanya dilakukan pemasangan batang laminaria atau dengan
menggunakan dilator Hegar.
5. Pemberian uterotenika (infuse Oksitosin) bila evakuasi sudah dimulai.
6. Pada mola yang ukurannya >20mg, biasanya dilakukan kuret kedua dengan selang
waktu 2 minggu.
7. Sekitar 90% wanita yang molanya sudah dikuret tidak membutuhkan pengobatan
lanjutan.
8. Pemeriksaan kadar hCG setiap bulan selama enam bulan pertama pasca kuret.
Pemeriksaan berkala ini penting untuk memastikan bahwa jaringan mola sudah
5
habis diangkat. Mola yang tersisa bisa saja berkembang menjadi kanker dan
membahayakan penderita.
9. Menunda kehamilan, setidaknya satu tahun setelah hamil mola terjadi. Pada kasus
ini, semua bentuk KB pada dasarnya dapat diberikan untuk menunda kehamilan,
kecuali KB IUD.
10. Walaupun jarang terjadi, mola bisa menyebabkan perforasi uterus sehingga
memerlukan tindakan operatif berupa laparotomi eksplorasi, bahkan bukan tidak
mungkin sampai dilakukan histerektomi.
Komplikasi
(karena penyakit)
a. Perdarahan hebat
b. Krisis tiroid
c. Infeksi
d. Perforasi uterus secara spontan (mola destruens).
e. keganasan
Masa pemulihan
1. Plasenta Previa
Definisi
Plasenta Previa adalah plasenta yang ada di depan jalan lahir., Jadi yang
dimaksud plasenta previa ialah placenta yang implantasinya tidak normal yakni
rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian Ostium Internum. ( Prof. Dr.
Rustam Moctar MPH., 1998).
Plasenta previa ialah suatu kehamilan dimana plasenta berimplantasi abnormal
pada segmen bawah rahim (SBR), menutupi ataupun tidak menutupi ostium uteri
6
internum (OUI), sedangkan kehamilan itu sudah viable atau mampu hidup di luar
rahim (usia kehamilan >20mg dan atau berat janin >500gr).
Plasenta previa :
a. Totalis (seluruhnya tertutupi oleh plasenta).
b. Paralisis (hanya sebagian OUI tertutup plasenta).
c. Lateralis (apabila hanya tepi plasenta yang menutupi OUI).
d. Letak rendah (plasenta berimplantasi di SBR tetapi tidak ada bagian yang
menutupi OUI).
Kriteria diagnose
Menurut Departemen Kesehatan RI 1996. Jakarta
Gejala utama (dalam anamnesis)
Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri
merupakan gejala utama.
Gambaran klinik
1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi
pertama kali biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan
berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama
sering terjadi pada triwulan ketiga.
2. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang
3. Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak
jarang terjadi letak janin letak lintang atau letak sungsang
4. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan
Pemeriksaaan penunjang
1. Lab : darah lengkap, urin lengkap.
2. KTG, Doppler, Laennec.
3. USG untuk menilai letak/implantasi plasent, usia kehamilan dan keadaan janin
secara keseluruhan.
Langkah – langkah tata laksana plasenta previa ditentukan oleh beberapa faktor :
1. Usia kehamilan yang berkaitan dengan kematangan paru – paru.
2. Banyaknya perdarahan yang terjadi.
3. Gradasi dari plasenta previa sendiri.
Oleh karena itu tata laksana plasenta previa dibagi menjadi dua bagian besar,
yaitu :
1. Konservatif, yang artinya mempertahankan kehamilan sampai waktu tertentu.
2. Aktif, yang berarti kehamilan itu segera di akhiri.
7
Usia kehamilan <38 minggu.
1. Berikan pematangan paru deksametason injeksi 12mg 3x berselang 8 jam atau
Oradekson 5mg 2x selang 8 jam, atau deksametason 24mg single dose.
2. Berikan obat tokolitik (papaverin, terbutalin, atau isoksuprina).
3. Prinsipnya kehamilan dipertahankan dulu, kecuali jika perdarahan ulang dilakukan
terminasi (SC).
