net/publication/311379623
CITATIONS READS
0 6,762
1 author:
Wiryanto Dewobroto
Universitas Pelita Harapan
28 PUBLICATIONS 10 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
ANALISIS STABILITAS PERANCAH BERTINGKAT dengan ADVANCE ANALYSIS dan D.A.M View project
All content following this page was uploaded by Wiryanto Dewobroto on 04 December 2016.
ABSTRAK
Kayu dikenal sejak lama oleh masyarakat sebagai bahan material konstruksi. Seiring meningkatnya
pemahaman pentingnya kelestarian lingkungan hidup, khususnya menghadapi ancaman pemanasan
global, kayu diyakini sebagai bahan material konstruksi yang rendah kadar emisi CO2 -nya. Bahkan
pada proses fotosintesis, kayu mengubah CO2 menjadi oksigen. Faktanya, banyak ditemui bangunan
rumah kayu di negara-negara maju (Amerika, Kanada dan Jepang). Situasi di Indonesia berbeda,
bangunan rumah kayu tidak populer, dianggap bangunan sementara atau non-permanen. Pada dunia
pendidikan tinggi, pembelajaran tentang kayu juga tidak lebih baik kondisinya. Bayangkan porsi
kuliah struktur kayu yang diajarkan relatif kecil dibanding porsi yang diajarkan pada kuliah struktur
beton atau baja, kira-kira hanya 1/3-nya. Ini penyebab, mengapa konstruksi kayu tidak populer
dibanding konstruksi beton atau baja. Untuk mengatasinya dan agar bangsa ini tidak tertinggal dari
negara maju, maka revitalisasi kayu sebagai bahan material konstruksi sudah saatnya, dan itu perlu
dilakukan semua pihak. Bagi perguruan tinggi, itu dapat ditempuh melalui peningkatan kuantitas
dan kualitas riset serta pengajaran terkait kayu, misal memberdayakan uji eksperimental pada kayu.
Makalah ini akan menyampaikan upaya revitalisasi yang dimaksud di Jurusan Teknik Sipil UPH,
berupa [1] riset (skripsi), dan [2] praktikum wajib mata kuliah Struktur Kayu. Meskipun kuantitas
dan kualitasnya masih dalam tahap pemula, tetapi diharapkan dengan berjalannya waktu akan terjadi
peningkatan. Adanya pengalaman uji eksperimental kayu bagi para calon engineer akan memberi
wawasan baru lebih baik dalam menyongsong era perkembangan konstruksi kayu di masa datang.
Kata kunci: bahan material konstruksi, kayu, riset eksperimen, skripsi, praktikum
1. PENDAHULUAN
Berbicara tentang perkembangan bahan material kayu untuk konstruksi bangunan, cukup menarik. Ada beberapa
pendapat, yang mungkin bisa berbeda tergantung latar belakang yang menyampaikannya. Sebagai praktisi rekayasa,
sekaligus pengajar di perguruan tinggi, penulis tertarik meninjau perkembangan konstruksi kayu di Indonesia dari
sisi pembelajarannya. Dari sana dapat dikaitkan dengan kesiapan s.d.m yang menangani nanti. Semakin maju dunia
konstruksi kayu, tentu memerlukan kesiapan s.d.m semakin tinggi, yaitu kompetensi engineer dalam perencanaan
dan pelaksanaan konstruksi dengan struktur kayu. Fakta saat ini, pelan tetapi pasti, mata kuliah struktur kayu tidak
lagi favorit di fakultas teknik di Indonesia. Era tahun 90-an, saat penulis mahasiswa S-1, mata kuliah struktur kayu
ada dua, Struktur Kayu I dan Struktur Kayu II. Hal itu dapat dimaklumi karena mata kuliah sejenis, struktur baja dan
struktur beton juga diberikan lebih banyak. Masyarakat umum waktu itu juga berpendapat, bahwa yang termasuk
material konstruksi untuk struktur bangunan adalah material baja, beton dan kayu. Jadi agar disebut ahli struktur
bangunan perlu menguasai ke tiga jenis bahan material tadi. Jadi belajar ilmu struktur kayu adalah wajib hukumnya.
