Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal):
1.1.1 Berdasarkan manifestasi klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
1.1.2 Berdasarkan kausal
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak.Trombotik dapat terjadi pada pembuluh
darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil.Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga
diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density
Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang.Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator
penyakit aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak.
1.2 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial.Selain itu, stroke non
hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.
1.2.1 Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari
trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium
4) Infarksio kordis akut
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti
penyakit “caisson”).
1.2.2 Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran
darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus
aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.Penyebab lain
terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi
protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi
aorta thorasik, arteritis).
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
1.4 Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan
arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinis dengan cara:
1.4.1 Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
1.4.2 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
1.4.3 Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
1.4.4 Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1.4.5 Keadaan pembuluh darah.
1.4.6 Keadaan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat,
aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke
otak menjadi menurun.
1.4.7 Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi
otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak
untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.
1.4.8 Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung).Arterosklerosissering/cenderung sebagai
faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan
lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan
hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6
menit.Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya
cardiac arrest.
1.6 Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalami komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1.6.1 Berhubungan dengan immobilisasi disebabkan infeksi pernafasan, nyeri
pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
1.6.2 Berhubungan dengan paralisis disebabkan nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
1.6.3 Berhubungan dengan kerusakan otak disebabkan epilepsi dan sakit
kepala.
1.6.4 Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
1.7 Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1.7.1 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
1.7.2 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
1.7.3 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
1.7.4 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
1.7.5 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan.
Pengobatan Konservatif:
1.7.6 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
1.7.7 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
1.7.8 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
1.7.9 Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1.7.10 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
1.7.11 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
1.7.12 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
1.7.13 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
1.8 Pathway
II. Rencana asuhan klien dengan Stroke Non Hemoragik (SNH)
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
2.1.2 Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat : klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat
kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan
susah tidur.
b. Sirkulasi : adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia,
CHF, polisitemia, dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego : emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi : perubahan kebiasaan BAB dan BAK misalnya,
inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi
abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/cairan : nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah,
pipi, tenggorokan, dysfagia.
f. Nyaman/nyeri : sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan,
tegang pada otak/muka
g. Neuro Sensori :pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub
arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan,
gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang
menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan
dibagian ekstremitas dan kadang pada sisi yang sama di muka.
