Anda di halaman 1dari 28

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelabuhan Perikanan

Menurut Direktorat Jendral Perikanan (1994) dalam Lubis (2012),

pelabuhan merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek

produksi, pengolahan, dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun

internasional. Pengembangan ekonomi perikanan tersebut hendaknya ditunjang

oleh industri perikanan, baik hulu maupun hilir dan pengembangan sumberdaya

manusianya (nelayan). bahwa aspek-aspek tersebut secara terperinci adalah

sebagai berikut:

1. Produksi

Bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan

kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan

untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya.

2. Pengolahan

Bahwa pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan

untuk mengolah hasil tangkapannya.

3. Pemasaran

Bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpul dan tempat awal

pemasaran hasil tangkapan.

Menurut Murdiyanto (2002), pelabuhan perikanan mempunyai ciri-ciri

khusus yaitu selain memiliki fasilitas-fasilitas pokok seperti breakwater atau

penahan gelombang, jetty atau dermaga dan basin atau kolam pelabuhan dan
9

fasilitas fungsional yang umum seperti gedung perkantoran, bengkel gudang,

tempat parkir, jalan raya, jalan kereta api dan sebagainya harus dilengkapi dengan

fasilitas yang mutlak dibutuhkan untuk menunjang kelancaran aktifitas usaha

perikanan tersebut seperti tempat pendaratan, pelelangan ikan, cold storage,

pabrik es, perlengkapan fish processing, pengadaan sarana penanganan ikan dan

sebagainya. Selain memberikan perlindungan pada kapal perikanan yang mengisi

bahan bakar, mendaratkan ikan maupun berlabuh, melayani penanganan dan

memproses hasil tangkapan serta tata niaga, pelabuhan perikanan harus dapat

melayani kebutuhan nelayan untuk istirahat atau melakukan kegiatan sosial

lainnya di daratan.

Menurut Suherman et all (2012), pelabuhan perikanan adalah pelabuhan

khusus yang merupakan pusat pegembangan ekonomi perikanan baik dilihat dari

aspek produksi maupun aspek pemasaran. Perbedaan antara pelabuhan perikanan

dengan pelabuhan umum karena faktor-faktor sebagai berikut:

1. Pelabuhan perikanan erat hubungannya dengan bahan yang mudah busuk

sehingga memerlukan penanganan khusus, tempat pelelangan ikan, sarana

pengangkutan yang baik, prasarana pelabuhan yang kapasitasnya memadai

sesuai dengan jumlah ikan yang dibongkar di pelabuhan perikanan tersebut.

2. Kapal-kapal perikanan pada umumnya berukuran kecil, kru relatif banyak

sehingga karena kepentingannya yang bermacam-macam maka kapal

tersebut lama berlabuh.

3. Pelabuhan perikanan ditandai kesibukan industri perikanan mulai dari

penyortiran, penjemuran, pemindangan dan lain-lain, sehingga

membutuhkan cadangan tanah untuk mengembangkan industri.


10

2.2. Klasifikasi Pelabuhan

Menurut Murdiyanto (2004), klasifikasi besar-kecil usahanya pelabuhan

perikanan dibedakan menjadi tiga-tipe pelabuhan, yaitu :

1. Pelabuhan Perikanan Tipe A (Pelabuhan Perikanan Samudera)

Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang

diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di

perairan samudera yang lazim digolongkan ke dalam armada perikanan

jarak jauh sampai ke perairan ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia) dan

perairan internasional, mempunyai perlengkapan untuk menangani

(handling) dan mengolah sumber daya ikan sesuai dengan kapasitasnya

yaitu jumlah hasil ikan yang didaratkan. Adapun jumlah ikan yang

didaratkan minimum sebanyak 200 ton/hari atau 73.000 ton/tahun baik

untuk pemasaran di dalam maupun di luar negeri (ekspor). Pelabuhan

perikanan tipe A ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran

lebih besar daripada 60 GT (Gross Tonage) sebanyak sampai dengan 100

unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan

seluas 30 Ha.

2. Pelabuhan Perikanan Tipe B (Pelabuhan Perikanan Nusantara)

Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang

diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di

perairan nusantara yang lazim digolongkan ke dalam armada perikanan

jarak sedang ke perairan ZEEI, mempunyai perlengkapan untuk menangani

dan atau mengolah ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah ikan yang

didaratkan. Adapun jumlah ikan yang didaratkan minimum sebanyak 50


11

ton/hari atau 18.250 ton/tahun untuk pemasaan di dalam negeri. Pelabuhan

perikanan tipe B ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran

sampai dengan 60 GT (Gross Tonage) sebanyak sampai dengan 50 unit

kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 10

Ha.

3. Pelabuhan Perikanan Tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai)

Pelabuhan perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang

diperuntukkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di

perairan pantai, mempunyai perlengkapan untuk menangani dan atau

mengolah ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu minimum sebanyak 20

ton/hari atau 7.300 ton/tahun untuk pemasaran di daerah sekitarnya atau

dikumpulkan dan dikirimkan ke pelabuhan perikanan yang lebih besar.

Pelabuhan perikanan tipe C ini dirancang untuk bisa menampung kapal

berukuran sampai dengan 15 GT (Gross Tonage) sebanyak sampai dengan

25 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan

seluas 5 Ha.

