0 x6 60
x6 x6
60 0 x6
50x50x5
x5
50
6 60
2717
0x
0
x6
x5
x6
x5
C150x65x20x3 0 x6
60
0
50
x5
50x50x5
50x50x5
5
0x
50
x5
x5
50
x6
50x50x5
50x50x5
0 60
0x
x6 x6
60
5
0x
6
Disusun Oleh :
HARYANTO YOSO WIGROHO
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2019
BAB I
PERENCANAAN ATAP
a) Jarak gording mendatar untuk atap genteng atau sirap antara 1500mm sampai
maksimum 2000mm, sedang untuk atap seng atau asbes antara 1000 sampai
1200mm.
b) Bentang gording ditentukan oleh jarak antar kuda-kuda, sebaiknya jarak kuda-
kuda sama dengan jarak kolom struktur. Tetapi kalau tidak memungkinkan
jarak kuda-kuda diambil antara 2500mm sampai 4000mm untuk atap genteng
atau sirap. Untuk atap seng atau asbes jarak kuda-kuda bisa diambil sampai
6000mm.
c) Jumlah sag-rod atau batang tarik penahan beban arah sumbu lemah gording
ditentukan oleh bentang gording (jarak kuda-kuda). Jarak sag-rod ini bisa
diambil maksimum 2000mm.
d) Batang ikatan angin dipasang dengan bentuk silang diantara kuda-kuda. Ikatan
angin ini tidak perlu dipasang pada setiap kuda-kuda, tetapi dapat dipasang
selang-seling.
Beban gording :
2
- berat sendiri = diperkirakan = ……. kN/m’
a
- berat atap = x berat atap = ……. kN/m’
3 cos
- berat plafon = a x berat plafon = ……. kN/m’
Dead Load (D) rencana gording q = …….. kN/m’
Beban pekerja P diambil sebesar 1,0 kN sebagai
Beban gording arah sb-2 beban Live (L)
P cos
Rencana momen gording :
q cos
1 1
q cos L1 P cos L1
2
M 3,D M 3,L
8 4
L1 2
1 L1 1 L1
M 2,D q sin M 2,L P sin
Beban gording arah sb-3 8 3 4 3
P sin M 3,U 1,4M 3,D *
q sin pilih yang besar M 3,U
M 3,U 1,2M 3,D 1,6M 3,L
M 2,U 1,4M 2,D *
pilih yang besar M 2,U
L1 L1 L1
3 3 3
M 2,U 1,2M 2,D 1,6M 2,L
Gambar 1.2. Rencana Gording
Kemudian pilih dimensi gording C, dan dari tabel profil diperoleh property
penampang antara lain : I3 = Ix (mm4) ; I2 = Iy (mm4) ; W3 = Wx (mm3) dan W2 = Wy
(mm3)
M 3*,U M 2*,U
fb Fy , jika tidak dipenuhi pilih profil yang lain
W 3 W 2
dengan nilai = 0,9 untuk lentur dan geser (tabel 6.4-2 SNI 03-1729-2002)
1
32 22 L1 , sesuai batas lendutan maksimum (tabel 6.4-1 SNI 03-1729-
240
2002)
Hitungan sag-rod :
Jumlah gording di bawah nok pada gambar 1.1 sejumlah n=4 baris, sehingga
L1 n
gaya sag-rod terbesar ialah : Ft ,D n q sin dan Ft ,L P sin
3 2
Ft ,U 1,4Ft ,D *
Kombinasi beban : pilih yang besar Ft (kN)
Ft ,U 1,2Ft ,D 1,6Ft ,L
Ft* .10 3
Luas batang sag-rod yang diperlukan : Asr mm 2 → pilih diameter sag-rod
Fy
yang dibutuhkan.
Hitungan sag-rod :
Untuk batang ikatan angin biasanya tidak ada hitungan yang terperinci,
biasanya langsung ditentukan dengan mempertimbangkan bentang dan jarak kuda-
kuda. Untuk kasus ini batang ikatan angin ditentukan 16mm.
Beban-beban P1, P2 dan P3 dihitung sesuai dengan jarak gording (lebar atap
yang didukung) dan panjang gording (jarak antara kuda-kuda), yang dijelaskan
seperti berikut. Berat atap dan plafon diambil dari peraturan pembebanan yang
berlaku, untuk berat sendiri kuda-kuda diperkirakan 0,50 kN/m’.
P3
P2 P2
P2 P2
P2 P2
P1 P1
b a a a a a a a a b
a
Beban P1 : - berat sendiri kuda-kuda = x berat kuda-kuda = ……. kN
2
- berat gording = L1 x berat gording per-m’ = ……. kN
a
b
- berat atap =
2 x L1 x berat atap = ……. kN
cos
a
- berat plafon = b x L1 x berat palfon = ……. kN
2
Beban P1 = ……. kN
Beban P1, P2 dan P3 tersebut adalah beban mati (D), beban hidup (L) diambil
sesuai ketentuan dalam Peraturan Pembeban, dalam hal ini diambil sebesar 1,0 kN
pada setiap joint.
