Oleh
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
by
contains 100% vegetable protein. This research aim was to determine the optimal
Spirulina sp. This study was conducted by preparing 5 kinds of growth media
Spirulina sp. with each salinity condition that is 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt, and
40 ppt which were cultivated in an open pond reactor with a volume of 5 L for 7
days in rubber wastewater media (75% v / v). The parameters in this research
were daily cell density, COD, Dissolved Oxygen (DO), P-PO4, N-total, Salinity,
pH, Biomass and proximate level. The results of this study indicate that the most
optimal was 20 ppt. The yield was dry biomass up to 0.579 g / L and cell density
level reaching 11,330 cells / mL and able to reduce N-total content by 69.3% and
P-PO4 by 50%. The biomass had protein content of 42.72%, fat content of 5.05%,
ash content of 36.79%, water content of 11% and carbohydrate content of 4.42%.
Oleh
Spirulina sp. merupakan salah satu mikroalga yang berpotensi sebagai sumber
protein karena mengandung protein nabati 100%. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui salinitas optimal pada media limbah cair industri karet remah sebagai
media pertumbuhan dan produksi biomassa Spirulina sp. Penelitian ini dilakukan
salinitas yaitu 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt, dan 40 ppt yang di kultivasi dalam
reaktor open pond dengan volume 5 L selama 7 hari pada media limbah cair karet
(75% v/v). Pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan kepadatan sel setiap
hari, COD, Dissolved Oxygen (DO), P-PO4, N-total, Salinitas, pH, biomassa
kering dan kadar proksimat. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa media
limbah cair industri karet remah dengan salinitas 20 ppt paling optimal untuk
mencapai 0,579 g/L dan tingkat kepadatan sel mencapai 11.330 sel/mL serta
Biomassa yang dihasilkan mempunyai kadar protein sebesar 42,72%, kadar lemak
KAJIAN PERTUMBUHAN MIKROALGA SPIRULINA SP.
PADA MEDIA LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET REMAH
YANG DIATUR SALINITASNYA
Oleh
Skripsi
pada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 Juli 1996 sebagai anak
ketiga dari tiga bersaudara, pasangan dari Bapak Denny Sudrajat dan Ibu Dinie
Bandar Lampung pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama di SMP Al-
Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas di SMA
Umum (PU) di PT. TIRTA RATNA Unit Merdeka Bandung Jawa Barat dan
Bismillaahhirrahmaanirrahiim,
Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta kelancaran yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang
Cair Industri Karet Remah yang diatur Salinitasnya”. Penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si, selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
3. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P. selaku Pembimbing Pertama skripsi, terimakasih
4. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. selaku selaku Pembimbing Kedua skripsi,
7. PTPN VII Way Berulu yang telah memberikan limbah cair karet remah.
8. Bapak dan Ibu dosen serta staf administrasi dan laboratorium di Jurusan
Universitas Lampung.
9. Kedua orang tuaku, kedua kakakku Ludi Satria dan Raka Satria serta Nadya
Putri, terima kasih atas doa, motivasi, kasih dan sayang yang tak pernah putus
yang telah diberikan, semangat, dukungan, pengertian dan bantuan baik materi
10. Keluarga angkatan 2014 yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga
Halaman
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
LAMPIRAN .......................................................................................................69
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis mikroalga yang berpotensi untuk pangan. ............................................... 9
5. Perhitungan Perolehan berat yield kering pada kain plankton net ....................... 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Spirulina Sp .................................................................................................. 21
7. pH pada berbagai kondisi pada media limbah cair karet remah dengan
salinitas 0, 10, 20, 30, dan 40 ppt sebelum kultivasi dan sesudah
Kultivasi ....................................................................................................... 43
10. Salinitas pada berbagai kondisi media limbah cair industri karet remah
sebelum kultivasi dan setelah kultivasi ........................................................ 49
11. Kandungan DO pada berbagai kondisi media limbah cair industri karet
remah pada saat sebelum dan setelah kultivasi ............................................ 50
13. Kadar COD pada media limbah cair industri karet remah dengan
salinitas 20 ppt ............................................................................................. 56
kimia sebagai bahan koagulan lateks dan air dalam jumlah yang cukup besar
Proses tersebut menimbulkan limbah dalam bentuk cair atau biasa disebut limbah
cair. Limbah cair pabrik karet mengandung komponen karet (protein, lipid,
karotenoid, dan garam anorganik), lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia
secara biologi yaitu dengan sistem kolam anaerob dan aerob dan secara fisika
Kolam anaerobik merupakan salah satu bagian terpenting dalam rangkaian kolam
pada unit pengolahan limbah cair pabrik karet karena pada kolam ini senyawa
organik yang potensial sebagai pencemar didegradasi oleh bakteri anaerob. Pada
yaitu gas metana (CH4), ammonia, sulfida, dan karbon dioksida (CO2). Proses
lebih lanjut dari senyawa karbon yang belum terurai pada kolam anaerobik. Pada
kolam aerobik terjadi penyisihan senyawa karbon yang tersisa menjadi CO2 dan
Industri karet remah yang mengolah lateks menjadi karet olahan seperti crumb
BOD5, COD, Nitrat, Phospat serta total padatan dalam konsentrasi tinggi. Hal
tersebut dikarenakan pada limbah cair karet masih mengandung bahan organik
yang berasal dari serum dan partikel karet yang belum terkoagulasi. Limbah cair
NH3 dan senyawa fosfor sebesar 20-40 mg/L P-PO4 (Utomo et al, 2012).
