Anda di halaman 1dari 11

SPESIFIKASI TEKNIS

I. PENDAHULUAN
Penyediaan dan pengadaan bahan-bahan material, tenaga kerja, peralatan kerja,
peralatan pengangkutan, penyediaan air kerja dan tenaga listrik untuk
menyelesaikan pekerjaan PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA KANTOR
POMAL LANTAMAL XIII TARAKAN TAHAP II (SELESAI) TAHUN ANGGARAN 2019,
sesuai dengan gambar kerja, RKS dan kontrak kerja.

A. Lingkup Pekerjaan meliputi :


1. Pekerjaan Jalan Kawasan Kantor Pomal
2. Pekerjaan Saluran/Drainase Keliling Kantor Pomal
3. Pekerjaan Kanopi Parkir Kantor Pomal
4. Pekerjaan Pagar Keliling Kantor Pomal

B. Ketentuan Ketentuan
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 Tahun 2010, tentang
pengadaan barang/jasa pemerintah.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 09/PRT/M/2008 tentang Pedoman
SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum;
3. Undang-undang Republik Indonesi No. 18 Tahun 1999 tentang jasa
konstruksi;
4. PUBI-1982 (Peraturan Umum untuk Bangunan Indonesia);
5. Peraturan Beton Bertulang Indonesia1971 (PBI 1971) dan SKSNI 1991.
6. Peraturan konstruksi Baja yang berlaku di Indonesia (PPBBI 1983).
7. PUBI-1970/NI-3 (Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia);
8. Keputusan-keputusan dari Majelis Indonesia, untuk Arbitrasi Teknik dari
Dewan Teknik Pembangunan Indonesia (DTPI).
9. Peraturan dan Ketentuan yang dikeluarkan oleh Jawatan/Instansi
Pemerintah setempat, yang berkaitan dengan permasalahan bangunan.

C. Persyaratan Umum Pelaksanaan Pekerjaan


1. Gambar kerja (Detail Perencanaan) yang dibuat konsultan Perencana dan
telah disyahkan oleh pemilik proyek.
2. Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS)
3. Surat Keputusan Pemilik Proyek tentang Penunjukan Kontraktor
4. Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)
5. Jadwal Pelaksanaan (time schedule) dan network planning yang telah
disetujui pemilik proyek.
II. PEKERJAAN JALAN KAWASAN KANTOR

A. Pekerjaan Tanah
1. Penggalian harus dilaksanakan menurut kelandaian, garis, dan eleVasi
yang ditentukan dalam gambar atau ditentukan oleh direksi pekerjaan dan
harus mencakup pembuangan semua bahan dalam bentuk apapun yang
dijumpai, termasuk tanah, batu, batu bata, beton, pasangan batu dan
bahan perkerasan lama, yang tidak digunakan.
2. Pekerjaan galian harus dilaksanakan dengan gangguan yang seminimal
mungkin terhadap bahan diba1ah dan di luar batas galian.
3. Bila mana bahan yang terekspos pada garis formasi atau tanah dasar atau
pondasi dalam keadaan lepas atau lunak atau kotor atau menurut
pendapat direksi Pekerjaan tidak memenuhi syarat, maka bahan tersebut
harus diganti dengan yang memenuhi syarat sebagaimana yang
diperintahkan direksi pekerjaan.
4. semua bahan galian tanah yang dapat dipakai dalam batas-batas dan
lingkup proyek bila mana dimungkinkan harus digunakan secara efektif
untuk formasi timbunan atau penimbunan kembali.
5. setiap bahan galian yang melebihi kebutuhan timbunan, atau tiap bahan
galian yang tidak disetujui oleh direksi Pekerjaan untuk digunakan sebagai
bahan timbunan, harus dibuang dan diratakan oleh kontraktor.
6. setiap bahan galian yang sementara 1aktu di izinkan untuk ditempatkan
dalam saluran air harus dibuang seluruhnya setelah pekerjaan berakhir
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu saluran air.
7. Permukaan tanah dasar yang ada harus dibentuk kembali dengan cara
pembongkaran/penggalian daerah - daerah yang tinggi, pengurugan
daerah - daerah yang rendah dengan bahan lebihan/galian dan
pembentukan kembali badan jalan tersebut sampai memenuhi garis
kelandaian, garis batas dan ketinggian sesuai gambar rencana.
8. setelah pembentukan tanah dasar selesai harus diikuti dengan
pemadatan dengan peralatan pemadat menggunakan vibratory roller 5-
8 t atau peralatan lain sesuai dengan petunjuk direksi teknik.
9. ketinggian akhir setelah pemadatan tidak boleh lebih tinggi atau lebih
rendah dari yang disyaratkan atau disetujui.
10. seluruh tempat bekas galian lahan atau sumber bahan yang digunakan
oleh kontraktor harus ditinggalkan dalam suatu kondisi yang rata dan
rapi dengan tepi dan lereng yang stabil dan seluruh drainase yang
memadai.

