Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lapisan kulit atau kerak bumi tersusun dari berbagai macam material
padat yang tersusun dari satu atau lebih mineral atau yang biasa disebut
dengan batuan. Batuan dapat dibedakan berdasarkan kejadiannnya (genesa),
tekstur, dan komposisi mineralnya. Berdasarkan genesa mineral atau
lingkungan dimana suatu mineral terbentuk, batuan dapat dibagi menjadi tiga
macam yaitu lingkungan magmatik, lingkungan sedimen, dan lingkungan
metamorfik.
Dalam dunia pertambangan, pengetahuan mengenai lingkungan dimana
suatu mineral terbentuk sangat dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan
kegiatan pertambangan terutama dalam kegiatan eksplorasi. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dibahas mengenai salah satu lingkungan yaitu
lingkungan metamorfik.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini akan dibahas mengenai:
1. Pengertian lingkungan metamorfik
2. Proses metamorfisme dan jenis metamorfisme
3. Pengertian dan contoh batuan metamorf
4. Tekstur dan struktur batuan metamorf

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui tentang lingkungan metamorfik
2. Memahami proses dan jenis metamorfisme
3. Mengetahui tentang batuan metamorf
4. Memahami struktur dan tekstur batuan metamorf

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lingkungan Metamorfik

Lingkungan metamorfik merupakan lingkungan yang berada jauh di bawah


permukaan bumi dengan suhu dan tekanan ekstrem yang menyebabkan re-
kristalisasi pada material batuan, namun tetap terjadi pada fase padat. Faktor lain
yang sangat penting dalam metamorfisme adalah aksi dari cairan kemikalia aktif,
karena cairan tersebut dapat merangsang terjadinya reaksi melalui larutan dan
pengendapan kembali.

2.2 Metamorfisme

Proses metamorfisme merupakan proses pembentukan batuan yang


berbeda dengan batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral karena
kenaikan tekanan atau temperatur yang akan mengubah mineral bila batas
kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan antar butiran/kristalnya. Proses
metamorfisme tidak mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena itu
disamping faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini jika
tergantung pada jenis batuan asalnya.
Agen atau media menyebabkan terjadinya proses metamorfisme adalah
panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Sedangkan perubahan yang terjadi pada
batuan meliputi tekstur dan komposisi mineral.
Metamorfisme menyebabkan perubahan secara tekstural, mineralogy atau
keduanya yang terjadi diantara dua kondisi. Pertama adalah kondisi diagenesis-
weathering (pada batas bagian bawah), dan kedua pada kondisi melting (pada
batas bagian atas). Pada perubahan tekstur dapat terjadi tanpa disertai dengan
perubahan komposisi mineral, yaitu tejadi kataklastis dan rekristalisasi.
Kataklastis adalah proses penghancuran butiran batuan, biasanya pada
zona sesar. Sedangkan rekristalisasi adalah proses pengorganisasian kembali pola

2
Kristal (chrystal lattice) dan hubungan antar butiran melalui perpindahan ion dan
deformasi pola tanpa disertai penghancuran.
Proses metamorfisme terjadi apabila kondisi lingkungan batuan
mengalami perubahan yang tidak sama dengan kondisi pada waktu batuan
terbentuk, sehingga batuan menjadi tidak stabil. Untuk mendapatkan
kestabilannya kembali pada kondisi yang baru maka batuan mengalami
perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada kondisi tekanan dan temperatur
tekanan dan temperatur yang beberapa kilometer di bawah permukaan bumi. Jadi,
dapat disimpulkan syarat – syarat terjadinya metamorfisme adalah adanya batuan
asal ( protolith ), adanya peningakatan suhu, adanya peningkatan tekanan
(stresses), adanya penambahan dan pengurangan fluida, adanya faktor waktu
(jutaan tahun).

