MENGENAI
HOSPITALISASI
DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN
OLEH
KELOMPOK 5 :
1. RONALDO (1710105067)
2. SELVI RADIATUL MARDIAH (1710105068)
3. SHONIA PUJI ANDIKA (1710105069)
4. SINTA GUSMI DAHLIA (1710105070)
5. SRI RAHMI AMERISA (1710105071)
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Hospitalisasi”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen
Mata Kuliah Keperawatan Anak.
Makalah ini ditulis berdasarkan berbagai sumber yang berkaitan dengan materi
Hospitalisasi, serta infomasi dari berbagai media yang berhubungan dengan Hospitalisasi.
Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Keperawatan Anak atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, dan juga kepada rekan-rekan mahasiswa
yang telah memberikan masukan dan pandangan, sehingga dapat terselesaikannya makalah
ini.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan mengenai Keperawatan
Anak, terutama materi mengenai Hospitalisasi, sehingga saat berkomunikasi, kita dapat
meminimalisir kesalah pahaman yang akan terjadi. Penulis berharap, pembaca untuk dapat
memberikan pandangan dan wawasan agar makalah ini menjadi lebih sempurna.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) dapat menimbulkan stres
pada anak. Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang
terencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses
tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut
berbagai penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan
penuh dengan stres (Supartini, 2004).
Hasil observasi yang dilakukan oleh penulis di ruang anak RSU Dr.
Soetomo Surabaya terhadap anak yang sedang menjalani perawatan menunjukkan
berbagai reaksi saat masuk rumah sakit seperti menangis,berteriak, memanggil orang
tuanya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor perpisahan dengan orang terdekat,
kehilangan kontrol, injuri fisik dan nyeri yang menimbulkan stres pada anak.
Penanggulangan stres hospitalisasi pada anak dapat menggunakan beberapa tehnik,
antara lain terapi bermain (menggambar dan mewarnai) dan terapi musik. Kedua
cara tersebut dapat menurunkan stres emosional pada manusia terutama pada anak.
Pengaruh tehnik terapi yang lebih efektif antara terapi bermain dan terapi musik
untuk menurunkan stres hospitalisasi pada anak sampai saat ini belum diketahui.
B. Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan anak mampu
serta menerapkan materi mengenai hospitalisasi yang mana dapat menimbulkan stres
pada anak dan perawat mampu untuk mengatasi hal tersebut dengan semaksimal
mungkin.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Potter & Perry (2005) hospitalisasi adalah pengalaman yang penuh
tekanan,utamanya karena perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain
berarti, seleksi perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan.Hospitalisasi
adalah kebutuhan klien untuk dirawat karena adanya perubahan atau gangguan isik,
Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan,
kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Reaksi tersebut bersifat individual dan
sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya
terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, serta kemampuan koping yang
dimilikinya (Supartini, 2004).
Berikut ini reaksi pada anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai
dengan tahapan perkembangan anak, sebagai berikut.
1. Masa Bayi (0-12 Bulan)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang
tua sehingga adanya gangguan pemebentukan rasa percaya dan kasih sayang.
2
Pada anak usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila
berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan
(Supartini, 2004).
Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya,
bayi akan merasa cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah
dengan menangis keras. Respon terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya
menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak
menyenangkan (Supartini, 2004).
3
ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya,
menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya.
Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga
anak merasa kehilangan kekuatan diri (Supartini, 2004).
Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak pra sekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bermasalah, atau takut. Ketakutan anak
terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya
mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif
dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah,
tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua
(Supartini, 2004).
4
Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitas ini adalah dengan
menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau
kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien,
dan petugas kesehatan (isolasi) (Supartini, 2004).
Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respon anak
bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan, atau menolak kehadiran orang lain
(Supartini, 2004).
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan bagi anak, tetapi juga
bagi orang tua. Banyak penelitian membuktikan bahwa perawatan anak di rumah sakit
menimbulkan stres pada orang tua. Berbagai macam perasaan muncul pada orang tua,
yaitu takut, rasa bersalah, stres dan cemas ( hallstrom elander, 1997, Callery, 1997).
Brewis (1995) mengemukakan rasa takut pada orang tua selama perawatan anak di
rumah sakit terutama pada konsisi sakit anak yang terminal karena takut akan kehilangan
anak yang dicintainya dan adanya perasaan berduka. Stresor lain yang sangat
menyebabkan orang tua stres adalah mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis
medik anaknya, perawatan yang tidak direncanakan, dan pengalaman perawatan di
rumah sakit sebelumnya yang dirasakan menimbulkan trauma (Supartini, 2000). Untuk
itu, perasaan orang tua tidak boleh diabaikan karena apabila oarng tua merasa stres, hal
ini akan membuat ia tidak dapat merawat anaknya dengan baik dan akan menyebabkan
anak menjadi semakin stres (Supartini, 2000).
Reaksi orang tua terhadap perawatan anak di rumah sakit dan latar belakang yag
meyebabkannya dapat di uraikan sebagai berikut.
1. Perasaan cemas dan takut
Orang tua akan merasa begitu cemas dan takut terhadap kondisi anaknya.
Perasaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat anak mendapat prosedur
menyakitkan, seperti pengambilan darah, injeksi, infus dan prosedur infasif lainnya.
Seringkali pada saat anak harus dilakukan prosedur tersebut orang tua bahkan
menangis karena tidak tega melihat anaknya, dan pada kondisi ini perawat atau
petugas kesehatan harus bijaksana bersikap pada anak dan orang tuanya (Supartini,
2004).
