Laporan Klorinasi PDF
Laporan Klorinasi PDF
TUJUAN
Mengetahui jumlah khlor yang dibutuhkan untuk air baku dengan kualitas
tertentu sehingga tercapai titik breakpoint chlorination (BPC)
II. DASAR TEORI
1. Klorinasi
Klorinasi adalah proses desinfeksi dengan menggunakan Klor pada
pengolahan air bersih maupun air limbah. Proses klorinasi dimaksudkan untuk
membunuh bakteri yang ada yang dapat membahayakan kesehatan kita. Dalam
klorinasi dikenal istilah Chlorine Dosage, Chlorine Demand, Chlorine Residual,
Ketersediaan residu klorin bebas, dan Residu Klorin terkobinasi. Chlorine dosage
adalah jumlah klorin yang ditambahkan, biasanya dinyatakan dalam mg/L.
Chlorine demand adalah jumlah klorine yang tidak tersedia sebagai desinfektan
sebagai akibat reaksi dari berbagai senyawa. Chlorine residual adalah jumlah
klorin sebagai desinfektan setelah waktu kontak tertentu. Ketersediaan residu
klorin bebas adalah jumlah dari residu klorin yang tersedia di dalam air bersih
dan air limbah. Sementara residu klorin terkombinasi adalah jumlah dari residual
klorin yang telah terkombinasi dengan ammonia atau organik nitrogen lainnya
seperti cloroamine dan masih memiliki kekuatan desinfeksi
2. Reaksi Kimia pada Klorinasi
Klorin yang umum digunakan ada dalam bentuk klorin bebas atau dalam
bentuk hypochlorite. Keduannya merupakan agen oksidasi potensial yang
biasanya sebagian akan hilang dalam reaksi sehingga di perlukan perhitungan
chlorine demand.
2.1.Reaksi dengan air
Klorin beraksi dengan air membentuk asam hypochlorous dan asam
hydrochloric
Cl2 + H2O HOCl + H+ + Cl-
H + Cl − [HOCl ]
= 4 x 10−4 (at 25oC)
[Cl 2 ]
Pada pH 2 sampai 3 reaksi diatas didominasi oleh klorin bebas. Hal ini bisa
menyebabkan terbentuknya trikloroamin (NCl3). Untuk meminimalisasi efek
ini maka diperlukan air dengan kualitas yang bagus sebelum masuk ke tahap
klorinasi. Sementara pada larutan encer dan pH diatas 4 reaksi diatas
bergeser ke arah kanan dan hanya ada sedikit sekali Cl2 di dalam air. Asam
Hypochlorous adalah asam lemah dan hanya sedikit terdisosiasi pada pH
dibawah 6.
HOCl H+ + OCl-
H + OCl −
= 2.7 x 10−8 ( at 20oC)
[HOCl ]
Residu Klorin ada desinfektan yang dibahas dalam laporan praktikum ini.
Klorin merupakan desinfektan yang efektif pada air yang jernih, dan pH tidak
alkalin. Saat ini penggunaan klorin paling banyak digunakan dibandingkan
desinfektan lainnya karena harganya yang murah dan cukup efektif. Selain itu
klorin akan menyisakan residu yang akan menjamin air tetap steril selama
proses distribusi
Klorin dioksida merupakan agen pengoksidasi yang lebih kuat daripada klorin.
Proses desinfeksi menggunakan klorin dioksida tidak terlalu bergantung
dengan pH seperti pada penggunaan klorin. Hal ini menyebabkan residu klorin
lebih tahan lama dalam air. Akan tetapi penggunaan klorin dioksida kurang
efektif untuk desinfeksi agen virus sehingga penggunaannya terbatas. Klorin
dioksida terutama digunakan sebagai kontrol rasa dan bau. Klorin dioksida
tidak akan bereaksi dengan amonia sehingga penggunan klorin dioksida pada
air yang mengandung amonia jauh lebih efektif dibandingkan dengan klorin.
Kelemahan utama klorin dioksida adalah klorin dioksida tidak stabil dan harus
dibuat ditempat dengan reaksi klorin dalam sodium klorida. Selain itu klorin
dioksida juga harganya lebih mahal dibandingkan klorin
6.3.Ozone
Ozone (O3) adalah gas yang kurang stabil dan hanya sedikit larut dalam air.