2.3 Tipe Metamorfisme

Terdapat 2 tipe metamorfisme, yaitu metamorfisme lokal, dan


regional. Metamorfisme lokal adalah tipe metamorfisme adalah tipe yang
berkembang di sekitar tubuh batuan plutonik. Pada tipe ini, temperatur
metamorfisme ditentukan oleh jauh dekatnya dengan intrusi magma. Batuan khas
dari metamorfisme ini adalah batu tanduk (hornfels). Batu ini mempunyai butir
yang halus, dan terkadang mengandung mineral yang mempunyai kristal yang
besar. Berdasarkan komposisi mineralnya, batu tanduk terbagi menjadi batu
tanduk biotit, piroksen, dan silikat gamping.
Metamorfisme regional adalah jenis metamorfisme yang berkembang pada
suatu daerah yang sangat luas, sekitar 1.500 km persegi. Batuan khas dari
metamorfisme ini adalah Gneiss, yang merupakan batuan yang berfoliasi kasar,
yang berupa suaru lapisan yang kontras dengan tebal 1-10mm, dan biasanya
berseling di antara mineral terang dan gelap. Sedangkan Sekis adalah batuan
foliasi halus dengan laminasi yang berkembang baik, sehingga, jika batuan itu
pecah, maka akan terpecah pada bidang laminasi tersebut.

3
a. Metamorfisme Lokal
Jenis ini penyebaran metamorfosanya sangat terbatas hanya beberapa
kilometer saja. Termasuk dalam tipe metamorfosa ini adalah:

1) Metamorfisme Kontak/Thermal

Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan
beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan
material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa.
Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya
berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta
penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir
halus.
2) Metamorfisme Kataklastik

4
Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan tekanan. Tekanan yang
berpengaruh disini ada dua macam, yaitu: hidrostatis, yang mencakup ke segala
arah; dan stress, yang mencakup satu arah saja. Makin dalam ke arah kerak bumi
pengaruh tekanan hidrostatika semakin besar. Metamorfosa semacam ini biasanya
didapatkan di daerah sesar/patahan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi
dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, ataumilonit.
3) Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Merupakan jenis khusus metamorfisme kontak yang menunjukkan efek hasil
temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik
atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.
4) Metamorfisme Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar
butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan
komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining
pressure.
5) Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran
waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya
mineral coesite danstishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan panas bumi
(geothermal).
6) Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral
metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada
temperature yang lebih rendah.

b. Metamorfisme Regional
Metamorfisme regional atau dinamothermal merupakan metamorfisme
yang terjadi pada daerah yang sangat luas, dapat mencapai beberapa ribu
kilometer. Metamorfisme regional terbagi menjadi:

5
1) Metamorfisme Regional Dinamotermal

Sering dikaitkan dengan jalur orogenesa. Kenyataan menunjukkan bahwa pada


jalur tersebut dijumpai penyebaran batuan metamorf yang luas yang disebabkan
oleh beberapa kali proses orogenesa. Artinya bahwa beberapa diantaranya telah
terbentuk oleh satu kali atau lebih metamorfisme sebelumnya. Berbeda dengan
metamorfisme kontak, metamorfisme regional dinamotermal berlangsung
berkaitan dengan gerak-gerak penekanan ("penetrative movement"). Hal ini
dibuktikan dengan struktur sekistositas. Jika metamorfisme termal terjadi pada
tekanan rendah antara 100 sampai 1000 bar atau mencapai 3000 bar ( terjadi pada
kedalaman 11 - 12 -km ), maka metamorfisme regional dinamotermal terjadi
dalam pengaruh tekanan antara, paling tidak 2000 sampai 10.000 bar. Hal ini akan
memperlihatkan perbeqAan fabrik batuan pada kedua metamorfisme tersebut.
Suhu yang berpengaruh pada keduanya umumnya sama dimulai diatas 150° C
sampai maksimum sekitar 800° C.

2) Metamorfisme Beban

6
Tidak berkaitan dengan orogenesa atau intrusi magma. Suatu sedimen
pada cekungan yang dalam akan terbebani oleh material di atasnya. Suhunya,
bahkan sampai pada kedalaman yang besar, lebih rendah dibandingkan pada
metamorfisme dinamotermal, berkisar antara 400° - 45o°C. Gerak - gerak
penetrasi yang menghasilkan sekistositas hanya aktif secara setempat, jika tidak
biasanya tidak hadir. Oleh karena itu fabrik batuan asal tetap tampak sedangkan
yang berubah adalah komposisi mineraloginya. Perubahan metamorfismenya
tidak teramati secara megaskopis tetapi hanya terlihat pada pengamatan sayatan
tipisnya di bawah mikroskop. Metamorfisme beban memperlihatkan batuan-
batuannya mengandung Seolit CaA1 laumontit dan lawsonit disatu pihak dan
mengandung glaukopan dan jadeit dipihak lain. Keduanya terbentuk pada kondisi
suhu yang dianggap sama, perbedaan itu lebih cenderung diakibatkan oleh adanya
tekanan yang tinggi sampai sangat tinggi.