4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dimaksudkan sebagai prasarana

pendaratan ikan yang dapat menangani produksi ikan sampai dengan 5

ton/hari, dapat menampung kapal perikanan sampai dengan ukuran 5 GT

sejumlah 15 unit sekaligus. Untuk pembangunan PPI ini diberikan lahan

darat untuk pengembangan seluas 1 Ha.

Menurut Direktorat Jendral Perikanan (1996), mengklasifikasikan

Pelabuhan Perikanan kedalam 4 (empat) kelas yaitu:


12

1. Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A)

Pelabuhan Perikanan Samudera memiliki kriteria-kriteria segabai berikut:

 Tersedianya lahan seluas 50 Ha;

 Diperuntukan bagi kapal-kapal perikanan diatas 100-200 GT dan kapal

pengangkut ikan 500-1000 GT;

 Melayani kapal-kapal perikanan 100 unit/hari;

 Jumlah ikan didaratkan lebih dari 200 ton/hari; dan

 Tersediannya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan

kawasan industri perikanan.

2. Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B)

Pelabuhan Perikanan Nusantara memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

 Tersedianya lahan seluas 30-40 Ha;

 Diperuntukan bagi kapal-kapal perikanan diatas 50-100 GT;

 Melayani kapal-kapal perikanan 50 unit/hari,

 Jumlah ikan didaratkan 100 ton/hari; dan

 Tersediannya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan

kawasan industri perikanan.

3. Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C)

Pelabuhan Perikanan Pantai memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

 Tersedianya lahan seluas 10-30 Ha;

 Diperuntukan bagi kapal-kapal perikanan diatas < 50GT;

 Melayani kapal-kapal perikanan 25 unit/hari;

 Jumlah ikan didaratkan 50 ton/hari; dan


13

 Tersediannya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan

kawasan industri perikanan.

4. Pangkalan Pendaratan Ikan (Tipe D)

Pangkalan Pendaratan Ikan memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

 Tersedianya lahan seluas 10 Ha;

 Diperuntukan bagi kapal-kapal perikanan diatas < 30GT;

 Melayani kapal-kapal perikanan 15 unit/hari;

 Jumlah ikan didaratkan >10 ton/hari;

 Tersediannya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan

kawasan industri perikanan; dan

 Dekat dengan pemukiman nelayan.

2.3. Fasilitas Pelabuhan

Menurut Lubis (2000), fasilitas pelabuhan perikanan dibedakan menjadi tiga

yaitu :

1. Fasilitas Vital

Fasilitas vital adalah fasilitas yang mutlak diperlukan. Fasilitas ini terdiri

dari

 Dermaga pendaratan ikan dan muat

 Kolam pelabuhan

 Sistem rambu-rambu navigasi yang mengatur keluar masuknya kapal

 Tempat pelelangan ikan dimana dilakukan transaksi lelang

 Pabrik es

 Tanki dan instalasi air


14

 Penyedia bahan bakar

 Bengkel reparasi

 Kantor administrasi

2. Fasiltas penting

Fasilitas penting adalah fasilitas yang jelas diperlukan agar pelabuhan

perikanan dapat berfungsi dengan baik. Namun realisasinya dapat ditunda.

Fasilitas penting terdiri dari :

 Generator listrik

 Kantor kepala pelabuhan

 Tempat parkir

 Pos penghubung radio (SSB)

 Ruang pengepakan

3. Fasilitas pelengkap

Fasilitas pelengkap adalah fasilitas yang diperlukan agar pelabuhan

perikanan dapat berfungsi dengan baik, tetapi pengadaanya baru pada

pengembangan pelabuhan tahap ketiga, Fasilitas ini meliputi:

 Dermaga muat terpisah

 Slipway

 Ruang pertemuan

 Kamar kecil

 Pos penjagaan

 Balai pertemuan nelayan

 Rumah dinas

 Musholla
15

 Mobil dinas

 Motor dinas

Menurut Peraturan Menteri No 08 Tahun 2012 Pasal 22 bahwa fasilitas pada

pelabuhan perikanan meliputi :

1. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi :

 Pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin dalam hal secara

teknis diperlukan;

 Tambat seperti dermaga dan jetty;

 Perairan seperti kolam dan alur pelayaran;

 Penghubung sepertia jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan;

 Lahan pelabuhan perikanan.

2. Fasilitas Fungsional sekurang-kurangnya meliputi :

 Pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan (TPI);

 Navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telpon, internet, SSB,

rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas;

 Suplai air bersih, es dan listrik;

 Pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dock/slipway,

bengkel dan temat perbaikan jaring;

 Penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan

laboratorium pembinaan mutu;

 Perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan;

 Transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es;

 Pengolahan limbah IPAL

3. Fasilitas Penunjang sekurang-kurangnya meliputi :


16

 Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan;

 Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan

terpadu;

 Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK;

 Kios IPTEK;

 Penyelenggara fungsi pemerintah.

Menurut Murdiyanto (2004), agar dapat memenuhi fungsinya pelabuhan

perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas baik fasilitas pokok maupun fasilitas

fungsional.

