Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di hati dan terdapat
dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam bentuk kreatin fosfat
(creatin phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi. Dalam sintesis ATP
(adenosine triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah
menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring
dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi kreatinin,
yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa
otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya
juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika
terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan
masif pada otot.
Prosedur
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-
5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau tabung
bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya. Catat
jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapt meningkatkan kadar kreatinin
serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun sebaiknya pada
malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging
merah.
Nilai Rujukan
DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit lebih
rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).
ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6
mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan
produksi kreatinin.
Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin dianggap
lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal dibandingkan uji
dengan kadar nitrogen urea darah (BUN). Sedikit peningkatan kadar BUN dapat
menandakan terjadinya hipovolemia (kekurangan volume cairan); namun kadar
kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum
sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.
Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah : gagal ginjal
akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis, nefropati diabetik,
pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi esensial, dehidrasi, penurunan aliran
darah ke ginjal (syok berkepanjangan, gagal jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus
nefritis, kanker (usus, kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit
Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging sapi [kadar tinggi], unggas, dan ikan [efek
minimal]).
Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir), myasthenia
gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN hampir selalu
disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan BUN sering diperbandingkan.
Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada kisaran 12-20. Jika kadar BUN meningkat dan
kreatinin serum tetap normal, kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika
keduanya meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih
cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang parah, kadar urea
terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat
akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia
prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio
BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal
dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.
Kehamilan
I. Tujuan
II. Prinsip
Reaksi antara kreatinin dengan asam pikrat dalam suasana basa akan membentuk
kompleks kreatinin-pikrat yang berwarna kuning jingga yang kadarnya dapat diukur
dengan spektrofotometer uv visible pada panjang gelombang 545 nm.
III. Teori
Fungsi ginjal yaitu sebagai sistem penyaringan alami tubuh, melakukan banyak
fungsi penting. Fungsi ini termasuk menghilangkan bahan ampas sisa metabolisme dari
aliran darah, mengatur keseimbangan tingkat air dalam tubuh, dan menahan pH (tingkat
asam-basa) pada cairan tubuh. Kurang lebih 1,5 liter darah dialirkan melalui ginjal setiap
menit. Dalam ginjal, senyawa kimia sisa metabolisme disaring dan dihilangkan dari
tubuh (bersama dengan air berlebihan) sebagai air seni. Penyaringan ini dilakukan oleh
bagian ginjal yang disebut sebagai glomeruli. Selain mengeluarkan limbah, ginjal merilis
tiga hormon penting yaitu erythropoietin atau EPO, yang merangsang sumsum tulang
untuk membuat sel-sel darah merah; renin, yang mengatur tekanan darah; calcitriol,
bentuk aktif vitamin D, yang membantu mempertahankan kalsium untuk tulang dan
untuk keseimbangan kimia yang normal dalam tubuh (NIDDK, 2009).
Adanya kerusakan dapat memengaruhi kemampuan ginjal kita dalam melakukan
tugasnya. Beberapa dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (akut);
yang lain dapat menyebabkan penurunan yang lebih lamban (kronis). Keduanya
menghasilkan penumpukan bahan ampas yang toksik (racun) dalam darah. National
Kidney Foundation merekomendasikan tiga tes sederhana untuk skrining penyakit ginjal:
tekanan darah pengukuran, cek spot untuk protein atau albumin dalam urin, dan
perhitungan laju filtrasi glomerulus (GFR) berdasarkan pengukuran kreatinin serum.
Mengukur urea nitrogen dalam darah memberikan informasi tambahan (NIDDK, 2009).
Banyaknya kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada
massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun
keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap,
kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan
kerusakan masif pada otot (Riswanto, 2010). Ginjal mempertahankan kreatinin darah
dalam kisaran normal. Kreatinin telah ditemukan untuk menjadi indikator yang baik
untuk menguji fungsi ginjal (Siamak, 2009).
Pada orang yang mengalami kerusakan ginjal, tingkat kreatinin dalam darah akan
naik karena clearance/ pembersihan kratinin oleh ginjal rendah. Tingginya kreatinin
memperingatkan kemungkinan malfungsi atau kegagalan ginjal. Ini adalah alasan
memeriksa standar tes darah secara rutin untuk melihat jumlah kreatinin dalam darah.
