RETINOPATI DIABETIK
OLEH :
1008012036
PEMBIMBING :
dr. Komang Dian Lestari, Sp.M, M.Biomed
dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M, MARS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KUPANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Pasien dengan diabetes mellitus memiliki resiko 25 kali lebih mudah untuk
mengalami kebutaan dibanding dengan pasien nondiabetes(1). Hal ini terjadi sesuai
dengan lamanya diabetes yang diderita. Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe
1, retinopati diabetik hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien. Setelah 10
tahun, prevalensi dari RD meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun
meningkat lebih dari 90%. Sedangkan pada diabetes mellitus tipe 2 muncul untuk
pertama kali, retinopati diabetik non-proliferatif di termukan sekitar 25% penderita.
Setelah 20 tahun, prevalensi RD meningkat menjadi lebih dari 60%. Di Negara seperti
Amerika utara, 3.6% pasien diabetes tipe 1 dan 1.6% pasien diabetes tipe 2 mengalami
kebutaan total. Sedangkan di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat
mengalami kebutaan baik kebutaan parsial maupun total setiap tahun(2)(3).
TINJAUAN PUSTAKA
Retina merupakam lembaran tipis jaringan saraf yang semi transparan, dan
multi lapis yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata, yang
mengandung reseptor yang mana reseptor ini sendiri akan menerima rangsangan
cahaya. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir
pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm
pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina
posterior terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara
klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh
darah retina temporal(4).
Epitel pigmen retina merupakan lapisan terluar dari retina, yang terdiri atas
satu lapis, dan lebih melekat erat pada koroid dibandingkan pada retina bagian
dalamnya. Epitel berbentuk kuboid dan mengandung pigmen melanin. Daerah
makula sel lebih kecil, namun mengandung banyak melanin. Epitel pigmen retina
melekat di membran basal yang disebut membran Bruch. Epitel ini berdekatan
letaknya dengan lapisan koroid yang banyak vaskularisasi. Epitel pigmen retina
berfungsi sebagai sawar agar bagian dalam bola mata tidak mengalami infeksi dan
sangat berperan dalam metabolisme vitamin A, regenerasi siklus visual,
fagositosis dan degradasi ujung fotoreseptor segmen luar, absorbsi kelebihan
sinar, pertukaran panas, sekresi matriks interselular fotoreseptor, serta transpor
aktif material dari kapiler koroid ke ruang subretina(5).
Lapisan retina sensoris dimulai dari saraf optik hingga ora serrata. Lapisan ini
jauh lebih tebal dibandingkan dengan epitel pigmen retina. Secara histologis
terdapat 9 struktur(5). Lapisan retina sensoris dari lapisan paling atas terdiri dari :
1. Lapisan fotoreseptor, yang merupakan lapisan luar retina terdiri atas sel-
sel batang dan sel-sel kerucut
2. Membran limitan eksterna
3. Lapisan nukleus luar, yang merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut
dan batang
4. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aselular dan tempat sinapsis
sel fotoreseptor beserta dengan sel bipolar dan sel horizontal
5. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan
sel muller. Lapisan ini mendapat suplai darah dari arteri retina sentral
6. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular, tempat sinaps
bipolar, sel amakrin dan sel ganglion
7. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel pada neuron kedua
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapisan akson sel gangglion menuju ke
arah saraf optik, didalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh
darah retina
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca(1).
Gambar 2.2 Histologi Lapisan Retina
Terdapat dua macam reseptor yaitu sel konus (sel kerucut) dan sel basilus
(sel batang). Pada segmen luar sel konus terdapat tumpukan sakulus, sedangkan
pada sel basilus terdapat cakram. Sakulus dan cakram mengandung pigmen
fotosensitif. Segmen dalam sel konus dan basilus kaya akan mitokondria. Segmen
luar basilus diperbarui dengan pembentukkan cakram baru pada tepi dalam
segmen dan cakram lama akan difagositosiskan oleh sel epitel pigmen retina(5).
Sel konus penting untuk menerima rangsang cahaya kuat dan rangsang
warna. Sel konus mengandung 3 macam pigmen: pigmen yang sensitif terhadap
gelombang panjang (570 nm), merupakan pigmen yang peka terhadap sinar
merah; pigmen yang peka terhadap gelombang menengah (540 nm), merupakan
pigmen yang peka terhadap sinar hijau; dan pigmen yang sensitif terhadap
gelombang pendek (440 nm) , merupakan pigmen yang peka terhadap sinar biru.
Rodopsin merupakan protein majemuk gabungan antara retinen (vitamin A) dan
opsin (suatu protein). Rodopsin terdiri dari rodopsin untuk warna merah, warna
hijau dan warna biru. Dari kombinasi kerja ketiga macam reseptor ini kita dapat
menerima berbagai persepsi warna. Pada bagian retina perifer sel yang dominan
adalah sel basilus yang sangat sensitif terhadap cahaya dan merupakan reseptor
untuk penglihatan malam (penglihatan skotopik), tetapi tidak mampu memisahkan
perincian dan batas objek atau menentukan warna. pada keadaan gelap akan
terjadi kenaikan cGMP intrasel sehingga saluran Na+ terbuka dan Na+ masuk,
sehingga menyebabkan neurotransmiter terus dikeluarkan dan rangsang
diteruskan(5).
Retina sendiri menerima suplai darah dari dua sumber yaitu dari
khoriokapilaria yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang memperdarahi
sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, foto
reseptor, dan lapisan epitel pigmen retina. Arteri sentralis retina mempunyai
endotel yang tersusun rapat dan vasa-vasa cabangnya terletak dilapisan serabut
saraf retina. Arteri sentralis retina ini merupakan cabang dari arteri oftalmika yang
masuk bersama N. Optikus melalui papil nervusl optikus atau diskus optikus.
Arteri ini memperdarahi dua per tiga sebelah dalam lapisan retina (membran
limitans interna sampai lapisan inti dalam)(5).
2.3 Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi
masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara
dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat
pada dekade berikutnya. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa
Indonesia masuk kedalam daftar 5 negara dengan jumlah penyandang DM
terbanyak. Jumlah ini mencapai 21,3 juta pada tahun 2030. Meningkatnya
prevalensi diabetes, mengakibatkan meningkat pula komplikasi jangka panjang
dari diabetes seperti retinopati, nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak
besar terhadap pasien maupun masyarakat(7).
2.4 Patofisiologi
Sampai saat ini penyebab retinopati diabetik belum diketahui secara pasti,
namun para ahli meyakini keadaan hiperglikemik yang berlangsung lama sebagai
faktor resiko utama dari retinopati diabetik. Lamanya terpapar hiperglikemik
menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhirnya akan menyebabkan
perubahan kerusakan endotel pembuluh darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu(6)
1. Sel perisit
Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada
membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal,
perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada
kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit
berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu
mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan
proliferasi endotel.
2. Membrana basalis
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan
matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif
terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras
flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina(6).
1. Pembentukkan mikroaneurisma,
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
3. Penyumbatan pembuluh darah,
4. Proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di
retina,
5. kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus.
Poliol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol. Poliol bisa meningkat
dalam jumlah yang banyak di dalam lensa, pembuluh darah dan saraf optik,
apabila pasien mengalami hiperglikemia yang berlangsung lama karena dapat
meningkatkan aktivitas enzim aldose reduktase sehingga poliol meningkat. Poliol
memiliki sifat yang tidak dapat melewati membrane basalis, sehingga akan
menyebabkan penimbunan senyawa poliol ini di dalam sel. Penimbunan senyawa
inilah yang akan menyebabkan tekanan osmotic sehingga akan menimbulkan
gangguan morfologi dan fungsional sel(6)(10).
2. Glikasi Nonenzimatik
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau setiap
adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2 gambaran
yang paling seing ditemukan pada retinopati proliferative resiko tinggi.
