Anda di halaman 1dari 17

Referat

Keratosis Seboroik

Oleh:
Maya Fitriani. Ked
04054821820079

Pembimbing:
dr. Susanti Budiamal, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

BAGIAN/DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Referat
Judul
Keratosis Seboroik

Oleh
Maya Fitriani. Ked
04054821820079

Pembimbing
dr. Susanti Budiamal, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Univesitas
Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 15 April- 20 Mei
2019.

Palembang, Mei 2019

Pembimbing,

dr. Susanti Budiamal, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

2
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ...................................................................................................1
DEFINISI ................................................................................................................. 2
EPIDEMIOLOGI .....................................................................................................2
ETIOPATOGENESIS.............................................................................................. 2
MANIFESTASI KLINIS ......................................................................................... 3
PENEGAKAN DIAGNOSIS................................................................................... 8
DIAGNOSIS BANDING....................................................................................... 10
TATALAKSANA ..................................................................................................10
PROGNOSIS .........................................................................................................11
RINGKASAN ........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 13

3
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan referat dengan judul “Keratosis Seboroik”. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada dr. Susanti Budiamal, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV selaku pembimbing

yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga referat ini dapat berguna bagi

banyak orang dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Palembang, April 2019

Penulis

4
Keratosis Seboroik
Maya Fitriani, S.Ked
Pembimbing dr. Susanti Budiamal, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
FK Unsri/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
2019

PENDAHULUAN
Keratosis seboroik dikenal sebagai sebagai seborrhoeic warts, senile wart, senile
keratosis, basal cell papilloma adalah tumor jinak pada lapisan epidermis berasal dari
keratinosit.1 Keratosis seboroik merupakan tumor jinak epidermal pada kulit yang sering
diperhatikan pasien karena menyangkut penampilan individu. Lesi pada keratosis seboroik ini
sering terjadi pada individu dewasa pertengahan dan dapat meningkat dengan cepat saat
dewasa tua.2
Penyebab keratosis tidak diketahui secara pasti. Adanya pengaruh genetik, paparan
sinar matahari, dan infeksi dapat menjadi faktor risiko yang mungkin menyebabkan keratosis
seboroik. Penyebab keratosis seboroik juga dikaitkan dengan gangguan ekspresi apoptosis
p53 dan Bcl-2 yang mempengaruhi keseimbangan. 2
Berdasarkan patologi klinik dari keratosis seboroik ada banyak variasi klinik. Keratosis
seboroik digambarkan sebagai stuck-on verrucous plaque dengan pseudorn cyst.
Hiperkeratosis, akantosis, dan papilomatosis adalah temuan patologi yang khas pada keratosis
seboroik. Peningkatan jumlah melanosit membuat lesi menjadi warna cokelat atau gelap
dapat terjadi pada keratosis seboroik. Variasi dari keratosis seboroik secara patologi klinik
yaitu seborrheic keratosis, reticulated seborrheic keratosis, stucco keratosis, clonal
seborrheic keratosis, irritated seborrheic keratosis, seborrheic keratosis with squamous
atypia, melanoacanthoma, and dermatosis papulosa nigra.2
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di negaraIndonesia RSUP. Dr Mohammad
Hoesin Palembang yang dilakukan tahun 2014-2015 ditemukan angka kejadian keratosis
seboroik paling banyak ditemukan pada kelompok usia 51-75 tahun (48,42%) diikuti usia
26-50 tahun ( 45,26%), sedangkan keratosis seboroik paling banyak dicetuskan oleh paparan
sinar matahari (80,8%), dan lokasi lesi keratosis seboroik paling banyak pada daerah wajah
(56%). 3
Referat ini membahas epidemiologi, etiopatogenesis, patologi klinik, manifestasi klinis,
diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, dan prognosis keratosis
seboroik yang bertujuan untuk meningkatkan pembelajaran. Sesuai standar kompetensi

5
keratosis seboroik bagi dokter umum yaitu 2 sehingga dokter umum mampu membuat
diagnosis klinik daan menentukan rujukan yang tepat untuk penatalaksanaan pasien dan
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.4