Untuk beban angin ditentukan koefisien angin tiup (Cti) dan angin isap (Cis)
sesuai dalam Peraturan Pembebanan, dan dijelaskan pada gambar 1.4. Beban angin
dikerjakan pada tiap joint atas kuda-kuda seperti dijelaskan berikut.
C ti C is
b a a a a a a a a b
b a a a a a a a a b
W5 W2
W5 W2
W6 W1
b a a a a a a a a b
Beban angin dari kiri, besarnya W1, W2, W3, W4, W5 dan W6 dihitung sesuai
dengan besar tiupan angin (Qw), koefisien beban angin (Cti atau Cis), jarak gording
(lebar atap yang didukung) dan panjang gording (jarak antara kuda-kuda), yang
dijelaskan seperti berikut.
a
b
Beban W1 =
2 x C x L1 x Q = ……. kN
ti w
cos
a
Beban W2 = x Cti x L1 x Qw = ……. kN
cos
1 a
Beban W3 = x Cti x L1 x Qw = ……. kN
2 cos
1 a
Beban W4 = x Cis x L1 x Qw = ……. kN
2 cos
a
Beban W5 = x Cis x L1 x Qw = ……. kN
cos
a
b
Beban W6 =
2 x C x L1 x Q = ……. kN
is w
cos
Untuk beban angin dari kanan, beban-beban W1, W2, W3, W4, W5 dan W6
arahnya dibalik seperti dijelaskan pada gambar 1.4( c).
dst
Pada perencanaan elemen kuda-kuda ada dua hal yang perlu diperhatikan.
Pertama adalah perencanaan elemen tarik (tanda positif), dan perencanaan elemen
tekan (tanda negatif).
Nu
ft f y , dengan nilai = 0,9 (1-1)
Ag
dan syarat kelangsingan:
Lk
<300 untuk elemen sekunder Ps. 10.3.4
r
L
k <240 untuk elemen primer Ps. 10.3.4
r
dengan : ft = tegangan tarik (MPa)
Nu = gaya aksial tarik rencana (N)
Ag = luas penampang bruto profil (mm2)
= angka kelangsingan
Lk = panjang elemen (mm)
r = jari-jari girasi minimum (mm)
Nu
fc f y , dengan nilai = 0,85 (1-3)
Ag
dan syarat kelangsingan:
L
k <200 untuk elemen struktur tekan Ps. 9.1.2)
r
nilai dihitung dengan persamaan (7.6-5) SNI 03-1729-2002 seperti berikut:
untuk c < 0,25 maka = 1
1,43
untuk 0,25 < c < 1,2 maka =
1,6 0,67c
untuk c > 1,2 maka = 1,25(c )2
1 Lk fy
dengan nilai c
r E
lain, seperti misalnya sambungan paku keling, tetapi sambungan ini untuk saat ini
sudah jarang dijumpai.
Pada kegagalan geser kuat geser rencana baut dihitung sesuai persamaan
(13.2-2) dari SNI 03-1729-2002 sebagai berikut:
Pada kegagalan tumpu kuat tumpu rencana baut tergantung pada yang
terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Apabila jarak lubang tepi
terdekat dengan sisi pelat dalam arah kerja gaya lebih besar dari 1,5 kali diameter
lubang, jarak antar lubang lebih besar dari 3 kali diameter lubang, dan ada lebih
dari satu baut dalam arah kerja gaya, maka kuat rencana tumpu dihitung sesuai
persamaan (13.2-7) dari SNI 03-1729-2002 sebagai berikut:
2 bidang
geser baut
pelat sambung/
pelat simpul
siku
Untuk menghitung jumlah baut dipilih nilai yang terkecil antara kuat geser
baut dan kuat tumpu pelat. Dari persamaan (1-5), karena pada kasus ini ada dua
bidang geser, maka kuat geser baut menjadi 2Vd, dan kuat tumpu pelat pada
persamaan (1-6) tetap Rd , maka nilai 2Vd dan Rd dipilih yang terkecil, hal ini
dijelaskan pada gambar 1.5, kemudian jumlah baut dihitung dengan :
Nu
nb (1-7)
2V d atau R d
dengan : nb = jumlah baut, minimal 2 buah baut
Nu = gaya elemen yang disambung (N)
2Vd = dua kali kuat geser baut (N)
Rd = kuat tumpu pelat (N)
Jarak baut ditentukan sesuai bab 13.4 SNI 03-1729-2002, yang dijelaskan
bahwa jarak antar pusat lubang pengencang tidak boleh kurang dari 3 kali diameter
nominal pengencang. Jarak dari tepi pelat sampai pusat pengencang harus dipenuhi
seperti pada tabel 13.4-1 sesuai SNI 03-1729-2002, sedang jarak maksimum
ditentukan seperti pada bab 13.4.3 dan 13.4.4 pada SNI 03-1729-2002.
