Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mempelajari proses pelarutan padatan dalam cairan dengan mekanisme konveksi paksa.
2. Menentukan harga koefisien perpindahan massa padatan ke cairan.
3. Mempelajari pengaruh kecepatan pengadukan terhadap koefisien perpindahan massa pada proses pelarutan padatan.

B. PRINSIP PERCOBAAN
Melarutkan permen duplex ke dalam air pada bejana berpengaduk di mana terjadi perpindahan massa padatan dari fasa
padat ke fasa cair.

C. DASAR TEORI
Tiga jenis utama fenomena perpindahan adalah perpindahan energi (panas), perpindahan massa, dan perpindahan
momentum (dinamika fluida). Perpindahan momentum adalah semua kejadian yang menyangkut aliran atau gerakan fluida,
sedimentasi, pencampuran dan filtrasi. Perpindahan energi (panas) terjadi karena adanya perbedaan suhu yang bergerak dari suhu
yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Jenis perpindahan panas ada konveksi, konduksi dan radiasi. Contoh aplikasi
perpindahan energi (panas) adalah pada heat exchanger, dan pengeringan (drying). Perpindahan massa terjadi karena komponen
campuran berpindah ke fase yang sama atau ke fase lain yang diakibatkan karena dua titik yang berada diantara konsentrasi
gradient. Perpindahan massa muncul pada beberapa proses, yaitu absorpsi, evaporasi, adsorpsi, presipitasi, pengeringan dan
distilasi.
Ada dua jenis perpindahan massa, yaitu difusi molekular dan konveksi. Difusi molekular dapat didefinisikan sebagai
transfer atau perpindahan dari molekul individual secara acak di dalam fluida diam ataupun di dalam fluida yang mengalir secara
laminar. Gerakan molekul ini disebabkan karena adanya gradien atau
perbedaan konsentrasi. Dalam banyak kasus, laju perpindahan massa
dari difusi sangatlah lambat. Difusi molekuler dalam padatan sangat
lambat terjadi karena molekul padatan yang tersusun rapat sehingga
tidak ada pergerakan di dalamnya. Pada proses pelarutan molekul
padatan dalam cairan, proses perpindahan massa terjadi di dalam film.
Ada dua film yang terbentuk, yaitu film padatan dan film cairan. Profil
perpindahan massa secara difusi molekuler padatan dalam cairan dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 1.1 Profil Perpindahan Massa Difusi Molekuler
Dari gambar diatas dapat dilihat difusi molekuler sangatlah lambat. Padahal, kecepatan perpindahan massa sangatlah
berkaitan dengan efisiensi waktu selama proses. Untuk mencapai efisiensi proses, maka kecepatan dari fluida ditingkatkan hingga
transfer massa secara turbulen terjadi dengan cara menambahkan gaya luar kepada sistem fluida. Akibat adanya penambahan gaya
luar, perpindahan massa terjadi lebih cepat oleh karena molekul yang bergerak dipercepat dengan olakan turbulen fluida. Proses
perpindahan dengan bantuan gaya paksa dari luar ini disebut dengan konveksi paksa. Gaya luar bisa ditimbulkan dari pengadukan,
pompa, agitator, dll.
Konveksi merupakan proses perpindahan molekul melalui zat penghantar yang dikarenakan adanya perbedaan
konsentrasi antara fluida dan padatan. Perpindahan massa konveksi dapat dibedakan menjadi :
1. Konveksi bebas (alamiah), dimana dalam perpindahan massanya tidak ada usaha dari luar sehingga pergerakan molekul yang
terjadi merupakan akibat dari adanya perbedaan konsentrasi.
2. Konveksi paksa, dimana dalam proses perpindahan
massanya disertai dengan adanya usaha yang dilakukan
dari luar. Pada proses konveksi paksa, distribusi
konsentrasi larutan dapat mencapai keseragaman karena
molekulnya berpindah dari fase padat ke fase cair dengan
cepat. Hal ini disebabkan karena adanya gaya dari luar,
seperti pengadukan, yang membantu menyeragamkan
konsentrasi padatan terlarut. Dengan adanya gaya luar,
maka lapisan film cairan menjadi sangat tipis. Berikut
adalah profil perpindahan massa dengan konveksi paksa:

