Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KELOMPOK

MENGENAI

HOSPITALISASI

DOSEN PEMBIMBING

Ns. SYALVIA ORESTI, M. Kep

DISUSUN

OLEH

KELOMPOK 5 :

1. RONALDO (1710105067)
2. SELVI RADIATUL MARDIAH (1710105068)
3. SHONIA PUJI ANDIKA (1710105069)
4. SINTA GUSMI DAHLIA (1710105070)
5. SRI RAHMI AMERISA (1710105071)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG


TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Hospitalisasi”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen
Mata Kuliah Keperawatan Anak.
Makalah ini ditulis berdasarkan berbagai sumber yang berkaitan dengan materi
Hospitalisasi, serta infomasi dari berbagai media yang berhubungan dengan Hospitalisasi.
Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Keperawatan Anak atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, dan juga kepada rekan-rekan mahasiswa
yang telah memberikan masukan dan pandangan, sehingga dapat terselesaikannya makalah
ini.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan mengenai Keperawatan
Anak, terutama materi mengenai Hospitalisasi, sehingga saat berkomunikasi, kita dapat
meminimalisir kesalah pahaman yang akan terjadi. Penulis berharap, pembaca untuk dapat
memberikan pandangan dan wawasan agar makalah ini menjadi lebih sempurna.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan.

Padang, 05 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ........................................................................................................ 1


B. Tujuan penulisan .................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hospitalisasi Menurut Para Ahli ........................................................... 2


B. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi ...................................................................... 2
C. Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi .............................................................. 5
D. Faktor yang Mempengaruhi Hospitalisasi pada Anak ............................................ 7
E. Stresor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) dapat menimbulkan stres
pada anak. Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang
terencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses
tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut
berbagai penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan
penuh dengan stres (Supartini, 2004).
Hasil observasi yang dilakukan oleh penulis di ruang anak RSU Dr.
Soetomo Surabaya terhadap anak yang sedang menjalani perawatan menunjukkan
berbagai reaksi saat masuk rumah sakit seperti menangis,berteriak, memanggil orang
tuanya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor perpisahan dengan orang terdekat,
kehilangan kontrol, injuri fisik dan nyeri yang menimbulkan stres pada anak.
Penanggulangan stres hospitalisasi pada anak dapat menggunakan beberapa tehnik,
antara lain terapi bermain (menggambar dan mewarnai) dan terapi musik. Kedua
cara tersebut dapat menurunkan stres emosional pada manusia terutama pada anak.
Pengaruh tehnik terapi yang lebih efektif antara terapi bermain dan terapi musik
untuk menurunkan stres hospitalisasi pada anak sampai saat ini belum diketahui.

B. Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan anak mampu
serta menerapkan materi mengenai hospitalisasi yang mana dapat menimbulkan stres
pada anak dan perawat mampu untuk mengatasi hal tersebut dengan semaksimal
mungkin.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hospitalisasi menurut para ahli

Menurut Potter & Perry (2005) hospitalisasi adalah pengalaman yang penuh
tekanan,utamanya karena perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain
berarti, seleksi perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan.Hospitalisasi

adalah kebutuhan klien untuk dirawat karena adanya perubahan atau gangguan isik,

psikis, sosial dan adaptasi terhadaplingkungan.


Menurut Wong, hospitalisasi merupakan proses karena suatu alasan yang
terencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah Sakit, menjalani
terapi & perawatan sampai dipulangkan kembali ke rumah. Perasaan yang sering muncul
pada anak yang cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah.
Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi
sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton,
1958 dalam Stevens, 1992).
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004).

B. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi

Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan,
kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Reaksi tersebut bersifat individual dan
sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya
terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, serta kemampuan koping yang
dimilikinya (Supartini, 2004).
Berikut ini reaksi pada anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai
dengan tahapan perkembangan anak, sebagai berikut.
1. Masa Bayi (0-12 Bulan)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang
tua sehingga adanya gangguan pemebentukan rasa percaya dan kasih sayang.

2
Pada anak usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila
berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan
(Supartini, 2004).
Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya,
bayi akan merasa cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah
dengan menangis keras. Respon terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya
menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak
menyenangkan (Supartini, 2004).

