DAFTAR ISI
Perundang-Undangan …………..................................................
C. Sikap Kerja dalam Mengomunikasikan Melaksanakan Peraturan
Perundang-Undangan ………………………………............................ 63
BAB IV MENINDAKLANJUTI HASIL PELAKSANAAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DAN SISTIM MANAJEMEN K3
……………………………………………........................................ 64
BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN UMUM
B. TUJUAN KHUSUS
Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi ini guna memfasilitasi peserta latih
sehingga pada akhir pelatihan diharapkan memiliki kemampuan sebagai
berikut:
BAB II
Umum
Usaha penanganan masalah keselamatan kerja di Indonesia dimulai pada tahun
1847, sejalan dengan dipakainya mesin-mesin uap untuk keperluan industri
oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penanganan keselamatan kerja pada waktu itu
pada dasarnya adalah bukan untuk pengawasan terhadap pemakaian pesawat-
pesawat uap tetapi untuk mencegah terjadinya kebakaran yang ditimbulkan
akibat penggunaan pesawat uap.
Pelaksanaan terhadap pengawasannya pada waktu itu diserahkan kepada
instansi Dienst Van het Stoomwezen. Dengan berdirinya Dinas Stoomwezen,
maka untuk pertama kalinya di Indonesia pemerintah secara nyata
mengadakan usaha perlindungan tenaga kerja dari bahaya kecelakaan.
Pengertian perlindungan tenaga kerja pada saat itu adalah tenaga kerja
Belanda yang bekerja di perusahaan-perusahaan di wilayah jajahan Belanda.
Pada waktu itu perlindungan tenaga kerja yang berasal dari orang-orang yang
dijajah dianggap bukan sebagai suatu kepentingan masyarakat oleh pihak
pemerintah yang menjajah.
Untuk membantu kepentingan pengawasan pesawat uap, dirasakan perlunya
suatu unit penyelidikan bahan atau laboratorium yang merupakan bagian dari
dinas Stoomwezen.
Laboratorium tersebut diserahkan kepada Sekolah Teknik Tinggi di Bandung
pada tahun 1912, untuk keperluan pendidikan. Laboratorium penyelidikan
1) Tujuan
Pada dasarnya Undang-Undang No. I tahun 1970 tidak menghendaki
sikap kuratif atau korektif atas kecelakaan kerja, melainkan menentukan
bahwa kecelakaan kerja itu harus dicegah jangan sampai terjadi, dan
lingkungan kerja harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. Jadi,
jelaskah bahwa usaha-usaha peningkatan keselamatan dan kesehatan
kerja lebih diutamakan daripada penanggulangan.
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai 'kejadian yang tidak
diduga sebelumnya". Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja dapat
diramalkan atau diduga dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak
memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, kewajiban berbuat secara
selamat, dan mengatur perala serta perlengkapan produksi sesuai
standar yang diwajibkan oleh UU adalah suatu cara untuk mencegah
terjadinya kecelakaan.
H.W. Heinrich dalam bukunya The Accident Prevent mengungkapkan
bahw 80% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman
(unsafe act) dan hanya 20% oleh kondisi yang tidak aman ( unsafe
condition), dengan demikian dapat disimpulkan setiap karyawan
diwajibkan untuk memelihara keselamatan dan kesehatan kerja secara
maksimal melalui perilaku yang aman.
Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh :
(1) Kekurangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap ;
(2) Keletihan atau kebosanan ;
(3) Cara kerja manusia tidak sepadan secara ergonomis ;
(4) Gangguan psikologis ;
(5) Pengaruh sosial-psikologis.
Penyakit akibat kerja disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :
(1) Faktor biologis ;
(2) Faktor kimia termasuk debu dan uap logam ;
(3) Faktor fisik terinasuk kebisingan/getaran, radiasi, penerangan, suhu
dan kelembaban ;
(4) Faktor psikologis karena tekanan mental/stress.
“ Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan
hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional …”
Kutipan di atas adalah konsiderans Undang-undang No. 1/1970 yang
bersumber dari pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan oleh sebab itu
seluruh faktor penyebab kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di
2) Ruang Lingkup
Undang-undang Keselamatan Kerja ini berlaku untuk setiap tempat
kerja yang didalamnya terdapat tiga unsur, yaitu :
(1) Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis
maupun usaha sosial;
(2) Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya baik secara terus
menerus maupun hanya sewaktu-waktu;
(3) Adanya sumber bahaya.