Gambar 1.2 Profil Perpindahan Massa Konveksi Paksa


Proses perpindahan massa dari fase padat ke fase cair berlangsung melalui 3 lapisan, yaitu film padatan, interfase, dan
film cairan. Pada film padatan, perpindahan massa terjadi secara difusi molekuler, sedangkan pada film cair dapat terjadi secara
difusi molekuler, maupun konveksi paksa.
I-1
Di dalam percobaan ini yang terjadi adalah perpindahan massa dari permen duplex ke air. Dan proses ini terjadi secara
konveksi paksa. Proses yang terjadi disini mirip dengan perpindahan panas secara konveksi. Digunakan persamaan:
 Pada perpindahan panas secara konveksi
𝑞 = ℎ 𝐴𝑠 ( 𝑇𝑠 − 𝑇∞ )
Dimana :
(1)
q = Laju perpindahan kalor (W), merupakan besarnya perpindahan panas yang dialami oleh suatu objek
h = Koefisien perpindahan panas (W/m2K), merupakan koefisien konveksi aliran yang besarnya tergantung dari geometri
permukaan, cara pergerakan fluida dan, sifat termodinamika serta transport dari fluida
Ts = Temperatur permukaan objek (K)
T∞ = Temperatur lingkungan/fluida (K)
As = Luas permukaan objek (m2), merupakan luas permukaan yang dikenai perpindahan panas
 Pada perpindahan massa secara konveksi
𝑚 = 𝑘𝐿𝑠 . 𝐴 . (𝐶𝑠𝑎𝑡 − 𝐶𝐿 )
Dimana :
(2)
m = Massa padatan (gram)
kLs = Koefisien perpindahan massa konveksi (m/s)
A = Luas permukaan objek (m2)
Csat = Konsentrasi larutan (kg/L)
CL = Konsentrasi padatan pada permukaan (kg/m3)
Untuk sistem batch, neraca massa unsteady-state proses pelarutan padatan adalah:
1. Sistem padatan
dM
 m  k Ls . A.(C SAT  C L ) (3)
dt
2. Sistem cairan
dC L
VL  m  k Ls . A.(C SAT  C L ) (4)
dt
Persamaan-persmaan model ini harus diselesaikan secara simultan. Prosedur penyelesaian dapat disederhanakan jika jumlah total
padatan yang terdistribusi antara fase padat dan fase cair konstan seperti harga awalnya.
-m = m
dM dC L
 = VL
dt dt
M CL

  dM  V  dC
M0
L
C Lo
L

M0 CL
M]  VL .C L ]
M CL 0

M 0  M  VL C L  VL C Lo

M o  VL .C Lo  M  VL .C L
(5)
Persamaan (5) dapat dikombinasikan dengan persamaan (3) dan kemudian dapat diselesaikan untuk menghasilkan prediksi model.
Jika partikel padat dilarutkan, maka bentuk dan ukurannya akan berubah sehingga luas interfacial perpindahan massa juga akan
berubah. Perubahan luas interfacial ini harus diperhitungkan sebelum persamaan model dapat diselesaikan. Beberapa pengaruh
dari perubahan ukuran partikel pada koefisien perpindahan massa di interface akan diabaikan dalam analisa ini.
Partikel-partikel yang dipelajari dalam percobaan ini dipilih partikel yang bentuknya tidak berubah setelah dilarutkan.
Partikel padat pada saat awal memiliki ukuran yang seragam dan diasumsikan tiap-tiap partikel akan larut dengan laju yang sama.
Dengan asumsi ini maka massa padatan sejumlah n yang tersisa setiap saat adalah:
M  V . s .n
Padatan berbentuk silinder pipih

Gambar 1.3 Dimensi permen

H = (T/D) atau T = H D
I-2
 1 
A   .D.T  2. . .D 2  n 1 
 4  M   S . . .D 2 .T n
4 
 1 
A   .D.H .D  . .D 2  n 1 
 2  M   S . . .D 2 .H .D n
4 
 1
A   .D 2 .n. H   1
 2 M  . .D 3 .H . S .n
4
M   S .V .n 1
 4M  3
D   
  . H .  S .n 
Neraca massa sistem batch pada proses pelarutan
dM
Sistem : permen  k Ls . A.(C SAT  C L )
dt
Karena CL<<CSAT, maka CL dapat diabaikan, sehingga persamaan neraca massanya menjadi :
𝑑𝑀
= −𝑘𝐿𝑆 . (𝜋 . 𝐷2 . 𝑛(𝐻 + 0.5)). 𝐶𝑆𝐴𝑇
𝑑𝑡
2
𝑑𝑀 4𝑀 3
= −𝑘𝐿𝑆 . (𝜋. ( ) . 𝑛. (𝐻 + 0.5)) . 𝐶𝑆𝐴𝑇
𝑑𝑡 𝜋. 𝐻. 𝜌𝑠 . 𝑛
1
𝑑𝑀 𝜋. 16. 𝑀2 3
= −𝑘𝐿𝑆 . (( 2 2 2 ) . 𝑛. (𝐻 + 0.5)) . 𝐶𝑆𝐴𝑇
𝑑𝑡 𝐻 .𝜌 .𝑛

1
𝑀 𝑡
𝑑𝑀 𝜋 .16. 𝑛 3
∫ 2 = − 𝑘𝐿𝑆 . (( 2 ) . (𝐻 + 0.5)) . 𝐶𝑆𝐴𝑇 . ∫ 𝑑𝑡
𝑀𝑜 𝑀 3 𝐻 . 𝜌𝑠 2 0