4. Plasenta previa lateralis dan plasenta letak rendah masih dimungkinkan dilahirkan
per vaginam, dimana terminasi diawali dengan amniotomi (pemecahan selaput
ketuban) dan dilanjutkan dengan pemacuan (oksitosin). Bila perdarahan tetap
berlangsung juga, lakukan SC.
8
a. Pemeriksaan palpasi abdomen
b. Pemeriksaan denyut jantung janin
Penatalaksanaan Plasenta Previa
Kehamilan pada TM III jika mengalami perdarahan harus segera dirujuk tanpa
dilakukan vaginal toucher atau pemasangan tampon. pemeriksaan in speculo terlebih
dulu untuk mengenyampingkan kemungkinan infeksi.
Pemeriksaan ini hanya dapat di lakukan pada persentasi kepala karena pada
letak sungsang bagian depan lunak hingga sukar membedakan dari jaringan lunak.
Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan
yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta previa
adalah Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan anak
serta mengurangi kesakitan dan kematian.
Dalam melakukan rujukan penderita plasenta previa sebaiknya dilengkapi
dengan:
a Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan.
b Sedapat mungkin diantar oleh petugas.
c Dilengkapi dengan keterangan secukupnya.
d Dipersiapkan donor darah untuk transfusi darah dan rujuk ke tempat pelayanan
kesehatan yang lebih komprehensif.
2. Solusio Plasenta
Pengertian Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus
uteri sebelum janin lahir pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau
berat janin di atas 500 gram. Walaupun dapat pula terjadi setiap saat pada masa
kehamilan, bila terjadi sebelum kehamilan 20 minggu, akan dibuat diagnosis abortus
imminens.
Penyebab
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa kondisi yang menjadi predisposisi :
1. Hipertensi kronis dan preeklamsia
2. Bertambahnya usia dan paritas ibu
3. Trauma
9
4. Merokok dan penggunaan kokain
5. Dekompresi uterus yang mendadak
7. Pernah mengalami solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya.
Kelas 1 – ringan Tidak ada atau sedikit perdarahan dari vagina yang
(Rupturan sinus marginalis warnanya kehitam-hitaman
atau sebagian kecil plasenta Rahim yang sedikit nyeri atau terus menerus agak
yang tidak berdarah tegang
banyak) Tekanan darah dan frekuensi nadi ibu yang normal
Kriteria diagnosis
10
Anamnesis
Perdarahan spontan pervaginam pada kehamilan yang viable
Disertai kontraksi atau nyeri yang terus-menerus (spastic)
Darah yang keluar khas berwarna kehitaman
Ada riwayat trauma atau hipertensi
Pemeriksaan fisik
Dinding perut teraba tegang dan keras (wooden abdomen), Seringkali dengan nyeri
tekan
Perdarahan kehitaman berasal dari ostium uteri
Dengan vaginal toucher teraba kulit ketuban yang tegang
Diagnosis
Plasenta previa
Vassa previa
Plasenta letak rendah
Perdarahan obstetric oleh sebab lain
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: CBC, CT, BT,elektrolit (bila perlu)
Keadaan janin : kardiotokografi, Doppler, Laennec.
USG : menilai letak plasenta, usia kehamilan, dan keadaan janin secara
keseluruhan.
Penanganan
A. Terapi Medik
Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala
klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Bila kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan.
11
b. Solusio plasenta sedang dan berat
B. Terapi Bedah
1. Partus per vaginam dengan kala dua dipercepat.
2. Seksiosesarea atas indikasi medik.
3. Seksiohisterektomi bila terdapat perdarahan postpartum yang tidak dapat diatasi
dengan terapi medikamentosa atau ligasi arteri uterina. Ligasi hipogastrika
hanya boleh dilakukan oleh operator yang kompeten.
Tata laksana
Hanya untuk solusio plasenta derajat ringan dan janin masih belum cukup bulan,
apalagi jika janin telah meninggal
Transfusi darah (1x24 jam) bila anemia (Hb <10,0%)
Apabila ketuban telah pecah, dipacu dengan oksitosin 10 IU dalam larutan saline
500 cc, kemudian ditunggu sampai lahir pervaginam
Prasyarat
1. Bidan memberikan perawatan antenatal rutin kepada ibu hamil
2. Ibu hamil mencari perawatan kebidanan jika komplikasi kehamilan terjadi
3. Bidan sudah terlatih dan terampil untuk :
a. Mengetahui penyebab, mengenali tanda – tanda dan penanganan perdarahan
pada trimester III kehamilan.
