Anda di halaman 1dari 9

Bangkitan epileptic dan epilepsy adalah dau terminology yang berbeda namun saling

berkaitan. Bangkitan epileptic adalah tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas
akibat aktivitas neuron di otak yang berlebihan dan abnormal serta sinkron. Epilepsy
adalah gangguan otak yang ditandai oleh adanya factor predisposisi secara terus
menerus untuk terjadinya suatu bangkitan epileptic, dan juga ditandai oleh adanya
factor neurobiologis, kognitif, psikolohis, dan konsekuensi social akibat kondisi
tersebut.

Patofisiologi Bangkitan Epileptik


Secara normal, aktivitas otak terjadi oleh karena perpindahan sinyal dari satu neuron
ke neuron yang lain. Perpindahan ini terjadi antara akson terminal suatu neuron
dengan dendrit neuron yang lain melalui sinaps. Sinaps merupakan area yang penting
untuk perpindahan elektrolit dan sekresi neurotransmitter yang berada di dalam
vesikel presinaps. Kompisisi elektorlit dan neurotransmitter saling mempengaruhi
satu sama lain untuk menjaga keseimbangan gradient ion di dalam dan luar sel
melalui ikatan antara neurotransmitter dengan reseptornya serta keluar masuknya
elektrolit melalui kanalnya masing-masing. Aktivitas tersebut akan menyebabkan
terjadinya depolarisasi, hiperpolarisasi, dan repolarisasi, sehingga terjadi potensial
eksitasi dan inhibisi pada sel neuron. Potensial eskitasi diproyeksikan oleh sel-sel
neuron yang berada di korteks yang kemudia diteruskan oleh akson, sementara sel
interneuron berfungsi sebagai inhibisi.
Elektrolit yang berperan penting dalam aktivitas otak adalah natrium, kalsium,
kalium, magnesium, dan klorida. Neurotransmitter utama untuk eksitasi adalah
glutamate yang akan berikatan dengan reseptornya, yaitu N-metil-D-aspartat
(NMDA) dan non NMDA. Sementara untuk proses inhibisi, neurotransmitter utama
adalah asam aminobutirik (GABA) yang akan berikatan dengan reseptornya GABA A
dan GABAB. GABA merupakan neurotransmitter yang disintesis dari glutamate oleh
enzim glutamic acid decarboxylase (GAD) dengan bantuan piridoksin (vitamin B6) di
presinaps.
Saat potensial eksitasi dihantarkan oleh akson menuju celah sinaps, akan terjadi
sekresi glutamate ke celah sinaps. Glutamate akan berikatan dengan reseptor non-
NMDA dan Na+ akan masuk ke dalam sel menyebabkan terjadinya depolarisasi cepat.
Apabila depolarisasi mencapai ambang potensial 10-20mV maka Mg2+ yang
menduduki reseptor NMDA yang sudah berikatan dengan glutamate dan glisin,
dikeluarkan ke celah sinaps, sehingga Na+ akan masuk ke dalam sel dan diikuti oleh
Ca2+. Masuknya Na+ dan Ca2+ akan memperpanjang potensial eksitasi, disebut sebagai
depolarisasi lambat. Setelah Na+ mencapai ambang batas depolarisasi, K+ akan keluar
dari dalam sel, yang disebut repolarisasi.
Sementara itu Ca2+ yang masuk ke dalam sel juga akan mendorong pelepasan
neurotransmitter GABA ke celah sinaps. Saat GABA berikatan dengan reseptor
GABAA pascasinaps, dan mencetuskan potensial inhibisi, Cl- akan masuk ke dalam
sel dan menurunkan ambang potensial membrane sel sampai kembali ke ambang
istirahat pada-70𝜇V yang disebut sebagai proses hiperpolarisasi. Reseptor GABAB di
presinaps berperan memperpanjang potensial inhibisi. Hasil akhir akhis potensial
yang dihasilkan merupakan sumasi dari ptensial eksitasi dan inhibisi yang
dipengaruhi oleh jarak dan waktu.
Setelah hiperpolarisai, selama beberapa saat membrane sel terhiperpolarisasi dibawah
ambang istirahatnya, disebut sebagai after hyperpolaritation (AHP). AHP terjadi
sebagai hasil dari keseimbangan antara Ca2+ di dalam sel dan K+ di luar sel. Pada
masa ini sel neuron mengalami fase refrakter dan tidak dapat terstimuli, sampai terjadi
pertukaran Ca2+ ke luar sel dan K+ ke dalam sel melalui kanal yang tidak dipengaruhi
oleh gradient voltase. Keseimbangan ion di dalam dan luar sel dikembalikan oleh
pompa Na+-K+ dengan bantuan ATP.
Adanya ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akan menyebabakn
hipereksitabilitas yang pada akhirnya akan menyebabkan bangkitan epileptic.
Ketidakseimbangan tersebut dapat disebabkan oleh factor internal dan eksternal.
Penyebab internal antara lain berupa mutasi atau kelainan pada kanal-kanal elektrolit