1. Fasilitas Pokok (Basic Facilities)

 Fasilitas Perlindungan (Protective Facilities)

Berfungsi melindungi kapal dari pengaruh buruk yang diakibatkan

perubahan kondisi oceanografis (gelombang, arus, pasang, aliran pasir,

erosi, luapan air di muara sungai dan sebagainya). Bentuk fasilitas

perlindungan dapat berupa breakwater, groin, tembok laut, atau bangunan

maritim lainnya.

 Fasilitas Tambat (Mooring Facilities)

Fasilitas ini digunakan untuk kapal bertambat atau berlabuh dengan tujuan

membongkar muatan, mempersiapkan keberangkatan, memperbaiki

kerusakan, beristirahat, dan sebagainya. Macam dan nama bangunan yang

termasuk fasilitas ini antara lain adalah: tempat pendaratan (landing places),

dermaga (Mooring quays, wharf, pier), slipway, bollard, dan sebagainya.

 Fasilitas perairan (Water Side Facilities)


17

Fasilitas perairan adalah bagian perairan di dalam pelabuhan yang

dipergunkan untuk menuver kapal dalam areal pelabuhan dengan aman dan

untuk berlabuh atau tambat sementara waktu di kolam pelabuhan (anchor).

Macam dan nama yang termasuk fasilitas ini antara lain adalah : alur (kanal)

pelayaran, muara pelabuhan, kolam pelabuhan.

2. Fasilitas Fungsional (Funcional facilities)

Adalah fasilitas yang menggunakan nilai guna fasilitas pokok dengan

memberikan berbagai pelayanan di pelabuhan. Fasilitas yang dibangun adalah

untuk mendayagunakan pelayanan yang menunjang segala kegiatan kerja di areal

pelabuhan sehingga menfaat dan kegunaan pelabuhan yang optimal dapat dicapai.

Adapun yang termasuk ke dalam fasilitas ini adalah :

 Fasilitas Transportasi

 Fasilitas Navigasi

 Fasilitas Daratan

 Fasilitas Pemeliharaan

 Fasilitas Supply

 Fasilitas Penanganan dan Pemprosesan Ikan

 Fasilitas Komunikasi Perikanan

 Fasilitas Kesejahteraan Nelayan

 Fasilitas Manajemen Pelabuhan

 Fasilitas Kebersihan dan Sanitasi

 Fasilitas Penanganan Sisa Minyak

3. Fasilitas Penunjang
18

Menurut Direktorat Jendral Perikanan (1994), fasilitas penunjang adalah

fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahterakan

masyarakat nelayan dan atau memberikan kemudahan bagi masyarakat

umum.Fasilitas penunjang terdiri dari :

 Fasilitas kesejahteraan nelayan terdiri dari tempat penginapan, kios bahan

perbekalan dan alat perikanan, tempat ibadah, balai pertemuan nelayan.

 Fasilitas pengelolaan pelabuhan terdiri dari kantor, pos pengamanan,

perumahan karyawan, mess operator.

 Fasilitas pengelolaan limbah bahan bakar dari kapal dan limbah industri.

2.4. Fungsi Pelabuhan

Menurut Lubis (2012), fungsi dari pelabuhan perikanan berdasarkan

pendekatan kepentingan sebagai berikut :

1. Fungsi maritim

Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat

kemaritiman. Pelabuhan menjadi suatu tempat kontak bagi nelayan atau

pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya. Dengan

fungsi ini maka dapat diberikan contoh bahwa tipe pelabuhan perikanan

besar atau samudra, dicirikan kemaritimanya melalui penyediaan fasilitas-

fasilitas antara lain berupa kolam pelabuhan yang besar dan cukup dalam

agar kapal-kapal dapat bergerak leluasa, dermaga yang cukup panjang agar

kapal-kapal dapat bersandar tanpa antrian sehingga kapal dapat

membongkar ikannya secara cepat, serta adanya rambu-rambu navigasi agar

kapal-kapal aman untuk masuk dan keluar pelabuhan.


19

2. Fungsi pemasaran

Fungsi pemasaran timbul karena pelabuhan perikanan menjadi tempat

awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan

melakukan transaksi pelelangan ikan. Proses pemasaran ini berawal dari

ikan-ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan ikan untuk

dicatat jumlah dan jenisnya. Setelah itu, ikan disortir dan diletakkan pada

keranjang atau basket plastik, selanjutnya dilaksanakan pelelangan dan

dicatat hasil transaksinya. Sering terjadi pada banyak pelabuhan di

Indonesia, penyortiran dilakukan di atas kapal sehingga setelah ikan

sampai di tempat pelelangan, ikan tidak perlu disortir lagi. Pedagang atau

bakul ikan mengembil ikan yang telah dilelang atau dibeli secara cepet dan

kemudian diberi es untuk mempertahankan mutunya. Selanjutnya ikan

dipasarkan dalam bentuk segar dan diangkut dengan truk atau mobil bak

dan atau mobil yang telah dilapisi dengan styrofoam yang dilengkapi

dengan sarana pendingin.

3. Fungsi jasa

Fungsi ini meliputi jasa-jasa seluruh pelabuhan mulai dari ikan didaratkan

sampai ikan didistribusikan.

Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi:

a. Jasa-jasa melayani pendaratan ikan, antara lain : penyediaan alat-alat

pengangkutan ikan, keranjang-keranjang, dan buruh untuk

membongkar ikan.

b. Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain:

penyediaan bagan bakar, air bersih, dan es.