Hal ini penting untuk mengenali apakah proses menuju ke disfungsi ginjal (gagal ginjal,
azotemia) akut atau kronik. Sebuah ukuran yang lebih tepat dari fungsi ginjal dapat
diestimasi dengan menghitung berapa banyak kreatinin dibersihkan dari tubuh oleh
ginjal, dan ini disebut kreatinin clearance (Siamak, 2009).
1. Uji Kreatinin
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau
tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya.
Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapt meningkatkan kadar
kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun
sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak
mengkonsumsi daging merah. Kadar kreatinin diukur dengan metode kolorimetri
menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi (Riswanto, 2010).
Bersihan kreatinin penting diketahui karena banyak obat yang dieliminasi oleh ginjal.
Jika fungsi ginjal pasien menurun, laju eliminasi obat untuk disekresikan di urin juga akan
menurun, disertai dengan peningkatan konsentrasi plasma. Peningkatan konsentrasi
obat dalam plasma yang signifikan dapat menyebabkan obat mencapai kadar toksiknya;
oleh karena itu, dosis mungkin perlu disesuaikan dengan berkurangnya eliminasi obat
(Ansel, 2006).
(Wanita sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria)
(Riswanto, 2010).
Kadar agak meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa
otot (Riswanto, 2010).
Kadar normal kreatinin pada lansia adalah :
Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan produksi
kreatinin (Riswanto, 2010).
Dehidrasi
Diabetes nefropati
· Glomerulonefritis
· Gagal ginjal
· Pielonefritis
· Rhabdomyolysis
· Myasthenia gravis
Alat
1. Beaker glass
2. Disposable Tips
3. Kuvet
4. Mikropipet
5. Spektrofotometer UV-Vis
6. Stopwatch
Bahan
1. Aquadest
4. NaOH (Reagen 1)
5. Serum (Sampel)
V. Prosedur
Setelah itu, dari data yang telah didapatkan, kadar kreatinin dalam sample dihitung.
Kelompok
Sampel
A1
A2
∆A
0,026
0,032
0,007
2
0,029
0,035
0,006
0,039
0,049
0,01
0,038
0,048
0,01
0,035
0,047
0,012
0,033
0,042
0,009
0,044
0,053
0,009
0,038
0,045
0,007
A1 standar = 0,011
A2 standar = 0,017
∆A standar = 0,006
VII. Pembahasan
Pertama, disiapkan kit untuk test kreatinin, yaitu reagen I, reagen II, dan standar
kreatinin. Selain itu, disiapkan juga sampel yang akan diperiksa. Test kreatinin ini
dilakukan untuk mengetahui kadar kreatinin dalam darah, dimana merupakan salah satu
parameter pada penyakit gagal ginjal. Kreatinin adalah sisa metabolisme otot yang
hanya dikeluarkan dari ginjal, pada ginjal rusak kreatinin akan ditahan bersama nitrogen
nonprotein di darah, sehingga terjadi penurunan kadar kreatinin di urin dan peningkatan
kadar kreatinin di darah.
Kedua, dilakukan pembuatan larutan uji (blanko, standar, dan sampel) yang akan
diperiksa absorbansinya menggunakan spektrofotometri Uv/ Vis. Instrument ini
digunakan karena larutan uji merupakan larutan berwarna yang memiliki gugus
kromofor sehingga dapat menyerap cahaya visible yang dilewatkan larutan saat
dianalisis dengan instrument. Untuk pembuatan larutan uji, disiapkan 3 buah kuvet.
Pada kuvet 1 (blanko) dimasukkan 10 µl aquadest, kuvet 2 (standar) dimasukkan 10 µl
kreatinin standar, kuvet 3 (sampel) dimasukkan µl sampel. Pada penanganan, kuvet
yang berbentuk balok dengan sisi buram dan bening, hanya boleh dipegang pada sisi
buram, karena pada sisi bening akan dilewati sinar visible didalam instrument, sehingga
adanya bekas noda atau pengganggu lain dikhawatirkan mengubah serapan zat.
Selanjutnya, pada setiap kuvet ditambahkan 500 µl reagen I, dan dibiarkan 5 menit agar
terjadi reaksi antara kreatinin dengan reagen I. Setelah itu, pada setiap kuvet
ditambahkan 500 µl reagen II, dibiarkan selama 1 menit, agar reaksi antara kreatinin,
reagen I, dan reagen II sempurna. Setiap penambahan larutan menggunakan mikropipet
karena alat ini memiliki ketelitian hingga 1 µl sehingga presisi dan akurasinya baik.