3) Pengawasan
Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah unit organisasi pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja
sesuai dengan ketentuan pasal 10 UU No. 14 tahun 1969 dan pasal 5
ayat (a) UU No. 1 tahun 1970. Secara operasional dilakukan oleh
Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan berfungsi untuk:
(1) Mengawasi dan memberi penerangan pelaksanaan ketentuan
hukum mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha
dan tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin
pelaksanaan secara efektif dari peraturan-peraturan yang ada.
(3) Melaporkan kepada yang berwenang dalam hal ini Menteri
Tenaga Kerja tentang kekurangan-kekurangan atau
penyimpangan yang disebabkan karena hal-hal yang tidak
secara tegas diatur dalam peraturan perundangan atau berfungsi
sebagai pendeteksi terhadap masalah-masalah keselamatan dan
kesehatan kerja di lapangan.
6) S a n g s i
Ancaman hukuman dari pada pelanggaran UU No. 1 Tahun 1970
merupakan ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-
lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
7) Peraturan Pelaksanaan
Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan VR 1910 tetap
berlaku berdasarkan pasal 17 sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Keselamatan Kerja.
Selain dari itu di dalam pasal 11 menyebutkan bahwa, daftar jenis penyakit
yang timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden. Tentang jaminan pemeliharaan kesehatan dapat
dijelaskan bahwa :
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan
merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena
upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan
memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya
diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program
jaminan sosial tenaga kerja.
Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan
kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan ( promotif),
pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan
(rehablitatif). Dengan demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan
tenaga kerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi
pembangunan. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan selain untuk tenaga kerja
yang bersangkutan juga untuk keluarganya.
1) Tujuan
Pada dasarnya Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 menghendaki
sikap efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi.
Jadi, jelaskah bahwa usaha-usaha peningkatan keselamatan dan
kesehatan kerja lebih diutamakan daripada penanggulangan.
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai 'kejadian yang
tidak diduga sebelumnya". Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja dapat
diramalkan atau diduga dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak
memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, kewajiban berbuat secara
selamat, dan mengatur perala serta perlengkapan produksi sesuai
standar yang diwajibkan oleh UU adalah suatu cara untuk mencegah
terjadinya kecelakaan.
H.W. Heinrich dalam bukunya The Accident Prevent mengungkapkan
bahw 80% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman
(unsafe act) dan hanya 20% oleh kondisi yang tidak aman ( unsafe
condition), dengan demikian dapat disimpulkan setiap karyawan
diwajibkan untuk memelihara keselamatan dan kesehatan kerja
secara maksimal melalui perilaku yang aman.
Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) meliputi:
a) Penetapan kebijakan K3
b) Perencanaan K3
c) Pelaksanaan rencana K3
d) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dan
e) Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3
Dalam penyusunan Rencana K3 (RK3) harus mempertimbangkan :
a) Hasil penelahaan awal
2) Ruang Lingkup
Undang-undang Keselamatan Kerja ini berlaku untuk setiap tempat
kerja yang didalamnya terdapat tiga unsur, yaitu :
a) Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis
maupun usaha sosial;
b) Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya baik secara terus
menerus maupun hanya sewaktu-waktu;
c) Adanya sumber bahaya.
3) Pengawasan
Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah unit organisasi pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja
sesuai dengan ketentuan pasal 10 UU No. 14 tahun 1969 dan pasal 5
ayat (a) UU No. 1 tahun 1970. Secara operasional dilakukan oleh
Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan berfungsi untuk:
a) Mengawasi dan memberi penerangan pelaksanaan ketentuan
hukum mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
b) Memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha
dan tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin
pelaksanaan secara efektif dari peraturan-peraturan yang ada.
c) Melaporkan kepada yang berwenang dalam hal ini Menteri
Tenaga Kerja tentang kekurangan-kekurangan atau
penyimpangan yang disebabkan karena hal-hal yang tidak
secara tegas diatur dalam peraturan perundangan atau berfungsi
sebagai pendeteksi terhadap masalah-masalah keselamatan dan
kesehatan kerja di lapangan.