Seiring perjalanan waktu ternyata terjadi banyak perubahan. Hasil pengamatan pada kota-kota besar di Indonesia,
saat ini jarang sekali dijumpai bangunan baru berukuran besar yang mempergunakan material kayu sebagai elemen
struktur utama. Bangunan seperti itu umumnya berupa bangunan publik, seperti yang dahulu pernah digunakan pada
konstruksi rangka atap bangunan lama Pasar Gede, di kota Solo, yang terbuat dari konstruksi kayu memakai balok-
balok berukuran besar. Sayang sekali bangunan yang dimaksud sudah musnah terbakar. Saat ini sebagai gantinya
dibangun bangunan baru dengan konstruksi atap dari rangka baja (tidak memakai kayu lagi). Kalaupun ada
bangunan lain yang memakai konstruksi kayu, umumnya bangunan semi-permanen yang relatif kecil ukurannya.
Bangunan seperti itu, proses pembuatannya cukup ditangani tukang kayu, dan keberadaan engineer tidak diperlukan.
Situasi yang terjadi pada renovasi bangunan Pasar Gede kota Solo, dimana konstruksi kayu yang lama diganti jadi
konstruksi baja telah jamak terjadi. Jadi pelan tetapi pasti, pemakaian bahan material kayu untuk struktur bangunan
semakin lama semakin jarang, akibat dapat digantikan bahan lain yang relatif lebih murah dan mutu tidak kalah.
Kebutuhan menguasai ilmu perancangan struktur kayu juga semakin surut, toh jarang dapat diaplikasikan. Kalaupun
ada, volumenya kecil dan umumnya cukup ditangani oleh tukang kayu tanpa peran serta engineer.
1
Sisi lain, material kayu mutu tinggi harganya semakin tidak terjangkau, bahkan jika dipaksa memakai kayu maka
dengan anggaran yang sama, bahan kayu yang diperoleh akan bermutu rendah. Jadi bisa saja dari segi kekuatan atau
kekakuan terpenuhi, tetapi dari segi keawetan dipertanyakan. Maklum material kayu juga rentan terhadap bahaya
rayap. Dari situasi seperti itu, ditinjau dari sisi harga, kekuatan dan bebas rayap, maka material pengganti, seperti
baja cold-formed atau baja ringan lebih berhasil di pasaran. Bahan itu yang jadi alternatif konstruksi atap bangunan.
Popularitas kayu sebagai bahan konstruksi semakin turun. Hal itu berdampak di dunia pendidikan tinggi, khususnya
bidang rekayasa. Bobot materi mata kuliah struktur kayu di jurusan teknik sipil dikurangi, hingga hanya satu kali
saja dengan bobot 3 sks. Bahkan, di Jurusan Teknik Sipil UPH, mata kuliah kayu hanya diberi bobot 2 sks. Bobot
minimum suatu mata kuliah. Untung mata kuliahnya wajib. Jika tidak, bisa saja mahasiswa tidak ada yang memilih.
Maklum kayu saat ini tidak populer lagi di masyarakat konstruksi. Oleh karena itu, jika tidak ada usaha yang
tertentu dan hanya sekedar mengandalkan mekanisme pasar, maka dapat diramalkan perkembangan konstruksi kayu
di Indonesia akan semakin menurun atau hilang sama sekali.
4500
4000
3500 Ruas-pangkal
3000 Ruas-tengah
kg/cm2
2500 Ruas-ujung
2000 Buku-pangkal
1500 Buku-tengah
1000 Buku-ujung
500
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
No sampel
Gambar 4. Hasil Uji Tarik Bambu Tali bagian Ruas dan Buku (Setiawan 2004)
Pada sampel bambu dengan buku, maka bagian buku akan putus terlebih dahulu dibanding bagian lain. Hal ini
menunjukkan bahwa kuat tarik yang dimiliki oleh bagian buku lebih kecil dibanding kuat tarik bagian ruas. Bambu
bagian pangkal juga lebih kecil kekuatannya dibanding bagian ujung. Dari hasil uji tarik sampel bambu dengan buku
pangkal maka kuat tarik ultimate rata-ratanya adalah 672 kg/cm2 , dengan kisaran data dari 552 – 851 kg/cm2.