3) Metamorfisme Lantai Samudera

Batuan Penyusunnya merupakan Material baru yang dimulai


pembentukannya di punggungan tengah samudera. Perubahan Mineralogi dikenal
juga metamorfsime hidrothermal. Dalam hal ini larutan Panas/gas memanasi
retakan-retakan batuan dan menyebabkan perubahan mineralogi batuan
sekitarnya. Metamorfisme semacam ini melibatkan adanya penambahan unsur
dalam batuan yang dibawa oleh larutan panas dan lebih dikenal dengan
metasomatisme.

7
2.4 Mekanisme Metamorfisme

Perubahan dalam batuan yang meliputi metamorfisme diawali dengan


digenesis (konversi dari sedimen lepas menjadi batuan), melalui perubahan
metamorfisme mineral dan tektur, dan diakhiri dengan pelelehan batuan. Terdapat
dua mekanisme metamorfisme utama, yaitu panas dan tekanan.

a. Panas
Terdapat dua sumber panas. Satu berasal dari gradien geothermal
(peningkatan suhu yang terjadi dengan peningkatan kedalaman di bumi).
Rata-rata Gradien geothermal sekitar 1 derajat Celsius untuk setiap 30
meter kedalaman, meskipun di bawah kondisi lokal hal tersebut akan
ervariasi dari nilai ini.
Sumber panas kedua berasal dari tubuh magma intrusif, seperti
Batolit. Ketika batuan ini mendingin, batuan ini melepaskan panas ke
batuan sekitarnya, menyebabkan metamorfisme.
Pada bagian akhir metamorfime terjadi pelelehan. Suhu pelelehan
untuk batuan berkisar dari terendah 700-800 derajat Celsius sampai
tertinggi 1.000 derajat Celsius. Suhu pelelehan dikendalikan oleh sejumlah
hal. Contohnya komposisi batuan induk. Contohnya Granit vs batuan
induk Basal, keduanya sedang bermetamorfosis. Karena basal
mengkristalisasi pada suhu tertinggi dibandingkan granit maka dibutuhkan
suhu lebih untuk melelehkan basal.
Tetapi, faktor-faktor lainnya sama penting dalam menentukan suhu
lebur. Tekanan: semakin tinggi tekanan, semakin dalam batuan tersebut,
semakin banyak suhu yang dibutuhkan untuk melelehkannya. Sebaliknya,
batuan panas yang sangat dalam terbawa ke permukaan akan dengan cepat
meleleh karena penurunan tekanan. Hal ini sangat mirip dengan apa yang
terjadi di kompor tekanan. Pertambahan tekanan di dalam kompor
menyebabkan air mendidih pada suhu tertinggi, yang kemudian masakan
akan matang dengan cepat, tetapi apabila tekanan dilepaskan tiba-tiba
maka air akan berubah menjadi uap.

8
Cairan juga penting dalam pelelehan. Semakin banyak cairan
dalam batuan maka semakin mudah batuan tersebut untuk meleleh. Cairan
memungkinkan bahan kimia untuk bergerak lebih cepat dan lebih mudah,
dan peningkatan gerakan membuat lebih mudah meleleh. Sebaliknya
sebuah batuan yang kering sangat sulit untuk berubah. Tanpa cairan kimia
perubahan lebih sulit dilakukan.

b. Tekanan
Terdapat dua jenis tekanan yang terlibat dalam metamorfisme yaitu
tekanan terbatas dan tekanan terarah.
 Tekanan terbatas (juga hidrostatik) sama di semua arah dan berasal
dari berat batuan yang berada di atasnya. Hal ini sejalan dengan
tekanan yang dirasakan ketika kita menyelam dalam kolam renang.
Tekanan ini akan menekan kita sama pada semua permukaannya.
 Tekanan terarah (tegangan) tidak sama di semua arah dan
berhubungan dengan proses pembangunan pegunungan ketika batuan
di peras, diremas, dan dibentangkan ketika salah satu benua menelusur
ke benua lain.
Tekanan tidak hanya berpengaruh pada tingkat dan derajat
metamorfisme, dengan batuan yang terkubur membutuhkan lebih banyak
waktu dan panas untuk menjalani proses metamorfik tertentu. Tekanan
juga menyebabkan perubahan tekstur dalam batuan (seberapa besar kristal
dan orientasinya) yang begitu khas dari batuan metamorfik.