Karakteristik limbah cair industri karet remah mengandung bahan organik dan
nutrien yang tinggi, dengan nilai COD 3.752 mg/l (Komalasari, 2015).
Senyawa-senyawa organik berupa nitrogen dan fosfor dalam limbah cair industri
penelitian Utomo dkk., 2015, media limbah cair karet remah yang paling optimum
karet remah yang berasal dari kolam Fakultatif II Selain itu dapat menurunkan
kandungan bahan organik limbah cair karet remah berupa N-NH3 mencapai 98%,
P-PO4 89%, N-total 92%, dan perolehan yield kering sebesar 0,87 g/L. Hal ini
dijadikan sebagai media tumbuh. Oleh karena itu, limbah cair karet yang
digunakan sebagai media kultivasi mikroalga tidak perlu lagi ditambahkan pupuk
atau penambahan nutrien dari luar. Hal ini menunjukkan bahwa limbah cair karet
Mikroalga merupakan salah satu agen biologi akuatik yang dapat tumbuh dalam
kondisi pertumbuhan alternatif dengan kondisi daya adaptasi yang kuat sehingga
diduga dapat berperan dalam mendegradasi polutan dalam limbah cair karet.
Selain itu, limbah cair karet juga mengandung bahan organik dan nutrien yang
yang dapat tumbuh pada limbah cair karet selain menghasilkan hasil samping
berupa biomassa juga memiliki peran yang penting dalam proses dekomposisi
Salah satu jenis mikroalga yang memiliki rentang hidup yang luas di media
tumbuh dengan baik di danau, air tawar, air laut, dan media tanah. Mikroalga
diantaranya adalah sebagai sumber protein nabati 100% bersifat alkali, dengan
4
dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh.
Protein Spirulina 90% dapat dicerna karena mengandung enzim yang membantu
Kandungan nutrisi Spirulina sp. yang lengkap terutama protein yang tinggi
sebagai sumber protein. Pemenuhan kebutuhan nutrien untuk Spirulina sp. sangat
lengkap dan konsentrasi nutrien yang tepat menentukan produksi biomassa dan
lingkungannya (Rudiyanti, 2011). Salinitas limbah cair industri karet remah dari
outlet kolam Fakultatif II berkisar 0 ppt sedangkan syarat salinitas untuk Spirulina
Platensis dapat tumbuh baik pada salinitas 20-25 ppt (Christi, 2007). Salinitas
mikroalga laut dan luasnya kisaran salinitas menyebabkan titik optimum salinitas
5
limbah cair industri karet remah untuk mengetahui titik optimum salinitas dari
limbah PT. SIER sebagai media kultivasi Chlorella vulgaris dan Botryococcus
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektifitas pengaturan salinitas pada
media limbah cair industri karet remah dalam pertumbuhan dan produksi
Industri pengolahan karet alam merupakan industri yang mengolah lateks (getah)
karet menjadi karet setengah jadi, bentuk karet tersebut dapat berupa sit, krep dan
kimia sebagai bahan koagulan lateks dan air dalam jumlah yang cukup besar
Proses tersebut menghasilkan limbah dalam bentuk cair atau biasa disebut limbah
cair. Limbah cair pabrik karet mengandung komponen karet (protein, lipid,
karotenoid, dan garam anorganik), lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia
Agroindustri karet remah (crumb rubber) menggunakan air dalam jumlah yang
cukup banyak yaitu 25-40 m3/ton karet kering ( Maspanger dan Honggokusumo,
2004) sehingga volume limbah cair yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 25 m3/ton
karct kering, dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi terutama
karbon, nitrogen, dan fosfor. Limbah cair industri karet remah berwarna putih
ini bersifat asam dengan nilai pH berkisar 4,2-6,3 dikarenakan penggunaan asam
formiat pada proses koagulasi lateks (Wulan, 2015). Menurut Utomo (2012), air
7
limbah pabrik karet berbahan baku lateks kebun mengandung senyawa nitrogen
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2016) di salah satu industri
karet di Riau, kandungan organik dalam limbah cair masih tinggi yaitu dengan
nilai BOD 215 mg/l, COD 648 mg/l, Amonia 33 mg/l dan TSS 630 mg/l. Dengan
negatif bagi lingkungan. Metode pengolahan limbah cair yang umum diterapkan
oleh industri karet adalah sistem kolam. Cara tersebut cukup efektif menurunkan
bahan organik, namun karena limbah cair industri karet kaya akan N dan P maka
ada peluang efluen masih mengandung N dan P yang melebihi baku mutu
pengolahan limbah cair karet karena sederhana, ekonomis dan efektif (Tzoupanos,
2008).
