Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Autism berasal dari kata Auto yang berarti sendiri. Penyandang

autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autism baru

diperkenalkan sejak tahun 1943 (Handojo, 2006). Autis atau autism adalah

salah satu dari lima tipe gangguan perkembangan pervasif (PDD), yang

ditandai tampilnya abnormalitas pada domain interaksi sosial. Autism

merupakan tipe yang paling populer dari PDD. Autism mengacu pada

problem dengan interaksi sosial, komunikasi, dan bermain imajinatif yang

mulai muncul sejak anak berusia di bawah 3 tahun. Anak penyandang

autism mempunyai keterbatasan pada level aktivitas dan interest. Hampir

75% dari anak autis pun mengalami beberapa derajat retardasi mental

(Priyatna, 2010).

Autism merupakan sebuah sindrom patologis yang jarang namun

serius, menimpa individu di masa kanak-kanak, dicirikan kondisi penarikan

diri total, kurangnya kemampuan meresponse secara sesuai atau kurangnya

minat kepada orang lain, gangguan komunikasi dan linguistik serius, dan

kegagalan untuk mengembangkan attachment normal (Reber & Reber,

2010)

Perilaku autism digolongkan dalam dua jenis, yaitu perilaku yang eksesif

(berlebihan) dan perilaku yang defisit (berkekurangan). Yang termasuk


perilaku eksesif adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit,

menendang, menggigit, mencakar, memukul, dsb. Sering juga terjadi anak

menyakiti diri sendiri (self abuse). Perilaku defisit ditandai dengan gangguan

bicara, perilaku sosial kurang sesuai (naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih

sayang tapi untuk meraih kue), defisit sensoris sehingga dikira tuli, bermain

tidak benar, dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa tanpa sebab,

menangis tanpa sebab, dan melamun (Handojo, 2006).

B. Etiologi

Sampai saat ini, para ilmuwan belum yakin pada apa yang menjadi

penyebab autism, tetapi kemungkinan besar berhubungan erat dengan faktor

genetika dan pengaruh lingkungan. Penelitian pada individu dengan autism

menemukan adanya penyimpangan di beberapa area pada otak. Penelitian

lain menunjukkan bahwa individu dengan autism mempunyai level

abnormal dari serotonin atau neurotransmitter lain di otak (Priyatna, 2010).

Hal ini menunjukkan bahwa kelainan autism dapat saja timbul akibat

terjadi disrupsi perkembangan otak normal pada masa awal pekembangan

janin yang disebabkan karena adanya cacat pada gen yang mengatur

pertumbuhan otak dan gen yang mengatur bagaimana neuron saling

berkomunikasi satu sama lain (Priyatna, 2010).

Banyak pakar telah sepakat bahwa pada otak anak autism dijumpai

suatu kelainan pada otaknya. Ada tiga lokasi di otak yang ternyata
mengalami kelainan neuro-anatomis. Sebab timbulnya kelainan tersebut

belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar, mulai

dengan penyebab genetika, infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan

oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa

gangguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ-organ

(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0-4 bulan. Organ otak

sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu (Handojo,

2006).

Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar ditemukan beberapa

fakta yaitu adanya kelainan anatomis pada lobus parietalis, cerebellum dan

sistem limbiknya. 43% penyandang autism mempunyai kelainan pada lobus

parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.

Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus

ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya

ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi. Juga didapatkan jumlah

sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan

keseimbangan serotonin dan dopamin. Akibtanya terjadi gangguan atau

kekacauan lalu-lalang impuls di otak. Ditemukan pula kelainan pada sistem

limbik yaitu pada hippocampus dan amygdala. Akibatnya terjadi gangguan

fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat

mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat pasif.

Amygdala juga bertanggung jawab terhadap berbagai rangsang sensoris


seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan rasa takut.

Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat.

Terjadilah kesulitan dalam menyimpan informasi baru. Perilaku yang

diulang-ulang, aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus.

Sementara itu, beberapa faktor risiko yang mungkin untuk autism meliputi:

a) Telat menjadi orang tua (advanced age of parents)

Menurut hasil penelitian, kombinasi dari hereditas dan mutasi

genetik spontan adalah akar dari sebagian besar kasus autism. Mutasi

genetik tersebut terjadi diduga akibat tren masyarakat saat ini, yaitu

melambatkan diri untuk menikah, hamil, dan punya anak karena alasan

tertentu. Minoritas kaum autism disebabkan oleh mutasi yang diwarisi

dari salah satu orang tua (kebanyakan dari ibu). Keturunannya

mempunyai kesempatan 50% untuk mewarisi mutasi tersebut. Orang tua

memiliki mutasi seperti itu tetapi tidak menampilkan simtom yang parah

bagi dirinya sendiri.

b) Mutasi genetik spontan dengan penyebab yang tidak diketahui

Setidaknya 15% dari anak dengan autism memiliki mutasi-

mutasi genetik yang bukan merupakan warisan dari orang tua mereka.