2.1. DEFINISI
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang biasanya berpigmen dan umumnya
ditemukan pada orang tua yang berasal dari keratinosit.5,6 Keratosis seboroik umumnya
terjadi pada usia paruh baya atau lanjut usia dan memiliki predisposisi bawaan, dengan
etiologi yang diketahui pasti. Lesi diawali dengan bentuk makula datar bewarna coklat
dengan batas tegas, kemudian menjadi papul yang berminyak dengan permukaan veruka
dan terlihat menempel pada kulit. Warna lesi pada keratosis seboroik yaitu cokelat terang,
bewarna pink, cokelat gelap atau hitam sampai terlihat warna putih, seperti gambaran
keratosis stucco. Lesi keratosis seboroik dapat ditemukan pada daerah wajah, trunkus,
punggung, abdomen, kulit kepala, dan ekstremitas atas.1,4,5

2.2.EPIDEMIOLOGI
Di negara Australia prevalensi keratosis seboroik 20% mengenai laki-laki dan 25%
mengenai perempuan yang berusia 15-25 tahun. Pada orang yang berkulit putih lesi akan
lebih banyak pada daerah trunkus dapat berupa dermatosis papulosa nigra pada wajah
sentral yang sering ditemukan pada orang Afrika-Amerika dan Asia. Beberapa pasien
dengan keratosis seboroik dapat memiliki ratusan lesi pada bagian trunkus 6
Keratosis seboroik sering dijumpai pada ras kulit putih dibandingkan ras kulit hitam.
kelainan muncul pada dekade 5 sedangkan pada dekade 3 dan 4 lesi dapat ditemukan
dengan bentuk yang agak datar. Kelainan ini dapat muncul pada usia 15 tahun dan
meningkat prevalensinya seiring dengan bertambahnya usia. Keratosis seboroik jarang
diderita oleh anak-anak dan ras kulit hitam. Keratosis seboroik umumnya sedikit lebih
sering diderita oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin akibat paparan
3,6,7
sinar matahari yang dikaitkan dengan pekerjaan.
2.3. ETIOPATOGENESIS
Etiologi dan pathogenesis dari keratosis seboroik tidak diketahui pasti. Adanya
pengaruh dari genetik, paparan sinar matahari, dan infeksi dapat menjadi faktor risiko
terjadinya keratosis seboroik. Pengaruh genetik autosomal dominan dapat menyebabkan
keratosis seboroik multipel. Lesi dapat terjadi sertelah terjadi inflamasi kulit atau
manifestasi keganasan visceral dan akantosis nigrikan yang ditandai dengan “laser-
trelat”yaitu erupsi mendadakan dengan jumlah yang banyak. 1

6
Faktor risiko yang dapat menyebabkan progresi keratosis seboroik meliputi pajanan
sinar matahari, genetik, dan infeksi HPV. Keratosis seboroik menujukkan adanya
ketidakteraturan dari ekspresi dan apoptosis p53 dan Bcl-2, meskipun belum terdapat
adanya lokus genetik atau gangguan kromosom yang terdeteksi sebagai penyebab
keratosis. Prevalensi keratosis seboroik banyak dialami pada seseorang yang terpapar
sinar matahari, hal ini dapat dikaitkan dengan kemungkinan penyebab keratosis
seboroik.1,5

Adanya perubahan akumulasi normal dari keratinosit diantara lapisan basal dan
permukaan keratin pada epidermis. Melanosit dapat berproliferasi diantara keratinosit
imatur dan dapat mentransfer melanin. Papilla dermis dapat memanjang. Keratinisasi
fokal dapat terjadi dengan adanya massa sel imatur untuk memproduksi kista bertanduk
(horn cyst), membesar, dapat bergabung, dan terangkat menuju permukaan oleh sel
epidermis. Jika pembentukan dan discharge pada kistabertanduk (horn cyst) terlalu
banyak, dan permukaan verukosa terbentuk. Penanda papillomatosis juga menyebabkan
batas luar ‘chruch steeple’ tidak teratur akibat mempertahankan keratin. Jika masa atau
lesi utama belum matang, permukaan akan menjadi halus dan bulat, banyaknya melanosit
dan tingkat pigmentasi akan bervariasi. 6