Sehingga ada selisih konsentrasi pada pengukuran pertama dan kedua yang nanti
digunakan untuk pengukuran kadar kreatinin. Hasil absorbansi larutan blanko dijadikan
dasar untuk pengukuran larutan standar dan sampel yang berarti apabila blanko
memberikan serapan, serapan dua larutan yang lain dikurangi dengan serapan blanko.
Setelah itu, dilakukan pula pengujian absorbansi larutan standar dan larutan sampel
dengan prosedur yang sama seperti pengujian larutan blanko.
Pada sampel 1, nilai kreatininnya adalah 3 mg/dl atau 265,5 μmol/l, sedangkan
pada sampel 2 diperoleh nilai kreatinin sebesar 2,33 mg/dl atau 206,5 μmol/l. Nilai ini
diperoleh dari rumus berikut ini:
dimana konsentrasi standard adalah 2 mg/dl dan 177 μmol/l. Berdasarkan nilai
konsentrasi kreatinin hasil pengukuran pada percobaan kali ini, disimpulkan bahwa nilai
tersebut berada di atas nilai normal kreatinin, dimana nilai normal kreatinin adalah 0,6-
1,1 mg/100 ml atau 53-97 μmol/l untuk pria, sedangkan untuk wanita adalah 0,5-0,9
mg/100 ml atau 44-80 μmol/l. Nilai hasil pengukuran sampel pada percobaan kali ini
yang berada di atas nilai normal kreatinin, menunjukkan bahwa ada kemungkinan
terjadi gangguan pada ginjal. Ada kemungkinan terjadi gangguan pada fungsi filtrasi
glomerulus.
VIII. Kesimpulan
1. Pemeriksaan fungsi ginjal dengan tes kreatinin dalam serum dapat dilakukan dengan
alat spektrofotometer uv-visibel pada panjang gelombang 546 nm.
2. Kadar kreatinin dalam sampel serum adalah 236 µmol /L dan hal ini menunjukkan
kadar kreatinin yang tidak normal (lebih tinggi dari normal).
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot
yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan hampir konstan dan diekskresi dalam urin
dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi
filtrasi dan sekresi, konentrasinya relative sama dalam plasma hari ke hari, kadar yang
lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal.
Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter penting untuk
mengetahui fungsi ginjal. Pemeriksaan ini juga sangat membantu kebijakan melakukan
terapi pada penderita gangguan fungsi ginjal. Tinggi rendahnya kadar kreatinin dalam
darah digunakan sebagai indikator penting dalam menentukan apakah seorang dengan
gangguan fungsi ginjal memerlukan tindakan
Kreatinin mempunyai batasan normal yang sempit, nilai di atas batasan ini
menunjukkan semakin berkurangnya nilai ginjal secara pasti. Disamping itu terdapat
hubungan jelas antara bertambahnya nilai kreatinin dengan derajat kerusakan ginjal,
sehingga diketahui pada nilai berapa perlu dilakukan cuci darah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
D. Manfaat Makalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kreatinin
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang
dilepaskan dari otot dengan kecepatan hampir konstan dan diekskresi dalam urin
dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi
filtrasi dan sekresi, konentrasinya relative sama dalam plasma hari ke hari, kadar yang
lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal.
Kadar kreatinin berbeda setiap orang, umumnya pada orang yang berotot kekar
memiliki kadar kreatinin yang lebih tinggi daripada yang tidak berotot. Hal ini juga yang
memungknkan perbedaan nilai normal kreatinin pada wanita dan laki-laki. Nilai normal
kadar kreatinin pada wanita adalah 0,5 – 0,9 mg/dL. Sedangkan pada laki-laki adalah 0,6
– 1,1 mg/dL.Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya
penurunan fungsi ginjal sebesar 50 %, demikian juga peningkatan kadar kreatinin tiga
kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75 %.
B. Metabolisme Kreatinin
Kreatinin terbuat dari zat yang disebut kreatin, yang dibentuk ketika makanan berubah
menjadi energi melalui proses yang disebut metabolisme. Sekitar 2% dari kreatin tubuh
diubah menjadi kreatinin setiap hari. Kreatinin diangkut melalui aliran darah ke ginjal.
Ginjal menyaring sebagian besar kreatinin dan membuangnya dalam urin. Bila ginjal
terganggu, kreatinin akan meningkat. Tingkat kreatinin abnormal tinggi kemungkinan
terjadi kerusakan atau kegagalan ginjal.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah, diantaranya
adalah :
2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah
makan.