h. Respirasi : ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
Suara nafas, whezing, ronchi.
i. Keamanan : sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi
injury. Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan
sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu
mengambil keputusan.
j. Interaksi sosial : gangguan dalam bicara, ketidakmampuan
berkomunikasi.
Subjektif: Objektif:
1. kram abdomen 1. pembuluh kapiler rapuh
2. nyeri abdomen 2. diare
3. menolak makan 3. adanya bukti kekurangan makanan
4. indigesti 4. kehilangan rambut yang berlebihan
5. persepsi ketidakmampuan untuk 5. bising usus hiperaktif
mencerna makanan 6. kurang informasi, informasi yang
6. melaporkan perubahan sensasi rasa salah
7. melaporkan kurangnya makanan 7. kurangnya minat terhadap makanan
8. merasa cepat kenyang setelah 8. membrane mukosa pucat
mengkonsumsi makanan 9. tonus otot buruk
10. menolak untuk makan
11. rongga mulut terluka (inflamasi)
12. kelemahan otot yang berfungsi
untuk menelan atau mengunyah
2.3 Perencanaan
No. Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
1. Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan penjelasan 1. Keluarga lebih
perfusi keperawatan selama … x 24 kepada keluarga klien berpartisipasi dalam
jaringan jam diharapkan pasien tidak tentang sebab-sebab proses penyembuhan
serebral mengalami gangguan perfusi peningkatan TIK dan 2. Untuk mencegah
berhubungan jaringan serebral dengan akibatnya perdarahan ulang
dengan kriteria hasil : 2. Anjurkan kepada klien 3. Mengetahui setiap
gangguan 1. Mempunyai sistem saraf untuk bed rest total perubahan yang terjadi
aliran darah pusat dan perifer yang 3. Observasi dan catat pada klien secara dini dan
sekunder utuh tanda-tanda vital dan untuk penetapan tindakan
akibat 2. Menunjukkan fungsi kelainan tekanan yang tepat
peningkatan sensorimotor kranial yang intrakranial tiap 2 jam 4. Mengurangi tekanan arteri
tekanan utuh 4. Berikan posisi kepala dengan meningkatkan
intraknranial 3. Menunjukkan fungsi lebih tinggi 15-30 drainage vena
otonom yang utuh dengan letak jantung ( dan memperbaiki sirkulasi
4. Mempunyai pupil yang beri bantal tipis) serebral
sama besar dan reaktif 5. Anjurkan klien untuk 5. Batuk dan mengejan dapat
5. Terbebas dari aktivitas menghindari batuk dan meningkatkan tekanan
kejang mengejan berlebihan intra kranial dan potensial
6. Tidak mengalami sakit 6. Ciptakan lingkungan terjadi perdarahan ulang
kepala yang tenang dan batasi 6. Rangsangan aktivitas
pengunjunng yang meningkat dapat
7. Kolaborasi dengan tim meningkatkan kenaikan
dokter dalam pemberian TIK. Istirahat total dan
obat ketenangan mungkin
diperlukan untuk
pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus
stroke
hemoragik/perdarahan
lainnya
7. Memperbaiki sel yang
masih viable
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan secara 1. Mengidentifikasi
mobilitas fisik keperawatan selama … x 24 fungsional/luasnya kekuatan/kelemahan dan
berhubungan jam diharapkan pasien tidak kerusakan awal dan dapat memberikan
dengan mengalami ganguan dengan cara yang informasi mengenai
kerusakan mobilitas fisik dengan teratur. pemulihan. Bantu dalam
neuromuskular kriteria hasil : 2. Ubah posisi minimal pemilihan terhadap
1. Mempertahankan posisi setiap 2 jam intervensi sebab teknik
optimal, (telentang,miring) dan yang berbeda digunakan
2. Mempertahankan/mening sebagainya dan jika untuk paralisis spastik
katkan kekuatan dan memungkinkan bisa dengan flaksid.
fungsi bagian tubuh yang lebih sering jika 2. Menurunkan risiko
terserang hemiparesis dan diletakkan dalam posisi terjadinya trauma/iskemia
hemiplagia. bagian yang terganggu. jaringan. Daerah yang
3. Mempertahankan 3. Letakkan pada posisi terkena mengalami
perilaku yang telungkup satu kali atau perburukan/sirkulasi yang
memungkinkan adanya dua kali sekali jika lebih jelek dan
aktivitas. pasien dapat menurunkan sensasii dan
mentoleransinya. lebih besar menimbulkan
4. Mulailah melakukan kerusakan pada kulit/
latihan rentang gerak dekubitus.
aktif dan pasif pada
3. Membantu
semua ekstremitas saat
mempertahankan ekstensi
masuk. Anjurkan
pinggul fungsional ; tetapi
melakukan latihan sepeti
kemungkinan akan
latihan
meningkatkan ansietas
quadrisep/gluteal,
terutama mengenai
meremas bola karet,
kemampuan pasien untuk
melebarkan jari-jari
bernapas.
kaki/telapak.
4. Meminimalkan atrofi otot,
5. Sokong ekstremitas
meningkatkan sirkulasi,
dalam posisi
membantu mencegah
fungsionalnya, gunakan
kontraktur. Menurunkan
papan kaki (foot board)
risiko terjadinya
seelama periode hiperkalsiuria dan
paralisis flaksid. osteoporosis jika masalah
Pertahankan posisi utamanya adalah
kepala netral. perdarahan. Catatan:
6. Tempatkan bantal di Stimulasi yang berlebihan
bawah aksila untuk dapat menjadi pencetus
melakukan abduksi pada adanya perdarahan
tangan. berulang.
7. Tempatkan ”handroll’ 5. Mencegah
keras pada teelapak kontraktur/footdrop dan
tangan dengan jari-jari memfasilitasi
dan ibu jari saling kegunaannya jika
berhadapan. berfungsi kembali.