2.5 Facies Metamorfisme

Facies metamorfisme adalah sekelompok batuan yang termetamorfosa


pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan mineral yang tetap. Konsep
ini pertama kali diperkenalkan oleh Eskola tahun 1915. Dalam hal ini, Eskola
mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf merupakan
karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat hubungan antara
kelompok mineral dengan komposisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu.
Dalam hal ini berarti tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperature

9
tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antar komposisi kimia dan
mineralogi batuan. Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan
berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau
kimia.

10
Dalam hubungannya, tekstur dan struktur batuan metamorf sangat
dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme. Dan dalam
facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor dominan, dimana
semakin tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang), struktur akan semakin
berfoliasi dan mineral-mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar.

Fasies metamorfisme juga bisa dianggap sebagai hasil dari proses isokimia
metamorfisme, yaitu proses metamorfisme yang terjadi tanpa adanya penambahan
unsur-unsur kimia yang dalam hal ini komposisi kimianya tetap. Penentuan fasies
metamorf dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan cara menentukan
mineral penyusun batuan atau dengan menggunakan reaksi metamorf yang dapat
diperoleh dari kondisi tekanan dan temperature tertentu dari batuan metamorf.

Menurut Turner (1960), fasies metamorfisme secara garis besar dapat


dibagi menjadi dua bagian yakni fasies metamorfosa kontak dan fasies
metamorfosa regional.

1. Fasies metamorfosa kontak

Turner (1960) membagi fasies dari metamorfosa kontak berdasarkan


penambahan suhu (baik tekanan air konstan maupun berkurang). Metamorfosa
kontak disini berarti pengaruh suhu sangat dominan, sedangkan tekanan tidak
begitu dominan. Dibagi menjadi 4 fasies yaitu:

a. Fasies hornfels Albit-Epidot

Fasies ini biasanya berkembang di bagian paling luar dari suatu kontak
sehingga proses rekristalisasi dan reaksi metamorfosa seringkali tidak
sempurna. Pencirinya adalah adanya struktur relict / sisa yang tidak stabil.
Fasies ini terbentuk pada tekanan dan suhu yang relatif rendah. Penamaan
fasies ini didasarkan pada dua kandungan mineral utamanya yakni albit
(plagioklas) dan epidot (garnet). Hornfels sendiri adalah nama salah satu
batuan metamorf yang khas terbentuk pada zona metamorfisme kontak,
dimana batuan asal biasanya berbutir halus.

11
b. Fasies hornfels hornblende

Fasies ini mempunyai ciri khusus yaitu tidak ditemukan klorit dan
muncul untuk pertama kalinya mineral diopsid, andradite, kordierit,
hornblende, antofilit, gedrit, dan cumingtonit. Fasies ini terbentuk pada
tekanan yang rendah, tetapi dengan suhu yang sedikit lebih tinggi daripada
fasies hornfels albit-epidot. Walaupun penamaannya menggunakan
hornblende, namun kemunculan mineral tidak hanya dibatasi oleh mineral itu
saja.

c. Fasies hornfels piroksen

Fasies ini oleh Winkler (1967) disebut fasies Hornfels K.Feldspar –


Kordierit, karena kedua mineral tersebut muncul pertama kalinya di fasies ini.
Fasies ini terbentuk pada suhu yang tinggi dan tekanan yang rendah. Mineral
pencirinya adalah orthopiroksen.

d. Fasies sanadinit

Fasies sanadinit adalah salah satu fasies langka karena kondisi


pembentukannya memerlukan suhu yang sangat tinggi, tetapi tekanannya
rendah. Oleh karenanya, kondisi ini hanya bisa dicapai di sekitar daerah
metamorfosa kontak tetapi dengan syarat suhu tertentu. Karena jika suhu
terlalu tinggi, maka batuan bisa melebur.