B. Pemasangan Geotextile
1. Penempatan / penggelaran geosintetik umumnya secara manual. Bila tidak
diperlukan sambungan pada geosintetik, perlu diperhitungkan lebar
overlapping, sedangkan untuk geosintetik pada perencanaan perlu
diperhitungkan sambungan, prosedur penggelaran geosintetik dengan
cara gulungan ke dua berada di atas gulungan pertama yang digelar.
2. Setelah satu lapisan geotekstil terhampar, di atas geotekstil diurug dengan
tanah lapis dan dipadatkan sesuai spesifikasi pemadatan tanah. Kemudian
diangkur pada kiri dan kanan lahan sesuai dengan toleransi dimensi
spesifikasi,
3. Pemasangan awal lembaran geotekstil harus dibuat dalam kondisi kencang
tertarik, tidak boleh kendur sebelum bahan geotekstil diurug oleh tanah.
Sambungan geotekstil tidak diperbolehkan searah dengan gaya tarik.
4. Jahitan untuk menahan gaya tarik, hanya sebagai penutup saja, misal
jahitan antara sisi overlap dari satu lajur geotekstil dengnan lajur
geotekstil di sebelahnya. Jahitan hanya untuk menutup bagian-bagian
yang tidak struktural dan tidak menahan tarik.
5. Penyambungan geotekstil dilakukan dengan overlap yang sudah
ditentukan toleransi dimensinya dan dijahit dengan benang khusus untuk
geotekstil.
6. Pemasangan geotekstil harus dipastikan tidak terusakkan oleh benda-
benda tajam dalam tanah dangkal dan sisa-sisa akar pepohonan yang
tajam menyembul dalam tanah, kecuali bila potensi kerusakan tersebut
sudah diantisipasi sebelumnya dan sudah diperhitungkan kekuatan dan
ketahanan beban.

C. PEKERJAAN PERKERASAN BERBUTIR


1. Penghamparan dilakukan lapis demi lapis, dengan tebal lapisan tidak lebih
dari 30 Cm, kemudian dipadatkan dengan peralatan yang ditentukan.
2. Masing-masing lapis penghamparan tidak boleh kurang dari lebar
timbunan rencana,
3. Arah dan kemiringan (slope) pemadatan harus sesuai dengan petunjuk
gambar rencana.
4. Material harusdipadatkan sampai mencapai persyaratan CBR