12
b. Pertolongan pertama pada kegawatdaruratan, termasuk pemberian cairan IV.
c. Mengetahui tanda – tanda dan penanganan syok
4. Tersedianya alat / perlengkapan penting misalnya sabun, air bersih
yang mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan tangan; alat suntik steril sekali
pakai, jarum IV steril 16 dan 18G, RL / NaCl o,9%, set infuse, 3 pasang sarung tangan
bersih.
5. Penggunaan KMS ibu hamil / Kartu Ibu, buku KIA.
6. System rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan dengan
baik untuk ibu yang mengalami perdarahan selama kehamilan.
Proses
Bidan harus :
13
8. Jika tanda atau gejala syok jelas terlihat harus segera
ditangani. Bila perdarahan hebat lakukan rujukan segera.
a. Sebaiknya baringkan ibu dengan dengan posisi miring ke sisi kiri dan ganjal
tungkainya dengan bantal.
b. Berikan cairan intravena NaCl 0,9% RL. Infuse diberikan dengan tetesan cepat
sesuia kondisi ibu dengan menggunakan teknik aseptic mulai IV dengan RL atau
NaCl 0,9%, menggunakan jarum berlubang besar (16 atau 18G).
c. Berikan cairan IV dengan tetesan cepat hingga denyut nadi ibu membaik.
d. Damping ibu ke tempat rujukan. Periksa dan catat dengan seksama TTV
(pernafasan, nadi dan TD). Setiap 15 menit sampai tiba di RS.
e. Selimuti ibu dan jaga agar tetap hangat selama perjalanan ketempat rujukan, jangan
membuat ibu kepanasan.
9. Perkiraan seakurat mungkin jumlah kehilangan darah. (sering kali perkiraan jumlah
kehilangan darah kurang dari jumlah sebenarnya cara yang lebih tepat untuk
memperkirakan kehilangan darah adalah dengan menimbang semua bahan yang
terkena darah).
10. Buat catatan lengkap (keterangan mengenai perdarahan : golongan, jumlah perdarahan
dan riwayat tentang kapan terjadinya perdarahan pergantian cairan). Dokumentasi
dengan seksama semua perawatan yang diberikan.
11. Dampingi ibu hamil untuk merujuk ke rumah sakit dan minta keluarga yang akan
menyumbangkan darahnya untuk ikut serta.
12. Mengikuti langkah – langkah untuk merujuk.
C. Pasca Persalinan
Etiologi
1. Overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas
tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
3. Multipara dengan jarak keahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi
6. Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta,
sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.
14
7. partus presipitatus
8. penggunaan anastesi umum
9. riwayat perdarhan post partum sebelumnya
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap (Hb, hematokrit, golongan darah, masa pembekuan, masa
perdarahan) dan urin lengkap.
Lama perawatan
Biasanya pasca tindakan perlu perawatan sekitar 6-7 hari.
Masa pemulihan
Non operatif : sekitar 40 hari (nifas).
Operatif/laparatomi : 3 bulan
1. Atonia Uteri
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR,
Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002)
Manajemen Atonia Uteri
1. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)
Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa
apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk
segera
Jika uterus tidak berkontraksi maka :
a. Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lubang serviks
b. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
c. Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
15
Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai
melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan;
Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang
infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20
unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
2. Uterotonika
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan
lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan
oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat
sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi
cairan jarang ditemukan.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin
F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,
intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg,
yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian
secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg
= 1 g).
Plasenta Inkarserata
a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan
b. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontruksi servik dan
melahirkan plasenta
c. Pilih fluathane atau eter untuk kontruksi servik yang kuat tetapi siapkan infus
oksitosis 20 IV dalam 500 mg NS/RL dengan 40 tetes/menit untuk mengan tisipasi
ganguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut.
d. Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum
lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut
berikan analgesik (tramadol 100 mg IV atau pethidine 50 mg IV dan sedatif
(diazepam 5mg IV) pada tabung suntik terpisah.
