Anda di halaman 1dari 15

ANEMIA PADA KEHAMILAN

Pendahuluan

Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar Ht, Konsentrasi Hb, atau
hitung eritrosit dibawah batas normal. Namun nilai normal yang akurat untuk ibu
hamil sulit dipastikan, karena ketiga parameter laboratorium tersebut bervariasi
selama periode kehamilan. Umumnya ibu hamil dianggap anemik jika kadar
hemoglobin dibawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Namun, CDC
membuat nilai batas khusus berdasarkan trimester kehamilan dan status merokok.
Dalam praktik rutin, konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada akhir trimester pertama
dan < 10 g/dl pada trimester kedua dan ketiga diusulkan menjadi batas bawah untuk
mencari penyebab anemia dalam kehamilan. Nilai-nilai ini kurang lebih sama nilai
Hb terendah pada ibu-ibu hamil yang mendapat suplementasi besi, yaitu 11,0 g/dl
pada trimester pertama dan 10,5 g/dl pada trimester kedua dan ketiga. 1,2

Gambar. Kadar hemoglobin pada wanita hamil pada setiap trimester kehamilan
Gambar. Perbedaan kadar hemoglobin dan hematokrit wanita hamil dan tidak hamil

Definisi

Anemia secara umum adalah kondisi dimana kadar haemoglobin (Hb) dalam
darah kurang dari 12 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu
dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5
gr% pada trimester II. Terdapat perbedaan pada wanita tidak hamil dengan wania
sedang hami, yaitu karena hemodilusi, terutama terjadi pada trimester II.

Kondisi anemia merupakan kondisi dimana sel darah merah menurun atau
menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan
organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi
anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00
gr/dl.

Epidemiologi

Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di


negara maju maupun berkembang. Badan kesehatan dunia atau World Health
organisation (WHO) memperkirakan bahwa 35-75% ibu hamil di negara berkembang
dan 18% ibu hamil di negara maju mengalami anemia. Namun banyak di antara
mereka yang telah menderita anemia pada saat konsepsi, dengan perkiraan prevalensi
sebesar 43% pada perempuan yang tidak hamil di negara berkembang dan 12% di
negara yang lebih maju.

Etiologi

Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali


defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi
buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun penyebab mendasar
anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat,
bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan, dan kurangnya
utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh
defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada
apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat
disebabkan oleh defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12. Penyabab anemia
lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi,
toksisitas zat kimia, dan keganasan.3,4,5

Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan


perdarahan akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi. Menurut Mochtar
penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Defisiensi besi (kurang zat besi)

Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering


ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang. Risikonya
meningkat pada kehamilan dan berkaitan dengan asupan besi yang tidak
adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan janin yang cepat.
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling
parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum,
dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai
hematokrit yang menurun. Pada kehamilan, kehilangan darah pada saar
persalinan dan laktasi yang jumlah keseluruhannya dapat mencapai 900 mg
atau setara dengan 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan
mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka kebutuhan
tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi.

Kecukupan akan zat besi tidak hanya dilihat dari konsumsi makanan
sumber zat besi tetapi juga tergantung variasi penyerapannya. Yang
membentuk 90% Fe pada makanan non daging (seperti biji-bijian, sayur,
telur, buah) tidak mudah diserap tubuh. Pencegaha anemia defisiensi besi
dapat dilakukan dengan suplementasi besi dan asam folat. WHO
menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan untuk memenuhi
kebutuhan fisiologik selama kehamilan. Namun banyak literatur
menganjurkan dosis 100 mg besi setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada
kehamilan. Di wilayah-wilayah dengan prevalensi anemia yang tinggi,
dianjurkan untuk memberikan suplementasi sampai tiga bulan postpartum.

Hubungan antara konsentrasi Hb dengan kehamilan masih kontroversi.