2. Masa Todler (2-3 Tahun)


Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya.
Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak
sesuai dengan tahapannya, yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial).
Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit
memanggil orang tua atau menolak perhatian yang diberikan oleh orang lain. Pada
tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak
aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada
tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima
perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai menyukai
lingkungannya (Supartini, 2004).
Oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan kehilangan
kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada
lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya
atau rekresi. Terhadap perlukaan yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena
mendapatkan tindakan infasif seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan
meringis, menggigit bibirnya dan memukul. Walaupun demikian, anak dapat
menunjukkan lokasi rasa nyeri dan mengomunikasikan rasa nyerinya (Supartini,
2004).

3. Masa Prasekolah (3-6 Tahun)


Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan
yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan
rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang

3
ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya,
menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya.
Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga
anak merasa kehilangan kekuatan diri (Supartini, 2004).
Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak pra sekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bermasalah, atau takut. Ketakutan anak
terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya
mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif
dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah,
tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua
(Supartini, 2004).

4. Masa Sekolah (6-12 Tahun)


Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan
yang dicintainya, yaitu keluarga terutama kelompok sosialnya serta menimbulkan
kecemasan. Kehilangan kontrol juga terjadi akibat dirawat dirumah sakit karena
adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada perubahan
peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa
melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya
kelemahan fisik (Supartini, 2004).
Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik
secara verbal maupun non verbal karena anak sudah mampu mengomunikasikannya.
Anak usia sekolah sudah mampu mengontol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu
dengan menggigit bibir dan memegang sesuatu dengan erat (Supartini, 2004).

5. Masa Remaja (12-18 Tahun)


Anak usia remaja memersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan
timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Anak
remaja seringkali terpengaruh oleh kelompok sebayanya (geng). Apabila harus
dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas
karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak
kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga atau
petugas kesehatan di rumah sakit (Supartini, 2004).

4
Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitas ini adalah dengan
menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau
kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien,
dan petugas kesehatan (isolasi) (Supartini, 2004).
Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respon anak
bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan, atau menolak kehadiran orang lain
(Supartini, 2004).

C. Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi Anak

Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan bagi anak, tetapi juga
bagi orang tua. Banyak penelitian membuktikan bahwa perawatan anak di rumah sakit
menimbulkan stres pada orang tua. Berbagai macam perasaan muncul pada orang tua,
yaitu takut, rasa bersalah, stres dan cemas ( hallstrom elander, 1997, Callery, 1997).
Brewis (1995) mengemukakan rasa takut pada orang tua selama perawatan anak di
rumah sakit terutama pada konsisi sakit anak yang terminal karena takut akan kehilangan
anak yang dicintainya dan adanya perasaan berduka. Stresor lain yang sangat
menyebabkan orang tua stres adalah mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis
medik anaknya, perawatan yang tidak direncanakan, dan pengalaman perawatan di
rumah sakit sebelumnya yang dirasakan menimbulkan trauma (Supartini, 2000). Untuk
itu, perasaan orang tua tidak boleh diabaikan karena apabila oarng tua merasa stres, hal
ini akan membuat ia tidak dapat merawat anaknya dengan baik dan akan menyebabkan
anak menjadi semakin stres (Supartini, 2000).
Reaksi orang tua terhadap perawatan anak di rumah sakit dan latar belakang yag
meyebabkannya dapat di uraikan sebagai berikut.
1. Perasaan cemas dan takut
Orang tua akan merasa begitu cemas dan takut terhadap kondisi anaknya.
Perasaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat anak mendapat prosedur
menyakitkan, seperti pengambilan darah, injeksi, infus dan prosedur infasif lainnya.
Seringkali pada saat anak harus dilakukan prosedur tersebut orang tua bahkan
menangis karena tidak tega melihat anaknya, dan pada kondisi ini perawat atau
petugas kesehatan harus bijaksana bersikap pada anak dan orang tuanya (Supartini,
2004).