17
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya
fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi
plasenta karena implantasi yang dalam upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas
pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilitas pasien dan rujuk ke
RS.
Persyarat
1. bidan telah terlatih dan terampil dalam:
a) fisiologi dan menajemen aktif kala tiga
b) pengendalian dan penanganan perdaraha, termasuk pemberian oksitosika,
cairan IV dan plasenta manual.
2. Tersedianya peralatan dan perlengkapan penting: sabun, air bersih yang mengalir,
handuk bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik steril sekali pakai, set infuse
dengan jarum berukuran 16 atau 18G, sarung tangan panjang DTT/ steril.
3. Tersedia obat-obat antibiotic dan oksitosika (oksitosin dan metergin) dan tempat
penyimpanannya yang memadai.
4. Adanya partograf dan catatan persalinan / kartu ibu.
18
5. Ibu, suami dan keluarga diberi tahu tindakan yang akan dilakukan ( informed
consent atau persetujuan tindakan medic)
6. System rujukan yang efektif,
1 (Jika pasien datang dengan pre eklampsia berat) beri sedativa yang kuat untuk
mecegah kejang :
a larutan sulfas magnesikus 50% sebanyak 10 ml disuntikkan IM, dapat
diulang 2 ml tiap 4 jam.
b lytic cocktai, yakni larutan glukosa 5% sebanyak 500 ml yg berisi petidin
100mg, klorpromazin 100mg, prometazin 50 mg sebagai infus intravena.
2 perlu obat hipotensif
3 jika oliguria, beri glukosa 20% iv
4 diuretik tdk rutin, hanya bila retensi air banyak
5 setelah bahaya akut berakhir, dipertimbangkan untuk menghentikan kehamilan.
20
f Pada gawat janin dalam kala I dilakukan segera seksio sesaria.
g Pada gawat janin dalam kala II dilakukan ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor
vakum.
h post partum bayi sering menunjukkan tanda-tanda asfiksia neonatorum maka
perlu resusitasi.
Eklampsia
22
5. Bila ibu mengalami koma, pastikan posisi ibu dibaringkan, dengan kepala sedikit
ditengadahkan agar jalan nafas tetap terbuka.
6. Catat semua obat yang diberikan, keadaan ibu, termasuk tekanan darahnya setiap 15
menit .
7. Bawa segera ibu kerumah sakit setelah serangan kejang berhenti. Damping ibu
dalam perjalanan dan berrikan obat-obatan lagi jika perlu. ( jika terjadi kejang lagi,
berikan 2gr MgSo4 secara perlahan dalam 5 menit, tetapi perhatikan jika ada tanda-
tanda keracuanan MgSo4).
4.1.3 Syok
pengertian
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yang adekuat ke organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam
jiwa dan butuh tindakan segera dan intensif.
Penyebab
Penyebab syok pada kasus kegawatdaruratan obstetri biasanya adalah :
a. perdarahan (syok hipovolemik),
disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume darah sekitar
15 – 25% biasanya akan menyebabkan penurunan TD sistolik, sedangkan defisit
volume darah lebih dari 45% umumnya fatal. Syok setelah trauma biasanya jenis
hipovolemik yang disebabkan oleh perdarahan (internal/ eksternal).
b. sepsis (syok septic),
akibat infeksi. Jenis hiperdinamika, yang curah jantungnya normal atau meningkat,
terjadi bila volume darah cukup tetapi infeksi mengganggu metabolisme sel ssehingga
sel jaringan tak dapat menggunakan glukosa dan oksigen yang diangkut darah
padanya secara adekuat. Pada tipe hipodinamik, penderita menjadi hipovolemik,
biasanya karena kebocoran cairan dari kapiler ke ruangan interstisial. Kadang –
kadang volume darah normal, tetapi kapasitas vaskular meningkat, yang
menyebabkan hipovolemik relatif.