D. PERKERASAN BETON
1. Bekisting
a) bekisting/perancah harus dibuat dari bahan yang sesuai dengan
kebutuhan yaitu dari kayu broti, papan, kayu bulat dan plywood. Jika
bekisting/perancah terdiri dari papan, sambungan antara papan
dengan papan harus betul-betul rapat dan kuat sehingga tidak terjadi
pengembangan bekisting3perancah yang mengakibatkan ukuran
beton yang dikehendaki tidak sesuai, jika memakai polywood harus
halus sehingga tidak terjadi benjolan pada permukaan beton, bagian
kontruksi yang memerlukan penopang maka penopang harus
diletakkan pada tanah yang rata dan kuat sehingga tidak terjadi
penurunan maupun pergeseran bekisting/perancah.
b) Pembongkaran bekisting atau acuan bisa dilaksanakan setelah beton
mencapai umur yang cukup minimum 21 hari/atau mendapat
persetujuan dari direksi pekerjaan.
2. Tulangan Wiremesh
a) baja tulangan harus bebas dari debu, minyak, gemuk, serpihan-
serpihan kayu dan kotoran lain yang dapat mengurangi perekatan
dengan beton.
b) bila dianggap perlu oleh direksi, tulangan harus disikat atau dibersikan
dengan cara lain sebelum dilaksanakan, pengecoran tidak boleh
dilaksanakan sebelum penulangan diperiksa dan disetujui oleh direksi,
c) bila mana terjadi kelambatan penundaan dalam pengecoran, maka
pembesian dibersihkan dan diperbaiki lagi oleh pelaksana lapangan.
d) baja tulangan harus dipasang sedemikian rupa sehingga selama
berlangsung pengecoran tidak akan berubah tempat.
3. Pengecoran (Beton K350)
a) Pengecoran beton tidak boleh dimulai sebelum Direksi Teknis dan
Konsultan Penga1as memeriksa dan menyetujui bekisting Form Work,
tulangan Wiremesh dimana beton akan dicor.
b) Tempat dimana beton akan dituang harus bebas dari segala macam
kotoran, serpihan kayu dan genangan air
c) isi dari mixer dikeluarkan pada satu operasi yang continuos, harus
diangkut tanpa menimbulkan degrasi, beton harus diangkut dengan
alat pengangkut yang bersih dan kedap air dan cara pengangkutannya
tersebut telah mendapat persetujuan direksi dan konsultan Pengawas.
d) alat-alat dan tempat yang digunakan untuk pengangkutan beton harus
dibersihkan dan dicuci bila pekerjaan terhenti lebih lama dari 40 menit
dari akhir pekerjaan.
e) pengecoran dari satu bagian dari pekerjaan harus dilaksanakan dengan
satu operasi yang continous atau sampai Construction Joint tercapai.
f) beton, bekisting dan penulangan tidak boleh diganggu selama lebih
kurang 6 jam setelah pengecoran, semua pengecoran harus
dilaksanakan siang hari kecuali dengan ijin direksi,

III. PEKERJAAN DRAINASE

A. GALIAN SALURAN
1. Penggalian mencakup pemindahan tanah serta batu-batuan dan bahan-
bahan lain yang dijumpai dalam pengerjaan.
2. Bilamana tidak dinyatakan lain oleh Pengawas, maka penggalian untuk
saluran drainase/gorong-gorong harus mempunyai lebar yang cukup
untuk dapat memasang pasangan batu kali untuk saluran drainase dan
gorong-gorong.
3. Apabila ternyata dijumpai kondisi yang tidak memuaskan pada
kedalaman yang diperlihatkan dalam gambar-gambar, maka penggalian
harus di perdalam, diperbesar atau dirubah sampai disetujui oleh
Pengawas
4. Apabila terjadi kesalahan dalam penggalian tanah sehingga dicapai
kedalaman yang melebihi dengan apa yang tertera dalam gambar atau
yang dapat disetujui oleh Pengawas, maka kelebihan tersebut harus
ditimbun kembali dengan pasir yang dipadatkan
5. Dasar dari semua galian harus waterpas, bilamana pada dasar setiap
galian masih terdapat akar-akar tanaman atau bagian-bagian gembur,
maka ini harus digali keluar sedang lubang- lubang tadi diisi kembali
dengan pasir, disirami dan dipadatkan sehingga mendapatkan kembali
dasar yang waterpas.
6. Lapisan atas hasil bongkaran daerah pembangunan yang dapat dipakai
lagi, akan ditimbun ditempat yang ditunjuk oleh Pengawas.
7. Semua penggalian harus dikerjakan sesuai dengan panjang, kedalaman,
dan lingkungan yang diperlukan untuk Pelaksanaan pekerjaan seperti
dinyatakan dalam gambar

B. PASANGAN BATU KALI


1. Sebelum Pasangan Batu Kali dimulai, Pelaksana Proyek harus sudah
menyiapkan seluruh bahan bahan yang berhubungan dengan Pasangan
batu kali.
2. Pasangan batu kali harus dibuat sedemikian rupa lurusnya dan
ketinggiannya disesuaikan dengan gambar kerja.
3. Leveling permukaan atas harus dibuat dengan mempergunakan panduan
rentangan benang sepanjang pasangan yang akan dikerjakan yang
diletakan pada Profil Bouplank pondasi
4. Pada bagian bawah / dasar pasangani terlebih dahulu dipadatkan.
5. Setiap lapis susunan pasangan batu kali harus diisi dengan spesi 1PC : 4
pasir. Sehingga tidak dibolehkan adanya pasangan lapisan batu kali
tanpa ada spesi
6. Pasangan Batu Kali harus dilaksanakan sedemikian rupa sesuai dengan
gambar tanpa ada satupun titik atau lokasi yang keropos atau tidak diisi
dengan adukan spesi