6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada orang
muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita.
Senyawa - senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar kreatinin darah hingga
menyebabkan overestimasi nilai kreatinin sampai 20 % adalah : askorbat, bilirubin, asam
urat, aseto asetat, piruvat, sefalosporin , metildopa. Senyawa-senyawa tersebut dapat
memberi reaksi terhadap reagen kreatinin dengan membentuk senyawa yang serupa
kreatinin sehingga dapat menyebabkan kadar kreatinin tinggi palsu.Akurasi atau
tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah juga sangat tergantung dari ketepatan
perlakuan pada pengambilan sampel, ketepatan reagen, ketepatan waktu dan suhu
inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaa dan pelaporan hasil.
E. Pemeriksaan Kreatinin
Beberapa metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kreatinin darah adalah :
1. Jaffe reaction
Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan asam pikrat
membentuk senyawa kuning jingga. Menggunakan alat photometer. Metode ini meliputi
Kreatinin cara deporteinasi dan Kreatinin tanpa deproteinasi.
2. Kinetik
Dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali pembacaan.
Alat yang digunakan autoanalyzer.
3. Enzimatik Darah
Dasar metode ini adalah adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim
membentuk senyawa substrat menggunakan alat photometer.
Dari ketiga metode di atas, yang banyak dipakai adalah “Jaffe Reaction ”, dimana
metode ini bisa menggunakan serum atau plasma yang telah dideproteinasi dan tanpa
deproteinasi. Kedua cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, salah satunya
adalah untuk deproteinasi cukup banyak memakan waktu yaitu sekitar 30 menit,
sedangkan tanpa deproteinasi hanya memerlukan waktu yang relatif singkat yaitu
antara 2-3 menit.
Cara ini adalah dengan penambahan TCA (Trichlor Acetic Acid) 1,2 N pada serum
sebelum dilakukan pengukuran, setelah diputar dengan kecepatan tinggi antara 5-10
menit maka protein dan senyawa-senyawa lain akan mengendap dan filtratnya
digunakan untuk pemeriksaan. Tes linier sampai dengan konsentrasinya 10 mg /dl serum
dan 300 mg / dl urin. Cara deproteinasi ini banyak memerlukan sampel dan waktu yang
di perlukan lama sekitar 30 menit.
· Sampel yang diperlukan telalu banyak dan waktu terlalu lama. TCA pada suhu
kamar mudah terurai maka penyimpanannya di almari es ( ± 2 - 8° C ).
Kandungan nitrogen dalam sampel seperti protein, ureum, dll sudah terikat dengan TCA
sehingga supernatan terbebas dari bahan-bahan nitrogen.
Cara ini adalah fixed time kinetic metoda “ Jaffe Reaction “, yaitu pengukuran kreatinin
dalam suasana alkalis dan konsentrasi ditentukan dengan ketepatan waktu pembacaan.
Tes linier sampai dengan konsentrasi 13 mg / dl serum dan 500 mg per / dl urin. Cara
tanpa deproteinasi ini hanya memerlukan sedikit sampel dan waktu yang diperlukan
cukup singkat sekitar 2 menit.
1. Prinsip
Kreatinin akan bereaksi dengan asam pikrat dalam suasana alkali membentuk senyawa
kompleks yang berwarna kuning jingga. Intensitas warna yang terbentuk setara dengan
kadar kreatinin dalam sampel, yang diukur dengan Fotometer dengan panjang
gelombang 490 nm.
2. Reaksi
Kreatinin + asam pikrat Senyawa kompleks Yang berwarna kuning jingga Intensitas
warna yang terbentuk setara dengan kadar kreatinin dalam sampel, diukur pada
Fototmeter dengan panjang gelombang 490 nm.
Ø Tabung khan
Ø Tissue
Urine diencerkan 20 kali (1 + 19), urine dikumpulkan dengan interval 4, 12 atau 24 jam.
pH 4,0
Ø Aquadest
4. Prosedur Kerja
BLANKO
STANDARD
SAMPEL
AQUADEST
100 µL
-
STANDARD
100 µL
SERUM
100µL
PEREAKSI
(R1 + R2, 1 : 1)
1000 µL
1000 µL
1000 µL
- Inkubasi selama 2 menit, baca Absorban Standard (A.St1) dan sampel (A.Sp1)
terhadap blanko pada panjang gelombang 490 nm.