23
disebabkan oleh gangguan fungsi jantung sebagai pompa seperti pada infark
miokardium akut, tampond jantung atau emboli pulmoner atau setelah operasi jantung
terbuka. Aritmia dapat juga banyak menurunkan curah jantung dan TD.
d. rasa nyeri (syok neurogenik),
disebabkan oleh gangguan susunan syaraf simpatis, yang menyebabkan dilatasi
arteriola dan kenaikan kapasitas vaskular. TD sistolik biasanya akan turun hingga di
bawah 80 – 90 mmHg walaupun curah jantung normal atau meningkat. Pingsan yang
biasa merupakan contoh syok neurologik traumatik.
e. alergi (syok anafilaktik).
Disebabkan oleh pelepasan masif histamindan bahan vasoaktif dari sela yang telah
tersensitisasi sebelumnya terhadap zat spesifik seperti penisilin, sengatan lebah atau
kerang. Kolaps kardiovaaskular mendadak dengan atau tanpa disfungsi pernafasan
atau obstruksi jalan pernafasan karena bronkokonstriksi, edema angioneurotik, atau
urtikaria pada saluran pernafasan, jarang terjadi.
f. Syok hipoglikemik atau insulin
Harus selalu dipikirkan pada penderita yang syok, tetapi tidak jelas masuk dalam
kategori lain terutama jika ada kecurigaan bahwa pasien menderita diabetes. Mula-
mula penderita dapat sangat konfusi dan cenderung mempunyai kulit yang basah
dingin serta takikardi. Pemberian glukosa segera menghasilkan perbaikan besar.
a Nadi cepat dan lemah (110 kali per menit atu lebih)
b Tekanan darah yang rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg)
c Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan, atau sekitar
mulut)
d Keringat atau kulit yang terasa dingin dan lembab karena rangsangan simpatis yang
berlebihan
e Pernafasan yang cepat (30 kali per menit atau lebih)
f Gelisah, bingung, atau hilangnya kesadaran
g Urin yang sedikit (kurang dari 30 ml per jam)
Pada syok septik hiperdinamik, syok neurogenik dan syok barbiturat serta kadang –
kadang pada pasien infark miokardium akut, kulit dapat kering dan hangat. Pada
syok neurogenik dan kadang – kadang syok infark miokardium akuta, denyut nadi
bisa relatif lambat.
24
Penanganan
Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal dan
khusus untuk :
a Menstabilkan konsisi pasien
b Memperbaiki volume cairan dan sirkulasi darah
c Mengefisienkan sistem sirkulasi darah
a Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter per menit dengan sungkup atau
kanula hidung.
25
Diagnose diferensial
1. Kelainan tenaga (power)
Kelainan janin (passanger)
2. Kelainan jalan lahir (passage)
Pemeriksaan penunjang
1. USG
2. Pelvimetri radiologic (dengan metode Thom’s Grid)
Penatalaksanaan
1. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan
traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.
2. Lakukan episiotomi.
5. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
1 Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan
pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
2 Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian
ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi
kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan
dari sympisis pubis.
Maneuver Rubin II
A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda
panah
B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau
didorong kearah dada anak sehingga diameter
bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior
yang terjepit
28
6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.
7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak
dilahirkan melalui SC. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau
posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi.Membuat kepala anak menjadi
fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.
8.Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
9. Simfisiotomi.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan
diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
Penyulit
Pada ibu
1. Partus lama dengan segala akibatnya : infeksi intra partum, rupture uteri,
perlukaan jalan lahir, fistula (post partum).
2. Partus kasep dengan konplikasi seperti halnya partus lama, tetapi dengan
angka kekerapan yang lebih tinggi.
Pada bayi
1. Asfiksia
2. Cedera
3. Kematian
29
2.1.5 Prolaps Tali Pusat
Tali pusat terkemuka (diketahui saat ketuban masih utuh) dan tali pusat
menumbung (ketuban sudah pecah) sama bahayanya dan mengancam kehidupan
janin.