C. PLESTERAN DINDING SALURAN


1. Pengadukan untuk plesteran sebaiknya dilakukan dengan mesin (molen).
Masukan setengah dari jumlah air dan pasir untuk adukan lebih dahulu
kedalam molen, kemudian tambahkan semen dan setengah bagian sisa
dari air dan pasir.
2. Pengadukan tanpa mesin hanya boleh dilakukan, bilmana disetujui
Pengawas .
3. Adukan harus selalu plastis, Aduk ulang (retempering) dengan
penambahan air boleh dilakukan sebagaimana diperlukan.
4. Adukan yang berumur lebih lama dari 1 ½ jam sejak pencampurannya,
tidak boleh diaduk ulang dan tidak boleh digunakan lagi.

IV. PEKERJAAN KANOPI PARKIR

A. PENGELASAN
1. Pengelasan harus dilaksanakan sesuai AWS atau AISC specification, baru
dapat dilaksanakan dengan seijin pengawas, dan menggunakan mesin las
listrik.
2. Kawat las yang dipakai adalah harus merk "Kobesteel" atau yang setaraf.
3. Pengelasan harus dikerjakan oleh tenaga ahli dan berpengalaman.
4. Semua pekerjaan pengelasan harus rapi tanpa menimbulkan kerusakan-
kerusakan pada beban bajanya.
5. Elektrode las yang dipergunakan harus disimpan pada tempat yang dapat
tetap menjamin komposisi dan sifat-sifat dari electrode selama masa
penyimpanan.
6. Pengelasan harus menjamin pengaliran yang rata dari cairan electrode
tersebut.
7. Teknik atau cara pengelasan yang dipergunakan harus memperlihatkan
mutu dan kualtias dari las yang dikerjakan.
8. Permukaan dari daerah yang akan dilas harus bebas dari kotoran yang
memberi pengaruh besar pada kawat las. Permukaan yang akan dilas juga
harus bersih dari aspal, cat, minyak, karat dan bekas-bekas potongan api
yang kasar, bekas potongan api harus digurinda dengan rata. Kerak bekas
pengelasan harus dibersihkan dan disikat.
9. Pengelasan tidak boleh dilakukan jika temperatur dari base metal lebih
rendah 0°F. Pada temperatur 0°F, permukaan las dari titik dimulainya las
sampai sejauh 7.5 m juga dijaga temperaturnya sampai dengan waktu
pengelasan.
10. Pemberhentian las harus pada tempat yang ditentukan dan harus dijamin
tidak akan berputar atau berbengkok.
11. Pada pekerjaan las dimana terjadi banyak lapisan las (pengelasan lebih
dari satu kali), maka sebelum dilakukan pengelasan berikutnya lapis
terdahulu harus dibersihkan dari kerak-kerak las atau slag dan percikan-
percikan logam yang ada. Lapisan las yang berpori-pori atau retak atau
rusak harus dibuang sama sekali.

B. SAMBUNGAN
1. Sambungan-sambungan yang dibuat harus mampu memikul gaya-gaya
yang bekerja, selain berguna untuk tempat pengikatan dan untuk
menahan lenturan batang.
2. Hanya diperkenankan 1 (satu) sambungan dalam 1 (satu) bentang. Yang
dimaksud dengan 1 bentang adalah panjang komponen batang baja
dimana hanya ujung-ujungnya terdapat sambungan dengan menggunakan
bolt.
3. Semua penyambungan profil baja harus dilaksanakan dengan las tumpul
atau full penetration butt weld.