6) S a n g s i
Ancaman hukuman dari pada pelanggaran UU No. 1 Tahun 1970
merupakan ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-
lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
1) Tujuan
Pada dasarnya Peraturan Menteri Nomor 05/PRT/M/2014 tahun 2014
dimaksudkan sebagai acuan bagi Pengguna jasa dan Penyedia Jasa
dalam penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU.
Tujuan Peraturan Menteri agar Sistim Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) Bidang PU dapat diterapkan secara konsisten
untuk :
a) meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan
terintegrasi;
b) dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja;
c) menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien, untuk
mendorong produktifitas. Dalam penyusunan Rencana K3 (RK3)
harus mempertimbangkan :
DAFTAR PERATURAN
Undang-undang
Undang-undang No.1 Tahun 1970 Keselamatan Kerja
Undang-undang No .4 Tahun 1982 Lingkungan Hidup
Undang-undang No.13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan
Undang-undang No.2 Tahun 2017 Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah
PP No. 50 Tahun 2012 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Permenaker
Permenaker No. Per-01/MEN/1980 Keselamatan dan kesehatan kerja pada konstruksi
bangunan
Permenaker No. Per-02/MEN/1980 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan
penyelenggaraan keselamatan kerja
Permenaker No. Per-04/MEN/1980 Syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat
pemadam api ringan
Permenaker No. Per-02/MEN/1982 Klasifikasi Juru Las
Permenaker No. Per-02/MEN/1983 Instalasi alarm kebakaran otomatik
Permenaker No. Per-05/MEN/1985 Pesawat angkat dan angkut
Permenaker No. Per-03/MEN/1985 Keselamatan dan kesehatan kerja pemakaian
asbes
Permenaker No. Per-04/MEN/1985 Pesawat tenaga dan produksi
Permenaker No. Per-04/MEN/1987 Panitia Pembina K3 & tata cara penunjukan ahli K3
Permenaker No. Per-02/MEN/1989 Pengawasan instalasi penyalur petir
Permenaker No. Per-01/MEN/1989 Kualifikasi dan syarat-syarat operator keran
angkat
Permenaker No. Per-02/MEN/1992 Tata cara penunjukan kewajiban dan wewenang
ahli K3
Permenaker No. Per-03/MEN/1998 Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan
Permenaker No. Per-03/MEN/1999 Syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja lift
untuk pengangkutan orang dan barang
Keputusan Menteri
Kemenakertrans No. Kep-1135/MEN/1987 Bendera Keselamatan Kerja
Kemenakertrans No. Kep-186/MEN/1999 Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
Kemenakertrans No. Kep-75/MEN/2002 Berlakunya Standar Nasional Indonesia SNI 04-
0225-2000 mengenai persyaratan umum instalasi
listrik (PUIL 2000) di tempat kerja
Keputusan Bersama
SK Bersama Menaker & Men PU No. Kep- Keselamatan dan Kesehatan kerja di tempat
174/MEN/1986 No Kep-104/KPTS/1986 kegiatan konstruksi
Instruksi Menteri
Instruksi Menaker No. Ins-11/BW/1997 Pengawasan khusus K3 penanggulangan
kebakaran
Surat Edaran Menteri
SE Menakertrans Peningkatan Pengawasan Keselamatan dan
No.SE.03/MEN/DJPPK/IX/2008 Kesehatan Kerja Terhadap pemasangan dan
penggunaan atau pengoperasian Gondola
SE Menakertrans Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan
No.SE.02/MEN/DJPPK/I/2011 Terhadap Perusahaan Jasa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (PJK3)
SE Menakertrans Pemenuhan Kewajiban Syarat-syarat Keselamatan
No.SE.01/MEN/DJPPK/IV/2012 dan Kesehatan Kerja di Ruang Terbuka/Confined
Space
KEPUTUSAN DIRJEN
Kep Dirjen Binawas No. Kep-20/VI/2004 Sertifikasi Kompetensi Keselamatan Kesehatan
Kerja Bidang Konstruksi Bangunan
Kep Dirjen Binawas No. Kep-407/BW/1999 Persyaratan, penunjukan, hak dan kewajiban
teknis lift
Kep Dirbinhub industrial dan pengawas Tentang Sertifikasi Kompetensi K3 teknisi listrik
ketenagakerjaan No. Kep-31/BW/2002
Kepmenaker No. Kep-1987/MEN/1999 Pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat
kerja
1. Cermat
2. Teliti
BAB III
3) Penyelia
4) P2K3
Penanggulangan kebakaran
1) Undang-undang No 1 Th 1970 tentang Keselamatan Kerja
2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 04/Men/1980 Tentang Syarat-
syarat pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 02/Men/1983 Tentang
Instalasi Alaram Kebakaran Otomatik
4) Peraturan Khusus EE
5) Peraturan Khusus K
6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 04/Men/1987 Tentang P2K3
7) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 05/Men/1996 Tentang SMK3
8) Keputusan Menteri Tenaga Kerja No Kep 186/Men/1999 Tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di tempat kerja
9) Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. II/M/BW/1997.