2. Fasies metamorfosa regional

Fasies ini meliputi daerah yang penyebarannya sangat luas dan selalu
dalam bentuk sabuk pegunungan (orogenic).

a. Fasies Zeolit

Fasies Zeolit adalah fasies metamorf tipe regional dengan derajat


terendah, dimana jika suhu dan tekanan berkurang maka akan terjadi proses
diagenesa. Pada batas diagenesa dan metamorfisme regional, akan terjadi

12
pengaturan kembali mineral lempung, kristalisasi pada kuarsa dan K-feldspar,
terombaknya mineral temperature tinggi dan pengendapan karbonat. Bila
perubahan ini terjadi pada butiran yang kasar, maka akan memasuki
metamorfosa dengan fasies Zeolit.

b. Fasies Prehnite-pumpellyite

Fasies ini terbentuk dengan kondisi suhu dan tekanan rendah, tetapi
sedikit lebih tinggi daripada fasies Zeolit. Penamaan fasies ini berasal dari
kandungan dua mineral dominan yang muncul yakni mineral prehnite (a Ca -
Al - phyllosilicate) dan pumpellyite (a sorosilicate).

c. Fasies Greenschist (sekis hijau)

Terbentuk pada Tekanan dan temperatur yang menengah, tetapi


temperatur lebih besar daripada tekanan. Fasies ini merupakan salah satu fasies
yang penyebarannya sangat luas. Nama fasies ini sendiri diambil dari warna
mineral dominan penyusunnya yakni ada klorit dan epidot. Batuan yang
termasuk dalam fasies ini bisa batusabak, filit, sekis.

d. Fasies Blueschist (sekis biru)

Terbentuk pada tekanan dan temperatur yang menengah, tetapi


temperatur lebih kecil daripada tekanan. Fasies ini merupakan salah satu fasies
yang penyebarannya sangat luas. Nama fasies ini sendiri diambil dari warna
mineral dominan penyusunnya yakni ada glaukofan, lawsonite, jadeite, dll.
Contoh batuan asal yang bisa membentuk fasies ini ialah basal, tuf, greywacke
dan rijang.

e. Fasies amfibolit

Fasies amfibolit terbentuk pada tekanan menengah dan suhu yang


cukup tinggi. Penyebaran fasies ini tidak seluas dari fasies sekis hijau. Batuan
yang masuk dalam fasies ini adalah pelitik, batupasir-feldspatik, basal, andesit,
batuan silikat-kapur, batupasir kapuran dan serpih amfibolit.

13
f. Fasies granulit

Fasies ini terbentuk pada tekanan rendah-menengah, tetapi pada suhu


yang tinggi, Fasies ini adalah hasil dari metamorfosa derajat tinggi,
metamorfosa yang paling bawah dari kelompok gneissic.

g. Fasies eklogit

Fasies metamorf yang paling tinggi, terbentuk pada tekanan yang


sangat tinggi dan suhu yang besar jauh di dalam bumi. Batuan ini biasanya
sangat keras karena terbentuk pada kedalaman yang besar di dalam bumi.

2.6 Batuan Metamorf


Metamorf (metamorphic rocks) berasal dari kata meta yang bermakna
perubahan, sedangkan kata morpho bermakna bentuk. Dengan demikian,
metamorphosis adalah proses yang mengubah bentuk mineral asal baik itu dari
batuan beku, sedimen ataupun piroklastik menjadi mineral yang stabil pada
kondisi baru.
Jadi, defenisi dari batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk
dari batuan asalnya, berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh
peningkatan suhu (T) dan tekanan (P), atau pengaruh kedua-duanya yang disebut
proses metamorfisme dan berlangsung di bawah permukaan.

2.7 Mineralogi Batuan Metamorf

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, faktor utama yang mengontrol


derajat metamorfisme adalah temperatur. Namun, batas antara temperatur setiap
derajat metamorfisme tidak dapat diketahui secara pasti.
Dalam prakteknya, derajat metamorfisme dapat diketahui dengan
mineraloginya. Yaitu dengan melihat mineral yang hilang dan muncul secara
bersamaan. Contohnya, Biotit adalah mineral yang paling umum di batuan
metamorf, namun tidak ditemukan di metamorf yang berderajat rendah, dan
digantikan dengan Muskovit dan Khlorit.

14
Dalam batuan metamorf berderajat rendah, mineral plagioklas muncul
sebagai albit, yang akan bertambah kandungan kalsiumnya seiring dengan
meningkatnya derajat metamorfisme. Mineral lain seperi kuarsa dapat ditemukan
hampir di semua derajat metamorfisme, sehingga tidak bisa dijadikan indikator
dari derajat metamorfisme.