1. Stadium nonproliferatif
2. Stadium preproliferatif
3. Stadium proliferatif
Stadium I
Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil didaerah papil dan macula
- Vena sedikit melebar
- Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena
didaerah nuclear luar
Stadium II
- Vena melebar
- Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (circinair/ rosette) yang secara histologist terletak
didaerah lapisan plexiform luar
Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol
terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai
retinopati hipertensif atau arteriosklerose.
Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan
sheathing pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada
semua lapisan retina, dapat juga preretina.
Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang
kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan
fibrotic yang disebtai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini
melekat pada retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina
dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna
kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi
daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditanyakan sejak kapan pasien menderita
diabetes mellitus, atau riwayat penyakit lainnya seperti hipertensi,
penyakit ginjal, obesitas, dll), riwayat pengobatan, riwayat kontrol
glikemik, riwayat trauma pada mata, operasi mata, kehilangan penglihatan,
pandangan menjadi kabur, penyakit mata lainnya(12)(13).
2. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan ketajam
visual, funduskopi dengan dilatasi pupil untuk melihat dan menilai bagian
perifer retina, vitreus dan adanya edema pada makula, slit-lam, genioskopi,
pengukuran tekanan intraokuler, pemeriksaan oftalmologi lainnya. Selain
itu bisa di lakukan pemeriksaan funduskopi direk yang memiliki manfaat
untuk menilai saraf optic, retina, macula dan pembuluh darah di kutub
posterior mata. Pemeriksaan funduskopi direk ini biasanya dilakukan
ditempat atau ruangan yang cukup gelap(12)(13).
Dari pemeriksaan ini yang dapat kita lihat dan kita nilai adalah
diskus optiknya apakah normal dengan batas yang tegas, disc yang
berwarna merah muda dengan cup yang berwarna kuning, sedangkan
untuk ratio cup-disc adalah <0,3. Lihat juga retina pasien apakah terdapat
mikroaneurisma, eksudat, perdarahan dan neovaskularisasi, ini merupakan
tanda-tanda utama dari retinopati diabetik. Perhatikan macula, apakah ada
edema macula, dan eksudat ini merupakan tanda khas makulopati
diabetikum(14). Berikut tanda-tanda retinopathy diabetik sesuai dengan
derajat retinopati berdasarkan ETDRS
d. Ocular Ultrasonography
Ocular ultrasonography dilakukan untuk mengevaluasi
retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau
kekeruhan media refraksi. Ultrasonografi B- scan dapat membantu
untuk menentukan tingkat dan keparahan traksi vitreoretinal,
terutama pada makula pada pasien diabetes mellitus(12)(13).
2.8 Penatalaksanaan
Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik merupakan upaya yang
harus dilakukan bersama-sama. Tujuan utama/perinsip terapi retinopati
diabetik adalah mencegah terjadinya kebutaan secara permanen. Berikut
pencegahan dan pengobatan diabetik yang dapat dilakukan(15)(16):
- Kontrol Glukosa darah
- Komtrol tekanan darah
- Kontrol profil lipid
- Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedaan atau radiasi
(jarang dilakukan)
- Fotokoagulasi panretinal untuk RDP atau glaucoma
neovaskuler
- Fotokoagulasi fokal untuk edema macula
- Vitrektomi/vitreolisis untuk pendarahan vitreus atau ablasio
retina
- Intervensi farmakologi (umumnya masih dalam tahap
percobaan) seperti pemberian inhibitor enzim aldose
reduktase inhibitor hormone pertumbuhan, anti VEGF,
inhibitor PKC dan anti inflamasi
Pencegahan seperti melakukan pengontrolan glukosa darah dan
hipertensi telah dibuktikan dapat mencegah timbulnya dan memperburuknya
retinopati diabetik. Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh
Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan United Kingdom
Prospective Diabetes Study (UKPDS) pasien penderita DM dan hipertensi
yang melakukan kontrol glukosa darah dan tekanan darah dapat menurunkan
resiko terjadinya retinopati diabetik, walaupun tidak secara sempurna dapat
dicegah munculnya RD. Namun perlu diingat pasien – pasien dengan resiko
terjadinya RD harus selalu melakukan pemeriksaan mata setiap tahunnya,
untuk menghindari terjadinya RD yang berat.