sel neuron. Beberapa mutasi yang sudah diketahui adalah mutasi kanal Na+. Ca2+, dan
K+. Mutasi ini menyebabkan masukanya Na+ dan Ca2+ ke dalam sel secara terus
menerus sehingga terjadi paroxysmal depolaritation shift (PDS). PDS diinisiasi oleh
reseptor non-NMDA, akibat peningkatan jumlah Na+ yang masuk ke dalam sel, pada
mutasi kanal Na+, dan dapat diperlama saat reseptor NMDA terbuka diikuti masuknya
Na+ sehingga semakin banyak Na+ di dalam sel. Pada mutasi kanal Ca2+ , PDS terjadi
2+
karena depolarisasi lambat semakin lama akibat peningkatan Ca di dalam sel.
Sementara mutasi pada kanal K+ akan menghambat keluarnya K+ ke ekstrasel yang
justru akan menghambat terjadinya repolarisasi, memperpanjang depolarisasi, dan
akhirnya menyebabkan PDS.
Pada hipereksitabilitasi akan terjadi peningkatan sekresi glutamate ke celah sinaps,
sehingga terjadi peningkatan jumlah Ca2+ di dalam sel. Jumlah Ca2+ yang berlebihan
ini akan mengaktifkan enzim intrasel yang menyebabkan kematian sel. Hal ini
merangsang keluarnya berbagai factor inflamasi yang akan meningkatkan
permeabilitas sel, gangguan keseimbangan elektrolit, edema otak, kerusakan sawar
darah otak (SDO) atau blood brain barrier (BBB) dan sebagainya.
Factor eksternal terjadi akibat berbagai penyakit, baik penyakit otak maupun sistemik.
Penyakit-penyakit tersebut dapat menyebabkan kerusakan sel neuron, glia, dan SDO.
Kerusakan sel glia akan menyebabkan kelebihan K+ dan glutamate di celah sinaps
karena tidak terhisap sehingga sel neuron akan mudah tereksitasi. Keadaan tersbut
juga akan mengaktivasi factor-faktor inflamasi, kemudian merangsang peningkatan
eksitasi dan akhirnya membentuk lingkaran yang berkepanjangan. Kerusakan yang
terjadi secara terus menerus dalam jangka wkatu yang lama akan menyebabkan
perubahan aktivitas otak, struktur neuron dan ekspresi gen.
Hipereksitabilitas satu sel neuron akan memnegaruhi sel neuron di sekitarnya.
Sekelompok neuron yang mencetuskan aktivitas abnormal secara bersamaan disebut
sebagai hipersinkroni. Pada saat satu sel neuron teraktivasi makan sel-sel neuron di
sekitanya juga akan ikut teraktivasi. Jika se-sel neuron sekitarnya teraktivasi pada
waktu yang hampir bersamaan, maka akan terbentuk suatu potensial eksitasi yang
besar dan menimbulkan gejala klinis. Penyebaran PDS hipersinkroni ke seluruh
hemisfer saat iktal maupun interiktal tergantung pada aktivitas interneuron di
thalamus yang sebagian besar bersifat inhibisi.
Status epileptikus terjadi karena kegagalan proses inhibisi di otak. Salah satunya
disebabkan oleh sifat reseptor glutamate dan GABA dalam merespons jumlah
neurotransmitter di celah sinaps. Reseptor glutamate merupakan reseptor yang peka
terhadap perubahan jumlah glutamate. Pada keadaan eksitasi berlebihan maka
reseptor akan meningkatkan kepekaan atau jumlah reseptor. Sebaliknya dengan
respons reseptor GABA terhadap peningkatan aktivitas GABAM reseptor-reseptor
tersebut jutsru akan tersublimasi dan menjadi bentuk yang tidak sensitive terhadap
neurotransmitternya. Ini yang menyebabkan pada status epileptikus yang
berkepanjangan, reseptor glutamate akan semakin meningkat dan reseptor GABA
akan semakin berkurang.
Klasifikasi Epilepsi
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut tipe bangkitan (sesuai International League
Against Epilepsi/ILAE tahun 1981) dan menurut sindrom epilepsy (klasifikasi ILAE
1989). Secara garis besar menurut klasifikasi ILAE tahun 1981, bangkitan epileptic
dibagi menjadi:
1. Bangkitan parsial (fokal atau local)
2. Bangkitan umum (tonik, klonik, tonik klonik, mioklonik, absans tipikal atau
absans atipikal)
3. Bangkitan epileptic yang tidak terklasifikasi
4. Bangkitan berkepanjangan atau berulang (status epileptikus)
Klasifikasi sindrom epilepsy (ILAE 1989) dibuat berdasarkan tipe bangkitan dan
etiologi epilepsy. Penegakkan diagnosis berdasarkan sindrom dapat mengarahkan ke
tata laksana yang lebih spesifik dan dapat menentukan prognosis pasien. Kalsifikasi
sindrom epilepsy secara garis besar sebagai berikut:
1. Epilepsy dan sindrom localization related (fokal, local, dan parsial)
2. Epilepsy dan sindrom generalized atau umum
3. Epilepsy dan sindrom yang tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum
4. Sindrom special