Ozon adalah desinfektan yang efektif, ozon hampir membunuh semua bakteri
dan mikroba yang ada didalam air, tetapi karena kondisinya yang kurang stabil
sehingga ozon tidak akan meninggalkan residu didalam air seperti klorin
sehingga harus ditambahkan klorin untuk membunuh mikroba selama proses
distribusi. Kerugian lain dari penggunaan ozon adalah harganya yang jauh
lebih mahal daripada klorin.
6.4.Sinar UV
Ultraviolet merupakan suatu bagian dari spektrum elektromagnetik dan tidak
membutuhkan medium untuk merambat. Ultraviolet mempunyai rentang
panjang gelombang antara 400-100 nm yang berada di antara spektrum sinar
X dan cahaya tampak . Secara umum sumber ultraviolet dapat diperoleh secara
alamiah dan buatan, dengan sinar matahari merupakan sumber utama
ultraviolet di alam. Sumber ultraviolet buatan umumnya berasal dari lampu
fluorescent khusus, seperti lampu merkuri tekanan rendah (low pressure) dan
lampu merkuri tekanan sedang (medium pressure). Lampu merkuri medium
pressure mampu menghasilkan output radiasi ultraviolet yang lebih besar
daripada lampu merkuri low pressure.
Radiasi ultraviolet merupakan suatu sumber energi yang mempunyai
kemampuan untuk melakukan penetrasi ke dinding sel mikroorganisme dan
mengubah komposisi asam nukleatnya. Absorbsi ultraviolet oleh DNA ( atau
RNA pada beberapa virus) dapat menyebabkan mikroorganisme tersebut tidak
mampu melakukan replikasi akibat pembentukan ikatan rangkap dua pada
molekul-molekul pirimidin (Snider et al, 1991). Sel yang tidak mampu
melakukan replikasi akan kehilangan sifat patogenitasnya. Radiasi ultraviolet
yang diabsorbsi oleh protein pada membran sel akan menyebabkan kerusakan
membran sel dan kematian sel. Namun perlu diperhatikan bahwa beberapa
mikroba khususnya bakteri memang mempunyai suatu system metabolik
fungsional yang bervariasi dalam mekanisme untuk memperbaiki kerusakan
asam nukleatnya . Adanya kemampuan mikroba untuk memperbaiki
kerusakan selnya. Pengaruh Intensitas Sinar Ultraviolet dan Pengadukan akan
dapat mempengaruhi efisiensi proses desinfeksi. Namun, mekanisme reaktifasi
mikroorganisme tersebut dapat diatasi dengan penggunaan dosis UV yang
sesuai. Tingkat inaktifasi mikroorganisme sangat tergantung pada dosis UV
yang digunakan. Kinetika inaktifasi mikroorganisme pada desinfeksi
menggunakan ultraviolet mengikuti Hukum Chick, pada persamaan berikut :
N = N0 . e-k.I.t
dengan :
N : jumlah mikroorganisme setelah dipapari UV pada waktu pemaparan
(t)
N0 : jumlah mikroorganisme awal (t = 0)
k : koef. tingkat inaktifasi mikroorganisme selama waktu tertentu
(tergantung pada faktor kualitas air)
I : intensitas ultraviolet
Bryan et al. (1992) memodifikasi persamaan tersebut menjadi persamaan
tersebut sebagai berikut :
ln N/N0 = -k . I . t
Tanda negatif pada persamaan tersebut mengindikasikan adanya penurunan
dari jumlah mikroorganisme setelah waktu tertentu (Bryan et al., 1992).
Berdasarkan pada persamaan Hukum Chick, maka jumlah mikroorganisme
yang tersisa dapat dihitung sebagai fungsi dosis dan waktu pemaparan (White,
19925; USEPA, 1996).
6.5.Iodine
Apabila air tidak keruh, iodine merupakan desinfektan yang efektif dan lebih
stabil dibandingkan dengan klorin. Iodine banyak digunakan untuk desifektan
volume kecil atau penggunaan pribadi. Tetapi untuk desinfektan skala besar
iodine tidak menguntungkan secara ekonomi karena harganya yang lebih
mahal dibandingkan dengan kaporit. Iodine hanya sedikit bereaksi dengan
organik sehingga resiko pembentukan halometane menjadi minimal, selain itu
iodine juga tidak bereaksi dengan amonia.