5
Perasaan cemas orang tua paling tinggi dirasakan pada saat menunggu informasi
tentang diagnosis penyakit anaknya ( Supartini, 2000). Sedangkan rasa takut muncul
pada orang tua terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi yang sakit terminal
(Brewis, 1995). Perasaan cemas juga dapat muncul pada saat pertama kali datang ke
rumah sakit dan membawa anaknya untuk dirawat, merasa asing di lingkungan rumah
sakit. Bahkan, walaupun orang tua, mempunyai pengalaman dirawat di rumah sakit
atau pernah mengenal lingkungan rumah sakit, tetapi tetap perasaan cemas tersebut
muncul karena penalaman sebelumnya dirasakan menimbulkan trauma. Pengalaman
sebelumnya yang traumatic bisa dialami karena ada interaksi yang tidak baik dengan
petugas kesehatan atau menunggu atau menjenguk kerabat yang sakit dan meninggal
di rumah sakit (Supartini, 2004).
Perilaku yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan
cemas dan takut adalah sering bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada
orang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah ( Supartini, 2000).

2. Perasaan sedih
Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang
tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh. Bahkan, pada
saat menghadapi anaknya menjelang ajal, rasa sedih dan berduka akan dialami orang
tua. Disatu sisi orang tua dituntut untuk berada disamping anaknya dan memberi
bimbingan spiritual pada anaknya, dan disisi lain mereka menghadapi
ketidakberdayaannya karena perasaan terpukul dan sedih yang amat sangat. Pada
kondisi ini, orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang
lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2000).

3. Perasaan Frustasi
Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami
perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima orang tua baik
dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan
frustasi. Oleh karena itu, sering kali orang tua menunjukkan perilaku tidak kooperatif,
putus asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa (Supartini, 2004).

6
D. Faktor yang Mempengaruhi Hospitalisasi pada Anak

a. Kepribadian Manusia
Tidak setiap orang peka terhadap hospitalisasi. kita melihat ada sebagian orang
yang sangat menderita dan sangat tergantung pada pada apa yang diberikan
lingkungannya. Namun ada jugayang menangani sendiri dan tidak bisa menerima
keadaan itu begitu saja. Semua tergantung dari segi kepribadian manusia itu sendiri
(Stevens, 1992).

b. Kehilangan Kontak dengan Dunia Luar Rumah Perawatan


Pasien/orang yang tinggal di rumah perawatan akan kehilangan kontak yang
sudah lama berjalan dengan terpaksa. Dia sudah tidak berada lagi dalam lingkungan
yang aman yang dijalaninya dalam sebagian besar hidupnya (Stevans, 1992).
Orang-orang yang sering berkomunikasi dengannya kini hanya sekedar bertamu
dalam suasana yang berbeda, hanya sebagian kecil keluarga dekat yang menemaninya.
Sebagian besar kontak!kontak dengan orang senasib yang terbatas dalam ruang
perawatan yang sama dan dengan orang-orang yang membantunya. dunia mereka
boleh dikatakan terbatas padalingkungan kecil. apalagi ia bergaul dengan orang-orang
yang sebenarnya bukan pilihannya (Stivens, 1992).

c. Sikap pemberi pertolongan


Ada perbedaan tugas antara pasien dan yang memberi pertolongan. ini terlihat
jelas dalam kegiatan mereka sehari-hari. pasien biasanya menunggu dan yang
menolong yang menentukan apa yang dilakukan dan kapan. pasien menunggu apa
yang terjadi dan perawat yang tahu. Pasien tergantung pada yang menolong dan ia
terpaksa mengikuti. ia sering merasa tidak berdayasehingga merasa harga dirinya
berkurang. Hal ini membuat dirinya lebih merasa tergantung. perawat melakukan
pekerjaan yang rutin dan berkembang sedikit saja, hal ini akan membuat mereka
menanamkan jiwa hospitalisasi pada pasien (Stevens, 1992).

d. Suasana Bagian Perawatan


Suasana bagian sebagian besar ditentukan oleh sikap personel perawat, baik oleh
hubungan antar sesama perawat, maupun oleh sikap mereka terhadap pasien dan
tamu-tamu mereka. Bara berpakaian orang!orang di bagian juga sangat penting.

