PROGRAM USILA
Di Susun Oleh:
EULIS HOMISAH., S.Kep.Ners
NIP. 19760418200801 2 002
A. Latar Belakang
Semakin majunya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terutama
dalam bidang Kesehatan memberikan dampak terhadap peningkatan usia harapan hidup.
Peningkatan usia harapan hidup terutama kualitas usia lanjut tidak diikuti oleh peningkatan
kualitas kehidupannya, karena secara fisiologis usia lanjut akan mengalami banyak
kemunduran dalam semua aspek kehidupannya. Hal ini dapat mengakibatkan tingkat
produktifitas dan kemandiriannya secara nyata semakin berkurang, karena kemunduran ini
mungkin akan menimbulkan ketergantungan pada orang lain. Namun harus disadari bahwa
manusia menjadi tua bukan suatu hal yang luar biasa, karena proses ini adalah peristiwa
yang alami yang sudah pasti datang pada orang-orang yang berumur panjang seperti yang
dikatakan oleh Cumming dan Henry bahwa dalam proses penuaan perubahan-perubahan
yang terjadi tidak dapat dihindari.
Semua orang tentunya ingin hidup sehat, tetapi semua itu sangatlah susah untuk
mewujudkannya apalagi dengan usia yang semakin bertambah akan semakin banyak
masalah dengan kondisi fisik yang makin melemah, misalnya sering sakit-sakitan, cepet
cape, tidak produktif lagi, ingatan juga berkurang, tenaga juga berkurang, sehingga lebih
banyak meminta bantuan kepada keluarga dan orang lain sehingga orang-orang
beranggapan bahwa lansia tersebut sangat merepotkan. Terutama pada usia lanjut biasanya
akan lebih mudah sakit/ terserang penyakit yang kronis. Seperti yang tertulis menurut
WHO bahwa di negara berkembang maupun di negara maju jumlah lanjut usia (lansia)
maupun usia harapan hidup akan semakin meningkat. Tetapi pada kenyataannya tidak
semua lansia seperti yang telah dikatakan di atas. Masih banyak kita lihat lansia yang
masih bekerja mengabdikan dirinya untuk bangsa dan negara. Seperti yang kita lihat juga
di desa-desa para lansianya masih bekerja dengan giat seperti pergi ke kebun untuk
mencari rumput, ke sawah untuk bertani, bahkan masih bisa mengurus rumah sendiri tanpa
bantuan anak-anaknya dan kebanyakan di desa para lansianya juga hidup terpisah dari
keluarga untuk hidup sendiri. Untuk itu janganlah kita beranggapan bahwa orang yang
telah lanjut usia itu tidak bisa melakukan aktivitas yang biasa orang dewasa lakukan.
Walaupun tidak bisa di pungkiri bahwa secara kodratnya pada usia lanjut telah
mengalami penurunan fungsi terhadap organ-organ tubuh. Namun menurut berbagai
penelitian dikatakan bahwa fungsi organ tubuh yang menurun adalah normal dan tidak
selamanya hal ini dapat menimbulkan suatu penyakit hanya rentan. Tetapi apabila kita bisa
menjaganya dengan menanamkan gaya hidup sehat sehingga dapat mencegah
kemungkinan yang tidak diinginkan. Untuk mencapai keinginan hidup sehat seperti usia-
usia yang belum lanjut diharapkan untuk olahraga yang teratur, menu makanan sesuai
aturan/ tidak memakan makanan yang pantang untuk di makan lansia, banyak istirahat,
kontrol kesehatan ke dokter. Hanya saja porsinya tidak terlalu berat.
Sebenarnya pada dasarnya secara individu pengaruh proses penuaan menimbulkan
berbagi masalah baik dalam hal fisik, biologik, mental maupun sosial ekonominya.
Dengan menurunya berbagai fungsi organ maka lansia menjadi rentan terhadap penyakit .
Pada hakikatnya penyakit pada usia lanjut sama dengan penyakit pada usia lainnya. Hanya
saja pada lansia gejala-gejala dari penyakit-penyakit yang multifel itu sangat atipis
sehingga sulit untuk menentukan diagnosa mengakibatkan penanganan kurang tepat yang
tentunya dapat memburukan keadaan dan bisa terjadi komplikasi. Biasanya hal ini
membuat lansia putus asa dan tidak mempunyai keinginan untuk sembuh, selain itu
problem sosial dan ekonomi sangat mempengaruhinya.
Dasar Hukum dan pengembangan program Pembinaan Kesehatan Usia lanjut
yaitu:
1. Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok kesehatan.
2. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi
Departemen kesehatan
3. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1985 tentang Susunan Organisasi
Departemen Kesehatan
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 558 Tahun 1984 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehaten.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 99 a Tahun 1982 tentang berlakunya
Sistem kesehatan Nasional dan RP3JPK
6. Keputusan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat Nomor 05 Tahun 1990
tentang Pembentukan Kelompok Kerja Tetap Kesejahteraan Usia Lanjut.
7. Surat keputusan menteri Kesehatan Nomor 134 Tahun 1990 tentang
Pembentukan Tim Kerja Geatric.
Dengan pembinaan Kesehatan Usia Lanjut maka seluruh Indonesia dari berbagai
kelompok umur dapat digunakan hanya sesuai peraturan perundangundangan bahwa setiap
warga negara berhak mewujudkan derajat kesehatannya yang optimal termasuk usia lanjut.
Usia lanjut adalah sesuatu proses alami yang tidak dapat dihindari. Umur manusia sebagai
makhluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam maksimal sekitar 6 ( enam ) kali masa
bayi sampai dewasa, atau 6 x20 tahun = 120 tahun.
Saat ini masih banyak usia lanjut yang produktif belum dimanfaatkan dalam
menunjang pembangunan dan belum terselenggaranya kerjasama lintas program maupun
lintas sektoral dalam mendukung pembinaan kesehatan usia lanjut yang mantap. Oleh
sebab itu pembinaan dan pelayanan kesehatan usia lanjut perlu dilakukan sebaik mungkin
dalam terciptanya keluarga yang sejahtera.
Succesfull aging atau memasuki masa tua dengan sukses tentu menjadi dambaan
bagi semua individu yang memasuki usia dewasa akhir. Bagaimanapun tua tetap sebagai
bagian dari rentang kehidupan individu sehingga tidak ubahnya seperti masa-masa
sebelumnya bahwa kesejahteraan juga menjadi impian bagi yang menjalani masa ini
(Desiningrum, 2008). Sukses menjalani masa tua tentu memiliki ukuran yang berbeda bagi
setiap individu karena sifatnya begitu subyektif. Para ahli pun masih memperdebatkan dan
memiliki pandangan yang berbeda tentang kriteria sukses tersebut. Teori-teori
bermunculan dengan dasar pengertian tentang "sukses penuaan" yaitu suatu rangkaian
perilaku ideal seiring keterbatasan di usia tua.
Memasuki masa lansia yang bahagia identik dengan kesiapan untuk menerima
segala perubahan dalam aspek-aspek kehidupan. Sosial merupakan salah satu aspek yang
mengalami perubahan cukup signifikan pada masa lansia. Perubahan sosial ini tentu tak
lepas dari adanya perubahan fisik-kognitif juga. Perubahan sosial yang dialami individu
usia lanjut bisa menjadi sumber stres tersendiri jika tidak disikapi dengan positif. Banyak
lansia yang mampu tetap optimal dalam bidang-bidang sosial dan mencapai kondisi yang
dikatakan sejahtera. Kesejahteraan sosial mengacu pada evaluasi seseorang tentang
penerimaan sosial (social acceptance), aktualisasi sosial (social actualization), kontribusi
sosial (social contribution), hubungan sosial (social coherence), dan integrasi sosial
(social integration) di dalam rentang kehidupannya (Keyes & Magyar-Moe, 2003, h.46-
48).
Individu termasuk lansia hidup dalam sistem dengan kata lain banyak sistem yang
turut mempengaruhi perkembangan individu. Salah satu sistem tersebut adalah nilai-nilai
Ketuhanan atau keyakinan pada kekuatan Sang Pencipta yang lebih dikenal dengan sistem
religi yang melahirkan konsep religiositas. Religiositas merupakan salah satu faktor yang
cukup penting dalam kehidupan para lanjut usia. Hal tersebut berkaitan dengan
kebahagiaan orang lanjut usia karena agama dapat memenuhi beberapa kebutuhan
psikologis yang penting pada masa usia lanjut, membantu mereka menghadapi kematian,
memperoleh dan memelihara rasa berarti dalam hidupnya, serta menerima terhadap
berbagai kehilangan yang tidak dapat dihindarkan pada masa usia lanjut termasuk
perubahan sosial.
Selain religiositas sebagai sistem nilai, ada tidaknya pasangan hidup menjadi hal
yang menarik untuk dilihat juga pengaruhnya terhadap kesejahteraan sosial lansia.