Beberapa jenis mikroalga yang sudah berhasil dikultivasi pada limbah cair
Zulfarina et al., 2013), Botryococcus braunii, Spirulina sp., Tetraselmis sp. Dan
al. (2013) dan Sriharti (2004) menunjukkan bahwa jenis mikroalga Chlorella
pyrenoidosa dan Chlorella sp. dapat menurunkan kadar pencemar (COD) 52,6 dan
96,7 % pada limbah cair karet setelah dikultivasi selama 15 hari. Chlorella
8
vulgaris yang dikultivasi pada media limbah cair karet selama 7 hari pada
bioreaktor closed pond dengan penambahan pupuk NPK dapat menurunkan beban
limbah cair karet remah serta dapat menurunkan cemaran adalah Spirulina sp.
Kepadatan sel setelah 7 hari kultivasi mencapai 3878 x 104 sel/mL, menghasilkan
biomassa sebesar 1,7282 g/L bk dengan kadar protein 12,13 %, serta mampu
menurunkan beban cemaran N-NH3 sebesar 94% dan P-PO4 sebesar 71%.
2.2. Mikroalga
kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang
hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut
belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang
alami mikroalga terdiri dari zat gizi dan beberapa senyawa aktif seperti β-karoten,
protein yang sangat tinggi, sehingga mikroalga juga dikenal sebagai single cell
9
protein. Jenis mikroalga yang berpotensi untuk pangan terdapat pada tabel
prokariot terdiri dari sianobakter atau alga biru-hijau dan mirip dengan bakteri.
Sel prokariot mikroalga tidak mempunyai organel terikat membran seperti plastid,
fotosintesa. Sebagian besar mikroalga memiliki inti yang membantu fungsi sel
heterotrof menggunakan karbon organik dari luar sebagai sumber energi seperti
menggunakan nutrisi dari luar untuk energi. Autotrof atau heterotrof tergantung
1) Fase lag
Fase lag adalah fase adaptasi terhadap kondisi lingkungan (media tumbuh).
Pada fase ini sel tetap hidup tetapi tidak berkembang biak. Lamanya fase
fase logaritmik akan mengalami fase lag yang singkat. Sebaliknya kultur yang
diinokulasikan berasal dari fase tua akan mengalami fase lag yang lebih lama
lagi.
2) Fase logaritmik/eksponensial
meningkat beberapa kali lipat. Pada fase ini, sel yang sedang aktif berkembang
biak.
3) Fase stasioner
sel cenderung tetap diakibatkan sel telah mencapai titik jenuh. Pertumbuhan sel
baru dihambat oleh keberadaan sel yang telah mati dan faktor pembatas
lainnya.
4) Fase kematian
(Aung et al., 2013). Mikroalga dapat menjadi alternatif sumber produk alami yang
dalam skala besar (Chen, 1996). Selain itu kondisi sel mikroalga dapat dikontrol,
(Lubian et al., 2000). Mikroalga telah dikenal sebagai sumber berbagai pigmen
al., 2003).
Harun et al, (2010) memaparkan beberapa produk yang dapat dihasilkan dari
mikroalga, diantaranya:
1. Produk Energi
Mikroalga dapat digunakan dalam aplikasi yang lebih luas. Selain sebagai
medis lainnya.
12
a. Omega 3
Pavlova vidiris, Nannochloropsis sp. Sama halnya dengan EPA, DHA juga
air laut, dapat menghasilkan DHA 33-39% dari total asam lemak.
b. Klorofil
vitamin lain. Kandungan protein ini lebih tinggi dari daging, kedelai, ikan,
dan telur. Beberapa mikroalga lain yang mengandung protein tinggi seperti
13
Chlorella sp juga dapat digunakan sebagai pakan alami untuk beberapa jenis
c. Karotenoid
Karotenoid dihasilkan dari beberapa jenis mikroalga seperti algae hijau biru.
Mikroalga merupakan sumber pakan alami yang populer bagi peternak unggas,
sebagai suplemen yang dicampurkan pada pelet atau makanan ternak lainnya.
hari dilakukan uji coba penambahan Spirulina dengan dosis 200 gram diperoleh
kg/ hari tanpa penambahan alga, menjadi 36 lt/hari. Selain itu Mikroalga juga
mikroalga menyerap kandungan senyawa organik dan nutrien yang masih tersisa
dalam limbah, dan menghasilkan oksigen yang dapat menurunkan kadar COD dan
BOD dalam limbah lewat bantuan bakteri pengurai zat organic (Hadiyanto et al,
2012a). Selain itu mikroalga dapat menyerapa beberapa senyawa berbahaya yang
dan seng dari limbah. Fucus vesiculosus dapat menyerap metal chromium (III),
dan sebagainya.
meliputi:
a.) Salinitas
tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah.