2.8 Tekstur batuan metamorf

Tekstur batuan metamorf ditentukan dari bentuk kristal dan hubungan antar
butiran mineral.

1. Tekstur batuan metamorf foliated


a. Gneiss
Lapisan permukaannya kasar dan tidak mempunyai batas yang jelas.
Terlihat berlapis-lapis karena susunan mineralnya searah atau karena barisantar
mineral gelap dan mineral terang berurutan, terdapat pada batuan
orthometamorf.
b. Schist
Lapisan permukaannya halus, pararel dan mempunyai bidang batas
yang jelas. Biasanya ditandai dengan adanya mineral mika, kuarsa dan chlorite.
Terdapat pada batuan orthometamorf dan parametamorf.
c. Filitik
Lapisan permukaannya kasar, pararel dan jelas batasnya tetapi tidak
begitu kompak. Terdapat pada batuan metamorf.
d. Slaty
Lapisan permukaanya sangat halus, rapat dan pararel. Kristalnya sangat
halu tetapi batuannya sangat kompak.

2. Tekstur batuan metamorf Unfoliated


a. Homeoblastik, terdiri dari satu macam bentuk. Homeoblastik dibagi atas
tiga, yakni :
“Lepidoblastik”, mineral-mineral pipih dan sejajar

15
“Nematoblastik”, bentuk menjarum dan sejajar
“Granoblastik”, berbentuk butir

b. Heteroblastik, terdiri dari kombinasi tekstur homeoblastik. Heteroblastik


terbagi atas tiga, yakni : Porfiroblastik, Grano-lepidoblastik dan Grano-
nemtaoblastik.

2.9 Struktur batuan metamorf

Struktur pada batuan metamorf yang terpenting adalah “foliasi”, yaitu


hubungan tekstur yang memperlihatkan orientasi kesejajaran. Kadang-kadang
foliasi menunjukkan orientasi yang hampir sama dengan perlapisan batuan asal
(bila berasal dari batuan sedimen), akan tetapi orientasi mineral tersebut tidak ada

16
sama sekali hubungan dengan sifat perlapisan batuan sedimen. Foliasi juga
mencerminkan derajat metamorfisme.

a) Batuan Berfoliasi (Foliated Rocks)

Merupakan struktur pada batuan metamorf yang ditunjukkan dengan adanya


penjajaran mineral-mineral penyusun batuan tersebut , struktur ini meliputi :
a. Gneissic : perlapisan dari mineral-mineral yang membentuk jalur terputus-
putus, dan terdiri dari tekstur-tekstur lepidoblastik dan
granoblastik.
b. Schistosity : perlapisan mineral-mineral yang menerus dan terdiri dari
selangseling tekstur lepodoblastik dan granoblastik.
c. Phyllitic : perlapisan mineral-mineral yang menerus dan terdiri dari tekstur
lepidoblastik.
d. Slaty : merupakan perlapisan, umumnya terdiri dari mineral yang pipih
dan sangat luas.

b) Batuan Tidak Berfoliasi (Nonfoliated Rocks)

Adalah struktur yang tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral


penyususn batuan metamorf.
a. Hornfelsik
Dicirikan dengan adanya butiran-butiran yang seragam, terbentuk pada
bagian dalam daerah kontak sekitar tubuh batuan beku. Pada umumnya
merupakan rekristalisasi batuan asal, tidak ada foliasi tetapi batuan halus dan
padat.
b. Milonitik
Struktur yang berkembang karena adanya penghancuran terhadap batuan
asal yang mengalami metamorfosa dynamo, batuan berbutir halus dan
liniasinya ditunjukkan dengan adanya orientasi mineral yang berbentuk
rentikuler yang terkadang masih meyimpan lensa batuan asalnya.
c. Kataklastik

17
Sruktur ini hampir sama dengan milonitik hanya saja butirannya lebih
kasar.
d. Pilonitik
Struktur ini menyerupai milonit tetapi butirannya relative lebih kasar dan
strukturnya mendekati struktur tipe philit.
e. Flaser
Struktur ini mirip dengan kataklastik dimana struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Augen
Seperti struktur flaser, hanya saja lensa-lensanya terdiri dari butir-butir
feldspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Granulose
Struktur ini hampir sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran yang tidak sama besar.
h. Liniasi
Struktur ditandai dengan adanya kumpulan mineral yang berbentuk seperti
jarum.