5
Perasaan cemas orang tua paling tinggi dirasakan pada saat menunggu informasi
tentang diagnosis penyakit anaknya ( Supartini, 2000). Sedangkan rasa takut muncul
pada orang tua terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi yang sakit terminal
(Brewis, 1995). Perasaan cemas juga dapat muncul pada saat pertama kali datang ke
rumah sakit dan membawa anaknya untuk dirawat, merasa asing di lingkungan rumah
sakit. Bahkan, walaupun orang tua, mempunyai pengalaman dirawat di rumah sakit
atau pernah mengenal lingkungan rumah sakit, tetapi tetap perasaan cemas tersebut
muncul karena penalaman sebelumnya dirasakan menimbulkan trauma. Pengalaman
sebelumnya yang traumatic bisa dialami karena ada interaksi yang tidak baik dengan
petugas kesehatan atau menunggu atau menjenguk kerabat yang sakit dan meninggal
di rumah sakit (Supartini, 2004).
Perilaku yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan
cemas dan takut adalah sering bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada
orang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah ( Supartini, 2000).
2. Perasaan sedih
Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang
tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh. Bahkan, pada
saat menghadapi anaknya menjelang ajal, rasa sedih dan berduka akan dialami orang
tua. Disatu sisi orang tua dituntut untuk berada disamping anaknya dan memberi
bimbingan spiritual pada anaknya, dan disisi lain mereka menghadapi
ketidakberdayaannya karena perasaan terpukul dan sedih yang amat sangat. Pada
kondisi ini, orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang
lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2000).
3. Perasaan Frustasi
Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami
perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima orang tua baik
dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan
frustasi. Oleh karena itu, sering kali orang tua menunjukkan perilaku tidak kooperatif,
putus asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa (Supartini, 2004).
6
D. Faktor yang Mempengaruhi Hospitalisasi pada Anak
a. Kepribadian Manusia
Tidak setiap orang peka terhadap hospitalisasi. kita melihat ada sebagian orang
yang sangat menderita dan sangat tergantung pada pada apa yang diberikan
lingkungannya. Namun ada jugayang menangani sendiri dan tidak bisa menerima
keadaan itu begitu saja. Semua tergantung dari segi kepribadian manusia itu sendiri
(Stevens, 1992).
7
Berapapun manusia bergaul, dapat mempengaruhi sikap pasien. tetergantungan antara
personal biasanya mudah dapat dipengaruhi.pasien yang dirawat inap mendapat kesan
bahwa mereka bukan yang terpenting dalam perawatan ini. juga ternyata bahwa
orang-orang yang hanya mendapatkan tugas melaksanakan pekerjaandan tanpa bisa
memberi tanggapan atau saran maka pasien-pasien atau tamu-tamu mereka
akandiperlakukan sama seperti itu. ini memperbesar kemungkinan adanya
hospitalisasi (Stevens, 1992).
e. Obat-obatan
Obat-obatan dapat memberi pengaruh besar pada sikap. seberapa obat-obatan
dapat mengakibatkan adanya tand-tanda yang sama seperti hospitalisasi. dengan
sendirinya,kemungkinan hospitalisasi besar. jika dipakai obat-obatan yang dapat
merangsang adanya sikap tadi (Stevens, 1992).
Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien
(dalam hal ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam
bentuk perubahan yang ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain
sebagainya.
Stressor dan reaksi hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada anak,
yaitu:
1. Masa bayi (0-1 tahun)
Dampak perpisahan, usia anak kurang dari 6 bulan terjadi stanger anxiety (cemas),
ditandai dengan:
a. Menangis keras
b. Pergerakan tubuh yang banyak
c. Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan
tahapnya, yaitu:
8
b. Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang
menunjukkan minatbermain, sedih, apatis
c. Pengingkaran / denial
d. Mulai menerima perpisahan
e. Membina hubungan secara dangkal
f. Anak mulai menyukai lingkungannya
a. Menolak makan
b. Sering bertanya
c. Menangis perlahan
d. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hospitalisasi adalah suatu proses yang harus dilalui anak akibat adanya suatu alasan
sehingga mengharuskan anak untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Hospitalisasi dapat
dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, pemberi pelayanan, suasana bagian pelayanan, dan
hilangnya kontak dengan dunia luar. Bagi anak yang menganggap bahwa dunia rumah sakit
merupakan dunia baru baginya, orang tua bersama tenaga kesehatan harus mempersiapkan
anak sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan.
Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien (dalam
hal ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam bentuk perubahan
yang ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain sebagainya. Stressor dan
reaksi hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada anak. Selain pada diri anak/pasien
(seperti perubahan gaya hidup, hilangnya privasi dan otonomi, dan lain sebaginya), dampak
dari hospitalisasi juga akan dirasakan oleh orang tua, yaitu orang tua akan merasa stress,
frustasi, serta merasa bersalah karena ia tidak dapat memberikan pemenuhan kebutuhan
kesehatan yang baik untuk anaknya.Apalagi bila mendengan kabar buruk mengenai kondisi
anak.
Manfaat dari hospitalisasi ini dapat dimaksimalkan dengan cara memberikan
kesempatan kepada anak ataupun orang tua untuk mengetahui dan terlibat dalam proses
perawatan walaupun tidak terlibat secara menyeluruh.
10
DAFTAR PUSTAKA
Supartini Y. 2000. Persepsi Perawat tentang Stres Orang Tua selama Anaknya dirawat
dirumah Sakit. Disampaikan pada Seminar Hasil Riset Keperawatan dan Kesehatan.
Konsorsium Ilmu Kesehatan. Jakarta
Brewis, E. 1995. Issues In Breavement: There are no rules. Paediatric nursing. Vol 7 No. 9
Nov. p. 19-22
11