Diagnosis
1. Setiap saat ketuban pecah dalam persalinan, periksalah kemungkinan adanya
prolaps tali pusat
2. Teraba tali pusat di depan bagian terendah janin (tali pusat terkemuka)
3. Tali pusat keluar di vagina segera setelah ketuban pecah (tali pusat menumbung)
Penanganan
Perhatikan bila :
Tali pusat berdenyut
Jika tali pusat berdenyut berarti janin masih hidup
1. Beri oksigen 4-6 liter per mnit melalui masker atau kanula nasal
2. Posisi ibu Tredelenburg
3. Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaan dalam segera
Jika Tali Pusat Tidak Berdenyut
Jika tali pusat tidak berdenyut berarti janin telah meninggal. Keadaan ini sudah
tidak merupakan tindakan kegawatdaruratan lagi dan lahirkan bayi sealamiah mungkin
tanpa mencederai ibu. Pergunakan waktuntuk memberikan konseling pada ibu dan
keluarganya tentang apa yang terjadi dan tindakan apa yang dilakukan. Diharapkan
persalinan dapat brlangsung spontan pervaginam.
30
Asfiksia bayi baru lahir sebagian besar merupakan kelanjutan dari asfiksia
janin, sedangkan asfiksia janin dapat terjadi apabila terdapat gangguan transport O2
dari ibu ke janin. Keadaan ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, dan
segera setelah lahir.
Faktor antepartum
a Umur > 35 tahun
b Ibu dengan Diabetes
c Hipertensi
d Anemia atau imunisasi
e Infeksi pada ibu
f Ketuban pecah dini
g Kehamilan ganda
h Tidak ada pre natal care
a Sexio Caesaria
b Sungsang atau kelainan letak janin
c Persalinan kurang bulan
d Persalinan lama
e Cairan amnion bercampur mekonium
f Prolaps tali pusat
Faktor fetus
a Tali pusat menumbung
b Tali pusat melilit leher
c Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
Faktor plasenta
a Solutio Plasenta
b Perdarahan pada plasenta
c Abruption plasenta
d Plasenta Previa
31
Gejala Asfiksia Neonatorum
a Bayi tidak bernafas atau bernafas megap-megap
b Warna kulit kebiruan (sianosis)s
c Kejang
d Penurunan kesadaran
Tindakan/Perawatan
Tindakan yang dilakukan pada bayi dengan asfiksia ialah resusitasi pada bayi
baru lahir untuk memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah
jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital
lainnya.
Prinsip dasar resusitasi adalah memberikan lingkungan yang baik pada bayi
dan mengusahakan saluran nafas bebas serta merangsang timbulnya pernafasan,
melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi serta menjaga agar sirkulasi drah
tetap baik.
Tindakan Umum :
1. Menjaga Suhu Tubuh
2. Pembebasan jalan nafas
3. Rangsangan taktil
4. Pemberian oksigen
5. Ventilasi
6. Pemijatan dada
7. Medikasi
32
Mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum,
mengambil tindakan yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan bayi
baru lahir yang mengalami asfiksia neonatorum.
Prinsip resusitasi
Airway : bersihkan jalan nafas
Breath : lakukan bantuan pernafasan sederhana. Kebanyakan bayi akan membaik
hanya dengan ventilasi.
Circulation : jika tidak ada/nadi dibawah 60, lakukan pijatan jantung. Dua tenaga
kesehatan terampil diperlukan untuk melakukan kompresi dada dan
ventilasi.
33
c. Trismus ( kesukaran membuka mulut karena spasme otot maseter) dan malas
menyusu
d. Mulut mencucu seperti mulut ikan
e. Mudah sekali kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara, dan
sentuhan
f. Kuduk kaku sampai opistotonus
g. Kesukaran menelan akibat spasme otot laring
h. Asfiksia dan sianosis akibat spame otot pernafasan
i. Bayi sadar dan gelisah
Penanganan
a Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas. Pemasangan spatel
lidah yang dibungkus dengan kain kasa untuk mencegah lidah tergigit.
b Mengatasi kejang dengan suntikan anti kejang ( Diazepam 0,5 mg/kg IM atau
supositoria), apabila masih kejang ulangi tiap 30 menit. Ditambah luminal 30 mg IM
sampai kejang berhenti.
c Perawatan yang adekuat : kebutuhan oksigen, makanan, keseimbangan cairan dan
elektrolit.
d Penderita/bayi ditempatkan di kamar yang tenang dengan sedikit sinar mengingat
penderita sangat peka akan suara dan cahaya yang dapat merangsang kejang.
e Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau di telinga
f Bersihkan tali pusat
g Rujuk ke Rumah Sakit
34
( PONED,2004 ) Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih
dari 60x/i atau kurang dari 30x/i dan mungkin menunjukan satu atau lebih dari gejala
tambahan gangguan nafas sebagai berikut:
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan
sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang
menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya
gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis,
kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat
otopsi.