2.4. MANIFESTASI KLINIS


Secara klinis, lesi dari keratosis seboroik ditandai sebagai lentigo atau bintik hitam
kecoklatan penyakit Exfoliative erythroderma, erythrodermic psoriasis, atau
erythrodermic drug eruption dapat diikuti dengan kemunculan keratosis seboroik yang
bersifat sementara. Keratosis seboroik lebih sering terjadi pada daerah yang terpapar sinar
matahari, seperti pekerja supir truk yang sering terpapar sinar matahari.5
Keratosis seboroik dapat berkembang lebih dari berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Pasien jarang mengeluhkan gatal. Keratosis seboroik dapat tumbuh pada semua
bagian tubuh, tetapi paling sering tumbuh di bagian daerah wajah dan lengan atas, lesi
yang ditemukann dapat berupa plak verukosa, papul, atau nodus menempel pada kulit dan
hiperpigmentasi warna coklat sampai hitam dengan terdapat skuama diatasnya. Papul atau
nodus dapat berupa kubah, permukaan licin tidak berkilat dengan sumbatan pada lubang
folikel. Bentuk lesi yang paling sering oval berukuran 1 milimeter sampai beberapa
centimeter. Apabila lesi banyak atau multiple lesi dapat tersusun searah dengan lipatan
kulit. Jika lesi mengenai kelopak mata atau daerah lipatan, lesi dapat bertangkai.

7
Lesi kulit pada Keratosis Seboroik7
a. Early
Bentuknya kecil, berukuran 1-3 mm, hampir tidak ada peninggian papul, kemudian
ada plak yang besar dengan atau tanpa pigmen. Permukaan lesi pada keratosis
seboroik yaitu licin pada saat palpasi.
b. Late
Berukuran 1-6 cm dengan nodul yang datar. Bewarna coklat, abu-abu, hitam, sewarna
kulit. Bentuk dapat bulat atau oval. Plak dengan permukaan kutil dan ditandai dengan
“stuck-on” melekat pada kulit dan “greasy” atau berminyak, pada saat palpasi, kista
bertanduk sering dapat terlihat. Dengan dermoskopi dapat menjadi alat diagnostik.

Distribusi

Lesi dapat tersendiri atau generalisata. Distribusi lesi dapat mengenai wajah, trunkus,
dan ekstremitas atas. Pada wanita lesi lebih sering terjadi pada area submammari
intertriginosa. Pada orang dengan kulit bewarna gelap, lesi dapat multipel, ukuran kecil,
bewarna hitam pada area wajah yang disebut dermatosis papulosa nigra.8
Klinikpatologik2
1. Keratosis Seboroik
Keratosis seboroik secara klasik diklasifikasikan sebagai “stuck-on” atau melekat
pada permukaan kulit, plak verukosa dengan pseudohorn cyst atau kista bertanduk.
Hiperkeratosis, akantosis, dan papilomatosis adalah temuan patologi khas.
Peningkatan jumlah melanosit dapat memberikan gambaran lesi bewarna cokelat atau
cokelat gelap. Pasien dengan keratosis seboroik dapat asimtomatis, akan tetapi
keluhan gatal disertai.

8
Gambar 1: Keratosis Seboroik Menunjukkan gambaran “stuck-on”

2. Reticulated Seborrheic Keratosis


Reticulated seborrheic keratosis disebut juga sebagai adenonoid keratosis seboroik.
Beberapa meyakini paparan sinar matahari biasanya didahului sering dengan patch
atau papul berpigmen. Secara histologi, adanya kista bertanduk tergantung diantara
untaian jalinan sel basofilik.

Gambar 2. multiple reticulated seborrheic keratoses, reticulated cords of basaloid


cells yang berasal dari dasar epidermis.