Mutasi baru yang spontan ini seringkali ditemukan pada anak yang

megidap autism klasik. Anak-anak yang sedang tumbuh hanya

berpeluang sekitar 1% untuk mempunyai mutasi spotan. Anak-anak

autism mempunyai mutasi, tetapi tidak semua dari mereka berbagi


mutasi yang sama. Dalam hal ini ada banyak mutasi berbeda yang terjadi

di kalangan anak dengan autism.

c) Genetika dan autism versus hereditas dan autism

Hanya sebagian kecil anak mengidap autism karena keturunan,

sementara yang lainnya berhubungan erat dengan faktor genetika.

d) Bobot bayi lahir rendah (BBLR) dan lahir prematur

Temuan hasil penelitian untuk risiko BBLR dan lahir prematur

dengan autism adalah:

1) BBLR dengan bobot kurang dari 5,5 pound mempunyai resiko 2,3

kali lebih besar untuk mengidap autism dibandingkan dengan bayi

lahir normal.

2) Bayi perempuan dengan BBLR mempunyai resiko tiga kali atau

bahkan lebih tinggi untuk mengembangkan autism, dibandingkan

bayi laki-laki BBLR.

3) Risiko dari BBLR dan lahir prematur tidak Cuma autism, tetapi

dapat pula autism yang disertai dengan gangguan perkembangan

lainnya.

Bayi dengan bobot lahir kurang dari 2.500 g dan kelahiran

prematur pada kehamilan kurang dari 33 minggu berhubungan dengan

resiko peningkatan sekitar dua kali lipat untuk mengidap autism.


C. Manifestasi klinis

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal

Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan

atau sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa

menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi

dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi

dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang

lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks

yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau

lagu tanpa tahu artinya. Bicara monoton seperti robot.

2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial

Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap

muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli.

Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu,

menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut

melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang

lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh

3. Gangguan dalam bermain

Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya

menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola

pada mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama.

Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau
guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu

mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang

karet, baterai atau benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan

tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan

temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura-pura.

Sering memperhatikan jari- jarinya sendiri, kipas angin yang berputar

atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi,

sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus

melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang

sama.

4. Gangguan perilaku

Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang

kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak

dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru

pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana

kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu

(menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering

menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala didinding. Dapat

menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam

bengong dengan atap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat

sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang.

Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang


lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan

dan gangguan perilaku lainnya.

5. Gangguan perasaan dan emosi

Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau

marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper

tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya,

bahkan bisa menjadi agresif danmerusak. Tidak dapt berbagi perasaan

(empati) dengan anak lain.

6. Gangguan dalam persepsi sensori

Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihatan),

pendengaran, sentuhan,penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan

sampai berat. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa

saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali

dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu.

Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau

melepaskan diri dari pelukan.

D. Patofisiologi

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk

mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls

listrik (dendrit). Sel saraf terdapat dilapisan luar otak yang berwarna kelabu

(korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak

berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewatsinaps.Sel saraf
terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimesterketiga,

pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit,

dansinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.

Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak

berupa bertambahdan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.

Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang

dikenal sebagai brain growth factors dan prosesbelajar anak.Makin banyak

sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,dan

sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang

digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan

sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian

sel, berkurangnya akson, dendrit, dansinaps. Kelainan genetis, keracunan

logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya

gangguan pada proses tesebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas

pertumbuhan sel saraf.

Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui

pertumbuhana abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya

neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,

neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide,calcitonin-related gene

peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk

mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan,

danperkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi
pertumbuhan otak.Peningkatan neurokimia otak secara abnormal

menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan

autisme terjadi kondisi growth withoutguidance, di mana bagian-bagian

otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian

otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.Hampir semua peneliti

melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluarhasil

pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme.

Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia

(jaringan penunjang pada sistemsaraf pusat), dan mielin sehingga terjadi

pertumbuhan otak secara abnormal atausebaliknya, pertumbuhan akson

secara abnormal mematikan sel Purkinye.Yang jelas, peningkatan brain

derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel

Purkinye.

Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau

sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye

merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena

ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam berat. Degenerasi

sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi

gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi

jika dalam masakehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti

thalidomide.Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal

mengalami aktivasiselama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-


motorik, atensi, proses mengingat,serta kegiatan bahasa. Gangguan pada

otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses

persepsi atau membedakan target dan kegagalan mengeksplorasi

lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar

bagian depan yangdikenal sebagai lobus frontalis. Faktor lingkungan yang

menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein,

energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,

asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau

mengganggu perkembangan otak antara lain, alkohol, keracunan timah

hitam, aluminium serta metil merkuri dan infeksi yang diderita ibu pada

masa kehamilan.

E. Penanganan

Penanganan yang paling menjanjikan untuk autism adalah

penanganan yang berciri psikologis, melibatkan prosedur modeling dan

pengondisian operant. Meskipun prognosis anak-anak autism secara umum

tetap buruk, penelitian mutakhir menunjukkan bahwa penanganan

behavioral intensif yang melibatkan orang tua sebagai terapis anak dapat

memungkinkan beberapa anak tersebut berpartisipasi dengan baik dalam

hubungan sosial yang normal. Berbagai penanganan dengan obat-obatan

telah diberikan, namun terbukti kurang efektif dibanding intervensi

behavioral (Davidson, Neale & Kring, 2010). Macam-macam terapi autis di

antaranya sebagai berikut:


1) Metode ABA (Applied Behavioral Analysis)

Kelebihan metode ini dari metode lain adalah sifatnya yang

sangat terstruktur, kurikulumnya jelas dan keberhasilannya bisa dinilai

secara objectif. Dan penatalaksanaannya dilakukan selama 4-8 jam

sehari. Dalam metode ini, anak dilatih berbagai macam keterampilan

yang berguna bagi hidup bermasyarakat, misalnya berkomunikasi,

berinteraksi, berbicara dan berbahasa. Di Indonesia metode ini lebih

dikenal dengan metode Lovaas (mama orang yang

mengembangkannya) di Yayasan Autis Indonesia (YAI).

2) Masuk kelompok khusus

Di kelompok ini mereka mendapatkan kurikulum yang khusus

dirancang secara individual. Mereka yang belum siap masuk ke dalam

kelompok bermain, bisa diikutsertakan kedalam kelompok khusus.

Disini anak akan mendapatkan penanganan terpadu yang melibatkan

berbagai tenaga ahli seperti psikeater, psikologi, terapis wicara, terapis

okupasi, dan ortopedagok. Sayangnya tidak semua penyandang autis

bisa mengikuti pendidikan formal meskipun tingkat kecerdasannya

masih bisa masuk ke sekolah luar biasa atau SLB dikarenakan jika

perilaku si anak tidak bisa diperbaiki seperti agresif, hiperaktif, dan

tidak bisa berkonsentrasi.


3) Penggunaan alat bantu

Banyak anak autism belajar lebih baik dengan menggunakan

penglihatannya. Dengan memperlihatkan gambar anak dapat

berkonsentrasi. Alat bantu visual dapat kita buat dengan menggunakan

benda konkret, foto berwarna atau gambar. Alat bantu visual dapat

membantu anak mengerti tentang sesuatu yang akan terjadi yaitu dengan

menggunakan urutan gambar, misalnya gambar aktivitas makan.

4) Terapi-terapi lainnya, dibagi menjadi :

a. Terapi akupuntur: metode tusuk jarum ini diharapkan bisa

menstimulasi sistem saraf pada otak hingga dapat bekerja kembali.

b. Terapi musik: musik diharapkan memberikan getaran gelombang

yang akan berpengaruh terhadap permukaan membran otak.

c. Terapi perilaku: tujuannya agar anak dapat memfokuskan

perhatian, bersosialisai dengan lingkungannya unutk

meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan.

Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila

dilakukan secara instensif, teratur, dan konsisten pada usia dini.

Terapi perilaku terdiri dari terapi wicara, terapi okupasi dan

menghilangkan perilaku asosial.

d. Terapi anggota keluarga: orang tua yang memiliki anak autis harus

mendampingi dan memberi perhatian penuh pada anak hingga

terbentuk ikatan emosional yang kuat (Kosasih, 2012).


F. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Autism

a. Pengkajian

1) Identitas klien : Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat,

pekerjaan, suku bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi,

dan diagnosis medis.

2) Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,

keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi

dengan menggunakan bahasa tubuhdan hanya dapat

berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau

menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada

kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu

atau guling, terus dipegang dibawa kemanasaja dia pergi.

b) Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan ( riwayat

kesehatan dahulu) : Sering terpapar zat toksik, seperti timbal,

dan ibu sering minum obat- obatan atau jamu.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang

menderita penyakit serupadengan klien dan apakah ada riwayat

penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak autis

ada riwayat penyakit keturunan.


3) Status perkembangan anak.

a. Anak kurang merespon orang lain.

b. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh

c. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.

d. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal

e. Keterbatasan kognitif

4) Psikososial

a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua

b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem

c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek

d. Perilaku menstimulasi diri

e. Pola tidur tidak teratur

f. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain

g. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu

pembicaraan

b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 (00051) Hambatan (1503) Keterlibatan (5100) Peningkatan


komunikasi verbal Sosial Sosialisasi
Definisi : Definisi: Definisi:
Penurunan, petlambatan Interaksi sosial dengan Fasilitasi kemampuan
atau ketidadaan orang, kelompok atau orang untuk
kemampuan untuk organisasi. berinteraksi dengan
menerima, memproses, Indikator: orang lain.
mengirim dan Aktivitas- aktivitas :
menggunakan sistem  Berinteraksi dengan 1. Anjurkan
simbol. teman dekat peningkatan
Batasan karakteristik : dipertahankan pada keterlibatan dalam
 Kesulitan tidak pernah hubungan yang
memahami menunjukkan (1) sudah mapan
komunikasi ditingkatkan ke 2. Fasilitasi
 Kesulitan kadang- kadang penggunaan alat
mengekspresikan menunjukkan (3) bantu defisist
pikiran secara verbal  Berinteraksi dengan sensorik seperti
 Kesultan menyusun anggota keliuarga kacamata dan alat
kata- kata dipertahankan pada bantu dengar

 Kesulitan tidak pernah 3. Anjurkan

mempertahankan menunjukkan (1) partisipasi dalam

komunikasi ditingkatkan ke kelompok atau

 Ketidaktepatan kadang- kadang kegiatan

verbalisasi menunjukkan (3) reminiscence


 Berinteraksi dengan individu
tetangga 4. Lakukan bermain
dipertahankan pada peran dalam rangka
tidak pernah berlatih
menunjukkan (1) meningkatkan
ditingkatkan ke ketrampilan dan
kadang- kadang teknik komunikasi
menunjukkan (3) 5. Berikan umpan
balik positif saat
pasien menjangkau
orang lain

2 (00140) risiko perilaku Menahan diri dari (4354) Manajemen

kekerasan terhadap agresifitas Perilaku: Menyakiti

diri sendiri Definisi: Diri

Definisi: Tindakan personal untuk Definisi:

menahan diri dari perilaku


Rentan berperilaku yang menyerang, agresif atau Membantu klien untuk

individu menunjukkan destruktif terhadap orang menurunkan atau

bahwa ia dapat lain menghilamgkan tingkah

membahayakan dirinya Indikator: laku menyakiti diri

sendiri secara fisik,  Menahan dirir dari Aktivitas- aktivitas:

emosional dan seksual menyerang orang 1. Tentukan motif

faktor risiko: lain dipertahankan atau alasan

 Isolasi sosial pada sering tingkah laku

 Rencana menyakiti dilakukan (4) 2. Pindahkan barang

diri sendiri ditingkatkan ke berbahaya dari

jarang dilakukan (2) sekitar pasien

 Menghindari 3. Antisipasi situasi

merusak ruang pemicu yang

personal orang lain mungkin

dipertahankan pada membuat pasien

sering dilakukan (4) menyakiti diri dan

ditingkatkan le lakukan

jarang dilakukan (2) pencegahan

 Menahan diri dari 4. Gunakan

menghancurkan pendekatan yang

barang- barang tenang dan tidak

dipertahankan pada menghukum pada

sering dilakukan (4) saat klien

ditingkatkan le menyakiti diri

jarang dilakukan (2)


DAFTAR PUSTAKA

Davidson, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2010). Psikologi abnormal (ed.

9.). Terjemahan oleh Noermalasari Fajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Kosasih, E. (2012). Cara bijak memahami anak berkebutuhan khusus. Bandung:

Yrama Widya

Priyatna, A. (2010). Amazing autism!. Jakarta: Kompas Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai