PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui tentang lingkungan metamorfik
2. Memahami proses dan jenis metamorfisme
3. Mengetahui tentang batuan metamorf
4. Memahami struktur dan tekstur batuan metamorf
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Metamorfisme
2
Kristal (chrystal lattice) dan hubungan antar butiran melalui perpindahan ion dan
deformasi pola tanpa disertai penghancuran.
Proses metamorfisme terjadi apabila kondisi lingkungan batuan
mengalami perubahan yang tidak sama dengan kondisi pada waktu batuan
terbentuk, sehingga batuan menjadi tidak stabil. Untuk mendapatkan
kestabilannya kembali pada kondisi yang baru maka batuan mengalami
perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada kondisi tekanan dan temperatur
tekanan dan temperatur yang beberapa kilometer di bawah permukaan bumi. Jadi,
dapat disimpulkan syarat – syarat terjadinya metamorfisme adalah adanya batuan
asal ( protolith ), adanya peningakatan suhu, adanya peningkatan tekanan
(stresses), adanya penambahan dan pengurangan fluida, adanya faktor waktu
(jutaan tahun).
3
a. Metamorfisme Lokal
Jenis ini penyebaran metamorfosanya sangat terbatas hanya beberapa
kilometer saja. Termasuk dalam tipe metamorfosa ini adalah:
1) Metamorfisme Kontak/Thermal
Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan
beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan
material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa.
Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya
berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta
penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir
halus.
2) Metamorfisme Kataklastik
4
Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan tekanan. Tekanan yang
berpengaruh disini ada dua macam, yaitu: hidrostatis, yang mencakup ke segala
arah; dan stress, yang mencakup satu arah saja. Makin dalam ke arah kerak bumi
pengaruh tekanan hidrostatika semakin besar. Metamorfosa semacam ini biasanya
didapatkan di daerah sesar/patahan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi
dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, ataumilonit.
3) Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Merupakan jenis khusus metamorfisme kontak yang menunjukkan efek hasil
temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik
atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.
4) Metamorfisme Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar
butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan
komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining
pressure.
5) Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran
waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya
mineral coesite danstishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan panas bumi
(geothermal).
6) Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral
metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada
temperature yang lebih rendah.
b. Metamorfisme Regional
Metamorfisme regional atau dinamothermal merupakan metamorfisme
yang terjadi pada daerah yang sangat luas, dapat mencapai beberapa ribu
kilometer. Metamorfisme regional terbagi menjadi:
5
1) Metamorfisme Regional Dinamotermal
2) Metamorfisme Beban
6
Tidak berkaitan dengan orogenesa atau intrusi magma. Suatu sedimen
pada cekungan yang dalam akan terbebani oleh material di atasnya. Suhunya,
bahkan sampai pada kedalaman yang besar, lebih rendah dibandingkan pada
metamorfisme dinamotermal, berkisar antara 400° - 45o°C. Gerak - gerak
penetrasi yang menghasilkan sekistositas hanya aktif secara setempat, jika tidak
biasanya tidak hadir. Oleh karena itu fabrik batuan asal tetap tampak sedangkan
yang berubah adalah komposisi mineraloginya. Perubahan metamorfismenya
tidak teramati secara megaskopis tetapi hanya terlihat pada pengamatan sayatan
tipisnya di bawah mikroskop. Metamorfisme beban memperlihatkan batuan-
batuannya mengandung Seolit CaA1 laumontit dan lawsonit disatu pihak dan
mengandung glaukopan dan jadeit dipihak lain. Keduanya terbentuk pada kondisi
suhu yang dianggap sama, perbedaan itu lebih cenderung diakibatkan oleh adanya
tekanan yang tinggi sampai sangat tinggi.
7
2.4 Mekanisme Metamorfisme
a. Panas
Terdapat dua sumber panas. Satu berasal dari gradien geothermal
(peningkatan suhu yang terjadi dengan peningkatan kedalaman di bumi).
Rata-rata Gradien geothermal sekitar 1 derajat Celsius untuk setiap 30
meter kedalaman, meskipun di bawah kondisi lokal hal tersebut akan
ervariasi dari nilai ini.