Di negara-negara maju misalnya, tidak hanya anemia, tapi juga konsentrasi
hemoglobin yang tinggi selama kehamilan telah dilaporkan meningkatkan
risiko komplikasi seperti kelahiran kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau
small-for-gestational age (SGA), kelahiran prematur, dan mortalitas perinatal.
Kadar Hb yang tinggi terkait dengan infark plasenta sehingga hemodilusi pada
kehamilan dapat meningkatkan pertumbuhan janin dengan cara mencegah
trombosis dalam sirkulasi uteroplasental. Oleh karena itu jika peningkatan
kadar Hb mencerminkan kelebihan besi, maka suplementasi besi secara rutin
pada ibu hamil yang tidak anemik perlu ditinjau kembali.

Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai


minggu ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi dan
nonanemik (Hb < 11 g/dl dan feritin > 20 ug/l) menurunkan prevalensi anemia
dan bayi berat lahir rendah. Namun pada ibu hamil dengan kadar Hb yang
normal (> 13,2 g/dl) mendapatkan peningkatan risiko defisiensi tembaga dan
zinc. Selain itu pemberian suplementasi besi elemental pada dosis 50 mg
berkaitan dengan proporsi bayi KMK dan hipertensi maternal yang lebih
tinggi dibandingkan kontrol.

2. Defisiensi Asam folat3,4,5

Pada kehamilan, kebutuhan folat meningkat lima sampai sepuluh kali


lipat karena transfer folat dari ibu ke janin yang menyebabkan dilepasnya
cadangan folat maternal. Peningkatan lebih besar dapat terjadi karena
kehamilan multipel, diet yang buruk, infeksi, adanya anemia hemolitik atau
pengobatan antikonvulsi. Kadar estrogen dan progesteron yang tinggi selama
kehamilan tampaknya memiliki efek penghambatan terhadap absorpsi folat.
Defisiensi asam folat oleh karenanya sangat umum terjadi pada kehamilan dan
merupakan penyebab utama anemia megaloblastik pada kehamilan.

Anemia tipe megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan


penyebab kedua terbanyak anemia defisiensi zat gizi. Anemia megaloblastik
adalah kelainan yang disebabkan gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan
adanya sel-sel megaloblastik yang khas untuk jenis anemia ini. Selain karena
defisiensi asam folat, anemia megaloblastik juga dapat terjadi karena
defisiensi vitamin B12 (kobalamin). Folat dan turunnya formil FH4 penting
untuk sintesis DNA yang memadai dan produksi asam amino. Kadar asam
folat yang tidak cukup dapat menyebabkan manifestasi anemia megaloblastik.

Gejala-gejala defisiensi asam folat sama dengan anemia secara umum


ditambah kulit yang kasar dan glositis. Pada pemeriksaan apusan darah
tampak prekursor eritrosit secara morfologis lebih besar (makrositik) dan
perbandingan inti-sitoplasma yang abnormal juga normokrom. MCH dan
MCHC biasanya normal, sedangkan MCV yang besar berguna untuk
membedakan anemia ini dari perubahan fisiologik kehamilan atau anemia
defisiensi besi. Untuk MCV, adanya peningkatan saturasi besi dan transferin
serum dan trombosit yang abnormal. Tanda awal defisiensi asam folat adalah
kadar folat serum yang rendah ( < 3 ng/ml).

Namun, kadar tersebut merupakan cerminan asupan folat yang rendah


pada beberapa hari sebelumnya yang mungkin meningkat cepat begitu asupan
diperbaiki. Indikator status folat yang lebih baik adalah folat dalam sel darah
merah, yang relatif tidak berubah dalam eritrosit yang sedang beredar di
sirkulasi, sehingga dapat mencerminkan laju turnover folat pada 2-3 bulan
sebelumnya.

Folat dalam sel darah merah biasanya rendah pada anemia


megaloblastik karena dafisiensi folat. Namun kadarnya juga rendah pada 50%
penderita anemia megaloblastik karena defisiensi kobalamin sehingga tidak
dapat digunakan untuk membedakan kedua jenis anemia ini.