3. Stucco Keratosis

9
Stucco keratosis disebut sebagai veruccous, serrated, hyperkeratotic, dan digitate.
Lesi ini berukuran 1-3mm, terdapat permukaan datar pada bagian atap, bewarna putih
sampai cokelat pada papul dan melekat pada kulit. Predileksi paling sering pada
permukaan ekstensor lengan bawah, kaki bagian bawah, bagian dorsal tangan dan
kaki.

Gambar 3. Stucco Keratosis


4. Melanoacanthoma
Melanoacanthoma disebut juga sebagai keratosis seboroik berpigmen. Tumor jinak
ini tumbuh dengan lambat. Pada jenis ini dapat menyerupai melanoma dilihat dari
klinis. Paling sering lokasinya pada trunkus, kepala atau leher. Lebih sering mengenai
individu berusia tua. Jenis ini menggambarkan lesi berpigmen yang terdiri dari
melanosit bersarang dan keratinosit.

Gambar 4. Melanoacanthoma

5. Dermatosis Papulosa Nigra

10
Pada lesi ini berukuran kecil bewarna coklat gelap sampai papul bewarna hitam.
Lebih sering ditemukan pada daerah wajah. Lesi diawali berbentuk bulat, makula
hiperpigmentasi atau papul yang bekembang tunggal dapat mengenai pada area wajah
yaitu pipi atau bawah mata.

Gambar 5. Dermatosis Papulosa Nigra

Variasi Histologi
Berdasarkan histologi keratosis seboroik dapat ditunjukkan sebagai acanthosis, berbagai
tingkat papillomatosis, hyperkeratosis dan kadang-kadang sebagai akumulasi keratin
dengan acanthosis epidermis (pseudo-horn cyst).
1. Clonal Seborrheic Keratosis
Gambaran histologi dari clonal seborrheic keratose yaitu gambaran sarang
intraepithelial keratinosit basofilik dengan berbagai ukuran dengan pencampuran
melanosit.
2. Irritated Seborrheic Keratosis
Melalui proses mekanis atau kimiawi perubahan bentuk ini terjadi akibat proses
imunologi. Walaupun proses trauma juga dapat mendorong terjadinya keratosis
seboroik tipe ini. Secara histologi, lapisan dermis yang mendasari lesi ini diisi dengan
inflamasi yang padat infiltrat sebagaian besar limfosit. Inflamasi ini kadang-kadang
kaya liken atau neutrophil. Akumulasi keratinosit eusinofilik dapat terlihat padat

11
epidermis. Perubahan eczematous pada area disekitar lesi disebut sebagai fenomena
meyerson.

Gambar 6. Menunjukkan adanya inflamasi pada irritated seborrheic keratosis

2.5.PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis keratosis seboroik dapat ditegakkan dengan melihat gambaran klinis dan bila
diperlukan dilakukan pemeriksaan histopatologis. Keratosis seboroik paling sering terjadi
dibandingkan kanker kulit. Berdasarkan klinis pasien dapat dilihat dari berbagai variasi,
lesi awal dapat berbatas tegas, permukaan rata, kusam, dan bewarna kecoklatan. Seiring
dengan perkembangan, lesi dapat berubah menjadi papul, permukaan verukosa, gambaran
“stuck-on” atau melekat pada permukaan kulit, mengkilat, dan terdapat kista
pseudohorn.1,8

Pemeriksaan Penunjang
Biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologi yang secara umum adalah memperlihatkan
pertumbuhan dengan dasar rata setinggi epidermis. Biopsi kulit dapat menunjukkan lesi
atipikal. Sel keratinosit proliferasi dan membentuk pseudokista keratin yang jika
berhubungan dengan permukaan, akan terlihat sebagai lubang dengan sumbatan keratin.
Terlihat akantosis, papilomatosis, dan hyperkeratosis,dalam berbagai tingkat. Pada
keratosis seboroik yang iritasi menunjukkan proliferasi sel kerationosit, squamous eddies,
dan infiltrat limfositik dalam dermis sehingga harus dibedakan dari karsinoma sel
skuamosa. Tes dermatoskopi dapat memperlihatkan lesi melanositik, pesudorn kista
Pada pemeriksaan penunjang dermoskopi: milia-like cyst, comedo like openings, light-
brown fingerprint-like structure, cerebriform pattern (gyrus & sulci)