Jenis sambungan las dibedakan dalam las sudut, las tumpul, las pengisi atau
las tersusun. Las tumpul ialah jenis sambungan las dimana terdapat penyatuan
antara las dan bahan induk sepanjang kedalaman penuh sambungan. Las sudut
ialah jenis sambungan las dimana las mengisi sisi-sisi diantara dua bahan yang
disambung. Las pengisi ialah jenis las sudut disekeliling lubang bulat atau selot.
Untuk jelasnya dapat dilihat gambar 1.6.
tw
tl
tw
(a) Las tumpul (b) Las sudut
Macam elektroda las (kawat las) dijelaskan pada Persyaratan Umum Bahan
Bangunan di Indonesia (PUBI-1982). Kawat las yang banyak digunakan dalam
praktik adalah E420-xx dan E490-xx dalam satuan SI. Dalam satuan psi E420-xx
setara dengan E60-xx, dan E490-xx setara dengan E70-xx.
Beberapa penjelasan yang penting diberikan apda tabel 1.2 dan 1.3 berikut.
Posisi
Klasifikasi Jenis lapisan Jenis arus **)
pengelasan *)
Pada sambungan profil siku terlebih dahulu ditentukan gaya yang didukung
las seperti yang dijelaskan pada gambar 1.7 sebagai berikut.
2 sisi las
Nu,2
h - ce
siku h garis netral profil
Nu
Nu,1 ce
pelat sambung/ Le
pelat simpul
N u h c e
N u ,1 (1-8a)
h
N c
N u ,2 u e (1-8a)
h
Pada sambungan kuda-kuda dengan menggunakan profil siku ganda ini jenis
las yang sesuai adalah las sudut. Ukuran tebal las (tl) minimum pada las sudut
diberikan pada tabel 13.5-1, sedangkan ukuran tebal las maksimum diberikan pada
bab 13.5.3.3 sesuai SNI 03-1729-2002. Panjang efektif las sudut diatur pada bab
13.5.3.5, dan jarak las sudut diatur pada bab 13.5.3.7 dan 13.5.3.8 sesuai SNI 03-
1729-2002.
SIKU 2L60
A SIKU 2L50
LAS
SIKU 2L50
SIKU 2L100 SIKU 2L100 PLAT SIMPUL 8mm
PLAT TUMPU 10mm PLAT TUMPU 10mm
200
250
2 4 - 80 BAUT Ø12mm
5
25
40 2
80
40
80
25
80 80 40 40
25 25 25 25
Kuat rencana las sudut dapat diambil sesuai persamaan (13.5-3a) dan (13.5-
3b) SNI 03-1729-2002 sebagai berikut.
Kekuatan sambungan las (Ru) dipilih yang terkecil antara persamaan (1-9a)
dan persamaan (1-9b), kemudian panjang efektif las Le ditentukan dengan :
N u ,1
Le (1-10a)
2R u
Secara teori panjang las pada gaya Nu,2 adalah lebih kecil dibanding dengan
panjang las pada gaya Nu,1 , tetapi dalam praktik panjang las ini dibuat sama sebsar
Le. Hal ini adalah untuk memudahkan dalam pengawasan dan untuk menghindari
kesalahan dari tukang bajanya, misalnya terbalik.
5
5 0
0x
6 60
x5
0x
x5
x6
C150x65x20x3 x6
0x
0x
50x50x5
6
50
60
5
2717
5
0x
50
x5
x5
50
50x50x5
50x50x5
0x
0 x6
5
60
x6 x6
60 0x
6
50x50x5
50x50x5
50x50x5 50x50x5 50x50x5 50x50x5 50x50x5 50x50x5
+8.500
L1
balok Ltg 2
tangga
3 Antrede
NAIK h tg
Optrede
L1
B2
B C
(a) Denah ruang tangga (b) Detail anak tangga
a) Menentukan lebar bordes yang besarnya minimum adalah selebar tangga, jadi dalam
hal ini lebar bordes ialah setengah lebar dari L1.
b) Menentukan tinggi optrede (O) yang besarnya antara 150mm sampai 200mm,
sehingga jumlah anak tangga antar lantai adalah tinggi lantai dibagi dengan O
h
n tg lt . Sedapat mungkin besarnya O merupakan bilangan bulat dalam ukuran
O
milimeter.