Gejala dan Tanda Klinis


1. Bangkitan umum Tonik klonik
Bangkitan ini secara etiologi dapat berupa idiopatik, kriptogenik, atau simtomatik,
tipe angkitan ini dapat terjado pada semua usia kecuali neonates. Manifestasi
klinis: hilang kesadaran sejak awal bangkitan hingga akhir bangkitan, bangkitan
tonik-klonik umum, dapat disertai gejala autonomy seperti mengompol dan mulut
berusa. Gambaran iktal: tiba-tiba mata melotot dan tertarik ke atas, seluruh tubuh
kontraksi tonik, dapat disertai suara teriakan dan nyaring. Selanjutnya diikuti
gerakan klonik berulang simetris di seluruh tubuh, lidah dapat tergigit dan mulut
berbusa serta diikuti mengompol. Setelah iktal, tubuh pasien menjadi hipotonus
pasien dapat tertidur dan merasa lemah.
Pada pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) saat interiktal didapatam altivitas
epileptiform umum berupa kompleks gelombang paku-ombak (spike wave)
terutama pada saat tidur stadium non REM.
2. Bangkitan tonik
Bangkitan tonik ditandai oleh kontraksi seluruh otot yang berlangsung terus
menerus. Berlangsung seama 2-10 detik namun dapat hingga beberapa menit,
disertai hilangnya kesadaran. Dapat disertai gejala autonomy seperti apneu.
Gambaran EEG interiktal menunjukan irama cepat dan gelombang paku atau
kompleks paku-ombak frekuensi lambat yang bersifat umum.
3. Bangkitam Klonik
Bangkitan ini ditandai oleh gerakan kontarksi klonik yang ritmik (1-5Hz)
diseluruh tubuh disertai hilangnya kesadarn sejak awal bangkitan. Pada EEG iktal
didapatkan aktivitas epileptiform umum berupa gelombang paku, paku multiple,
atau kombinasi gelombang irama cepat dan lambat.
4. Bangkitan Mioklonik
Mioklonik adalah gerakan kontraksi involunteer mendadak dan berlangsung
sangat singkat (jerk) tanpa disertai hilangnya kesadaran. Biasanya berlangsung
10-50 miidetik, durasi dapat mencapai lebih dari 100 milidetik. Otot yang
berkontraksi dapat tunggal atau multiple atau berupa sekumpulan otot yang agonis
dari berbagai topografi. Mioklonik dapat berlangsung fokal, segmental,
multifocal, atau umum. Gambaran EEG berupa gelombang poly spikes yang
bersifat umum dan singkat.
5. Bangkitan Atonik
Bangkitan ditandai oleh hilangnya tonus otot secara mendadak. Bangkitan atonik
dapat didahului oleh bangkitan mioklonik atau tonik. Bentuk bangkitan bisa
berupa “jatuh” atau “kepala menunduk.” Pemulihan pascaiktal cepat, sekitar 1-2
detik. Gambaran EEG dapat berupa gelombang paku (spikes) atau polyspikes yang
bersifat umum dengan frekuensi 2-3 Hz dan gelombang lambat.
6. Bangkitan Absans Tipikal
Bangkitan absans (petit mal) berlangsung sangat singkat (dalam hitungan detik)
dengan onset mendadak dan berhenti mendadak. Bentuk bangkitan berupa hilang
kesadaran atau “pandangan kosong.” Dapat pula disertai komponen motorik yang
minimal (dapat berupa mioklonik, atonik, tonik, automatisme). Pada pemeriksaan
EEG didapatkan aktivitas epileptikum umum berupa kompleks paku-ombak 3Hz
(>2,5Hz).
7. Bangkitan Absans Atipikal
Bangkitan berupa gangguan kesadaran disertai perubahan tonus otot (hipotonia
atau tonia), tonik, atau automatisme. Pasien dengan bangkitan absans atipikal
sering mengalami kesulitan belajar akibat seringnya disertai terjadinya bangkitan
tipe lain seperti atonik, tonik, dan mioklonik. Pada absans atipikal, onset dan
behentinya bangkitan tidak semendadak bangkitan absans tipikal, dan perubahan
tonus otot lebih sering terjadi pada bangkitan tipe absans atipikal. Pada EEG
didapatkan gambaran kompleks paku-ombak frekuensi lambat (1-2,5Hz atau
<2,5Hz) yang ireguler dan heterogen dan dapat bercampur dengan irama cepat.
8. Bangkitan Fokal/Parsial
Bentuk bangkitan yang terjadi tergantung dari letak focus pileptik di otak. Focus
epileptic berasal dari area tertentu yang kemudian mengalami propagasi dan
menyebar ke bagian otak yang lain.
Bentuk bangkitan dapat berupa gejala motoric, sensorik (kesemutan, baal),
sensorik special (halusinasi visual, halusinasi auditorik), emosi (rasa takut,
marah), autonomy (kulit pucat, merinding, rasa mual). Bangkitan parsial
sederhana yang diikuti dengan bangkitan parsial kompleks atau bangkitan umum
sekunder disebut sebagai aura.