Uji klinik berskala besar yang dilakukan National Institutes of Health
di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pengobatan dengan fotokoagulasi
dengan sinar laser yang dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk
pasien dengan retinopati diabetik proliferatif, edema makula dan
neovaskularisasi yang terletak pada sudut anterior chamber. Hal ini
dilakuakan untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan
vitreus dan ablasio retina. Fotokoagulasi ini memiliki 3 metode terapa yaitu
1. Scatter (panretinal) photocoagulation, yang dilakukan pada
kasus-kasus dengan kemunduran visus yang cepat dan dilakukan
juga untuk menghilangkan neovaskular pada saraf optikus,
permukaan retina atau pada sudut anterior chamber. Cara
melakukan metode ini adalah dengan menyinari 1.000 – 2.000
sinar laser ke daerah retina yang jauh dari makula dan
menyusutkan neovaskular
2. Focal photocoagulation, ini dilakukan pada mikroaneurisma di
fundus posterior yang mengalami kebocoran untuk mengurangi
atau menghilang edema makula
3. Grid photocoagulation, merupakan suatu teknik penggunaan sinar
laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada
daerah edema. Biasanya pada terapi edema makula lebih sering
digunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.
Pada saat kapan kita dapat lakukan vitrektomi, vitrekrtomi dini perlu
dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus,
perdaharan dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat
juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau
yang mengalami proliferasi fibrovaskular. Vitrektomi juga diindikasikan
bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah
fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami
perbaikan.
2.9 Komplikasi
2.10 Prognosis
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 11 Juni 2019 bertempat di Poliklinik Mata
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes pada pukul 11.20 WITA.
1. Keluhan utama : Kontrol obat habis
2. Riwayat Penyakit sekarang:
Pasien datang ke poli dengan keluhan obat habis. Pasien mengatakan penglihatan
mata kiri semakin baik. Saat pasien memakai kacamata, penglihatannya terasa
kabur. Pasien sebelumnya mengeluhkan mata kiri kabur seperti melihat bayang-
bayang yang dirasakan sejak 1 bulan terakhir. Pasien mengatakan pandangannya
kabur perlahan-lahan, awalnya masih bisa melihat jalan, namun lama kelamaan
mulai memberat dan membuat pasien sulit untuk melihat jauh. Mata merah (-/-),
mata terasa gatal (-/-), kotoran mata (-/-), rasa menganjal pada mata (-/-), riwayat
trauma (-), riwayat operasi pada mata (-/-), riwayat penggunaan kaca mata (+),
pasien mengaku sempat menggunakan kaca mata selama ±2 tahun setelah mata
nya mulai kabur.
3. Riwayat penyakit dahulu:
Pasien didiagnosa menderita Diabetes Mellitus tipe 2 sejak tahun 2013 saat pasien
berusia 42 tahun, berobat teratur hingga saat ini. Riwayat hipertensi (+) dan
jantung (+), namun tidak kontrol teratur.
4. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien
5. Riwayat pengobatan:
Pasien setiap hari mengkonsumsi obat gula darah (metformin) sebanyak 3x500
mg. 3 minggu lalu pasien mendapat obat tetes noncort 4x1 os, dan keluhan pasien
berkurang.
6. Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan:
Pasien merupakan seorang pedagang, suami pasien juga pedagang, dan memiliki 2
orang anak. Pasien tinggal bersama suami dan 2 anaknya. Pasien tidak pernah
mengkonsumsi alkohol dan rokok.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
- TD : 110/70 mmHg
- Suhu : 36,7oC
- Nadi : 83x/menit
- RR : 18x/menit
Kepala : Normocephal
Thoraks : Cor tidak ada kelainan
Paru tidak ada kelainan
Abdomen : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan
Status Antroprometri:
- TB : 165 cm
- BB : 60 kg
- IMT : 22,04 kg/m2 (Normal)
Status Oftalmologis
Diagnosis Klinis
- Katarak Imatur
- Retinopati Diabetik
- DM Tipe II
Penatalaksanaan
1. Kontrol gula darah
2. Noncort 4x1 tetes OS
Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Malam
3. Ad sanationam : dubia ad malam
BAB IV
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus pasien atas nama Ny. A, 48 tahun yang datang
dengan keluhan obat habis. Pasien mengatakan penglihatan mata kiri semakin
baik. Saat pasien memakai kacamata, penglihatannya terasa kabur. Pasien
sebelumnya mengeluhkan mata kiri kabur seperti melihat bayang-bayang yang
dirasakan sejak 1 bulan terakhir. Pasien mengatakan pandangannya kabur
perlahan-lahan, awalnya masih bisa melihat jalan, namun lama kelamaan mulai
memberat dan membuat pasien sulit untuk melihat jauh. Mata merah (-/-), mata
terasa gatal (-/-), kotoran mata (-/-), rasa menganjal pada mata (-/-), riwayat
trauma (-), riwayat operasi pada mata (-/-), riwayat penggunaan kaca mata (+),
pasien mengaku sempat menggunakan kaca mata selama ±2 tahun setelah mata
nya mulai kabur.
Dari pemeriksaan fisik, tidak didapatkan kelainan pada kepala, dada, perut
dan ekstremitas, dari hasil pemeriksaan visus mata didapat kan VOD: 5/20 PH
5/10 S-0,50 5/10, VOS: 5/60 PH 5/15 S-0,75 5/20, pemeriksaan funduskopi
didapatkan adanya eksudat dan perdarahan retina pada kedua mata. Dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik ini maka pasien di diagnosis dengan ODS Non
proliferative Diabetik retinopati. Dengan tatalaksana mengkontrol kadar gula
darah dan rujuk untuk dilakukan terapi fotokoagulasi pada kedua mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2014.
2. Constable IJ. Diabetic retinopathy: pathogenesis, clinical feature, and
treatment. In: Turtle JL, et al, editor. Diabetes in the New Millennium.
Sydney: University of Sydney, 1999. P.365-76
3. Silva SP, Cavallerano JD, Aiello LM, et al. Ocular complications. In:
Lebovitz HE, editor. 5th edition. Therapy for Diabetes Mellitus and
Related Disorders. Alexandria: American Diabetes Association, 2009:
p.458-473
4. Vaugan daniel, Taylor asbury, Paul riordan-eva; Alih bahasa Jan
Tamboyang, Braham U Pendit; Editor, Y. Joko suyono. Oftalmologi
Umum. Ed 17. Jakarta: Widya Medika.2010.hal 12-14, 185-186, 193-194,
313-314.
5. Budiono,S. Ilmu Kesehatan Mata, edisi kedua. Yogyakarta. FK UGM.
6. Pandelaki, K., 2009. Retinopati Diabetik dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiayohadi, B., Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. FK
UI. Jakarta.
7. Victor, A.A., 2008. Retinopati Diabetik Penyebab Kebutaan Utama
Penderita Diabetes. Departemen Mata FKUI/RSCM. Jakarta.
8. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002, Comtan:
U.S.A. P. 82
9. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007. p. 3-
5, 66-70, 129-132, ,228-31, 309, 291-33
10. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic
Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana
Press ; 2006. p 23-35.
11. Bhavsar AR., Drouilhet JH. Proliferative Retinopathy Diabetic. emedicine.
2009
12. American Academy of Ophthalmology. 2014.Diabetic Retinopaty.
American Academy of Ophthalmology.
13. American Academy of Ophthalmology Retina/Vitreous Panel. 2016.
Preferred Practice Pattern Guidelines. Diabetic Retinopathy.
American Academy of Ophthalmology.
14. Sitompul, Ratna. 2011. Retinopati Diabetik. J Indon Med Assoc,
Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011.
15. Walkins PJ. ABC of diabetic retinopathy. BMJ 2003; 329: 924-926
16. Chalam KV, Lin S, Mostafa S. Management of diabetes retinopathy in the
twenty-first century. Spring: Northeast Florida Medicine, 2005: p. 8-15