Namun, hampir semua jenis mikroalga dapat tumbuh optimal pada salinitas
sedikit dibawah habitat asal. Pengaturan salinitas pada media yang diperkaya
15
b.) Suhu
perairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur mikroalga berkisar antara
20-24 oC. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada media
Kisaran pH untuk kultur alga antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut
berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum kisaran pH yang optimum untuk kultur
mikroalga adalah antara 7–9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara
16
dan hal itu menyebabkan peningkatan CO2 terlarut dalam medium kultur
d.) Karbondioksida
(Taw, 1990).
Mikroalga dapat menyerap CO2 pada kisaran pH dan konsentrasi gas CO2
yang berbeda. Efisiensi dari penyerapan CO2 oleh mikroalga tergantung dari
tinggi konsentrasi gas CO2 maka semakin besar pula pembentukan biomassa
yang terjadi. Gas CO2 diserap oleh mikroalga dan digunakan untuk proses
daripada tumbuhan tingkat tinggi, mikroalga dapat tumbuh sangat cepat dan
17
mikroalga tidak membutuhkan tempat atau lahan yang sangat luas untuk
e.) Nutrien
Mikroalga memperoleh nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien
terdiri dari makro dan mikro nutrient. Untuk makro nutrient terdiri dari C, H,
N, P, K, S, Mg dan Ca, sedangkan untuk mikro nutrient antara lain Fe, Cu,
Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn dan Si. Faktor pembatas untuk mikroalga adalah N
kloroplas (Laura dan Paolo, 2006) dan merupakan aktivator enzim pada
sebagai kofaktor dalam pembentukan asam amino dan klorofil, Besi (Fe)
f.) Aerasi
dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan
udara normal terdiri atas gas nitrogen 78,09 %, oksigen 20,95 %, dan
g.) Cahaya
minimal dinyalakan 18 jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga
sehingga medium kultur menjadi jenuh oleh senyawa karbonat yang tidak
CO2 ke dalam medium kultur (Wijanarko et al, 2007). Namun pada akhirnya
konstan karena CTR (Carbon Transfer Rate) pada umumnya memiliki nilai yang
tinggi pada awal masa pertumbuhan dimana konsentrasi gas CO2 di dalam
medium kultur masih di bawah ambang kejenuhan, sehingga gas CO2 lebih mudah
larut dalam medium kultur. Selain itu, kenaikan jumlah sel yang sangat besar
mempertinggi penyerapan gas yang terlarut dalam bentuk HCO3- oleh mikroalga.
CTR kemudian akan cenderung menurun seiring dengan waktu karena terjadinya
jumlah sel mikroalga dan bertambah besarnya ukuran sel (Isnansetyo dan
sedikit menghasilkan produk yang diinginkan dalam jumlah banyak, untuk itu
produksi mikroalga skala massal di antaranya (1) intensitas cahaya, (2) suhu, (3)
media pertumbuhan (4) pH, dan (5) salinitasi (Hadiyanto dan Azim, 2012).
mikroalga kaya nutrien antara lain asam lemak omega 3 dan 6, asam amino
esensial (leusin, isoleusin, valin, dan lain-lain), dan karoten. Beberapa jenis
20
mikroalga juga memiliki kandungan protein yang tinggi. Asam amino pada
mikroalga lebih baik jika dibandingkan dengan sumber protein makanan yang lain
(Hasanah, 2011). Selain itu jika dibandingkan dengan sumber lain seperti yeast
(Nur, 2014).
Salah satu jenis mikroalga yang memiliki rentang hidup yang luas di media
dan panjang spiralnya antara 43-57 μm (Yudiati et al., 2011). Spirulina sp. adalah
Spirulina memiliki dinding sel yang tipis dengan garis tengah sel berkisar 1-12
mikron.
membelah diri. Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga yang sangat
berpotensi sebagai sumber pangan karena 1 are (0,4646 hektar) Spirulina dapat
21
menghasilkan protein 20 kali lebih baik dari 1 are kedelai atau jagung dan 200
kali lebih baik daripada daging sapi (Kozlenko dan Henson, 1998; Tietze, 2004;
Spolaore et al., 2006). Spirulina dapat tumbuh dengan baik di danau, air tawar, air
laut, dan media tanah. Mikroalga jenis ini termasuk mikroalga yang mudah untuk
ruangan.
Klasifikasi Spirulina sp menurut Bold dan Wynne (1985) adalah sebagai berikut:
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Keunggulan dari Spirulina sp adalah kandungan nutrisi yang baik antara lain 60–
70% protein, 13,5% karbohidrat, 4-7% lemak dan asam lemak (linolenic acid dan
γ-linolenic acid), asam amino esensial (leusin, isoleusin, valine), pigmen (klorofil,
vitamin B12 serta β-caroten (Koru, 2012). Menurut Riyono (2008) menyatakan
yang dimiliki Spirulina diantaranya adalah sebagai sumber protein nabati 100%
bersifat alkali, dengan dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah dicerna dan
diserap oleh tubuh. Protein Spirulina 90% dapat dicerna karena mengandung enzim
keunggulan dibanding mikroalga jenis lain yaitu relatif cepat berproduksi serta
biomassa yang dihasilkan mudah dalam pemanenan. Hal ini disebabkan karena
ukuran biomassa Spirulina lebih besar sehingga dapat dipisahkan dari media
karena lapisannya berupa membran tipis bukan seperti selulosa yang sulit dicerna.