35
Paru-paru terisi cairan, sering terjadi pada bayi caesar karena dadanya tidak
mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran cairan dari
dalam paru.
a Infeksi(Pneumonia),
b Sindroma Aspirasi,
c Hipoplasia Paru,
d Hipertensi pulmonal,
e Kelainan kongenital(Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre- robin
syndrome),
f Pleural Effusion,
g Kelumpuhan saraf frenikus,
h Luar traktus respiratoris:
i Kelainan jantung kongenital, kelainan metabolik, darah dan SSP
Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang
muncul adalah sebagai berikut :
Klasifikasi
36
b. Gangguan nafas sedang
c. Gangguan nafas ringan
Klasifikasi Frekuensi nafas Gejala tambahan
Gangguan nafas >60 kali/ menit Dengan sianosis sentral dan
berat <90 kali/ menit tarikan dinding dada atau
merintih saat ekspirasi
Dengan sianosis sentral atau
tarikan dinding dada atau
merintih saat ekspirasi
Dengan atau tanpa gejala lain
dari gangguan nafas
Gangguan nafas 60-90 kali/ menit Dengan tarikan dinding dada
sedang > 90 kali/ menit atau merintih saat ekspirasi
tetapi tanpa sianosis sentral
Tanpa tarikan dinding dada atau
merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral
Gangguan nafas 60-90 kali/ menit Tanpa tarikan dinding dada atau
ringan merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung,
sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan
sentakan dagu.
1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa
tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap
terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
2) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar.
3) Warna kulit/membran mukosa
37
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi :
a. Frekuensi jantung dan tekanan darah
b. Kualitas nadi
c. Perfusi pada otak dan respirasi
Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekwat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.
Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila
bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
Pantau selalu tanda vital
Jaga patensi jalan nafas
Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat
38
dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Penatalaksanaan medis:
39
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
Fenobarbital
Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Tindakan Pencegahan
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada
bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan
seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen
yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi, dan pada
penatalaksanaan kelahiran dengan usia kehamilan 32 minggu atau kurang dianjurkan
memberi dexametason atau betametason 48-72 jam sebelum persalinan.
2.2.4 Hipotermia
Suhu bayi baru lahir dapat dikaji diberbagai tempat yaitu suhu rectal dan axsila
tetap dalam rentang 36,5-37,5 ˚C dan suhu kulit abdomen dalam rentang 36-36,5˚C.
suhu ini (rectum) biasanya sedikit lebih tinggi yaitu 0,4˚C.
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal yaitu
hipotermi awal apabila suhu < 36˚C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila
seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang yaitu
suhu 32-36˚C. bayi mengalami hipotermi berat jika suhu <32˚C.
Asuhan kebidanan
Asuhan kebidanan untuk perawatan bayi :
1. Ajarkan ibu tentang menghangatkan, memandikan bayi dan memebrikan ASI. Ajari
orangtua mengukur suhu tubuh aksila pada bayi dan minta mereka
mendemonstrasikannya.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Proses suatu persalinan dikatakan berhasil apabila selain ibunya, bayi yang dilahirkan juga
berada dalam kondisi yang optimal. Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan
bersih adalah bagian asensial dari asuhan bayi baru lahir. Sebagian besar kesakitan dan
kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia, hipotermi dan atau infeksi. Kesakitan
dan kematian bayi baru lahir dapat dicegah bila asfiksia segera dikenali dan ditatalaksana
secara adekuat, dibarengi pula dengan pencegahan hipotermi dan infeksi.
3.2 Saran
41