12
Pemeriksaan histopatologi: tampak akantosis, papillomatosis, kista pseudohorn, dan
hiperkeratosis. 8
Kriteria dermoskopi keratosis seboroik:9
1. milia-like cyst  struktur sirkular, putih sampai kuning, ukuran kecil 0,1-1 milimeter,
sangat besar dan verukosa. Dapat menjadi lebar ketika ukurannya tidak lagi sirkular.
2. Pseudofolicular opening (ireguler ridges) kekuningan, cokelat terang-gelap, hitam,
bentuk sirkular, ukuran kecil, penampilan tipikal komedo atau berpori, jika ukuran
besar bentuk ireguler
3. Fissure and ridges (brain like appearance) bentuk dan ukuran dari folikular pseudo
openinf san rampilan mirip otak.
4. Vascullar PatternHairpin vessels di perifer dari lesi.

1 2

3 4

13
2.6.DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding keratosis seboroik pada jenis keratosis seboroik yang datar yaitu
lentigo senilis dan keratosis aktinik. Pada bentuk yang nodus diagnosis bandingnya yaitu
nevus melanositik, melanoma, dan karsinoma sel basal. Membedakan keratosis seboroik
dengan warna hitam dan soliter berasal dari melanoma. Bentuk regular, lesi verukosa
sering berbeda berasal dari permukaan halus dan pola infiltrasi sedikit pada melanoma.
Diagnosis banding keratosis seboroik mirip dengan gambaran klinis dari karsinoma sel
basal (SCC dan BCC), penyakit bowen, fibroma, veruka vulgaris, kondiloma akuminata,
tumor adneksa, keratitis aktinik. 1,2,5

2.7.TATALAKSANA
Keratosis seboroik tidak berbahaya dan paling sering tidak dibutuhkan pengobatan.
Keratosis dapat dihilangkan dalam kondisi
1. Tampak seperti lesi kanker kulit
2. Sering bergesekan dengan pakaian atau perhiasan
3. Mudah teriritasi
4. Kosmetik (mengganggu penampilan)10

Terapi
Non medikamentosa: belum ada dan biasanya pasien keratosis seboroik tidak perlu
mendapatkan obat.
Medikamentosa: pengobatan umumnya dilakukan dengan alasan kosmetik, gatal,
meradang, atau nyeri. Tatalaksana ini dilakukan dengan destruksi bedah listrik, bedah
beku atau bedah laser.

Cryosurgery
Dengan menggunakan cairan nitrogen, cairan yang sangat dingin, untuk pertumbuhan
dengan kapas atau pistol semprot. Cryosurgery dapat menghancurkan pertumbuhan lesi.
Terkadang bentuk lepuh di bawah keratosis seboroik dan menjadi mengering seperti
krusta.

14
Electrosurgery (electrocauter)
Melibatkan bedah listrik (electrocauter) mematikan pertumbuhan dengan anestesi dan
menggunakan arus listrik untuk menghancurkan pertumbuhan. Dengan alat bedah
berbentuk sendok, kuret, dapat mengikis pertumbuhan. 1,10