1
1 1 1 𝜋 .16.𝑛 3
𝑀 − 𝑀𝑜
3 3 −𝑘𝐿𝑆 . . ( ) . (𝐻 + 0.5). 𝐶𝑆𝐴𝑇 . 𝑡
3 𝐻 2 .𝜌𝑠 2
1 = 1
𝑀𝑜3 𝑀𝑜3
1 1
𝑀 3 𝑘𝐿𝑆 𝜋 .16. 𝑛 3
( ) =1− .( 2 2 ) . (𝐻 + 0.5). 𝐶𝑆𝐴𝑇 . 𝑡
𝑀𝑜 3 𝐻 . 𝜌𝑠 . 𝑀𝑜
1
𝑀 3
( ) = 1 − 𝐾. 𝑘𝐿𝑆 . 𝑡
𝑀𝑜
1
1 16. 𝜋. 𝑛 3 1
𝐾 = .⌈ 2 2 ⌉ . [𝐻 + ] . 𝐶𝑆𝐴𝑇
3 𝐻 . 𝜌𝑠 . 𝑀𝑜 2
1
 M 3
Dari persamaan diatas, maka dibuat plot t vs   sehingga diperoleh slope. Untuk menentukan harga kLS, maka slope dibagi
 Mo 
dengan konstanta K.
Secara umum hubungan antara bilangan-bilangan tak berdimensi dalam perpindahan massa dinyatakan dengan
persamaan :
Nsh = a . Nreb Nscc
Dimana Reynold Number adalah suatu bilangan yang menyatakan derajat turbulenitas :
L2 n
N re =


Schmidt Number secara matematis adalah rasio dari komponen shear untuk difusivitas dan koefisien perpindahan masaa DAB.

Sedangkan secara fisis Nsc diartikan sebagai hubungan ketebalan relatif dari layer hidrodinamik dan batas layer perpindahan panas

N sc =
D AB
I-3
Sherwood Number adalah bilangan tidak berdimensi
L L k' x L
N sh  k ' c  k c y BM 
D AB D AB c D AB
Dari rumus-rumus diatas maka didapatkan hubungan
L L.rpm.  x  c
k ls xbm  a. ( ) .( )
D AB  D AB
1c
kls  a.xbm1 .Lx1 . xc . c x .DAB .rpm x
Karena dalam percobaan ini panjang paddle dan jenis pelarut tidak divariasi dan hanya kecepatan pengadukan yang divariasi,
maka harga a, L, xbm, ρ, μ, dan DAB dapat dianggap sebagai slope garis persamaan (C). Maka persamaannya menjadi:
kLS = C . Rpmx
Log kLS = log C.Rpmx
Log kLS = logC + log Rpmx
Log kLS = log C+ x.log Rpm
Dari persamaan diatas, digunakan hubungan kls dan Rpm dengan log kls sebagai sumbu y, log Rpm sebagai sumbu x, x sebagai
slope, dan log C sebagai intercept.
Sifat fisik fluida yang pengaruh ke perpindahan massa konveksi:
1. Viskositas fluida
Viskos berarti kekentalan dari suatu larutan. Pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik dengan tekanan
maupun tegangan. Semakin rendah viskositas suatu fluida, semakin besar juga pergerakan dari fluida tersebut.
Viskositas menjelaskan ketahanan internal fluida mengalir.
2. Densitas fluida
Ukuran kepadatan (densitas) benda homogen disebut massa jenis, yaitu massa per satuan volume. Jadi massa jenis
adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula
massa setiap volumenya.
3. Diameter dari partikel
Mempengaruhi luas area yang berkontak, semakin besar suatu partikel maka akan semakin lama akan suatu
senyawa yang akan berdiffusi pada larutan. Berdasarkan densitas dan viskositas dan diameter molekul dapat menentukan
apakah cairan tersebut dalam aliran laminer, turbulen yang dinyatakan dalam bilangan Reynold
4. Jenis larutan dapat mempengaruhi nilai diffusitvitas dari suatu bahan. Diffusitas suatu bahan akan berbeda-beda. Selain
itu nilai diffusivitas ditentukan dari kondisi temperature, viskositas dan molar volume dari suatu larutan pada kondisi
Untuk pengadukan pada liquid, prosesnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Sifat fisis cairan / liquid d. Jenis dan ukuran pengaduk
b. Bentuk dan ukuran tangki pengaduk e. Waktu pencampuran dan laju perputaran pengaduk
c. Ada tidaknya baffle f. Kedudukan / posisi pengaduk pada tangki
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengaturan kecepatan, baffle, jarak dan jenis cairan yang dipakai. Pengaduk yang
dipakai umumnya adalah paddle, propeller, dan turbine pada agitasi cairan. Propeller digunakan untuk cairan dengan viskositas
rendah dan dengan kecepatan tinggi (400 – 1500 rpm), paddle digunakan untuk cairan dengan viskositas yang lebih tinggi dan
pada kecepatan rendah (20 – 200 rpm) sedangkan turbine digunakan untuk cairan dengan range viskositas yang besar dan helical
ribbon untuk viskositas sangat tinggi dengan kecepatan pengadukan yang rendah. Berikut adalah gambar beberapa jenis impeller:

Gambar 1.4 Jenis-jenis impeller: (a) Turbine (b) Propeller (c) Paddle (d) Helical Ribbon

D. HIPOTESA
1. Semakin besar kecepatan pengadukan, maka semakin besar koefisien perpindahan massa kLs
2. Semakin besar luas permukaan suatu bahan maka akan semakin besar koefisien perpindahan massa kLs.

I-4

Anda mungkin juga menyukai