Membran tersebut merupakan gugus gula yang mudah dicerna dan diserap
Secara umum, Spirulina dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 8-11, dengan
diperoleh pada periode penyinaran 16 jam dengan waktu gelap 8 jam pada
intensitas cahaya 2000 ± 200 lux, temperatur 30 ± 1°C dan pH 9.1 (Santosa dan
Limantara, 2007). Suhu terendah untuk Spirulina platensis untuk hidup adalah
15°C pertumbuhan yang optimal adalah 35- 40°C (Chritwardana, et al, 2013).
S. Platensis dapat tumbuh baik pada salinitas 20-25 ppt, sedangkan untuk
kandungan total lipid maksimum dibutuhkan salinitas 10-15 ppt (Christi, 2007).
Salinitas akan mempengaruhi tekanan osmosis antara sel dan medium serta laju
23
disosiasi senyawa organik nutrien alga. Bila salinitas terlalu tinggi akan
yang memadai dan sinar matahari yang cukup juga merupakan faktor penting
matahari, temperatur, nutrisi, O2, CO2, pH, salinitas), faktorbiotik (bakteri, jamur,
virus, dankompetisi dengan mikroalga lain), serta faktor teknik (cara pemanenan,
matahari dengan tempartur 27- 30oC dan pH 6,5 - 8. Open pond merupakan sistem
kultivasi mikroalga yang paling lama digunakan. Open pond dapat dikategorikan
kedalam kolam yang menggunakan air alam seperti air danau, air tambak atau air
kolam. Keuntungan dari open pond ini adalah mudah untuk dibuat, dan lebih
efisien, mudah terkena kontaminan dan untuk sistem Open ponds dengan volume
kultur yang besar, sinar matahari tidak dapat sepenuhnyadiserap oleh mikroalga
Sistem Open pond sini sering dioperasikan secara kontinyu dimana umpan segar
mikroalgadengan nutrisi.
25
2.7. Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi garam yang terlarut dalam volume air tertentu,
dan dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter
terjadi pada perlakuan salinitas 30 ppt dengan kepadatan sel mencapai 5,09×106
sel/ml. Pada media limbah cair industry karet remah dari outlet kolam Fakultatif II
biomassa kering Tetraselmis sp. sebesar 0,6250 g/L dan tingkat kepadatan sel
Tetraselmis sp. paling tinggi yatu mencapai 120 x 104 sel/mL (Nawansih et al.,
2016).
digunakan untuk mengukur kadar garam. Prinsip alat ini adalah dengan
meneteskan sampel pada bagian kaca prisma hand refractometer kemudian dilihat
ditempat yang bercahaya. Nilai salinitas sampel dapat dilihat pada garis batas
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reaktor terbuka yang terbuat
dengan selang aerasi dan lampu TL 40 Watt, gelas ukur, labu Erlenmeyer,
bulb, DO meter, labu Kjeldahl, buret pyrex, statif, klem, spatula, pH meter,
desikator, cawan porselin, penjepit, neraca analitik, oven, aluminium foil, kain
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair industri
karet remah outlet kolam Fakultatif II yang berasal dari Instalasi Pengolahan Air
29
Limbah PTPN VII Unit Usaha Way Berulu, kultur murni mikroalga Spirulina sp.
yang diperoleh dari Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL), natrium
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan salah satu jenis mikroalga laut yaitu
Spirulina sp. yang akan dikultivasikan kedalam 4 perlakuan media limbah cair karet
fakultatif II yang telah di atur salinitasnya dengan berbagai tingkat salinitas yang
berbeda yaitu 0, 10, 20,30 dan 40 ppt selama 7 hari. Tiap media limbah cair karet
Analisis terhadap limbah cair karet untuk media kultivasi dilakukan sebelum dan
sesudah kultivasi, meliputi analisis N-total, P-PO4, pH, Salinitas, dan DO.
pengamatan bobot kering dan kadar protein. Perlakuan dengan hasil biomassa
terbaik akan dilanjutkan analisis proksimat meliputi kadar protein, kadar lemak,
kadar air dan kadar abu serta dilakukan pengamatan kadar COD. Data yang
diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang kemudian
Penambahan limbah Kultivasi 1/3 bibit mikroalga di media air laut Analisis:
cair karet sampai dan LCKR 25% volume 2000 mL
3,45 L selama DO
kultivasi untuk pH
menjaga volume Kultivasi 1/3 bibit mikroalga di media air P-PO4
semua media tetap Laut dan LCKR 50% volume 6000 mL N-total
5 L. Salinitas
COD
Analisis: Pengamatan:
Filtrat Biomassa
DO Berat kering
pH Protein/
P-PO4 proksimat
N-total
Salinitas
COD
Pembiakan kultur dilakukan secara bertahap dari volume kecil ke volume yang
lebih besar (Amini dan Susilowati, 2010). Kultur awal dikultivasikan secara
31
indoor pada media kultur dengan penambahan pupuk Conwy sebanyak 1 mL/1 L
air laut steril. Pembiakan indoor dilakukan dengan memasukkan 1/3 bagian bibit
dipindahkan dalam media dengan volume lebih besar (500–1000 mL). Setelah satu
minggu kultur dapat dipindahkan ke volume yang lebih besar lagi (6000 mL).