C. LUBANG-LUBANG BAUT
1. Lubang-lubang baut harus benar-benar tepat dan sesuai dengan
diameternya. Kontraktor tidak boleh merubah atau membuat lubang baru
di lapangan tanpa seijin pengawas.
2. Pembuatan lubang baut harus memakai bor. Untuk konstruksi yang
tipis (maksimum 10 mm), boleh memakai mesin pons.
Membuat lubang baut dengan api sama sekali tidak diperkenankan.
3. Baut penyambung harus berkwalitas baik dan baru.
4. Diameter baut, panjang ulir harus sesuai dengan yang diperlukan. Mutu
baut yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam gambar
perencanaan.
5. Lubang baut dibuat maksimum 2 mm lebih besar dari diameter baut.
6. Pemasangan dan pengencangan baut harus dikerjakan sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan momen torsi yang berlebihan pada baut
yang akan mengurangi kekuatan baut itu sendiri. Untuk itu diharuskan
menggunakan pengencang baut yang khusus dengan momentorsi yang
sesuai dengan buku petunjuk untuk mengencangkan masing-masing baut.
7. Panjang baut harus sedemikian rupa, sehingga setelah dikencangkan
masih terdapat paling sedikit 4 ulir yang menonjol pada permukaan, tanpa
menimbulkan kerusakan pada ulir baut tersebut.
8. Baut harus dilengkapi dengan 2 ring, masing-masing 1 buah pada kedua
sisinya.
9. Untuk menjamin pengencangan baut yang dikehendaki, maka baut-baut
yang sudah dikencangkan harus diberi tanda dengan cat, guna
menghindari adanya baut yang tidak dapat dikencangkan.
10. Bila dipandang perlu oleh MK, Kontraktor wajib melaksanakan
pemasangan percobaan dari sebagian atau seluruh pekerjaan konstruksi.
Komponen yang tidak cocok atau yang tidak sesuai dengan gambar dan
spesifikasi dapat ditolak oleh MK dan pemasangan percobaan tidak boleh
dibongkar tanpa persetujuan MK.

D. PEMASANGAN ATAP
1. Penutup atap yang dipakai adalah galvalume 0,30 mm, dengan bubungan
dari galvalume.
2. Untuk seluruh bangunan harus menggunakan penutup atap dari satu
produk. Sebelum penutup atap dipesan, terlebih dulu harus mengajukan
contoh kepada Direksi untuk mendapatkan persetujuan.
3. Sebelum penutup atap dipasang, harus dicek kemiringan dan kerataan
rangka atap sehingga diperoleh bidang yang rata.
4. Pemasangan penutup atap harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
rata dan rapi, serta dijamin atap tidak bocor.
5. Bubungan penutup atap dipasang dengan rapi.
6. Pekerjaan pemasangan atap yang tidak rata, tidak rapi dan bocor, harus
diperbaiki kembali.

E. PENGECATAN
1. Semua bahan konstruksi baja harus di cat. Permukaan profil harus
dibersihkan dari semua debu, kotoran, minyak, gemuk dan sebagainya
dengan cara mencuci dengan white spirit atau solvent lain yang cocok.
Karat dan kerak harus dihilangkan dengan cara menggosok dengan wire
brush mekanik.
2. Paling lambat 2 jam setelah pembersihan ini, pengecatan dasar pertama
sudah harus dilakukan. Baja yang akan ditanam didalam beton tidak boleh
dicat.
3. Sebelum mulai pengecatan, Kontraktor harus memberitahukan
kepada pengawas untuk mendapatkan persetujuannya untuk aplikasi dari
semua bahan cat.
4. Cat dasar pertama adalah cat zinchromat primer 2 (dua) kali di Workshop
dengan menggunakan kuas (brush). Cat dasar ini setebal 2 (dua) kali 50
mikron.
5. Cat finish dilakukan 2 (dua) kali di lapangan setebal 30 mikron, setelah
semua konstruksi selesai terpasang dengan menggunakan kuas (brush).
6. Cat dasar yang rusak pada waktu perakitan harus segera dicat ulang sesuai
dengan persyaratan cat yang digunakan.