8. Posisikan lutut dan Paralisis flaksid dapat
panggul dalam posisi mengganggu
ekstensi. kemampuannya untuk
9. Bantu untuk menyangga kepala, dilain
mengembangkan pihak paralisis spastik
keseimbangan duduk dapat mengarah pada
(seperti meninggikan deviasi kepala ke salah
bagian kepala tempat satu sisi.
tidur, bantu untuk duduk 6. Mencegah adduksi bahu
di sisi tempat tidur, dan fleksi siku.
biarkan pasien
7. Alas/dasar yang keras
menggunakan kekuatan
menurunkan stimulasi
tangan untuk
fleksi jari-jari,
menyokong berta badan
mempertahankan jari-jari
dan kaki yang kuat
dan ibu jari pada posisi
untuk memindahkan
normal (posisi anatomis).
kaki yang sakit;
8. Mempertahankan posisi
meningkatkan waktu
fungsional.
duduk) dan
9. Membantu dalam melatih
keseimbangan dalam
kembali jaras saraf,
berdiri (seperti letakkan
meningkatkan respon
sepatu yang datar ;
proprioseptik dan
sokong bagian belakang
motorik.
bawah pasien dengan
tangan sambil
10. Mungkin diperlukan
untuk menghilangkan
meletakkan lutut
spastisitas pada
penolong diluar lutut
ekstremitas yang
pasien;bantu
terganggu.
menggunakan alat
pegangan paralel dan
walker).
10. Anjurkan pasien untuk
membantu pergerakan
dan latihan dengan
menggunakan
ekstremitas yang tidak
sakit untuk
menyokong/
menggerakkan daerah
tubuh yang mengalami
kelemahan.
11. Konsultasikan dengan
ahli fisioterapi secara
aktif, latihan resistif,
dan ambulasi pasien.
3 Gangguan Menunjukkan status 1) Pantau tingkat 1. Menurunkan resiko
menelan menelan, yang dibuktikan kesadaran, refleks aspirasi
oleh indikator berikut batuk, refleks muntah 2. Mencegah dan
(sebutkan 1-5: gangguan dan kemampuan menurunkan resiko
ekstrem, tinggi, sedang, menelan aspirasi
̊
rendah dan tidak ada 2) Atur posisi pasien 90 3. Mengetahui
gangguan) selama makan kemampuan menelan
a. Mempertahankan 3) Kaji mulut dari adanya klien
makanan di dalam mulut makanan setelah 4. Memfasilitasi klien
b. Mampu menelan makan agar mudah menelan
Mampu untuk 4) Konsultasikan dengan serta mencerna
mengosongkan rongga ahli gizi tentang makanan
mulut makanan yang mudah
ditelan
4 Ketidakseimba Memperlihatkan status gizi: 1) Kaji faktor yang 1. Banyak faktor yang
ngan nutrisi asupan makanan dan cairan, mungkin menjadi mempengaruhi
kurang dari yang dibuktikan oleh penyebab kekurangan kekurangan nutrisi
kebutuhan indikator sebagai berikut: nutrisi sehingga identifikasi
tubuh (sebutkan 1-5: tidak adekuat, 2) Tanyakan kebiasaan faktor penyebab menjadi
sedikit adekuat, cukup makan, pantangan penting sebagai bahan
adekuat, sangat adekuat). makan, alergi dan jenis intervensi
a. Makanan oral atau makanan yang disukai 2. Data untuk perencanaan
pemberian makanan 3) Timbang berat badan makan klien
lewat selang pasien 3. Berat badan merupakan
b. Asupan cairan oral atau 4) Jaga kebersihan badan salah satu indikator status
IV dan mulut klien nutrisi
Mempertahankan massa 5) Anjurkan pasien 4. Meningkatkan selera
tubuh dan berat badan makan dengan porsi makan klien
dalam batas normal yang kecil tetapi sering 5. Mengurangi rasa mual
sesuai dengan diet dan meningkatkan
yang diberikan asupan nutrisi
6) Kolaborasi dengan ahli 6. Merencanakan jenis dan
gizi untuk menentukan diet yang sesuai
diet yang sesuai kebutuhan klien
atau tanpa alat bantu. 5) Libatkan keluarga untuk ikut serta dalam
mengenakan pakaian
sendiri secara mandiri
dengan atau tanpa alat
bantu.
7. Perawatan diri Makan:
Kemampuan untuk
menyiapkan dan
memakan makanan dan
cairan secara mandiri
dengan atau tanpa alat
bantu.
8. Perawatan diri
Eliminasi: Kemampuan
untuk melakukan
aktivitas eliminasi secara
mandiri dengan atau
tanpa alat bantu.
III. DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Smeltzer, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta: EGC.