Untuk desinfeksi per 1 liter air biasanya diperlukan 2 % larutan iodine dalam
etanol dengan waktu kontak kurang dari 30 menit. Penggunaan iodine
melebihi 2 mg/L membuat akan menyebabkan air agak berasa dan berbau khas
iodine. Penggunaan iodin diatas 4 mg/L dapat menimbulkan reaksi alergi pada
beberapa individu.
Ambil sampel (air hujan) Pindahkan ke botol Tambahkan Kaporit 0.5; 1.0;
winkler @100 ml (9 1.5; 2.0; 2.5; 3.0; 3.5 ml pada
botol) botol 1-7
Diamkan 30 menit
Titrasi dengan Na2S2O3 0.01 N tambahkan kanji 3 tetes Titrasi sampai warna biru
sampai warna kuning hampir (botol 1-7) hilang (botol 1-7)
hilang (botol 1-7)
Membuat Blanko & penentuan BPC
V. DATA PENGAMATAN
Waktu detensi 30 menit
Titrasi Na2S2O3 Awal Titrasi Na2S2O3 Akhir Total Na2S2O3
Botol
Vawal Vakhir Vawal Vakhir (mL)
1 - - 36 36.3 0.3
2 36.3 36.5 36.5 36.9 0.6
3 36.9 37.6 37.6 38 1.1
4 38 38.6 38.6 39.4 1.4
5 39.4 40.1 40.1 40.4 1
6 40.4 41.5 41.5 42.9 2.5
7 42.9 44.8 44.8 46.3 3.4
Titrasi Iodin Titrasi Tiosulfat
Blanko Vawal Vakhir Vawal Vakhir
15.8 16.3 46.3 47.6
Total 0.5 1.3
Titrasi Tiosulfat > titrasi Iodin maka blanko bernilai Positif
Waktu detensi 5 menit
Titrasi Na2S2O3 Awal Titrasi Na2S2O3 Akhir Total Na2S2O3
Botol
Vawal Vakhir Vawal Vakhir (mL)
8 48 48.8 48.8 50 2
Waktu detensi 2 jam
Titrasi Na2S2O3 Awal Titrasi Na2S2O3 Akhir Total Na2S2O3
Botol
Vawal Vakhir Vawal Vakhir (mL)
9 50 50.6 50.6 51.2 1.2
= 6.17 mg/l
Botol 3
𝐴−𝐵 𝑥 𝑁 𝑥 35453 𝑥 𝑓𝑝
mg ClO2/L = 𝑉
= 21.6 mg/l
Botol 4
𝐴−𝐵 𝑥 𝑁 𝑥 35453 𝑥 𝑓𝑝
mg ClO2/L =
𝑉
Botol 5
𝐴−𝐵 𝑥 𝑁 𝑥 35453 𝑥 𝑓𝑝
mg ClO2/L = 𝑉
= 18.51 mg/l
Botol 6
𝐴−𝐵 𝑥 𝑁 𝑥 35453 𝑥 𝑓𝑝
mg ClO2/L = 𝑉
= 64.77 mg/l
Botol 7
𝐴−𝐵 𝑥 𝑁 𝑥 35453 𝑥 𝑓𝑝
mg ClO2/L = 𝑉
= 92.53 mg/l
70
60
50
40
30
20
10 Breakpoint
0 Chlorination
0 1 2 3 4
Dosis Klorin
Pengolahan data hubungan waktu kontak dengan klorinasi
5 Menit
𝐴−𝐵 𝑥 𝑁 𝑥 35453 𝑥 𝑓𝑝
mg ClO2/L = 𝑉
2−0.4 𝑥 0.087 𝑥 35453 𝑥 1
= 100
= 49.35 mg/l
30 Menit
𝐴−𝐵 𝑥 𝑁 𝑥 35453 𝑥 𝑓𝑝
mg ClO2/L = 𝑉
1.1−0.4 𝑥 0.087 𝑥 35453 𝑥 1
= 100
= 21.59 mg/l
2 jam
𝐴−𝐵 𝑥 𝑁 𝑥 35453 𝑥 𝑓𝑝
mg ClO2/L = 𝑉
1.2−0.4 𝑥 0.087 𝑥 35453 𝑥 1
= 100
= 24.67 mg/l
Grafik hubungan waktu kontak terhadap titik BPC
30
20
10
0
0 50 100 150
Waktu Kontak
VII. ANALISIS
1. Analisis Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah khlor yang
dibutuhkan untuk air baku dengan kualitas tertentu sehingga tercapai titik
breakpoint chlorination (BPC). Sebelum melakukan percobaan praktikan
melakukan persiapan yaitu mengumpulkan sampel air hujan. Alasan
penggunaan air hujan karena air hujan memiliki kualitas yang hampir sama
dengan air olahan yang siap untuk diklorinasi dalam pengolahan air bersih. Air
hujan yang dipakai oleh kelompok praktikan adalah air hujan dari talang di
gedung K Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. sampel yang diambil
sebanyak minimal 900 mL.
