Anda di halaman 1dari 4

Sistem musculoskeletal merupakan salah satu sistem tubuh yang sangat berperan terhadap fungsi

pergerakan dan mobilitas seseorang. Masalah atau gangguan pada tulang akan dapat mempengaruhi
sistem pergerakan seseorang. Salah satu masalah musculoskeletal yang sering kita temukan di sekitar
kita adalah fraktur (patah tulang) dan dislokasi.

FRAKTUR

Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total atau
sebagian (Novita, 2012). Fraktur juga dikenal sebagai patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik, kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmi, 2012).

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih dibandingkan kemampuan tulang dalam
menahan tekanan, tekanan yang terjadi pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan
fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan
sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi (Helmi,
2012).

Etiologi

Fraktur
1. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
2. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis)
3. Patah karena letih
4. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.

MACAM-MACAM FRAKTUR SESUAI LETAKNYA

1. FRAKTUR FEMUR

Femur atau tulang paha adalah tulang terberat, terpanjang, dan terkuat yang terdapat di tubuh kita.
Femur di tutupi oleh lapisan otot-otot yang tebal oleh karena itu butuh kekuatan tekanan yang
besar pada femur untuk menyebabkan fraktur.1-3 Pada orang yang telah lanjut usia atau penderita
osteoporosis, kekuatan tekanan yang ringan pada femur bisa menyebabkan fraktur.1 Fraktur femur
yang disebabkan oleh kekuatan tekanan yang tinggi biasanya terjadi oleh karena jatuh dari
ketinggian dan kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur femur juga bisa dicetus oleh berbagai
macam penyakit contohnya Paget’s disease, tumor, kanker dan kelainan metabolisme.2 Fraktur
femur bervariasi tergantung lokasi dan gambaran fraktur. Fraktur femur bisa atau tanpa dislokasi
tulang dan bisa berupa fraktur tertutup (tidak menembus kulit atau tidak terbuka dengan
lingkungan eksternal) dan fraktur terbuka (Menembus kulit dan terbuka dengan lingkungan
eksternal).2-4 Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit atau inkomplit
(termasuk fisura atau greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi, simple, kominutif,
segmental, kupu-kupu, dan impaksi (termasuk impresi dan inklavasi).3
Terdapat beberapa jenis fraktur femur berdasar lokasi anatomis yaitu fraktur leher femur, fraktur
trokanter femur, fraktur subtrokanter femur, fraktur diafisis femur, fraktur suprakondilus femur dan
fraktur kondilus femur

Pada dewasa muda terdapat dua mekanisme utama terjadinya fraktur leher femur. Mekanisme
tersebut antara lain, trauma langsung dengan energi tinggi (high energy trauma) yang mengenai
tulang leher femur pada pasien sehat dan trauma dengan energi yang relatif rendah (low energy
trauma) pada pasien dengan penyakit predisposisi, alkoholisme atau hasil awal dari demineralisai
terkait kerapuhan tulang.8 Hubungan fraktur leher femur dengan osteoporosis terutama pada
wanita post-menopause telah mendorong peningkatan pengetahuan dalam skrining untuk
osteoporosis dan profilaksis dalam populasi berisiko.9 Penelitian oleh Gulati et al di India pada
tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat 60% penderita osteoporosis yang mengalami fraktur
femur proksimal.10 Penelitian di Solo pada tahun 2016 mengenai perbandingan kasus osteoporosis
pada fraktur intertrochanter femur dan fraktur leher femur pada wanita usia lanjut didapatkan hasil
seimbang, yaitu terdapat 32 pasien osteoporosis pada masingmasing fraktur yang diambil dari 64
sampel penelitian.11 Teknik diagnosis dari pasien fraktur leher femur yang menderita osteoporosis
dapat dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan kepadatan tulang dengan
berbagai macam alat seperti DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry), serta dengan menggunakan
foto polos pelvis atau X-Ray.12 DEXA merupakan golden standard dalam mengukur kepadatan atau
densitas tulang, namun pemeriksaan ini masih tergolong mahal. Maka digunakanlah metode
konvensional yaitu dengan melihat tingkat osteoporosis menggunakan indeks Singh pada foto polos
pelvis.13 Indeks Singh adalah suatu metode untuk menilai osteoporosis menggunakan pola radiologi
dan densitas trabekula tulang di femur bagian proksimal. Analisis morfometri dan gambaran
histologi menunjukkan bahwa berkurangnya kepadatan tulang ditandai oleh berubahnya pola
trabekulasi femur bagian proksimal pada foto polosproyeksi anterior posterior pelvis. Berdasarkan
pada penemuannya, maka indeks Singh dibagi menjadi beberapa tingkat, mulai dari tingkat 1 (hanya
stuktur dasar trabekula yang terlihat, densitas tulang rendah) sampai dengan tingkat 6 (seluruh
struktur trabekula terlihat, densitas tulang tinggi).14 Indeks Singh dapat digunakan untuk deteksi
dini osteoporosis dan memprediksi risiko terjadinya fraktur leher femur pada populasi berisiko tinggi
meskipun realibilitas dan keakuratan dari indeks ini masih menuai kontroversi jika dibandingkan
dengan DEXA.15 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan
penelitian mengenai Hubungan Tingkat Osteoporosis berdasarkan Indeks Singh dengan Fraktur
Leher Femur akibat Low Energy Trauma di Beberapa Rumah Sakit di Padang Tahun 2016-2018.