20

c. Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lan: fasilitas cold storage,

cool room, pabrik es, dan penyedian air bersih.

d. Jasa-jasa melayani keamanan pelabuhan, antara lain: jasa pemandu

bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, syahbandar,

dan douane/beacukai yang masing-masing berfungsi memerikasa

surat-surat kapal, jumlah serta jenis barang yang dibawa.

e. Jasa pemeliharaan kapal, antara lain: fasilitas docking slipway, dan

bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin serta

peralatannya agar tetap dalam kondisi baik sehingga siap kembali

melaut.

Menurut Kamaluddin (2002), pelabuhan berfungsi sebagai salah satu pintu

gerbang kegiatan perekonomian nasional dan internasional (gateway), sebagai

simpul dalam jaringan transportasi, sebagai tempat kegiatan bongkar muat

transportasi, dan sebagai tempat untuk mendukung pembangunan industri dan

pertumbuhan ekonomi daerah hinterland. Sedangkan peranan pelabuhan adalah

sebagai penghubung antara daratan dan laut. Pelabuhan juga dapat berperan

sebagai tempat percepatan pertumbuhan industri dan perdagangan, dan dalam

beberapa situasi dapat berperan sebagai stabilitator harga. Pelabuhan memiliki arti

penting dalam mobilitas barang dan jasa, karena posisinya sebagai titik pertemuan

antara transportasi darat dan laut.

Menurut Murdiyanto (2004), pelabuhan perikanan mempunyai fungsi yang

bersifat umum (general function) dan fungsi khusus (special funciaon). Fungsi

umum merupakan fungsi yang terdapat pula pada pelabuhan lain (pelabuhan

umum atau pelabuhan niaga). Yang dimaksud fungsi khusus adalah fungsi yang
21

berkaitan dengan masalah perikanan yang memerlukan pelayanan khusus pula

yang belum terlayani oleh adanya berbagai fasilitas fungsi umum.

Adapun fungsi khusus diantaranya :

1. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan;

2. Tempat pelelangan ikan;

3. Tempat memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan;

4. Pusat pemasaraan dan distribusi ikan hasil tangkapan;

5. Tempat pengembangan masyarakat nelayan;

6. Pusat pembinaan mutu hasil perikanan.

2.5. Operasional Pelabuhan Perikanan

Menurut Lubis (2012), pengoperasian dapat menghasilkan pendapatan yang

besar apabila dikelola secara profesional, baik itu pelabuhan niaga pelabuhan

perikanan, maupun jenis pelabuhan lainya karena pelabuhan mempunyai fungsi

komersial. Pendapatan pelabuhan dapat berupa hasil penjualan jasa-jasanya

maupun berupa pajak atau retribusi yang dikenakan pada aktivitas tertentu,

misalnya pada aktivitas pelelangan ikan di pelabuhan perikanan. Pada akhirnya,

pelabuhan sangat berkaitan erat dengan lingkungan kotanya karena operasional

pelabuhan secara tidak langsung akan menumbuhkan perekonomian kota antara

lain dengan semakin berkembangnya pabrik-pabrik industri, transportasi,

pertokoan, perbankkan, bahkan kantor-kantor ekspedisi dan biro-biro konsultan.

Menurut Murdiyanto (2005), operasional pelabuhan perikanan merupakan

tindakan atau gerakan sebagai pelaksana rencana yang telah dikembangkan untuk

memanfaatkan fasilitas pada pelabuhan perikanan agar berdaya guna secara


22

optimal. Operasional pelabuhan perikanan menyangkut aktivitas yang ada di

pelabuhan perikanan yang jumlahnya sangat banyak dan untuk memudahkan

maka keseluruhan aktivitas yang ada, dikelompokkan menjadi 7 kelompok

aktivitas (Pane 2006a dalam Atharis, 2008), seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Atifitas PP/PPI Menurut Kelompok Aktifitas


No. Kelompok aktifitas Aktifitas
1. Kelompok aktifitas yang berhubungan 1. Pendaratan hasil tangkapan
dengan pendaratan dan pemasaran hasil (pembongkaran, pengangkutan
tangkapan hasil tangkapan ke tempat
pelelangna ikan)
2. Pemasaran/pelelangan hasil
tangkapan
3. Pendistribuan hasil tangkapan
4. Penanganan ikan
2. Kelompok aktifitas yang berhubungan 1. Pembekuan ikan
dengan pengolahan ikan 2. Pengolahan ikan
3. Pemasaran/pendistribusian olahan
3. Kelompok aktifitas yang berhubungan 1. Tambat labuh
dengan unit penangkapan 2. Perbaikan kapal dan mesin
3. Pembuatan kapal
4. Pembuatan alat tangkap
5. Perbaikan alat tangkap
4. Kelompok aktifitas yang berhubungan 1. Peyediaan air
dengan penyediaan kebutuhan melaut 2. Peyediaan es
3. Penyediaan BBM
4. Penyediaan garam
5. Penyediaan kebutuhan konsumsi
6. Penyediaan sparepat kapal

5. Kelompok aktifitas yang berhubungan 1. Koperasi pelaku aktif


dengan kelembagaan pelaku aktif 2. Asosiasi/himpunan/paguyuban
(nelayan, pengolah, pedagang, pembeli) pelaku aktif
23

Lanjutan Tabel 1. Atifitas PP/PPI Menurut Kelompok Aktifitas


No. Kelompok aktifitas Aktifitas
6. Kelompok aktifitas yang berhubungan 1. Aktifitas syahbandar
dengan kelembagaan penunjang 2. Aktifitas perbankan
pelabuhan perikanan 3. Aktifitas keamanan
7. Kelompok aktifitas yang berhubungan 1. Pengelolaan fasilitas komersil
dengan pengolahan pelabuhan 2. Pengelolaan fasilitas non
perikanan komersil
3. Pengelolaan TPI
Sumber: Industri Kepelabuhan, Pane 2006a dalam Atharis 2008.