Setelah melakukan persiapan, praktikan melakukan pengujian untuk
mengetahui breakpoint chlorination (BPC). Pertama praktikan memasukan
100 mL sampel kedalam botol Winkler. Setelah itu praktikan menambahkan
larutan kaporit kedalam masing masing sampel sebanyak 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5;
3,0; 3,5 mL kemudian botol winkler ditutup dan sampel dihomogenkan
dengan cara mengocoknya. Kaporit (Ca(OCl)2) ini akan segera larut dan
terionisasi menurut reaksi
Ca(OCl)2 Ca2+ + 2OCl-
Selanjutnya OCl – akan membentuk kesetimbangan dengan air menurut reaksi
HOCl H+ + OCl-
Pada 20oC reaksi ini memiliki konstanta kesetimbangan 2,7 x 10-8
Sampel kemudian didiamkan selama 30 menit. Pendiaman sampel 30 menit ini
disebut waktu kontak. Penggunaan waktu 30 menit karena menyesuaikan
waktu kontak yang ada di dalam sistem pengolahan air minum.
Setelah itu, praktikan kemudian menentukan konsentrasi dari khlor
aktif. Caranya, pertama tambahkan asam asetat pekat (glacial) sebanyak 5 ml
ke dalam masing-masing sampel. Tujuan penambahan asam asetat pekat ini
adalah agar kondisi sampel asam dengan pH 3-4 (pH diukur dengan kertas
pH) . Hal ini karena reaksi oksidasi iodin oleh residual klorin optimum pada
kondisi tersebut. optimum karena pada pH tersebut senyawa yang akan
mengoksidasi klorin ada pada jumlah yang paling banyak. Kemudian
tambahkan KI sebanyak 1 gram, dan homogenkan lagi sampel dengan cara
mengocoknya. Akibat penambahan KI, larutan sampel berubah warna menjadi
kuning kecoklatan. Hal ini terjadi karena terjadi oksidasi ion iodida dari KI
menjadi iodin (I2) menurut reaksi:
Warna biru tua ini diakibatkan dari iodin yang terperangkap didalam
rantai spiral polisakarida (Amilum adalah polisakarida yang merupakan
strukrur polimer kompleks). Larutan yang encer kemudian dititrasi dengan
larutan standard tiosulfat sampai warna biru tepat hilang. Penyebab warna biru
hilang karena iodin (berwarna biru) tepat habis bereaksi dengan tiosulfat.
Tetapi apabila larutan sampel pekat (kuning kecoklatan) sebelum diberi
indikator amilum harus dititrasi dahulu dengan larutan standard tiosulfat untuk
mengurangi kepekatan iodin (sampai warna kuning muda). Penurunan
kepekatan ini karena iodin akan bereaksi dengan tiosulfat. Setelah itu larutan
bisa ditambahkan indikator amilum. Larutan yang sudah diberi indikator
amilum kemudian di titrasi lagi dengan larutan standard tiosulfat. mL titran
merupakan akumulasi dari mL tiosulfat yang digunakan dalam satu kali titrasi
yaitu pada sebelum penambahan amilum dan setelah penambahan amilum.