V. PEKERJAAN PAGAR KELILING

A. PONDASI BATU KALI


1. Pasir urug yang dipadatkan kemudian ditimris dan disiram air sampai
kepadatan maksimum.
2. Lantai kerja pondasi/aanstamping batu pecah ditimbris pasir sampai
dengan ketebalan yang disyaratkan.
3. Material batu kali/belah yang keras, bermutu baik dan tidak cacat dan
tidak retak. Batu kapur, batu berpenampang bulat atau berpori besar
dan terbungkus lumpur tidak diperkenankan dipakai.
4. Pasangan batu kali terpasang sedemikian rupa (sesuai gambar) yang
pada bagian celah-celahnya diisi dengan campuran adukan yang dipakai
untuk pasangan pondasi adalah 1 Pc : 5 Ps.
5. Air yang digunakan harus bersih, tawar dan bebas dari bahan kimia yang
dapat merusak pondasi, asam alkali atau bahan organik.
6. Pasir pasang harus bersih, tajam dan bebas lumpur, tanah liat, kotoran
organik dan bahan yang dapat merusak pondasi, untuk itu pasir yang
akan dipakai terlebih dahulu diayak lewat ayakan dengan diameter
lubang sebesar 10 mm.
7. Sebelum penggalian pondasi dilakukan, terlebih dahulu menetapkan lay
out, titik as pondasi tersebut dan ditentukan dengan teliti sesuai gambar
dan disetujui Direksi.
8. Pemeriksaan tiap galian pondasi dilaksanakan terhadap betulnya
penempatan kedalaman, besaran, lebar, letak dan kondisi dasar galian.
Sebelum pemasangan pondasi dimulai izin dari Direksi mengenai hal
tersebut harus didapat secara tertulis.
9. Pemotong harus memperhatikan adanya stek tulangan kolom, stek
tulangan ke sloof dan sparing pipa plumbing yang menembus pondasi.
10. Bila ada cut and fill, pemborong harus memperhatikan kedalaman
pondasi terhadap tanah dasar/keras.

B. BETON SLOOF & KOLOM


1. Persiapan
a) Sebelum dilakukan pengecoran, terlebih dahulu menyiapkan baja
tulangan danacuan (begisting).
b) Jumlah tulangan pokok tiap susunan sesuai gambar rencana yang
diikat dengan kawat terhadap tulangan geser sedemikian
sehingga merupakan suatu bagian yang menyatu dan kuat.
c) Ukuran-ukuran Beton Struktur, Kolom Struktur, Sloof, kolom praktis
di sesuaikan dengan Gambar dan diameter tulangan sesuai dengan
sketmat.
d) Tulangan-tulangan yang sudah disusun ditempatkan pada lokasi
yang akan dicor dan dibuatkan acuan (begisting) dari papan.
e) Acuan harus rapi sesuai bentuk yang diinginkan atau menurut
petunjuk Direksi dan pada bagian tertentu dipaku atau diikat dengan
kawat, agar posisi acuan tidak berubah selama pengecoran.
f) Posisi acuan harus tegak lurus, jarak antara tulangan dengan sisi
dalam acuan memenuhi persyaratan teknis.
2. Pengecoran
a) Untuk beton struktur Campuran dan Bentuk Ukuran bak takaran
ditentukan berdasarkan hasil penelitian LAB (Job Mix Formula)
dengan acuan karakteristik beton mencapai karakteristik K.225.
b) Untuk lantai rabat beton dan lantai kerja dalam pekerjaan ini
digunaakan campuran 1 Pc : 3 Psr : 5 Krl dengan mutu beton K125
c) Material harus dibersihkan dari benda - benda yang mengganggu
atau merusak campuran beton.
d) Kerikil atau batu pecah disiram sebelum dimasukkan dalam adukan.
e) Semua tulangan harus dipasang pada posisi yang tepat hingga tidak
dapat berubah dan bergeser pada waktu adukan digetarkan.
Penyetelan tulangan harus di perhitungkan dengan tebal selimut
beton minimal 2 cm.
f) Pengecoran dilaksanakan apabila pemasangan besi, perancah
dan penyediaan bahan telah diperiksa serta mendapat persetujuan
Direksi.
g) Sebelum pengecoran, didalam acuan harus bersih dari kotoran dan
disiram air secukupnya.
h) Baik didalam beton maupun pada acuan harus dihindari terjadinya
kantong- kantong gelembung, maka adukan beton setelah dituang
dalam acuan harus digetarkan dengan alat penggetar sehingga beton
menjadi padat, dan tidak mudah keropos.
i) Sebelum diadakan pengecoran lanjutan, pada penghentian
penundaan pengecoran, maka diatas permukaan yang akan
dilakukan pengecoran tersebut harus diberi cairan semen.
j) Pengecoran tidak dibolehkan selama turun hujan.
k) Pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketentuan ini harus dibongkar
dan diperbaiki atas biaya pemborong.