Defisiensi asam folat ringan juga telah dikaitkan dengan anomali


kongenital janin, terutama defek pada penutupan tabung neural (neural tube
defects). Selain itu, defisiensi asam folat dapat menyebabkan kelainan pada
jantung, saluran kemih, alat gerak, dan organ lainnya. Mutasi gen yang
mempengaruhi enzim-enzim metabolisme folat, terutama mutasi 677C  T
pada gen MTHFR, juga berpredisposisi terhadap kelainan kongenital.
Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral
sebanyak 1-5 mg/hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya dapat dikoreksi
meskipun pasien mengalami malabsorbsi. Ibu hamil sebaiknya mendapat
sedikitny 400 ug folat / hari.

3. Anemia aplastik

Ada beberapa laporan mengenai anemia aplastik yang terkait dengan


kehamilan, tetapi hubungan antara keduanya tidak jelas. Pada beberapa kasus,
yang terjadi adalah eksaserbasi anemia aplastik yang telah ada sebelumnya
oleh kehamilan dan hanya membaik setelah terminasi kehamilan. Pada kasus
kasus lainnya, aplasia terjadi selamakehamilan dan dapat kambuh pada
kehamilan berikutnya. Terminasi kehamilan atau persalinan dapat
memperbaiki fungsi sum-sum tulang, tetapi penyakit dapat memburuk bahkan
menjadi fatal setelah persalinan. Terapi meliputi terminasi kehamilan elektif,
terapi supportif, imunosupresi, atau transplantasi sumsum tulang setelah
persalinan.

4. Malabsorbsi

Gangguan penyerapan zat besi pada usus dapat menyebabkan pemenuhan zat
besi pada ibu hamil terganggu

5. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
6. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

Patofisiologi6,7,8

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan


produksi eritropoietin. Akibatnya volume plasma bertambah dan sel darah merah
(eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi
yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi
penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodelusi.

Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada


kehamilan. Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht),
konsentrasi hemoglobin darah (Hb), dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan
jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Mekanisme yang mendasari
perubahan ini belum jelas. Ada spekulasi bahwa anemia fisiologik dalam kehamilan
bertujuan untuk menurunkan viskositas darah maternal sehingga meningkatkan
perfusi plasental dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin.

Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai
maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai
minggu ke-37. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada
ibu hamil dibandingkan perempuan yang tidak hamil. Penurunan hematokrit,
konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7
sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika
titik keseimbangan tercapai.

Suatu penelitian menunjukkan perubahan konsentrasi Hb sesuai dengan


bertambahnya usia kehamilan. Pada trimester pertama, konsentrasi Hb tampak
menurun, kecuali pada perempuan yang telah memiliki kadar Hb rendah (< 11,5
g/dl). Konsentrasi paling rendah didapatkan pada trimester kedua, yaitu pada usia
kehamilan sekitar 30 minggu. Pada trimester ketiga terjadi sedikit peningkatan Hb,
kecuali pada perempuan yang sudah memiliki kadar Hb tinggi (> 14,6 g/dl) pada
pemeriksaan pertama.6,7,8
Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma, sehingga darah lebuh encer. Pertambahan tersebut berbanding
plasma 30,00%, sel darah merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi
pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan kekurangan
sel darah merah atau anemia.

Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam


kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat meringankan
beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai
akibat hidremia cardiac output untuk meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila
viskositas rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik,
kedua perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit
dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap kental. Tetapi pengenceran darah yang
tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat menyebabkan
anemia.

Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu


dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu

Tanda dan Gejala9,10

Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing,
mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia),
konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih
hebat pada hamil muda.

Klasifikasi
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi11,12

Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya
yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang
dianjurkan adalah pemberian tablet besi. Pengobatannya adalah:

 Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero
glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan
kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan
kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia
(Saifuddin, 2002).
 Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi
per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau
masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral
dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/
IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba,
2001).

Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan


anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan
dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb
dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:12,13,14

1) Hb 11 gr% : Tidak anemia

2) Hb 9-10 gr% : Anemia ringan

3) Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang


4) Hb < 7 gr% : Anemia berat

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan
ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi
digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg
lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100
kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan
2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan
dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg
sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).

 Anemia Megaloblastik13,15,16

Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali
karena kekurangan vitamin B12.

Pengobatannya:

1) Asam folik 15 – 30 mg per hari

2) Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari

3) Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari

4) Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat
diberikan transfusi darah.14

 Anemia Hipoplastik9,10

Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel
darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan
diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan
retikulosi.

 Anemia Hemolitik

Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang
lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-
kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi
kelainan pada organ-organ vital.11,12,17

Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila


disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat
penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi
hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.18

6. Efek Anemia Pada Ibu Hamil13,14,18

 Bahaya Pada Trimester I

Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion, kelainan


congenital, abortus / keguguran.

 Bahaya Pada Trimester II

Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan
ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai
kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga
kematian ibu.

 Bahaya Saat Persalinan


Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder,
janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu
cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif.19,20
DAFTAR PUSTAKA

1. Current. Diagnosis & Treatment Obstretics and Gynecology, 11th edition,


Lange medical e-books Mc Graw Hill. United States: 2013. Page 1582-1597.
2. Prawirohardjo, Sarwono. “Ilmu Kandungan”. 2011.Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3. Callahanan T,Caughey AB, Andrew J, et al. Blueprints Obstetrics and
Gynecology. 6th edition. 2013.USA : Lippincott Williams and Wilkins.
4. Hartanto H. Anemia. Dalam: Cunningham FG. Obstetric Williams. Edisi ke-
21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425.
5. Scott, J. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika.
Jakarta.
6. Dr. Taufan Nugroho.2012. Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan
Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika
7. Dr. Joko Pranoto. 2013. Pengantar Ginekologi.
http://www.slideshare.net/JokoWiwied/1-pengantar-ginekologi. Diakses 29
September 2013.
8. Pernoll, M. L. Benson & Pernoll’s handbook of obstetrics and gynecology.
Tenth edition. New York: Mc Graw Hill, 2001.
9. Cunningham., Gary et-al. Williams Obstetrics. 23rd Edition. New York: Mc
Graw Hill, 2010.
10. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu
Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
Jakarta;2002; hal. 275-280.
11. Ogunyemi DA, Anemia fisiologis pada kehamilan. Emedicine. 2012
12. Verberg MFG, Gillott DJ dan Grudzinskas JG. 2005. Anemia pada
kehamilan, a literature review. Human Reproduction Update.vol 11. No.5.
pp. 527-539.
13. Goldberg D, Szilagyi A, Graves L: Anemia fisiologis pada kehamilan: a
systematic review. Obstet Gynecol 2007, 110:695-703.
14. Sheehan P. Anemia in Pregnancy assessment and management. Aust Fam
Physician 2007,36:698-701.
15. Chaterine M, Graham RH and Robson SC. Caring for women with anemia,
nausea and vomiting in pregnancy : new approaches. British Journal of
Midwifery, May 2008, Vol 16, No. 5.
16. Asih, Kampono dan Prihartono. Anemia pada kehamilan. Majlah Obstetri
Ginekologi Indonesia. Vol 33, no 3 Juli 2009.
17. Einarson A, Maltepe C, Bukovic R, Koren G. Treatment of anemia, nausea
and vomiting in pregnancy: an updated algorithm. Can Fam Physician 2007,
53 (12):2109-2111
18. Errol Nurwita. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Erlangga
19. Abdul Bari Saifuddin. 2006. Obstetrics Ginekologi. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
20. Fakultas Kedokteran USU. 2013. Kelainan pada kehamilan dan Masalah
Interseks. [cited 2015 August 21]. Available from URL:
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000106-reproductive-
system/rps138_slide_kelainan_pada_kehamilan_dan_masalah_interseks.pdf.

Anda mungkin juga menyukai