2.6. Pengertian Jasa

Menurut Jasfar (2005), pengertian jasa yaitu pelayanan dari seseorang

kepada orang lain, bisa juga diartikan sebagai mulai dari pelayanan yang

diberikan oleh manusia, baik yang dapat dilihat (exlpicit service), yang bisa

dirasakan (implicit service) sampai pada fasilitas-fasilitas pendukung yang harus

tersedia dalam penjualan jasa dan benda-benda lainnya.

Menurut Lupiyoadi et all (2006), pada dasarnya jasa merupakan semua

aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan berbentuk produk fisik atau konstruksi,

yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan serta memberikan

nilai tambah (misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan)

konsumen. Dari berbagai definisi di atas, tampak bahwa di dalam jasa selalu ada

aspek antara pihak konsumen dan pihak produsen (jasa), meskipun pihak-pihak

yang bersangkutan tidak selalu menyadari. Jasa tidak suatu barang, ,melainkan

suatu proses atau katifitas yang tidak berwujud.


24

2.7. Pengertian pelayanan

Menurut Payne (2000), pelayanan adalah rasa menyenangkan atau tidak

menyenangkan yang oleh penerima pelayanan pada saat memperoleh pelayanan

serta pelayanan ngandung pengertian:

1. Segala kegiatan yang dibutuhkan untuk menerima, memproses,

menyampaikan dan memenuhi pesanan pelanggan dan untuk menindak

lanjuti setiap kegiatan yang mengandung kekeliruan,

2. Kegiatan waktu dan reliabilitas penyampaian jasa kepada pelanggan sesuai

dengan harapan mereka,

3. Serangkaian kegiatan yang meliputi semua bidang bisnis yang terpadu untuk

menyampaikan produk-produk dan jasa tersebut sedemikian rupa sehingga

dipersiapkan memuaskan oleh pelanggan dan merealisasikan pencapaian

tujuan-tujuan perusahaan.

4. Total pesanan yang masuk dan seluruh komunikasi dengan pelanggan.

5. Penyampaian produk kepada pelanggan tepat waktu dan akurat dengan

segala tindak lanjut serta tanggapan keterangan yang akurat.

Menurut Lovelock (1991), pelayanan adalah produk yang tidak berwujud,

berlangsung sebentar dan dirasakan atau dialami. Artinya pelayanan merupakan

produk yang tidak ada wujud atau bentuknya sehingga tidak ada bentuk yang

dapat dimiliki, tetapi dialami dan dapat dirasakan oleh penerima pelayanan.

Dari uraian tersebut diatas, maka pelayanan dapat diartikan sebagai aktivitas

yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan mengurus baik itu berupa

barang atau jasa dari satu pihak kepada pihak lain. Faktor-faktor yang
25

mempengaruhi penilaian kualitas layanan menurut Zethaml et all (1991), adalah

sebagai berikut :

1. Word of mounth communication, apa yang didengar pengguna jasa dari

pengguna jasa lain melalui percakapan dari mulut ke mulut merupakan

faktor potensial untuk membentuk penilaian kualitas pelayanan oleh

pengguna jasa.

2. Personal needs, kebutuhan pribadi akan menimbulkan kualitas pelayanan

dalam tingkat yang berbeda, tergantung karakteristik individu dan situasi

kondisi lapangan.

3. Past experience, pengalaman masa lalu pengguna jasa sehubung dengan

penggunaan jasa dimaksud ataupun yang serupa.

4. External communication, komunikasi eksternal dari penyedia jasa

memainkan peranan penting dalam membentuk kualitas pelayanan

pengguna jasa, melalui komunikasi eksternal faktor harga atau tarif

memegang peranan sangat penting.

Untuk penilaian kualitas tentang pelayanan, ditemukan 10 dimensi yang

mempengaruhi kualitas pelayanan Zethaml et all (1991), yaitu :

1. Tangibles, fasilitas yang tanpak nyata, peralatan personil dan peralatan atau

meterial komunikasi.

2. Realiabbility, kemampuan untuk dapat menjanjikan layanan yang bisa

diandalkanatau ditentukan secara akurat.

3. Responsiveness,kemampuan untuk dapat membantu customer dan

menyediakan layanan yang diijinkan dan cepat tanggap dalam memecahkan

permasalahan dari customer.


26

4. Competence, peningkatan permintaan keahlian dan pengetahuan untuk

menyediakan layanan.

5. Courtesty, kesopanan, respon, kahati-hatian dan keramahan untuk

berhubungan dengan customer.

6. Creadibility, kepercayaan, bisa dipercaya, jujur dalam menyediakan

layanan.