Media yang digunakan untuk kultivasi Spirulina sp. adalah limbah cair industri
karet remah dari outlet kolam Fakultatif II (F2) yang berasal dari PTPN VII Unit
Usaha Way Berulu. Sebelum digunakan sebagai media kultivasi, limbah cair karet
dari outlet kolam Fakultatif II (F2) diatur salinitasnya dengan penambahan NaCl
sampai 0,10,20,30 dan 40 ppt serta diberikan pencahayaan selama 24 jam dengan
menggunakan bantuan sinar matahari dan sinar lampu. Setelah itu media kultivasi
dianalisis untuk mengetahui nilai awal dari Dissolved Oxygen (DO), pH, P-PO4,
dan N-total.
3.4.3. Kultivasi
Kultivasi Spirulina sp. dilakukan pada sistem kolam terbuka (open pond) dengan
untuk memenuhi kebutuhan CO2 Spirulina sp. dan sekaligus berfungsi sebagai
kultur mikroalga yang dibiakkan sebanyak 25% v/v (1250 mL) pada 3750 mL
limbah cair industri karet remah dari outlet Fakultatif II + NaCl sampai 0,10,20,30
dan 40 ppt. Kultivasi berlangsung selama 7 hari. Setiap hari, kepadatan sel
al, 2012). Selama proses kultivasi, volume media akan selalu diukur dan dijaga
3.4.4. Pemanenan
semua yeild tertampung pada plankton net, yeild dikeringkan menggunakan oven
pada suhu 105oC hingga berat konstan, selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut
3.5 Pengamatan
Oxygen (DO), salinitas, pH, P-PO4, dan N-total. Pengamatan yang dilakukan
setiap harinya adalah kepadatan sel dan salinitas media Pengamatan yang
(2004), yaitu cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO
33
meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari
dilakukan dengan mencelupkan alat DO meter tersebut ke dalam sampel air yang
3.5.2. Salinitas
meneteskan sampel pada bagian kaca prisma hand refractometer kemudian dilihat
ditempat yang bercahaya. Nilai salinitas sampel dapat dilihat pada garis batas
sebelum kultivasi dan di tahap akhir setelah kultivasi. Alat yang digunakan adalah
elektroda dimasukkan ke dalam limbah cair untuk diukur. Setelah angka pada pH
reagen cair PO4-1. Sampel yang telah disaring dengan kertas Whatman no 42
cair PO4-1, dikocok, dan didiamkan selama 5 menit. Kemudian absorbansi sampel
dimasukan.
3.5.5 Biomassa
basah dan berat kering dari mikroalga. Berat basah mikroalga diukur dengan
dahulu untuk mengetahui berat dari cawan porselen sebelum ditambah mikroalga.
Cawan porselen yang berisi mikroalga dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
105oC selama lebih kurang dua jam. Setelah dua jam, alga dimasukkan ke dalam
desikator selama 15 menit. Setelah dari desikator, alga pada cawan porselen
Analisis COD yang dilakukan yaitu dengan metode closed reflux titrimetric.
Botol refluks disiapkan dan kedalamnya dimasukkan batu didih dan 1 gr HgSO4
kemudian ditambahkan 5,0 ml H2SO4 dan diaduk hingga HgSO4 larut. Botol
Sampel yang telah direfluks kemudian didinginkan dan ditambahakan 8-10 tetes
kemerahan tajam. Dilakukan juga penentuan titrasi blanko dari akuades yang
𝑚𝑔 (𝐵 − 𝑆)𝑥 𝑁 𝑋 8000
𝐶𝑂𝐷 ( )=
𝐿 𝑉
Keterangan :
N: Normalitas Fe(NH4)2(SO4)2
Pengamatan kepadatan sel mikroalga dilakukan setiap hari pada saat kultivasi
dengan metode numerik untuk menghitung jumlah sel mikroalga. Alat yang
dan hand counter. Kepadatan sel Spirulina sp. dihitung menggunakan sedgwick
dalam sedgwick rafter dibawah mikroskop dengan bantuan hand counter. Pada
setiap penghitungan dilakukan dua kali penghitungan dan jumlah tertinggi yang
36
dijadikan data jumlah sel terhitung. Kepadatan Spirulina sp. dihitung dengan
7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
Dipanaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti
berasap dan pemanasan dilanjutkan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi
Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, ditambahkan
lemari es.
Labu Kjeldahl dipasang dengan segera pada alat destilasi. Labu Kjeldahl
yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan
indikator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa
kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N. Proses
destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan
asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan
baku natrium hidroksida 0,1 N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan
warna larutan dari merah menjadi kuning. Kemudian dilakukan titrasi blanko.