(a). Uji tarik tertanam mortar (b). Sampel Uji dengan Lekatan Mortar
Gambar 6. Uji eksperimental Sambungan Bambu tertanam Mortar (Setiawan 2004)
Hasil uji tarik sambungan bambu 3-3-3 tertanam mortar ± 20 cm sebesar 535 kg/cm2, atau 1.8 kali lipat sambungan
3-3-3 terbuka. Jadi tertanamnya sambungan pada mortar efeknya positip. Meskipun demikian perencanaan tangki air
berdasarkan kuat sambungan 3-3-3 terbuka dengan S.F = 5 sehingga untuk disain pakai tegangan ijin 59.3 kg/cm2.
Perencanaan tangki didasarkan pada kondisi elastis, hasil hitungan untuk tangki air φ 140 cm, tinggi 170 cm dan
tebal dinding 6 cm, maka untuk anyaman horizontal bilah bambu tebal 2 mm (min.) dan lebar 1 cm perlu dipasang 3
bilah tiap 10 cm tinggi dinding tangki.
(a). Kerangka dasar (b) Merangkai bilah bambu (c) Anyaman bilah bambu dinding tangki
BJ Kering Udara (gr/cm3) Berat Awal (gr) Berat Oven (gr) Kadar Air (%)
0.375 61.0 54.332 10.931
0.440 71.5 67.224 5.980
0.368 59.8 49.252 17.639
0.425 69.0 50.535 26.761
0.402 Rata-rata 15.328
Kadar air kayu rata-rata 15 % (sesuai kadar air kayu kering udara Indonesia), berat jenis rata-rata 0.4 gr/cm3. Dari
Tabel 2.1 PKKI kayu Meranti Putih dikategorikan dalam kayu kelas kuat III dengan σt ijin // = 60 kg/cm2.
Selanjutnya dilakukan uji tarik (tidak mengacu ASTM), hanya didasarkan ukuran kayu di atas, dari 8 sampel kayu
diperoleh beban tarik putus antara 5874 - 9926 N atau rata-rata 7184 N, jadi tegangan tarik putus rata-rata 11 MPa
atau 110 kg/cm2. Karena kayu itu pula yang disambung, maka beban tarik 9926 N dijadikan acuan batas desain.
Spesifikasi lem, Epoxy merk DEVCON (25 ml/unit) warna putih, daya rekat 2 ton atau 2500 psi (brosur). Setting
time 30 menit setelah dua bagian dicampur, tahan air dan tidak mudah terbakar. Lem bekerja dengan baik pada suhu
-600°F – 2000°F (-150°C – 930°C). Lem dipilih karena memuat spesifikasi kekuatan yang jelas, merupakan lem
buatan Amerika diproduksi oleh ITW Performance Polymers Consumer Division (www.itwconsumer.com).
Selanjutnya dibuat desain sambungan sedemikian sehingga kegagalan terjadi pada sambungan, jadi daya dukung
rencana < 5874 N. Konfigurasi sambungan yang dibuat dan kuat rencananya adalah sebagai berikut :
Uji tarik sambungan paku, beban ultimate 2671 – 4266 N (mean 3380 N) atau SF = 5.1 dari kuat rencana (667 N).
Perilaku gaya – deformasi sambungan adalah sebagai berikut:
a). Bambu Petung, Baturaja, Sumsel b). Urea Formaldehyde c). Bambu dipotong menghilangkan nodia
d). Bilah bambu dengan mesin Planner e). Perekatan bilah f). Bambu dipotong menghilangkan nodia
Gambar 15. Proses pembuatan laminasi bambu
Dari dokumentasi foto tentang proses pembuatan laminasi bambu, dapat diketahui bahwa diperlukan ketrampilan
dan peralatan khusus tertentu agar dapat dihasilkan bilah-bilah bambu yang rapi, presisi dalam bentuk penampang
segi empat. Itu diperlukan karena bilah-bilah tersebut akan disusun menjadi elemen yang lebih besar dengan teknik
perekatan lem (laminasi). Pada penelitian ini, bambu sengaja dipotong per-ruas untuk menghilangkan bagian nodia
yang dianggap lemah (Setiawan 2004). Karena panjang ruas terbatas, maka hanya dapat dihasilkan elemen-elemen
bilah bambu yang pendek dan untuk penyusunan balok memerlukan sambungan ujung-ke-ujung.