7. Security, aman dari bahaya resiko dan keragu-raguan.

8. Access, pendekatan dan adanya kontak karena kasus.

9. Communication, menjaga customer dengan diinformasikan dalam bahasa

yang dapat dimengerti oleh mereka dan mendengar keluhan dari customer.

10. Understanding the customer, membuat penawaran untuk megetahui

keinginan customer dan kebutuhan mereka.

2.8. Kepuasan Pelanggan

Menurut Sumarwan (2003), kepuasan adalah tingkat perasaan setelah

membandingkan kinerja/hasil yang disarakan dengan harapannya. Jadi tingkat

kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan

harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, bila

kinerja sesuai dengan harapan, maka pelanggan akan sangat puas.

Menurut Kotler (2000), kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah

membandingkan kinerja (atau hasil) suatu produk yang dirasakan dibandingkaan

dengan harapannya. Umumnya harapan pelanggan merupakan pemikiran atau

keyakinan pelanggan tetntang apa yang diterimanya bila membeli atau

mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Sedangkan kinerja yang


27

disampaikan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang sudah diterima setelah

mengkonsumsi produk yang dibeli.

Menurut Rangkuti (2006), kepuasan pelanggan dalah respon pelanggan

terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja

aktualyang dirasakan setelah pemakaian. Pengukuran kepuasn pelanggan

merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik,

efisien, dan efektif, terutama untuk pelayanan publik. Tingkat kepuasan pelanggan

dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan penyediaan pelayanan yang

tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan pelanggan adalah:

1. Nilai, persepsi pelanggan atas apa yang telah diterimanya dari suatu produk.

2. Daya saing suatu produk dapat terjadi apalagi keunikan dan kualitas

pelayanan disesuaikan dengan manfaat dan pelayanan yang dibutuhkan oleh

pelanggan.

3. Persepsi pelanggan, proses individu untuk memilih, mengorganisasikan dan

mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu

makna.

4. Harga yang ditetapkan oleh produsen dapat menunjukkan nilai kualitas

produk bagi pelanggan.

5. Citra dari suatu produk dapat mempengaruhi persepsi produk terhadap

kualitasnya.

6. Tahap pelayanan akan menentukan kepuasan pelanggan selama

menggunakan beberapa tahap pelayanan.


28

Menurut Tse dan Wilton dalam Raditya (2013), kepuasan pelanggan atau

ketidak puasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi

ketidakpuasan atau diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan

kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian. Artinya bahwa

pelanggan akan merasa puas apabila hasilnya sesuai dengan yang diharapkan dan

sebaliknya pelanggan tidak akan puas bila hasilnya tidak sesuai dengan

harapannya.

2.9. Analysis Customer Statisfaction Indeks

Menurut Suryawan dan Dharmayanti (2013), metode Customer Statisfaction

Index (CSI) merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan

pelanggan. Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) ditentukan oleh persepsi

pelanggan atas performance (kinerja) produk atau jasa dalam memenuhi harapan

pelanggan. Pelanggan akan merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan

sangat puas jika harapanyya terlampaui.

Menurut Pohandry et all (2013), Customer Satisfaction Index (CSI)

merupakan analisis kuantitatif berupa persentase pelanggan yang senang dalam

suatu survei kepuasan pelanggan. CSI diperlukan untuk mengetahui tingkat

kepuasan pelanggan secara keseluruhan dengan memperhatikan tingkat

kepentingan dari atribut – atribut produk atau jasa.


29

2.10. Importance Performance Analysis

Menurut Magal dan Levenburg (2005), metode Importance Performance

Analysis pertama kali diperkenalkan oleh Martila dan James pada tahun 1977

dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas

peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula sebagai quadrant analysis.

Importance Performance Analysis telah diterima secara umum dan dipergunakan

pada berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk diterapkan dan tampilan

hasil analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja.

Menurut Ruhimat (2008), metode Importance Performance Analysis (IPA)

merupakan suatu teknik penerapan yang mudah untuk mengatur atribut dari

tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan itu sendiri yang berguna untuk

pengembangan program pemasaran yang efektif.

Menurut Supranto (2001), Importance Performance Analysis (IPA) adalah

suatu metode untuk menganalisis sejauh mana tingkat kepuasan seseorang

terhadap kinerja sebuah perusahaan. Hasil penelitian tingkat kepentingan dan

kinerja akan dihasilkan suatu pertimbangan mengenai tingkat kesesuaian antara

tingkat kepentingan dan kinerja pada sebuah perusahaan.

Menurut Kotler (2000), analisis arti penting-kinerja (Importance

Performance Analysis) dapat digunakan untuk merangking berbagai elemen dari

kumpulan jasa dan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan. Martilla dan Jams

dalam (Zeithaml et.al. 1990) menyarankan penggunaan metode Importance

Performance Analysis dalam mengukur tingkat kepuasan pelayanan jasa. Dalam

metode ini diperlukan pengukuran tingkat kesesuaian untuk mengetahui seberapa

besar pelanggan merasa puas terhadap kinerja perusahaan, dan seberapa besar
30

pihak penyedia jasa memahami apa yang diinginkan pelanggan terhadap jasa yang

mereka berikan.