C. DINDING BATA
1. Tebal tembok ½ bata adalah 13 - 15 cm termasuk plesteran, dan tebal
tembok 1 bata adalah 20 - 23 cm.
2. Sebelum dipasang bata harus dibasahi/direndam dengan air hingga
jenuh.
3. Tinggi tembok sesuai dengan gambar rencana yang dipasang dari atas
pasangan batu kali sampai atas Ringbalk.
4. Pekerjaan pasangan dinding bata harus terkontrol, waterpass baik arah
vertikal
5. maupun horizontal.
6. Tembok harus dibuat tegak lurus, siku, rata serta tidak boleh terdapat
retak-retak dengan maksimum pecah 5 mm, jika terdapat tembok yang
tidak lurus, berombak dan retak-retak harus dibongkar dan diperbaiki
atas biaya pemborong.
7. Lebar siar rata-rata 1 cm atau antara 0,6 - 1,4 cm pada pasangan biasa
dan 2 cm pada pelengkung.
8. Bata dalam satu bidang harus mempunyai ukuran yang seragam dan
tidak diperbolehkan memakai bata bekas.
9. Pemasangan tembok hanya diperbolehkan setinggi 100 cm untuk setiap
harinya.
10. Dimana diperlukan pasangan pipa atau alat lain yang ditanam dalam
dinding tembok, maka harus dibuat pahatan secukupnya pada pasangan
bata (sebelum diplester).
11. Pahatan tersebut setelah dipasang pipa/alat lain harus ditutup dengan
adukan plesteran yang dilaksanakan secara sempurna, bersama-sama
dengan plesteran tembok.
12. Posisi nat (spesi) tegak antara lapisan bata tidak boleh sejajar.
13. Pekerjaan yang diberhentikan, susunan ujung bata harus dibuat
sedemikian untuk mempermudah penyambungan dalam melanjutkan
pekerjaan.
14. Bata dan pasangan tembok lanjutan harus disiram sampai kondisi jenuh
air.
15. Untuk pasangan bata pada saluran menggunakan pasangan ½ bata dan
sesuai petunjuk9 Direksi dan gambar rencana.

D. PLESTERAN
1. Plesteran dilaksanakan setelah pasangan tembok.
2. Bidang yang akan diplester terlebih dahulu disiram air secukupnya.
3. Hasil plesteran harus merupakan bidang yang rata, dengan tebal
maksimal
4. 2 cm atau sesuai petunjuk Direksi.
5. Bagian luar plesteran dilapisi acian semen termasuk pada pinggir
tembok (benangan) dipakai acian semen.
6. Benangan-benangan harus lurus dan rapi membentuk sudut dan tidak
mudah pecah.
7. Benangan-benangan harus lurus dan rapi membentuk sudut dan tidak
mudah pecah.

E. PENGECATAN
1. Pengecatan dilaksanakan pada semua dinding yang tampak, permukaan
beton dan plafond yang tidak dilindungi bahan lain.
2. Pengecatan dinding harus dalam keadaan kering udara minimal
berjarak tujuh hari sejak pekerjaan plesteran selesai, kecuali dengan
perlakuan khusus/lain yang sepengetahuan/seizin direksi, maka dapat
dilaksanakan kurang dari waktu tersebut di atas.
3. Cat yang digunakan adalah cat kualitas baik. Semua contoh cat terlebih
dahulu harus mendapat persetujuan direksi.
4. Semua dinding untuk dicat harus diplamir atau didempul dari cat
tembok, dihaluskan dengan amplas hingga licin dan rata. Pekerjaan cat
dapat dilaksanakan setelah dapat izin dari direksi
5. Pengecatan dilakukan minimal 3 kali dengan kuas atau roller
6. Semua pekerjaan cat yang tidak rata, belang, pecah-pecah serta
masih tipis harus diulang-ulang dan diperbaiki atas biaya pemborong

Anda mungkin juga menyukai