a). Benda uji b). Konfigurasi alat uji c). Bentuk keruntuhan
Gambar 16. Uji tarik tegak lurus bambu laminasi
a). Benda uji b). Konfigurasi alat uji c). Bentuk keruntuhan
Gambar 17. Uji geser sejajar arah serat bambu laminasi
Berdasarkan dua macam pengujian di atas dapat diketahui bahwa keruntuhan mayoritas pada material, bukan pada
bagian perekat. Sehingga dapat disimpulkan kesatuan bilah-bilah bambu dengan perekat Urea Formaldehyde dapat
menghasilkan bambu laminasi yang diharapkan, khususnya untuk sampel kecil.
Uji sampel besar berbentuk balok laminasi ukuran 50x50x760 mm. Perbedaan pokok balok dan sampel kecil adalah
bahwa balok memerlukan sambungan ujung-ke-ujung. Maklum bilah bambunya telah menghilangkan nodia. Untuk
uji balok lentur perlu memakai laboratorium di luar UPH, yaitu Laboratorium Bahan di Puskim, Bandung.
a). Mesin UTM di Puskim b). Konfigurasi alat uji c). Bentuk keruntuhan
Gambar 18. Uji lentur balok laminasi bambu
DAFTAR PUSTAKA
Abrahamsen, R.B. (2008). “Bridge across Rena River - World's strongest timber bridge”, WCTE 2008 - 10th World
Conference on Timber Engineering - Miyazaki, Japan, June 2-5, 2008
Aghayere, A., and Vigil, J. (2007). "Structural Wood Design - A Practice-Oriented Approach Using The ASD
Method", John Wiley & Sons, Inc.
Berly Amanda Nugraha. (2012). “Penggunaan Urea Formaldehyde untuk pembuatan Balok Laminasi dari Bambu
Petung”, Skripsi di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan, Universitas Pelita Harapan
(unpublished).
Breyer, D. E., Kenneth J. Fridley, Kelly E. Cobeen, David G. Pollock .(2007). “Design of Wood Structures—
ASD/LRFD 6th Ed.”, by The McGraw-Hill Companies, Inc.
Firman Setiawan. (2004). “Perancangan dan Pembangunan Tangki Penampungan Air dari Bambu dan Semen
(Kapasitas 2500 liter)”, Skripsi di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan, Universitas
Pelita Harapan (unpublished).
Mikhael Jimmy. (2008). “Eksperimen Perilaku Sambungan Kayu dengan Baut, Paku dan Lem (Studi Kasus Kayu
Meranti Putih dan Lem Epoxy)”, Skripsi di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan,
Universitas Pelita Harapan (unpublished).
Forest Products Laboratory .(2010). “Wood handbook—Wood as an engineering Material“, U.S. Department of
Agriculture, Madison, Wisconsin, USA
J. Porteous and A. Kermani .(2007). "Structural Timber Design - to Eurocode 5", Blackwell Science Ltd, Oxford
Josef Kolb .(2008). "Systems in Timber Engineering", Birkhauser Verlag AG, Switzerland
John Kissock, Chairman Wood for Good: "Timber: A sustainable super material for our times",
http://www.enviromedia.ltd.uk/features/latest-features/451-timber-a-sustainable-super-material-for-our-times
<< akses 5 Juni 2012>>
Kermany, A. (1999). "Structural Timber Design", Blackwell Science Ltd, London
Ozelton, E. C., and Baird, J. A. (2006). "Timber Designers’ Manual 3rd Ed." , Blackwell Science Ltd, Oxford, UK
Thelandersson, S., and Larsen, H.J. (2003). “Timber Engineering”, John Wiley & Sons, Ltd.
Rittironk, S. & M. Elnieiri. (2008). “Investigating laminated bamboo lumber as an alternate to wood lumber in
residential construction in the United States”, Illinois Institute of Technology, Chicago, (in Modern Bamboo
Structures – Xiao et al. (eds), Taylor & Francis Group, London)