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Epilepsi dapat ditegakkan jika terdapat:
1. Paling sedikit 2 kali bangkitan tanpa provokasi (atau reflex) dengan jarak antar
2 bangkitan tersebut >24 jam.
2. Satu kali bangkitan tanpa provokasi (atau reflex) dan kemungkinan terjadinya
bangkitan berikutnya hampir sama dengan risiko timbulnya bangkitan (paling
sedikit 60%) setelah terjadi 2 kali bangkitan tanpa provokasi, dalam 10 tahun
ke depan.
3. Diagnosis sindrom epilepsi

Identifikasi Bangkitan Epileptik


Anamnesis dimulai dengan menggali semiology oleh bangkitan epileptic, yang
paling utama adalah semiology iktal.
Semiology iktal antara lain adalah aura, lateralisasi, kesadaran, dan perkembangan
bakitan menjadi umu. Aura, yaitu gejala yang dirasakan pasien saat masih sadar
dan terjadi dalam hitungan detik sebelum pasien kehilangan kesadarannya,
merupakan petunju focus bangkitan. Aura sensorik menunjukkan focus pada
korteks sensorik sesuai homenkulus di lobus parietal, aura auditorik pada lobus
temporal lateral, aura visual pada jaras visual tergantug pada kompleksitasnya
dapat berasal dari lobus temporal atau oksipital, dan lain sebagainya. Kemudian
lateralisasi, beberapa bentuk bangkitan seperti arah gerakan mata, mulut, wajah,
kepala, postur distonik dapat menunjukkan hemisfer yang terlibat.
Lirikan mata saat pasien mulai kehilangan kesadaran akan menujukkan
keterlibatan hemisfer kontralateral dari arah mata, sementara arah kepala tertarik
saat pasien masih sadar biasanya menujukkan hemisfer ipsi lateral. Kesadaran dan
perkembangan bangkitan menjadi umum biasanya sejalan, kesadaran akan
menghilang dengan berkembangnya bangkitan menjadi umum, apabila kesadaran
masih intak saat bangkitan menjadi umum,maka perlu dipikirkan diagnosis
banding bangkitan non-epileptik.
Semiology pascaiktal terutama kesadaran setelah bangkitan selesai juga dapat
menjadi petunjuk etiologi dan topis. Kesadaran yang langsung kembali intak dapat
terjadi pada epilepsy idiopatik dan lobus frontal, sementara kebingungan yang
terjadi sebagai gejala pascaiktal merupakan patognomonik epilepsy lobus
temporal.
Pada bangkitan fokal/parsial, durasi bangkitan dapat terjadi sampai dengan 5
menit, sementara pada bangkitan umu tonik klonik berkisar antara 1-2 menit.
Apabila terjadi lebih lama pikirkan kemungkinan status epileptikus. Namun
apabila dipadukan dengan semiology bangkitan tidak didapatkan kesesuaian,
maka pertimbangkan diagnosis banding dengan bangkitan non-epileptik.
Kesesuaian antara semiology bangkitan dengan asal focus merupakan kunci
utama. Bila terdapat lebih dari satu kali maka bentuk bangkitan akan selalu sama.
Frekuensi bangkitan, durasi antar bangkitan dan waktu terjadinya bangkitan
mempunyai kekhasan tiap lobus.