2.11. Tingkat Kesenjangan GAP

Menurut Pahlevi (2014), GAP Analysis merupakan suatu metode atau

mekanisme terstruktur yang mengemukakan lima kesenjangan yang menyebabkan

adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas pelayanan. Kesenjangan tersebut

diakibatkan oleh ketidaktahuan manajemen atas pelayanan yang diharapkan oleh

pelanggan. Satu kesenjangan (Gap) , yaitu kesenjangan kelima yang bersumber

dari sisi penerima pelayanan (pelanggan) dan empat macam kesenjangan lainnya,

yaitu kesenjangan pertama sampai dengan keempat, bersumber dari sisi penyedia

jasa (manajemen). SERVQUAL didasarkan pada skala multy item yang dirancang

untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta gap di antara keduanya

pada lima dimensi kualitas jasa (reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati dan

bukti fisik). Kelima dimensi utama tersebut dijabarkan ke dalam masing-masing

atribut rinci untuk variabel harapan dan variabel kenyataan (kinerja pelayanan)

yang disusun dalam pernyataan- pernyataan berdasarkan skala Likert.

Menurut Nurrahmat (2008), untuk mengevaluasi kualitas pelayanan

pelanggan akan membandingkan pelayanan yang merekaterima dengan pelayanan

yang mereka harapkan. Apabila kualitas pelayanan formula secara matematis

berupa P=E dimana P merupakan persepsi purna pelayanan dan E merupakan

harapan pelanggan sebelumnya. Angka negatif akan menunjukkan bahwa harapan

pelanggan tidak terpenuhi, sedangkan angka positif menunjukkan bahwa harapan

pelanggan terpenuhi.
31

1. Gap persepsi manajemen, yaitu adanya perbedaan penilaian pelayananan

menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan

pengguna jasa. Penyebab gap ini adalah kegagalan pihak manajemen

untuk mengidentifikasi harapan pelanggan. Gap ini dapat diatasi dengan

komunikasi dengan pelanggan, melakukan riset penelitian mendorong

komunikasi dengan pelanggan serta mengurangi level manajemen.

2. Gap spesifikasi kualitas, yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen

mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi-spesifikasi kualitas jasa.

Penyebab kesenjangan ini adalah keterbatasan sumber, kondisi pasar serta

tidak memadainya standarisasi tugas manajemen. Hal tersebut dapat

diatasi dengan komitmen top manajemen mengembangkan tujuan kualitas

jasa, standarisasi tugas serta kecocokan harapan pelanggan.

3. Gap menyampaikan pelayanan yaitu kesenjangan antara spesifikasi

kualitas jasa dan mengarahkan jasa. Penyebab kesenjangan ini adalah

ketidaksadaran karyawan terhadap spesifikasi kualitas, karyawan tidak

memiliki kemampuan untuk melaksanakan spesifikasi tersebut. Strategi

untuk mengatasi kesenjangan ini adalah peningkatan team work,

kesesuaian pengawai dengan tugas, serta teknologi dengan tugas

menyediakan perseived control, yaitu sejauh mana pegawai merasakan

kebebasan untuk menentukan cars pelayanan mengembangkan sistem

pengawasan dari atasan, mengurangi ambiquitas peran serta konflik peran.

4. Gap komunikasi pemasaran, yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa

dan komunikasi eksternal. Penyebab kesenjangan ini adalah kurangnya

komunikasi serta terlalu menjanjikan. Kesenjangan ini dapat dikurangi


32

dengan meningkatkan komunikasi horisontal serta menghindari janji yang

terlalu berlebihan.

5. Gap dalam pelayanan yang dirasakan, adalah : perbedaan persepsi antara

jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh pelanggan.

Kesenjangan ini dapat diketahui atau dirasakan pelanggan dari orang lain,

pengalaman masa lalunya dari ketidaksesuaian dengan kebutuhannya.

Disini pelanggan mempunyai persepsi sendiri dalam mengukur kinerja

atau kualitas jasa yang diberikan. Dari kelima Gap tersebut, Gap 1-4

berpengaruh terhadap Gap 5. Apabila Gap 1-4 bernilai positif dan negatif

sementara Gap 5 bernilai negatif maka hal ini berarti harapan konsumen

tidak terpenuhi.

2.12. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para peneliti untuk mengetahui

pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasn pelanggan, diantaranya adalah

Penelitian tentang kepuasan nelayan yang dilakukan Diniah (2012), dengan judul

“Pelayanan Pelabuha Perikanan Nusantara (PPN) terhadap Kebutuhan Operasi

Penangkapan Ikan” . Kualitas pelayanan yang dilihat dari lima dimensi yaitu

tangibles, realiability, responsiveness, assurance, empathy mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan (nelayan) secara simultan dan

parsial. Nelayan jaring dogol (danish seine) dan jaring rampus (bottom set gill

net) menilai penting untuk seluruh atribut pelayanan kebutuhan operasi

penangkapan ikan dengan nilai berkisar antara 4,03 – 4,30. Tingkat kinerja PPN

Karangantu dinilai kurang baik untuk pelayanan kebutuhan solar (2,08) dan es

(2,23), serta dinilai mendekati baik untuk pelayanan kebutuhan air bersih,
33

dermaga, TPI dan keranjang dengan kisaran nilai 3,50 – 3,72. Atribut pelayanan

dari ke enam produk kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu

yang menjadi prioritas perbaikan dan peningkatan untuk menambah kepuasan

nelayan berdasarkan Importance And Performance Analysis (IPA) adalah atribut

pelayanan kondisi fasilitas, kebersihan fasilitas, biaya pelayanan atau harga

produk, keramahan pegawai, kemudahan penyampaian keluhan, ketepatan waktu

dan kecepatan penyediaan produk. Atribut pelayanan kebutuhan air bersih,

dermaga, TPI dan keranjang di PPN Karangantu dinilai telah memuaskan nelayan

dengan Customer satisfaction index (CSI) berkisar 0,71 - 0,74. Sementara pada

pelayanan kebutuhan solar dan es dinilai masih kurang memuaskan nelayan

dengan angka 0,41 dan 0,44.