37
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
Analisis N-total limbah cair industri karet remah dilakukan dengan menggunakan
metode Gunning yaitu dengan cara memasukan 0,5 – 1 g sampel ke dalam labu
mL dan NaOH 40% sebanyak 30-40 mL. Destilat ditampung dengan HCl 0,1 N
tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah muda.
5.1 Kesimpulan
Salinitas pada media limbah cair industri karet remah dengan salinitas 20 ppt
perolehan biomassa kering mencapai 0,579 g/L dan tingkat kepadatan sel
protein sebesar 42,72%, kadar lemak sebesar 5,05%, kadar Abu sebesar 36,79%
5.2 Saran
yang steril tanpa adanya kontaminan seperti protozoa agar produksi biomassa
lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adetola, T.G. 2011. Effect of nitrogen, iron and temperature on yield and
composition of microalgae [thesis]. Stillwater:Oklahoma state University.
Amanatin, D.R. 2013. Produksi Protein SEL Tunggal (PST) Spirulina sp. Sebagai
super Food Dalam Upaya Penanggulangan Gizi Buruk dan Kerawanan
Pangan Di Indonesia. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Angka, S.L. dan Suhartono, T.S. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian
Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Hlm 49-56.
Aung,W.L. Kyaw, N. dan Nway, N.H. 2013. Biosorption of Lead (Pb2+) by using
Chlorella vulgaris. International Journal of Chemical, Environmental &
BiologicalSciences, (2), 2320–4087.
Becker, E.W. 1994. Oil production. In: Baddiley, et al., editors. Microalgaee:
biotechnology and microbiology. Cambridge University Press.
Bidwell, R.G.S. 1979. Plant Physiology 2nd Ed. Macmillan Publishing Co., Inc.
New York. pp. 255-263.
Biondi and Tredici. 2011. Algae and Aquatic Biomass for a Sustainable
Production of 2nd Generation Biofuels. UNIFI. 148-150.
61
Borowitzka, M.A. 1988. Algal Growth Media And Sources Of Algal Cultures. In
Borowitzka, M.A & L.J Borowitza (Eds) Microalga Biotechnology.
Cambridge University Press: Cambridge. pp. 456-465.
Cotteau, P. 1996. Microalgae. In Manual on Production and Use of Live Food for
Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper Sorgeloos Edition. Roma.
Dedi, F. Hendra, H. Maliana, Y. Ningsih, R.L. dan Hadi, R.P. 2010, Pemanfaatan
Limbah Cair Karet sebagai Media Alternatif Budidaya Chlorella
sp.,Ilmiah Mahasiswa Universitas Tanjungpura vol.1, no.1., hal. 81-90
Fogg, G. E. 1975. Algae Culture and Phytoplankton Ecology. 2nd Ed. University
of Winconsin Press, Maddison.
Hadiyanto dan Azim, M., 2012, Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa
Depan, Edisi Pertama. UPT Undip Press. Semarang.
Hadiyanto, M.M.A. Nur and Hartanto, G.D. 2012 a. Cultivation of Chlorella sp.
as Biofuel Sources in Palm Oil Mill Effluent (POME). Int. Journal of
Renewable Energy Development 1 (2) 2012: 45-49
Harun, R., Danquah, M.K., dan Forde, G.M. 2010. Microbial biomass as a
fermentation feedstock for bioethanol production. J Chem Technol
Biotechnol 85:199–203
Harun, R., Singh, M., Forde, G.M., dan Danquah, M.K. 2010. Bioprocess
engineering of microalgae to produce a variety of consumer products,
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14. pp. 1037–1047.
Harun, R., Singh, M., Forde, G.M., Danquah, MK., 2010. Bioprocess engineering
of microalgaee to produce a variety of consumer products. Renew. Sust.
Energ. Rev. 14. 1037-1047.
Hoshida, H., Ohira, T., Minematsu, A., Akada, R., dan Nishizawa, Y. 2005.
Accumulation of Eicosapentaenoic Acid in Nannochloropsis sp. In
Response to Elevated CO2 Concentrations. Applied Phycology, 17,
pp.29-34.
John, R.P., Anisha, G.S., Nampoothiri, K.M., dan Pandey, A. 2011. Micro and
macroalgal biomass: A renewable source for bioethanol.
BioresourceTechnology, 102, hal. 186–193.
John, R.P., Anisha, G.S., Nampoothiri, K.M., dan Pandey, A. 2011. “Micro and
macroalgal biomass: A renewable source for bioethanol”,Bioresource
Technology, 102, hal. 186–193.
Khoirunisa, E., Mutiah, E., dan Abdullah. 2012. Proses Kultivasi Spirulina
platensis MenggunakanPOME (Palm Oil Mill Effluent) Sebagai Media
Kultur dalam Raceway Open Pond Bioreactor. Jurnal Teknologi Kimia
dan Indsutri 1(1): 264-269.