2.8.PROGNOSIS
Umumnya prognosis keratosis baik, namun lesi umumnya tidak sembuh dan
biasanaya akan berkembang lebih melebar dan tebal seiring dengan waktu. Bila lesi
keratosis seboroik sering terkena trauma dapat terjadi inflamasi atau infeksi. Prognosis
setelah menghilangkan keratosis seboroik kulit akan lebih ringan dibandingkan kulit
disekitarnya dan biasanya memudar seiring waktu. Jika lesi dihilangkan lesi tidak dapat
tumbuh ditempat yang sama, tetapi lesi dapat muncul ditempat baru.
Keratosis seboroik dapat bersifat jinak, tetapi tumor sekunder dan penyakit bowen
(karsinoma sel skuamosa in situ) atau melanoma ganas dapat muncul dalam lesi.
Keratosis seboroik yang sering bergesekan dengan pakaian dapat menyebabkan iritasi,
gatal sampai berdarah. Menggaruk keratosis seboroik atau mencoba mengangkat lesi kulit
dapat menjadi infeksi sekunder, sedangkan orang dengan lesi keratosis seboroik yang
banyak dapat mengaburkan deteksi nevus displastik atau melanoma ganas.1,10

15
RINGKASAN

Keratosis seboroik dikenal sebagai sebagai seborrhoeic warts atau basal cell papilloma
adalah tumor jinak pada lapisan epidermis berasal dari keratinosit. Keratosis seboroik sering
diperhatikan pasien karena menyangkut penampilan individu Pengaruh genetik, paparan
sinar matahari, dan infeksi dapat menjadi faktor risiko yang mungkin menyebabkan keratosis
seboroik. Lesi dapat tersendiri atau generalisata. Dapat mengenai wajah, trunkus, ekstremitas
atas. Pada wanita lesi lebih sering terjadi pada area submammari intertriginosa. Pada orang
dengan kulit bewarna gelap, lesi dapat multipel, ukuran kecil, bewarna hitam pada area wajah
yang disebut dermatosis papulosa nigra. Diagnosis keratosis seboroik dapat ditegakkan
dengan melihat gambaran klinis dan pemeriksaan histopatologis. Keratosis seboroik paling
sering terjadi dibandingkan kanker kulit. Keratosis seboroik dapat terlihat mirip dengan
melanoma. Dalam penatalaksanaan keratosis seboroik tidak diperlukan terapi pengobatan,
hanya dilakukan terapi apabila terdapat alasan kosmertik, menimbulkan gatal, terjadi
inflamasi dan nyeri.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Cipto H, Alda SD, Suriadiredja. Tumor Kulit:Keratosis Seboroik: Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin.Jakarta. Dalam:.Menaldi SL,Bramono K, Indriatmi W (editor) Ilmu
Penyakit Kulit Kelamin. Edisi Tujuh. Jakarta: 2016; hal. 262-263.
2. Thomas, VD, Nicholas RS, Ken KL, and Neil AS. Benign Epithelial Tumors
Hamartomas, and Hyperplasias: Seborrheic Keratosis. In: Goldsmith, Lowell A., Stephen
I. Katz, Barbara A. Gilchrest, Amy S. Paller, David J. Leffell, Klaus Wolff (editor).
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8thed. New York: Mac Graw Hill
Medical. 2012; p.1319-1323.
3. Kartikasari D. Frekuensi Keratosis Seboroik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2014-2016. Fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang: hal. 2018;32.
4. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta.2012
5. James, WD, Elston DM, and Breger TG, 2016. Epidermal Nevi, Neoplasms, and Cysts:
Seborrheic Keratosis. Andrew’s Diseases of the Skin. 12th ed. Elsevier Philadelphia: p
630-632.
6. Burn T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Benign Epidermal Tumour: Seborrheic
Keratosis. In: Rook’s Textbook of Dermatology. Eight edition. Wiley Black Well:UK.
2010; p.2649-2652.
7. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, Roh EK. Miscellaneous Benign Neoplasms and
Hyperplasias: Seborrheic Keratosis. In: Fitzpatrickk. Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 8th Ed. Mc Graw Hill Medical. New York. 2017; p: 174-177.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Keratosis
seboroik; Panduan Praktik Klinis. 2017; hal. 307-308.
9. Cabo, HA. Non Melanocytic Lession. Seborrheic Keratosis. In: Stengel F (editor).. Color
Atlas of Dermoscopy. Jaypee Brothers Medical Publisher. :2017; p: 41-43
10. American Academy of Dermatology Association. Seborrheic Keratoses : 2018

17

Anda mungkin juga menyukai