Sebagaimana kita tahu bahwa pasangan hidup memiliki fungsi supporting dalam berbagai
hal misalnya emosi, problem solving, keuangan, maupun pengasuhan. Pasangan suami istri
yang masih bersama di masa dewasa akhir berkecenderungan lebih besar menyatakan
pernikahan mereka memuaskan dibandingkan pasangan dewasa madya, bahkan mungkin
meningkat kepuasannya (Carstensen, Gilford, dalam Papalia, 2008, h.933). Di sisi lain,
wanita cenderung hidup lebih lama dari suami mereka dan tidak menikah lagi, sehingga
banyak lansia yang menjanda (Kinsella & Velkoff, dalam Papalia, 2008, h.935). Fenomena
lainnya adalah, lansia yang tidak pernah menikah berkecenderungan lebih tinggi untuk
memilih hidup seorang diri dan tidak terlalu merasa kesepian, dibandingkan yang bercerai
atau menjanda (Dykstra, 1995).
Proses menua bersifat alami tidak dapat dihindari, diikuti dengan berbagai
masalah, antara lain:
1. Menurunnya fungsi fisik-biologis dan mental.
2. Berkurangnya kesibukan dan aktivitas harian.
3. Berkurangnya interaksi lingkungan.
4. Menurunnya produktifitas.
5. Berkurangnya kesempatan kerja.
6. Kebutuhan hidup meningkat.
BAB II
UPAYA PEMBINAAN DAN PELAYANAN
KESEHATAN USIA LANJUT
A. Pengertian-Pengertian
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1965 yang menyatakan seseorang sebagai orang
jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mancapai umur 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-
hari dan menerima nafkah dari orang lain. Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1998
mengenai kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun keatas (Suardiman, 2001).
Berdasarkan kebijakan operasional Departemen Sosial lanjut usia adalah mereka
yang berusia 60 tahun keatas baik yang potensial maupun yang tidak potensial
(Syamsuddin, 2003). Sesuai dengan batasan lanjut usia menurut WHO South East Asia
Regional Office (Organisasi Kesehatan Dunia untuk Regional Asia Selatan dan Timur)
adalah usia lebih dari 60 tahun (Rully, 2004).
WHO membagi lansia berdasarkan tingkatan umur, yakni: usia pertengahan
(middle age) antara 54-59 tahun, lanjut usia antara 75-90 tahun dan sangat tua (very old)
diatas 90 tahun. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro membagi lanjut usia menjadi
tiga bagian yakni umur 65 atau 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), dan lebih dari
80 tahun (very old) (Nugroho, 2000). Sedangkan Hurlock (1980) membagi lanjut usia
menjadi dua bagian yaitu usia lanjut dini berkisar antara usia 60-70 tahun dan usia lanjut
mulai pada usia 70 tahun sampai akhir kehidupan.
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
A. Persiapan
a. Menyusun jadwal kegiatan
b. Menentukan sasaran
B. Pelaksanaan
1. Waktu pelaksanaan
Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan jadwal kegiatan yang ada di
POSBINDU, LVRI, ANGGREK, dan PWRI.
Waktu pelaksanaan dilakukan setiap 1 bulan sekali.
BAB IV
BIAYA
Biaya penanggulangan Pra Lansia dan Lansia bersumber dari Biaya Operasional
Kehatan (BOK) Puskesmas Kabupaten Tahun Anggaran sebagai berikut:
Jumlah usia lanjut yang meningkat saat ini akan mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan baik fisik, mental maupun sosial ekonomi. Untuk itu perlu pengkajian masalah
usia yang lebih mendasar agar tercapai tujuan pembinaan kesehatan usia yaitu
mewujudkan derajat kesehatan serta optimal.
Dalam peningkatan peranan serta masyarakat dapat dilaksanan dengan bentuk
penyuluhan kesehatan yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanan dan
penilaian upaya kesehatan usia lanjut dalam rangka menciptakan kemandirian masyarakat.
Demikian program kerangka acuan lansia ini dibuat, sebagai dasar pelaksanaan
kegiatan.
2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Rencana Aksi Nasional
Kesehatan Lanjut Usia tahun 2016-2019. Jakarta.
Erfandi. 2013. Posyandu Lansia, Mewujudkan Lansia Sehat, Mandiri dan Produktif.
Jakarta:EGC
Permenkes, RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat. Jakarta. h t t p : /
/www.kebijakanaidsindonesia.net/jdownloads/Peraturan%20Regulation/Peratur
an%20Pusat/permenkes_ri_nomor_75_tahun_2014_tentang_pusat_kesehatan_m
asyarakat_puskesmas.pdf
Rully, R. (2004). Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum dalam
Perspektif HAM. Dibuka pada tanggal 17 November 2006, dari http:
//www.balitbangham.go.id/JURNAL/Jurnal%20HAM%20I%20RULLY.d oc
Pada Usia Lanjut Menjelang Tahun 2000, Majalah Kesehatan Masyarakat, Nomor 59
Tahun 1998