2. FRAKTUR KLAVIKULA

Klavikula adalah tulang penyokong yang memfiksasi lengan di bagian lateral, sehingga dapat
bergerak dengan bebas. Sayangnya, karena posisi tersebut, klavikula mudah terkena trauma karena
klavikula meneruskan gaya dari extremitas superior ke tubuh. Tulang ini merupakan tulang yang
paling sering fraktur di dalam tubuh . Fraktur biasanya terjadi karena jatuh pada bahu atau jatuh
dengan tangan yang terulur (outstretched hand)[1]. Fraktur klavikula adalah 5% dari kejadian fraktur
[2]. Fraktur klavikula merupakan 44% - 60% kejadian fraktur yang terjadi di bahu. Angka kejadian
fraktur klavikula diperkirakan 29-64 kejadian pada 100.000 orang. Prevalensi tertinggi fraktur
klavikula terjadi pada populasi usia produktif yang berusia rata-rata 29,3 tahun. Kejadian pada laki-
laki dan perempuan mempunyai perbandingan 2:1 dengan presentase 67.9% : 32.1% [3]. Fraktur
klavikula dibagi dalam tiga kelompok dan yang paling sering terjadi adalah fraktur klavikula sepertiga
tengah (grup I) sebesar 72%-80%. Sedangkan 25%-30% terjadi pada sepertiga lateral (grup II) dan
hanya 2% yang terjadi pada sepertiga medial (grup III) [4]. Penatalaksanaan pada fraktur klavikula
dapat digunakan dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau operative treatment dan tindakan
non bedah atau nonoperative treatment [5]. Apabila terjadi malunion dan ini jarang sekali, perlu
reposisi terbuka, dilanjutkan dengan pemasangan fiksasi interna (operatif) [6]. Delayed union atau
nonunion merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada saat penatalaksanaan fraktur.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah malunion, yaitu sembuh pada saatnya tetapi terdapat
deformitas [5]. Wilkins dan Johnston mengadakan penelitian dengan mengumpulkan 33 pasien dan
menemukan bahwa nonunion lebih sering terjadi setelah refraktur klavikula pasca trauma. Pada 11
pasien dengan avaskular nonunion mempunyai sedikit keluhan daripada 22 pasien dengan
hipervaskular nonunion. Masalah yang paling banyak dikeluhkan adalah nyeri saat menggerakkan
bahu. Sebanyak 5 pasien mencemaskan tentang bentuk leher yang abnormal dan hanya 4 yang
mengalami kelemahan dalam pekerjaan atau aktivitas olahraga. Pada 6 pasien lainnya tidak
mengeluhkan adanya keluhan [7]. Range of Motion (ROM) merupakan istilah baku untuk
menyatakan besarnya gerakan sendi dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan atau
menyatakan besarnya gerakan

sendi yang abnormal. Oleh karena itu ROM pasca fraktur dapat mengalami keterbatasan akibat nyeri
yang ditimbulkan. Sebuah studi terhadap 89 pasien fraktur klavikula ditemukan bahwa pemendekan
klavikula sampai dengan 15 mm atau lebih menyebabkan ketidaknyamanan dan penurunan fungsi
dari bahu. Studi lain juga menemukan bahwa pemendekan klavikula sampai dengan 20 mm setelah
direduksi tertutup akibat fraktur sepertiga tengah, mempunyai hasil yang buruk dengan gejala
meliputi kelemahan otot yang sangat cepat, kesulitan menggunakan baju dengan bahu yang
diangkat, nyeri, dan deformitas [7]. Permasalahan lain yang timbul dari kondisi fraktur klavikula
adalah nyeri, keterbatasan gerak, penurunan kekuatan otot dan adanya gangguan fungsional [8].
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya komplikasi pada pasien fraktur klavikula pasca
terapi operatif, bila dibandingkan dengan sisi kontralateral.

3. FRAKTUR SERVIKAL

Cedera servikal merupakan cedera tulang belakang yang paling sering menimbulkan kecacatan dan
kematian, dari beberapa penelitian terdapat korelasi antara tingkat cedera servikal dengan
morbiditas dan mortalitas, yaitu semakin tinggi tingkat cedera servikal semakin tinggi pula
morbiditas dan mortalitasnya (Milby, 2008; Ning GZ, 2011). Sekitar 10% pasien dengan penurunan
kesadaran yang dikirim ke Instalasi Gawat Darurat akibat kecelakaan lalu lintas selalu menderita
cedera servikal, baik cedera pada tulang servikal, jaringan penunjang, maupun cedera pada cervical
spine. Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh adalah penyebab sebagian besar fraktur tulang servikal.
Trauma pada servikal subaksis (C3–7) lebih umum terjadi diban-
ding servikal C1 dan C2. Trauma servikal sering terjadi pada pasien dengan riwayat kecelakaan
kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, trauma pada wajah dan kepala, terdapat defisit
neurologis, nyeri pada leher, dan trauma multiple (Grundy, 2002; Weishaupt N., 2010). Secara
anatomis tulang belakang me- rupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang yang
tidak beraturan yang disebut vertebra, masing-masing vertebra dipisahkan oleh diskus
intervertebralis. Kolumna vertebralis adalah pilar utama tubuh, yang berfungsi melindungi medula
spinalis dan menunjang berat kepala dan batang tubuh yang diteruskan ke tulang-tulang paha dan
tungkai bawah (Stewart, 2002; Wadhwa, 2011). Tulang servikal terdiri dari tujuh tulang vertebra
yang dipisahkan oleh diskus intervertebralis dan dihubungkan oleh jaringan ligamen yang komplek.
Jaringan ligamen tersebut menyebabkan tulang-tulang ini dapat bekerja sebagai satu kesatuan unit
yang utuh. Vertebra servikal memiliki karakter berupa tiap procesus tranversus mempunyai foramen
procesus tranversus untuk arteri dan vena vertebralis, namun arteri vertebralis hanya melalui
procesus transversus C1–6 saja (Stewart, 2002; Wadhwa, 2011).

Anda mungkin juga menyukai