2.10 Contoh Batuan Metamorf

a. Berfoliasi
Batu sabak (Slate)

Berbutir halus, bidang foliasi tidak memperlihatkan


pengelompokan mineral. Jenis mineral seringkali tidak dapat dikenal
secara megakopis, terdiri dari mineral lempung, serisit, kompak dan keras.

18
Sekis (Schist)

Batuan paling umum yang dihasilkan oleh metamorfosa regional.


Menunjukkan tekstur yang sangat khas yaitu kepingan-kepingan dari
mineral-mineral yang menyeret, dan mengandung mineral feldspar, augit,
hornblende, garnet, epidot. Sekis menunjukkan derajat metamorfosa yang
lebih tinggi dari filit, dicirikan adanya mineral-mineral lain disamping
mika.

Filit (Phyllite)

Derajat metamorfisme lebih tinggi dari Slate, dimana lembar mika


sudah cukup besar untuk dapat dilihat secara megaskopis, memberikan
belahan phyllitic, berkilap sutera pecahan-pecahannya. Juga mulai didapati
mineral-mineral lain, seperti turmalin dan garnet.

19
Gneis (Gneiss)

Merupakan hasil metamorfosa regional derajat tinggi, berbutir


kasar, mempunyai sifat “bended” (“gneissic”). Terdiri dari mineral-
mineral yang mengingatkan kepada batuan beku seperti kwarsa, feldspar
dan mineral-mineral mafic, dengan jalur-jalur yang tersendiri dari mineral-
mineral yang pipih atau merabut (menyerat) seperti chlorit, mika, granit,
hornblende, kyanit, staurolit, sillimanit.

Amfibolit
Sama dengan sekis, tetapi foliasi tidak berkembang baik,
merupakan hasil metamorfisme regional batuan basalt atau gabro,
berwarna kelabu, hijau atau hitam dan mengandung mineral epidot,
(piroksen), biotit dan garnet.

b. Tak berfoliasi
Kwarsit

Batuan ini terdiri dari kwarsa yang terbentuk dari batuan asal
batupasir kwarsa, umumnya terjadi pada metamorfisme regional.

20
Marmer/pualam (Marble)

Terdiri dari kristal-kristal kalsit yang merupakan proses


metamorfisme pada batugamping. Batuan ini padat, kompak dan masive
dapat terjadi karena metamorfosa kontak atau regional.

Grafit
Batuan yang terkena proses metamorfosa (Regional/thermal),
berasal dari batuan sedimen yang kaya akan mineral-mineral organik.
Batuan ini biasanya lebih dikenal dengan nama batu bara.

Serpentinit

Batuan metamorf yang terbentuk akibat larutan aktif (dalam tahap


akhir proses hidrotermal) dengan batuan beku ultrabasa.

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Lingkungan metamorfik merupakan lingkungan yang berada jauh di bawah


permukaan bumi dengan suhu dan tekanan ekstrem yang menyebabkan re-
kristalisasi pada material batuan, namun tetap terjadi pada fase padat.
2. Proses metamorfisme merupakan proses pembentukan batuan yang berbeda
dengan batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral karena
kenaikan tekanan atau temperatur yang akan mengubah mineral bila batas
kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan antar butiran/kristalnya.
3. Metamorfisme memiliki 2 tipe yaitu metamorfisme lokal dan regional.
4. Facies metamorfisme adalah sekelompok batuan yang termetamorfosa pada
kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan mineral yang tetap.
5. Batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan asalnya,
berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan
tekanan (P), atau pengaruh kedua-duanya yang disebut proses metamorfisme
dan berlangsung di bawah permukaan.

3.2 Saran
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu

mengharapkan kritik agar dapat mengetahui kekurangan dalam penulisan ini

22
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://www.bimbie.com/batuan-metamorfik.htm diakses tanggal 12


Oktober 2015

Bobi, Hendrik. 2012. http://geoenviron.blogspot.co.id/2012/10/fasies-


metamorf.html diakses tanggal 12 Oktober 2015

Prihatin Tri Setyobudi. 2012. https://ptbudie.wordpress.com/2012/04/11/struktur-


dan-tekstur-batuan-metamorf/ diakses tanggal 12 Oketober 2015

Wiratama, Kharis. 2013. http:// khariswiratama.blogspot.co.id/ 2013/10/


metamorfisme-lokal-dan-regional.html

23

Anda mungkin juga menyukai