f. Kesehatan Kerja
Undang-Undang
1) Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Syarat-
syarat keselamatan kerja sesuai dengan Bab III pasal 3 dalam
peraturan perundangan ini menunjukkan bahwa 50% dari syarat-
syarat tersebut adalah syarat-syarat kesehatan kerja, yaitu:
a) memberi pertolongan pada kecelakaan;
b) memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
c) mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya
suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h. PERATURAN MENTERI
1) Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 tahun 1964 tentang Syarat
Kesehatan, Kebersihan, Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.
Di dalam Peraturan ini memuat ketentuan-ketentuan antara lain
tentang :
a) Menghindarkan bahaya keracunan,
b) Penularan penyakit, atau timbulnya penyakit,
c) Memajukan kebersihan dan ketertiban,
d) Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup,
e) Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak
menyenangkan,
f) Penanggulangan sampah,
g) Persyaratan kakus (WC),
h) Kebutuhan locker (tempat penyimpanan pakaian),
i) Dll.
i. KEPUTUSAN MENTERI
1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 33 Tahun 1989 Tentang
Diagnosa dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
Diagnosa penyakit akibat kerja dapat ditemukan atau didiagnosa
sewaktu melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan
sewaktu penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja. Setelah
penyakit akibat kerja didiagnosa harus dilaporkan dalam waktu 2 x 24
jam.
2) Keputusan Menteri Kimpraswil No. 384/KPTS/M/2004, tentang :
Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tempat
kegiatan konstruksi bendungan.
Pedoman teknis tersebut sebetulnya terbatas pada tempat kegiatan
konstruksi bendungan, tetapi karena komplesitas item-item pekerjaan
konstruksi bendungan boleh dikatakan berada juga di pekerjaan
konstruksi lainnya, maka pada dasarnya dapat dipergunakan untuk
item-item pekerjan pada pekerjaan konstruksi di bidang sipil.
k. Ruang Lingkup
1). K3 Konstruksi Bangunan
a) Perencanaan Proyek
b) Pelaksanaan Fisik Proyek
(1) Pekerjaan panggilan
(2) Pekerjaan pondasi
(3) Pekerjaan konstruksi beton
(4) Pekerjaan konstruksi baja
(5) Pekerjaan finishing
c) Serah Terima Proyek
d) Pemeliharaan Konstruksi
a. Umum
Dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang mulai
banyak dikenal di masyarakat luas saat ini adalah diberikan sebagai berikut
ini :
1) OHSAS 18001:1999, Occupational Health And Safety Assessment Series
2) OHSAS 18002:2000, Guideline for the implementation of
OHSAS18001:1999
3) COHSMS, Construction Industry Occupational Health and Safety
Management Systems
4) ILO, Guideline on Occupational Safety and Health Management System,
2001
5) Guidelines or Development and Application of Health, Safety and
Environmental Management Systems, Report No. 6.36/210, E & P Forum
July1994, London
4) Pengesahan Akte :
a) Setelah meneliti Wajib Lapor pekerjaan proyek/ konstruksi
bangunan.
b) Melakukan pemeriksaan K3 proyek oleh Pengawas Spesialis K3
Konstruksi.
c) Menerbitkan Akte Pengawasan.
d) Melakukan pemeriksaan berkala, sampai proyek selesai.