Sumber panas kedua berasal dari tubuh magma intrusif, seperti
Batolit. Ketika batuan ini mendingin, batuan ini melepaskan panas ke
batuan sekitarnya, menyebabkan metamorfisme.
Pada bagian akhir metamorfime terjadi pelelehan. Suhu pelelehan
untuk batuan berkisar dari terendah 700-800 derajat Celsius sampai
tertinggi 1.000 derajat Celsius. Suhu pelelehan dikendalikan oleh sejumlah
hal. Contohnya komposisi batuan induk. Contohnya Granit vs batuan
induk Basal, keduanya sedang bermetamorfosis. Karena basal
mengkristalisasi pada suhu tertinggi dibandingkan granit maka dibutuhkan
suhu lebih untuk melelehkan basal.
Tetapi, faktor-faktor lainnya sama penting dalam menentukan suhu
lebur. Tekanan: semakin tinggi tekanan, semakin dalam batuan tersebut,
semakin banyak suhu yang dibutuhkan untuk melelehkannya. Sebaliknya,
batuan panas yang sangat dalam terbawa ke permukaan akan dengan cepat
meleleh karena penurunan tekanan. Hal ini sangat mirip dengan apa yang
terjadi di kompor tekanan. Pertambahan tekanan di dalam kompor
menyebabkan air mendidih pada suhu tertinggi, yang kemudian masakan
akan matang dengan cepat, tetapi apabila tekanan dilepaskan tiba-tiba
maka air akan berubah menjadi uap.
8
Cairan juga penting dalam pelelehan. Semakin banyak cairan
dalam batuan maka semakin mudah batuan tersebut untuk meleleh. Cairan
memungkinkan bahan kimia untuk bergerak lebih cepat dan lebih mudah,
dan peningkatan gerakan membuat lebih mudah meleleh. Sebaliknya
sebuah batuan yang kering sangat sulit untuk berubah. Tanpa cairan kimia
perubahan lebih sulit dilakukan.
b. Tekanan
Terdapat dua jenis tekanan yang terlibat dalam metamorfisme yaitu
tekanan terbatas dan tekanan terarah.
Tekanan terbatas (juga hidrostatik) sama di semua arah dan berasal
dari berat batuan yang berada di atasnya. Hal ini sejalan dengan
tekanan yang dirasakan ketika kita menyelam dalam kolam renang.
Tekanan ini akan menekan kita sama pada semua permukaannya.
Tekanan terarah (tegangan) tidak sama di semua arah dan
berhubungan dengan proses pembangunan pegunungan ketika batuan
di peras, diremas, dan dibentangkan ketika salah satu benua menelusur
ke benua lain.
Tekanan tidak hanya berpengaruh pada tingkat dan derajat
metamorfisme, dengan batuan yang terkubur membutuhkan lebih banyak
waktu dan panas untuk menjalani proses metamorfik tertentu. Tekanan
juga menyebabkan perubahan tekstur dalam batuan (seberapa besar kristal
dan orientasinya) yang begitu khas dari batuan metamorfik.
9
tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antar komposisi kimia dan
mineralogi batuan. Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan
berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau
kimia.
10
Dalam hubungannya, tekstur dan struktur batuan metamorf sangat
dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme. Dan dalam
facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor dominan, dimana
semakin tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang), struktur akan semakin
berfoliasi dan mineral-mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar.
Fasies metamorfisme juga bisa dianggap sebagai hasil dari proses isokimia
metamorfisme, yaitu proses metamorfisme yang terjadi tanpa adanya penambahan
unsur-unsur kimia yang dalam hal ini komposisi kimianya tetap. Penentuan fasies
metamorf dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan cara menentukan
mineral penyusun batuan atau dengan menggunakan reaksi metamorf yang dapat
diperoleh dari kondisi tekanan dan temperature tertentu dari batuan metamorf.
Fasies ini biasanya berkembang di bagian paling luar dari suatu kontak
sehingga proses rekristalisasi dan reaksi metamorfosa seringkali tidak
sempurna. Pencirinya adalah adanya struktur relict / sisa yang tidak stabil.