Tatalaksana
1. Medikamentosa
Titik berat tatalaksana epilepsy adalah pencegahan bangkitan berulang dan
pencarian etiologi.
Pada bangkitan epileptic pertama, terapi obat anti epilepsy (OAE) dapat
langsung diberikan bila terdapat risiko yang tinggi untuk terjadinya bangkitan
berulang. Misalnya pada status epileptikus sebagai bangkitan epileptic
pertama, ditemukannya lesi intracranial sebagai penyebab bangkitan, riwayat
keluarga epilepsy dan beberapa indikasi lainnya.
OAE diberikan berdasarkan tipe bangkitan. OAE pilihan pada kejang tipe
parsial berdasarkan pedoman ILAE 2013 antara lain adalah: karbamazepin,
levetirasetam, zonisamid, dan fenitoin. Piliha OAE pada anak adalah
okskarabazepin dan pada lanjut usia adalah lamotrigini dan gabapentin.
Sementara pada bangkitan pertama umum tonik klonik pada dewasa dan anak
adalah karbamazepin, okskarabazepin, fenitoin, dan lamotrigin.
Dosis obat dimulai dari dosis kecil dan dinaikkan secara bertahap sampai
mencapai dosis terapi. Pantau efek samping jangka pendek, seperti
mengantuk, gangguan emosi dan perilaku, gangguan hematologi, fungsi hepar,
atau alergi. Jika tidak ditemukan efek smaping dan pasien merasa nyaman
dengan obat tersebut, dosis obat dapat dinaikkan bertahap sampai tercapai
bebas bangkitan atau terjadi intoksikasi. Gejala dan tanda intoksikasi dapat
muncul ringan sampain berat. Bila muncul gejala dan tanda intoksikasi ringan,
seperti dizziness dan nistagmus pada intoksikasi fenitoin, dosis dapat
diturunkan ke dosis sebelum tanda intoksikasi tersebut muncul. Namun
apabila terjadi intoksikasi berat seperti penurunan kesadaran dan intoksikasi
valproate maka obat harus langsung dihentikan dan diganti dengan obat yang
tidak mempunyai profil efek samping yang sama serta waktu steady state
untuk mencegah status epileptikus akibat efek withdrawal.
Selain tipe bangkitan, pemilihan OAE perlu memperhatikan fakor-faktor
individual seperti komorbiditas, usia, ekonomi, interaksi obat, ketersediaan,
dan lain sebagainya.
Prinsip pengobatan epilepsy adalah monoterapi dengan target pengobatan 3
tahun bebas bangkita. Bila pemberian monoterapi tidak dapat mencegah
bangkitan berulang, politerapi dapat diberikan dengan pertimbangan profil
obat yang akan dikombinasikan. Apabila masih tidak dapat diatasi, maka perlu
dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk menghilangkan focus epileptic.

2. Nonmedikamentosa
Tata laksana non medikamentosa pada epilepsy antara lain:
a. Pembedahan epilepsi
b. Stimulasi nervus vagus
c. Diet ketogenik
Pembedahan epilepsy adalah salah satu tatalaksana nonmedikamentosa yang
efektif pada pasien epilepsy fokal resisten obat. Stimulasi nervus vagus (SNV)
merupakan metode invasive pada terapi pasien epilepsy yang resisten obat.
Metode ini menggunakan suatu elektroda yanag ditanam di bawah kulit pada
dada kiri dan berhubungan dengan elektroda stimulator yang dietakkan pada
nervus vagus kiri. Stimulator ini mengeluarkan impuls dengan berbagai
frekuensi sesuai dengan kebutuhan pasien. Frekuensi bangkitan sangat
menurun setelah penggunaan stimulasi nervus vagus ini. Diet ketogenik
sampai saat ini terbukti efektif pada pasien epilepsy anak-anak. Diet ketogenik
adalah diet dengan tinggi lemak, rendah protein, dan rendah karbohidrat.

Anda mungkin juga menyukai