Dialog Box:
a. Akte Pengawasan merupakan dokumen teknis K3.
b. Proyek/ konstruksi bangunan dengan lama proyek 6 (enam) bulan
atau lebih wajib diterbitkan Akte ini.
BAB IV
6) Jumlah pekerja
7) Fasilitas pesawat, alat, mesin dan perlengkapan kerja yang tersedia.
8) Bahan-bahan Berbahaya
9) Fasilitas K3 yang tersedia.
10) Unit K3 (Susunan Pengurus)
11) Usaha-usaha K3 yang akan dilakukan.
Pengambilan Formulir:
1) Laporan pekerjaan/proyek konstruksi bangunan disediakan oleh
Kantor Depnakertrans/ Kantor Dinas Tingkat Kota/Kabupaten.
2) Laporan pekerjaan/ proyek konstruksi bangunan dibuat rangkap 5
(lima) dengan menggunakan bentuk dan isi laporan sesuai dengan
Surat Dirjen Binawas No. B. 147/BW/KK/IV/1997.
Tata Cara Pengisian
1) Laporan pekerjaan/proyek konstruksi harus dibuat secara tertulis dan
disampaikan kepada Kepala Kantor Depnakertrans/Kadinas Tenaga
Kerja di tempat Proyek tersebut.
2) Cara penyampaian laporan pekerjaan / proyek konstruksi bangunan
disampaikan kepada Kepala Kantor Depnakertrans / Kadinas Tenaga
Kerja secara langsung atau melalui pos.
3) Kepala Kantor Depnakertrans/ Kadinas Tenaga Kerja menerima
laporan pekerjaan/proyek konstruksi bangunan wajib mencatat dan
memberi tanda penerimaan dan nomor pendaftaran pada kelima
bentuk laporan.
4) Kepala Kantor Depnakertrans/ Kadinas Tenaga Kerja setelah
menerima laporan pekerjaan/proyek konstruksi bangunan segera :
Menyampaikan masing-masing I (satu) lembar kepada direktur PNKK,
pelaksana konstruksi, Kadinas Tenaga Kerja Tingkat Propinsi.
Dialog Box:
(a) Bahwa wajib lapor pekerjaan proyek/konstruksi bangunan wajib
dilaporkan oleh kontraktor/ pelaksana konstruksi.
(b) Pemerintah Kabupaten/Kota kemudian melakukan
pencatatan/register dari laporan tersebut.
(c). Pelaksana konstruksi memahami tanggung jawab keselamatan dan
kesehatan kerja di bidang konstruksi bangunan.
(d) Pemerintah Kabupaten/ Kota dapat memperoleh data-data teknis
K3, kemudian dapat dipakai untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan K3 konstruksi bangunan.
(e) Isi materi :
1) Data-data Pelaksana Konstruksi/ Konsultan Pengawas/ Konsultan
Perencana.
2) Data-data teknis proyek.
3) Tahapan pekerjaan konstruksi
4) Instalasi/pesawat/alat yang dipakai. 5) Unit K3 proyek
6) Kompetensi personil K3 7) Jumlah pekerjaan
8) Bahan-bahan berbahaya
9) Prosedur Kerja Aman tahapan pekerjaan konstruksi.
Ayat (2)
Dokumen perencanaan
1) Gambar konstruksi lengkap
2) Perhitungan konstruksi
3) Spesifikasi dan sertifikasi material
Ayat (3)
Proses pembuatannya harus memenuhi SNI atau Standar Internasional
yang diakui Ijin Pemasangan Lift
Pasal 24 Ayat (4)
Gambar rencana pemasangan lift terdiri :
1) Denah ruang mesin dan peralatannya
2) Konstruksi mesin dan penguatannya
3) Diagram instalasi listrik
4) Diagram pengendali
5) Rem pengaman
6) Bangunan ruang luncur dan pintu-pintunya
7) Rel pemandu dan penguatannya
8) Konstruksi kereta
9) Governor dan peralatannya
10) Kapasitas angkut, kecepatan, tinggi vertikal
11) Perhitungan tali baja
Bentuk laporan :
1) 38 – L
2) 39 – L
e. Kompartemen
Amati jalur evakuasi, intu keluar atau tangga darurat apakah ada rintangan
yang dapat mengganggu, apakah ada petunjuk arah, apakah ada
penerangan darurat,
panjang jarak tempuh mencapai pintu ke luar tidak melebihi 36 meter untuk
resiko berat.
f. Alat pemadam api ringan
Apakah ada pemadam api ringan telah sesuai jenis dan cukup jumlahnya.