Iodine yang berikatan lemah dengan amilum akan segera lepas ketika dititrasi
karena ikatan tersebut didesak oleh tiosulfat. Reaksi kimia yang terjadi selama
titrasi adalah reaksi redoks yang mengubah I2 menjadi I- menurut reaksi:
70
60
50
40
30
20
10 Breakpoint
0 Chlorination
0 1 2 3 4
Dosis Klorin
Dari grafik diatas kita bisa menganalisanya sebagai berikut
30
20
10
0
0 50 100 150
Waktu Kontak
Grafik diatas adalah grafik dari BPC terhadap waktu kontak. Tujuan
dari pengujian adalah ini untuk mengetahui hubungan waktu kontak terhadap
BPC (Residu klorin). Dari grafik terlihat bahwa semakin lama waktu kontak
BPC makin kecil (residu klorin makis sedikit). Hal ini disebabkan karena
semakin lama waktu kontak maka klorin akan semakin banyak bereaksi
dengan senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel. Senyawa yang sudah
bereaksi sebagian tidak bisa lagi mengoksidasi Iodine sebagai indikator atau
dasar perhitungan klorin aktif sehingga jumlahnya semakin menurun terhadap
waktu.
3. Analisis Kesalahan
Ada beberapa kesalahan didalam praktikum yang menyebabkan data
yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Ketidaksesuaian tersebut antara
lain pada volume titran yang di gunakan pada titrasi sampel untuk pengujian
waktu kontak terhadap klorinasi. Berikut kesalahan kesalahan yang mungkin
terjadi yang menyebabkan data yang diperoleh meleset:
KI yang digunakan untuk pengujian di letakan di kertas biasa. Hal ini
menyebabkan sebagian KI menempel ke kertas dan tidak bisa hilang
walaupun sudah dibilas dengan air sampel. Semakin lama KI di letakan
di kertas semakin banyak KI yang menempel. Selain itu KI
kemungkinan besar bereaksi dengan senyawa yang ada di lapisan kertas
ataupun udara sekitar. Hal ini dibuktikan dengan muncul flak hitam pada
permukaan kertas.
Terjadi kesalahan atau kecerobohan praktikan. Kesalahan yang
dimaksud adalah ternyata masih terdapat gelembung udara di buret yang
digunakan dalam titrasi. Sementara hal ini baru disadari ketika proses
titrasi untuk sampel terakhir. Sehingga akan memakan waktu lama
apabila mengulang praktikum dari awal lagi. Selain itu keterbatasan
larutan standar tiosulfat juga menjadi pertimbangan kenapa praktikum
tidak diulangi dari awal lagi.
VIII. KESIMPULAN
1. Dari praktikum BPC ini didapatkan grafik hubungan dosis klorin terhadap residu
klorin. Grafik ini yang akan digunakan sebagai acuan dosis klorin pada proses
klorinasi apabila air sampel merupakan air yang akan didesinfeksi
2. Parameter yang paling berpengaruh dalam proses klorinasi adalah C (konsentrasi
desinfektan) & t (waktu kontak). Kekuatan desinfeksi sebanding lurus dengan C dan t.
3. Semakin lama waktu kontak maka jumlah residu klorin semakin sedikit. Hal ini
terlihat di grafik hubungan antara waktu kontak terhadap BPC
4. Titik BPC pada pengujian ini terjadi apabila kaporit yang digunakan adalah 25 ml/L
IX. REFERENSI
Sawyer, Mc. Carty. 1987. Chemistry For Environmental Engineering. New York:
Mc. Graw Hill
WHO seminar pack for drinking-water Quality. 2012
Snyder, C. R., Harris, C., Anderson, J. R., Holleran, S. A., Irving, L. M., Sigmon,
S. T., ... Harney, P. (1991). The will and the ways: Development and
validation of an individual differences measure of hope. Journal of
Personality and Social Psychology, 60, 570–585
Alaerts, G dan Sri Sumestika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya : Usaha
Nasional.
Bryan, P.J., J.B. McClintock, K. Marion, S.A. Watts and T.S. Hopkins,
1992. Feeding deterrence and chemical defense in echinoderm body wall
tissues from the Northern gulf of mexico. Amer Zool, 32: 100-100