Penelitian yang hampir sama dilakukan Hamidi (2008), membahas tetang

tingkat kepuasan nelayan terhadap kebutuhan melaut di Pelabuhan Perikanan

Nusantara Sibolga. Secara umum pelayanan penyediaan kebutuhan melaut di PPN

Sibolga dinilai telah memuaskan nelayan. Hal ini dapat dilihat dari nilai CSI

pelayanan solar, pelayanan es, pelayanan air tawar masing-masing adalah 78,15%,

77,16 % dan 74,49 %, sedangkan hasil dari analisis IPA pelayanan penyediaan

solar, es dan air tawar dimasukkan ke dalam empat wilayah yaitu : 1) Kuadran I

(prioritas utama) yaitu kecepatan pegawai pelayanan solar, lokasi pabrik es,

prosedur pemesanan es, sistem penerimaan keluhan pelayanan es, kecepatan

petugas pengiriman air, kapasitas fasilitas air tawar dan kondisi transportasi

pelayanan air tawar. 2) Kuadran II (pertahankan prestasi) yaitu kapasitas fasilitas

solar , proses administrasi (solar, es, air), kesesuaian waktu pembayaran (solar, es,

air), fasilitas pabrik es, dan proses pengecekan air di kapal. 3). Kuadran III
34

(prioritas rendah) diantaranya harga (solar, es, air), kesesuaian jumlah solar ke

kapal, proses pengiriman (solar, es, air), keahlian pegawai APMS, perbaikan

fasilitas (es, air), kecepatan pegawai (es, air) , ketepatan waktu pengiriman es. 4)

Kuadran IV (berlebihan) yaitu jumlah produk solar, ketepatan waktu pengiriman

solar, kondisi alat transpotasi solar, pemberian alasan keterlambatan solar, dan

kesesuaian jumlah air yang disalurkan ke kapal.

Penelitian yang dilakukan Atharis (2008), membahas mengenai tingkat

kepuasan nelayan terhadap pelayanan penyediaan kebutuhan melaut di Pelabuhan

Perikanan Samudra Bungus. Penelitian tersebut menyatakan bahwa nelayan telah

puas terhadap kinerja dari PPS Bungus, hal tersebut dapat dilihat dari nilai CSI yang

didapat cukup tinggi yaitu: 0,72 (solar), 0,74 (es), dan 0,74 (air). Berdasarkan

analisisi IPA dihasilkan 3 atribut kualitas jasa yang menjadi prioritas utama untuk

perbaikan kinerja yaitu atribut harga produk yang ditawarkan (solar, es), system

penerimaan keluhan (air), dan pengecekan dan pengawasan produk yang dikirim

(es, air). Hasil analisis kesenjangan menunjukkan bahwa atribut yang memiliki

nilai kesenjangan terbesar adalah atribut harga yang ditawarkan (solar, es) dengan

nilai berturut turut -1,37 dan -1,35, sistem penerimaan keluhan (air) sebesar -

0,95. Sedangkan nilai kesenjang terkecil adalah kapasitas fasilitas produksi (solar,

air) dengan nilai kesenjangan 0,00 dan -0,02 dan harga yang ditawarkan (air)

sebesar -0,23.

Hidayat (2013), meneliti tentang tingkat kepuasan nelayan terhadap

pelayanan fasilitas dan penyediaan kebutuhan melaut di PPN Pelabuhanratu

Sukabumi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara keseluruhan kinerja

PPN Pelabuhanratu terletak pada kategori puas dengan nilai 69%, dengan
35

demikian dapat dinyatakan bahwa secara keseluruhan nelayan puas dengan kinerja

dari pihak penyedia jasa PPN Pelabuhanratu. Pada aspek pemenuhan kapasitas

atau produk diketahui bahwa 4 fasilitas dari 6 fasilitas yang diteliti telah mampu

mencukupi kebutuhan nelayan dari keseluruhan kapasitas yang diteliti. Adapun ke

empat fasilitas tersebut adalah tambat labuh, TPI, docking, fasilitas penyediaan

air, 2 fasilitas yang menurut nelayan kurang puas adalah fasilitas TPI dan docking.

Fokus perbaikan PPN Pelabuhanratu adalah penyediaan seragam dan tanda

pengenal petugas, peningkatan kapasitas, fasilitas, konsistensi ketersediaan

kebutuhan melaut, kecepatan proses pembayaran uang lelang, dan maintenance

terhadap fasilitas yang tersedia serta perbaikan terhadap fasilitas yang rusak.

Anda mungkin juga menyukai