Fasies ini terbentuk pada tekanan dan suhu yang relatif rendah. Penamaan
fasies ini didasarkan pada dua kandungan mineral utamanya yakni albit
(plagioklas) dan epidot (garnet). Hornfels sendiri adalah nama salah satu
batuan metamorf yang khas terbentuk pada zona metamorfisme kontak,
dimana batuan asal biasanya berbutir halus.
11
b. Fasies hornfels hornblende
Fasies ini mempunyai ciri khusus yaitu tidak ditemukan klorit dan
muncul untuk pertama kalinya mineral diopsid, andradite, kordierit,
hornblende, antofilit, gedrit, dan cumingtonit. Fasies ini terbentuk pada
tekanan yang rendah, tetapi dengan suhu yang sedikit lebih tinggi daripada
fasies hornfels albit-epidot. Walaupun penamaannya menggunakan
hornblende, namun kemunculan mineral tidak hanya dibatasi oleh mineral itu
saja.
d. Fasies sanadinit
Fasies ini meliputi daerah yang penyebarannya sangat luas dan selalu
dalam bentuk sabuk pegunungan (orogenic).
a. Fasies Zeolit
12
pengaturan kembali mineral lempung, kristalisasi pada kuarsa dan K-feldspar,
terombaknya mineral temperature tinggi dan pengendapan karbonat. Bila
perubahan ini terjadi pada butiran yang kasar, maka akan memasuki
metamorfosa dengan fasies Zeolit.
b. Fasies Prehnite-pumpellyite
Fasies ini terbentuk dengan kondisi suhu dan tekanan rendah, tetapi
sedikit lebih tinggi daripada fasies Zeolit. Penamaan fasies ini berasal dari
kandungan dua mineral dominan yang muncul yakni mineral prehnite (a Ca -
Al - phyllosilicate) dan pumpellyite (a sorosilicate).
e. Fasies amfibolit
13
f. Fasies granulit
g. Fasies eklogit
14
Dalam batuan metamorf berderajat rendah, mineral plagioklas muncul
sebagai albit, yang akan bertambah kandungan kalsiumnya seiring dengan
meningkatnya derajat metamorfisme. Mineral lain seperi kuarsa dapat ditemukan
hampir di semua derajat metamorfisme, sehingga tidak bisa dijadikan indikator
dari derajat metamorfisme.
Tekstur batuan metamorf ditentukan dari bentuk kristal dan hubungan antar
butiran mineral.
15
“Nematoblastik”, bentuk menjarum dan sejajar
“Granoblastik”, berbentuk butir
16
sama sekali hubungan dengan sifat perlapisan batuan sedimen. Foliasi juga
mencerminkan derajat metamorfisme.
17
Sruktur ini hampir sama dengan milonitik hanya saja butirannya lebih
kasar.
d. Pilonitik
Struktur ini menyerupai milonit tetapi butirannya relative lebih kasar dan
strukturnya mendekati struktur tipe philit.
e. Flaser
Struktur ini mirip dengan kataklastik dimana struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Augen
Seperti struktur flaser, hanya saja lensa-lensanya terdiri dari butir-butir
feldspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Granulose
Struktur ini hampir sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran yang tidak sama besar.
h. Liniasi
Struktur ditandai dengan adanya kumpulan mineral yang berbentuk seperti
jarum.
a. Berfoliasi
Batu sabak (Slate)
18
Sekis (Schist)
Filit (Phyllite)
19
Gneis (Gneiss)
Amfibolit
Sama dengan sekis, tetapi foliasi tidak berkembang baik,
merupakan hasil metamorfisme regional batuan basalt atau gabro,
berwarna kelabu, hijau atau hitam dan mengandung mineral epidot,
(piroksen), biotit dan garnet.
b. Tak berfoliasi
Kwarsit
Batuan ini terdiri dari kwarsa yang terbentuk dari batuan asal
batupasir kwarsa, umumnya terjadi pada metamorfisme regional.
20
Marmer/pualam (Marble)
Grafit
Batuan yang terkena proses metamorfosa (Regional/thermal),
berasal dari batuan sedimen yang kaya akan mineral-mineral organik.
Batuan ini biasanya lebih dikenal dengan nama batu bara.
Serpentinit
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu
22
DAFTAR PUSTAKA
23