7
Berapapun manusia bergaul, dapat mempengaruhi sikap pasien. tetergantungan antara
personal biasanya mudah dapat dipengaruhi.pasien yang dirawat inap mendapat kesan
bahwa mereka bukan yang terpenting dalam perawatan ini. juga ternyata bahwa
orang-orang yang hanya mendapatkan tugas melaksanakan pekerjaandan tanpa bisa
memberi tanggapan atau saran maka pasien-pasien atau tamu-tamu mereka
akandiperlakukan sama seperti itu. ini memperbesar kemungkinan adanya
hospitalisasi (Stevens, 1992).

e. Obat-obatan
Obat-obatan dapat memberi pengaruh besar pada sikap. seberapa obat-obatan
dapat mengakibatkan adanya tand-tanda yang sama seperti hospitalisasi. dengan
sendirinya,kemungkinan hospitalisasi besar. jika dipakai obat-obatan yang dapat
merangsang adanya sikap tadi (Stevens, 1992).

E. Stresor pada Anak yang dirawat di Rumah Sakit

Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien
(dalam hal ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam
bentuk perubahan yang ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain
sebagainya.
Stressor dan reaksi hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada anak,
yaitu:
1. Masa bayi (0-1 tahun)

Dampak perpisahan, usia anak kurang dari 6 bulan terjadi stanger anxiety (cemas),
ditandai dengan:

a. Menangis keras
b. Pergerakan tubuh yang banyak
c. Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan

2. Masa todler (2-3 tahun)

Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan
tahapnya, yaitu:

a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain

8
b. Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang
menunjukkan minatbermain, sedih, apatis
c. Pengingkaran / denial
d. Mulai menerima perpisahan
e. Membina hubungan secara dangkal
f. Anak mulai menyukai lingkungannya

3. Masa prasekolah (3-6 tahun)

Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan


reaksi agresif, yaitu:

a. Menolak makan
b. Sering bertanya
c. Menangis perlahan
d. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

4. Masa sekolah (6-12 tahun)

Perawatan di rumah sakit memaksakan ;

a. Meninggalkan lingkungan yang dicintai


b. Meninggalkan keluarga
c. Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan

5. Masa remaja (12-18 tahun)

Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi


yangmuncul ;

a. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan


b. Tidak kooperatif dengan petugas
c. Bertanya-tanya
d. Menarik diri
e. Menolak kehadiran orang lain

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hospitalisasi adalah suatu proses yang harus dilalui anak akibat adanya suatu alasan
sehingga mengharuskan anak untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Hospitalisasi dapat
dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, pemberi pelayanan, suasana bagian pelayanan, dan
hilangnya kontak dengan dunia luar. Bagi anak yang menganggap bahwa dunia rumah sakit
merupakan dunia baru baginya, orang tua bersama tenaga kesehatan harus mempersiapkan
anak sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan.
Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien (dalam
hal ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam bentuk perubahan
yang ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain sebagainya. Stressor dan
reaksi hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada anak. Selain pada diri anak/pasien
(seperti perubahan gaya hidup, hilangnya privasi dan otonomi, dan lain sebaginya), dampak
dari hospitalisasi juga akan dirasakan oleh orang tua, yaitu orang tua akan merasa stress,
frustasi, serta merasa bersalah karena ia tidak dapat memberikan pemenuhan kebutuhan
kesehatan yang baik untuk anaknya.Apalagi bila mendengan kabar buruk mengenai kondisi
anak.
Manfaat dari hospitalisasi ini dapat dimaksimalkan dengan cara memberikan
kesempatan kepada anak ataupun orang tua untuk mengetahui dan terlibat dalam proses
perawatan walaupun tidak terlibat secara menyeluruh.

10
DAFTAR PUSTAKA

Supartini Y. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

Supartini Y. 2000. Persepsi Perawat tentang Stres Orang Tua selama Anaknya dirawat
dirumah Sakit. Disampaikan pada Seminar Hasil Riset Keperawatan dan Kesehatan.
Konsorsium Ilmu Kesehatan. Jakarta

Brewis, E. 1995. Issues In Breavement: There are no rules. Paediatric nursing. Vol 7 No. 9
Nov. p. 19-22

Stevens, P.J.M. dkk (1997). Ilmu Keperawatan.2(1).Jakarta; EGC.

11

Anda mungkin juga menyukai