c) Besarnya antrede (A) ditentukan 280mm atau 300mm, sehingga lebar tangga Ltg
1 h lt
adalah 1 A
2 O
O
d) Sudut kemiringan tangga adalah tan 1
A
q tg
L1
Ltg 2
B1 C
h tg
Beban qtg : - berat sendiri tangga = x berat volume beton = ……. kN/m2
cos
1
- berat anak tanga = O x berat volume beton = ……. kN/m2
2
- berat ubin & spesi = 0,05 x berat volume ubin = ……. kN/m2
- berat railling (diperkirakan) = 1,00 kN/m2
Beban qtg = ……. kN/m2
Beban qbd : - berat sendiri tangga = htg x berat volume beton = ……. kN/m2
- berat ubin & spesi = 0,05 x berat volume ubin = ……. kN/m2
- berat railling (diperkirakan) = 1,00 kN/m2
Beban qbd = ……. kN/m2
M u 1,4M DL
dipilih kombinasi yang besar M ur
M u 1,2M DL 1,6M LL
V u 1,4V DL
dipilih kombinasi yang besar V ur
V u 1,2V DL 1,6V LL
Dari Mur diperoleh luas tulangan tangga Atg dalam mm2, dan Vur digunakan untuk cek
ketebalan tangga (htg) dengan Vc > Vur . Jika Vc < Vur maka tebal tangga perlu diperbesar.
Contoh gambar penulangan tangga diberikan seperti gambar 2.4. berikut.
150
150 P8-200
D13-300
D13-300 BALOK BORDES
150
P6-200
150 P8
150 P8-200
D13-150
150 D13-150
±0.000 150
P8-200
D13-300
TEBAL PLAT TANGGA 130mm
D13-150 D13-150
P8-200 P8-200
D13-150
P8-200
150
-1.800
70
LANTAI KERJA
200 150 650
1000
3400
DETAIL PENULANGAN TANGGA (POT. 1-1) G
SKALA 1 : 20
muka tanah
Qtg Qtg
h pondasi
( B e) e B min
2 2 max
B B
Tegangan tanah ijin dikurangi dengan berat tanah dan berat sendiri pondasi akan
diperoleh tegangan tanah neto seperti berikut:
Lebar pondasi tangga (=B) diperkirakan, dan panjang tegak lurus bidang gambar
dianggap 1 satuan panjang (1 meter), kemudian di-cek tegangan pada tanah yang terjadi:
Q tg Q tg (e )
max 6 neto (2-2a)
B B2
Q tg Q tg (e )
dan min 6 0 (2-2b)
B B2
Selanjutnya dapat direncanakan tulangan pelat pondasi dari Mu, dan cek ketebalan pelat
pondasi dari gaya geser pelat pondasi Vu.
Untuk merencanakan pelat lantai terlebih dahulu ditentukan denah rencana pelat
lantai, lengkap dengan balok-balok anak. Sebagai contoh diberikan pada gambar 2.6.
Dari denah rencana pelat tersebut kemudian direncanakan pembebanan pelat seperti
ditunjukkan pada tabel 2.1.
A B C
L1
5
A B C
L1
4
L1
B C
L1
C
A B C
L1
B1 B2 B3
A B C D
Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pelat ini adalah menentukan tebal
pelat yang akan direncanakan. Bab 11.5 pada SNI 03-2847-2002 menjelaskan tentang
lendutan dan tebal minimum balok dan pelat, sedang pada bab 15 dijelaskan tentang
perencanan pelat dua arah.
Pada gambar 2.7 dan 2.8 diberikan contoh gambar penulangan pelat, dengan dua
alternatif untuk dipilih. Pada gambar tersebut dianggap variasi tulangan tipe A, B dan C
pada gambar 2.6 disamakan. Walaupun sebenarnya tulangan pelat tipe A dan C jarak
tulangannya lebih besar secara teori daripada pelat tipe B, tetapi dalam praktik dibuat
sama, untuk memudahkan dalam pelaksanaan.
A B C D
3000 6000 3000
P8-150
P6-200
P8-150
P8-150
P8-150
P6-200
P8-150
P8-150
P8-150
P8-150 P8-150 P8-150 P8-150
4000
P6-200
P6-200
P6-200
P6-200
P6-200
P6-200
P8-150
P6-200 P6-200
5
P8-150
P8-150
P6-200
4000
h = 120 mm
A B C D
3000 6000 3000
6
P8-150
P8-300
P8-300
P6-200
P8-300
P8-150
P8-300
P6-200
P8-300
P8-300
P8-300 P8-300
P6-200
P8-300
P8-300
P8-300
4000
P6-200
P8-300 P8-300
P8-300
P6-200
P6-200
P6-200 P6-200
P8-300
P8-300
P8-300
P8-300
5
P8-150
P8-150
P6-200
4000
h = 120 mm