- Tepat 5 menit kemudian baca Absorban Standard (A.St2) dan sampel (A.St2)
Adanya gangguan terhadap bilirubin, ureum, protein yang mengakibatkan hasil tinggi
palsu. (Sylvia, 1994)
Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin bisa digunakan untuk menilai
kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan melakukan tes kreatininklirens. Selain
itu tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi gambaran tentang berat
ringannya gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal
yang berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg / dl serum. Namun dianjurkan
bahwa sebaiknya hemodialisis dilakukan sedini mungkin untuk memghambat
progresifitas penyakit.
Nilai Rujukan
Ø DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit lebih
rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).
Ø ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6
mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
Ø LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan
produksi kreatinin.
Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin dianggap
lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal dibandingkan uji
dengan kadar nitrogen urea darah (BUN). Sedikit peningkatan kadar BUN dapat
menandakan terjadinya hipovolemia (kekurangan volume cairan), namun kadar
kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum
sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.
Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah : gagal ginjal
akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis, nefropati diabetik,
pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi esensial, dehidrasi, penurunan aliran
darah ke ginjal (syok berkepanjangan, gagal jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus
nefritis, kanker (usus, kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit
Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging sapi kadar tinggi, unggas, dan ikan efek
minimal).
Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah : Amfoterisin B,
sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid (gentamisin), kanamisin, metisilin,
simetidin, asam askorbat, obat kemoterapi sisplatin, trimetoprim, barbiturat, litium
karbonat, mitramisin, metildopa, triamteren.Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai
pada : distrofi otot (tahap akhir), myasthenia gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN hampir selalu
disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan BUN sering diperbandingkan.
Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada kisaran 12-20. Jika kadar BUN meningkat dan
kreatinin serum tetap normal, kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika
keduanya meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih
cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang parah, kadar urea
terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat
akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia
prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio
BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal
dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kreatinin darah adalah hasil akhir dari metabolisme protein otot yang normal di ekskresi
ke dalam urin. Nilai normal kadar kreatinin pada wanita adalah 0,5 – 0,9 mg/dL.
Sedangkan pada laki-laki adalah 0,6 – 1,1 mg/dL.
Deproteinasi adalah penambahan Trichlor Acetic Acid 1,2 N pada serum (sampel)
sebelum dilakukan pengukuran.Tanpa deproteinasi adalah pemeriksaan kreatinin darah
tanpa menggunakan penambahan Trichlor Acetic Acid 1,2 N. TCA (trichlor acetic acid)
1,2 N adalah reagen yang digunakan untuk pemeriksan kreatinin cara deproteinasi.
Metode Jaffe Reaction adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan asam pikrat
membentuk senyawa kuning jingga.
B. Saran
Dari penyususnan makalah Kreatinin ini, masih banyak kekurangan yang ada maka
penulis mengharap saran dan kritikan dari pembaca (Dosen, dan rekan-rekan) sangat di
harapkan untuk penulis dari penyempurnaan makalah berikutnya atau masa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
http://hedisasrawan.blogspot.com/2013/06/10-fungsi-ginjal-artikel-lengkap.html
http://labkesehatan.blogspot.com/2010/03/kreatinin-darah-serum.html
http://lab-anakes.blogspot.com/2014/10/kreatinin_97.html
http://meirokosu.blogspot.com/2013/10/makalah-kimia-klinik-2-
kreatinin.htmlhttps://www.scribd.com/doc/249923931/Pengertian-Kreatinin
PEMERIKSAAN KREATININ ( Dengan Deprot)
D. Bahan : Serum
3. Beackerglass 6. Fotometer
3. Standar 2
G.Cara Kerja :
Deproteinase
Blanko
Standar
Tes
Aquadest
0,5 ml
Standar
0,5 ml
Sampel
0,5 ml
Rg TCA
0,5 ml
0,5 ml
0,5 ml
Diambil supernatannya
Blanko
Standar
Tes
Aquadest
0,5 ml
standar
0,5 ml
Sampel
0,5 ml
Rg kerja
0,5 ml
0,5 ml
0,5 ml
Perempuan = 0,6-1,1mg/dl
PEMERIKSAAN KREATININ (Tanpa Deprot)
D. Bahan : Serum
3. Beackerglass 6. Fotomete
2. Natrium hidroksida
3. Standar 2 mg/dl
G.Cara Kerja :
semi micro
macro
Sampel/standar
100µl
200µl
Reagen kerja
1000µl
2000µl
Fotometer