64
Kulpys, J., Paulauskas, E., Pilipaviclus, V., and Stankevicius, R. 2009. Influence
ofcyanobacteria Arthospira (Spirulina) platensis biomass additives towards
the body condition of lactation cows and biochemial milk indexes.
Agronomy Research .7 (2),823-835.
Lubian, L.M., Montero, O., Moreno-Garido, I.,Huertas, E., Sobrino, C., Valle,
G.,M., and Pares, G. 2000. Nannochloropsis (eustigmatopyceae) as source
of commercially valuable pigment. Journal of Applied Pycology., 2(3-5),
249–255.
Metcalf and Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse 4th
Edition. New York : McGraw Hill.
Muliono. 2004. Pengaruh Suhu dan Lama Penyinaran terhadap Kondisi Sel
Nannochloropsis sp. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nawansih, O., Utomo, T.P., dan Wulan, R.R. 2015. “Kemampuan Mikroalga yang
Dikultivasi pada Limbah Cair Industri Karet Remah dalam Menghasilkan
Biomassa dan Menurunkan Cemaran”. Proseeding Semnas Sain dan
Teknologi VI LPPM Universitas Lampung 03-11-201
Nawansih, O, Utomo, T.P., dan Adriyanus, .I.P. 2016. Kajian Produksi Biomassa
Tetraselmis sp. Pada Media Limbah Cair Industri Karet Remah yang
Diperkaya Sebagai Bahan Baku Potensial Biodiesel. Inovasi dan
Pembangunan. Vol.4 No.1 Tahun 2016, ISSN 2354-5704.
Olaizola, M, Bridges, T., Flores, S., Griswold, L., Morency, J., and Nakamura, T.
2004. Microalga Removal of CO2 from Flue Gases : CO2 Capture from a
Coal Combuster, Biotech. Bioproc. Eng., 8, pp. 360- 367. pemekatan
mikroalga. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia. ITB.
Bandung. Hal 1-5
Pujiono, A.E. 2013. Pertumbuhan Tetraselmis chuii pada Medium Air Laut dengan
Intensitas Cahaya, Lama Penyinaran dan Jumlah Inokulan yang Berbeda
pada Skala Laboratorium. (Skripsi). Universitas Jember. Jember. 41 hlm.
Rafiqul, I.M, Jalal, K.C.A., and Alam, M.Z. 2005. Environmental Factors for
Optimisation of Spirulina Biomass in Laboratory Culture. Asian Network
for Scientific Information, Biotechnology 4(1): 19-22.
Rocha, G.J.M.S., Garcia, J.E.C., and Henriques, M.H.F. 2003. Growth aspects of
the marine microalga Nannochloropsis. Biomolecular Engineering. 20,
237–242.
Rostini, I. 2007. “Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada
skala Laboratorium”. Karya Ilmiah. Universitas Padjajaran Fakultas
Perikanan dan Ilmu kelautan. Jatinagor
Sawyer, C.N., P.L. McCarty, and G.F. Parkin. 1994. Chemisttry for
Environmental Engineering Fourth Edition. McGraw-Hill Inc. Singapore.
685 pp.
Setyaningsih, I., SAputra, A.T. 2011. Komposisi Kimia dan Kandungan Pigmen
Spirulina fusiformis Pada Umur Panen yang Berbeda Dalam Media Pupuk.
Departemen Teknologi Hasil Perairan IPB. Bogor.
Siregar, B.I.T dan J. Hermana. 2012. Identifikasi dominasi genus alga pada air
Boezem Morokembrangan sebagai sistem High Rate Algae Pond
(HRAP).(paper). Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS. 34 hlm.
Sriharti. 2004. Pengaruh species Clorella dalam menetralisir limbah cair karet.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. ISSN :
1411 – 4216.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta. 138 hlm.
67
Suharyanto, Tri, P., Permatasari, S., dan Syamsu, K. 2014. Produksi Spirulina
platensis dalam fotobioreaktor kontinyu menggunakan media limbah cair
pabrik kelapa sawit Menara Perkebunan 2014 82(1), 1-9, Bogor.
Suwardin, D. 1989. Tehnik pengendalian limbah pabrik karet. Lateks 4 (2): 25-32.
Tietze, H.W. 2004. Spirulina Micro Food Macro Blessing. , Australia: Haralz W
Tietze Publishing.
Wulan, R.R. 2015. Kemampuan mikroalga yang dikultivasi pada limbah cair
industri karet remah dalam menghasilkan biomassa dan menurunkan
cemaran. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung. 60 hlm.
Yarti, N., Muhaemin, M., dan Hudaidah, S. 2014. Pengaruh Salinitas dan
Nitrogen Terhadap Kandungan Protein Total Nannochloropsis sp. e-Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. Universitas Lampung. Vol 2
No 2(2014): 273-278.
Zulfarina, Sayuti, I., dan Putri, H.T. 2013. Potential utilization of algae Chlorella
pyrenoidosa for rubber waste management. Prosiding Semirata FMIPA.
Universitas Riau. Riau. 511-520.