Apakah penempatannya mudah dilihat dan mudah dijangkau serta muda
untuk diambil.
Periksa pula masa efektif bahkan pemadamnya serta masa uji tabungnya.
g. Instalasi alarm
1) Periksalah apakah memiliki pengesahan, ada dokumen teknis seperti
gambar pemasangan, katalog, dan petunjuk pemeliharaan;
2) Periksa hasil pemeriksaan terakhir, apakah syarat-syarat yang diberikan
sebelumnya telah dilaksanakan;
3) Periksalah indikator pada panel kontrol dalam status stand by;
4) Lakukan test fungsi perlengkapan pada panel. Apakah telah dipasang
penandaan zone alarm;
5) Lakukan test fungsi kerja sistem dengan mengaktifkan tombol manual
dan detektor pada setiap zona alarm sambil mencocokkan gambar
dengan pelaksanaannya. Amati konfirmasi indikasi lokal alarm dan
indikasi pada panel apakah berfungsi dan sesuai dengan nomor zonenya.
Amati pula apakah kekerasan suara alarm dapat didengar pada jarak
terjauh pada zone tersebut;
6) Lakukan test open circuit dengan cara membuka resistor pada rangkaian
detektor terakhir. Amati konfirmasi pada panel, apakah ada indikasi foult
alarm;
7) Catat semua penyimpangan yang ditemukan.
h. Instalasi Hydrant dan Sprinkler
1) Periksalah apakah memiliki pengesahan, ada dokumen teknis seperti
gambar pemasangan, katalog, dan petunjuk pemeliharaan ;
2) Periksa hasil pemeriksaan terakhir, apakah syarat-syarat yang diberikan
sebelumnya telah dilaksanakan ;
3) Periksalah indikator pada panel kontrol apakah dalam status stand by ;
4) Periksa ruang pompa dan catat data-data teknik pompa, motor penggerak
dan perlengkapan yang ada, panel kontrolnya dan lain-lain ;
5) Periksa sistem persediaan air apakah dapat menjamin kebutuhan air
untuk operasi pemadaman dalam waktu sesuai standar waktu tertentu;
6) Lakukan test kerja pompa dengan membuka kerangan uji yang disediakan
dalam ruang pompa dan amati tekanan pompa.
Langkah-langkah pengujian pompa sebagai berikut :
1) Catat tekanan stand by ;
2) Catat tekanan pompa pacu jalan ;
3) Tutup kembali kerangan uji dan catat tekanan pompa pacu stoop ;
4) Buka kembali kerangan uji sampai pompa utama jalan dan catat
tekanannya;
5) Amati beberapa saat tekanan operasi pompa utama dan catat ;
6) Tutup kembali kerangan uji dan pompa utama biarkan tetap jalan. Catat
tekanannya dan amati safety valve bekerja atau tidak;
7) Test pompa cadangan. Catat tekanan start dan tekanan operasionalnya
seperti langkah pengujian pompa utama.
(a) Evaluasi Pompa
Pompa hydran harus mempunyai karakteristik tekanan minimal 4.5
kg/cm2 dan laju aliran minimal 500 US GPM. Cocokkan spesifikasi
i. Instalasi khusus
Pada obyek-obyek tertentu ada kalanya memerlukan sistem proteksi
kebakaran secara khusus dengan media tertentu yang disesuaikan dengan
karakteristik obyek yang bersangkutan. Kriteria penilaian instalasi khusus
harus berpedoman pada standar yang berlaku dan spesifikasi teknis
peralatan dari pabrik pembuatnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Dasar Perundang-undangan
11. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan
Umum No.Kep.174/MEN/ 1986, No. 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan
Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi
B. Buku Referensi
1. SKKNI No. 307 Tahun 2013 tentang Penetapan Standar kompetensi Kerja
Suardi
A. Daftar Peralatan/Mesin
1.
2.
B. Daftar Bahan
1.
2.
3.
4.
5.