Anda di halaman 1dari 7

Nama : Giovani Gosal

Semester : Semester 4

Judul
MENCARI MAKNA SUATU PROPOSISI DARI KACAMATA
ALFRED JULES AYER

Abstrak

Positivisme logis telah membawa dampak besar bagi pemikiran Ayer dalam

menentukan makna dari suatu proposisi. Proses pencarian makna dari suatu proposisi

dilakukan Ayer dengan menerapkan prinsip verifikasi. Menurutnya, sebuah proposisi

dinyatakan bermakna sejauh dapat diverifikasi secara empiris dan analitis.

Kata kunci: Ayer; Positivisme logis; Prinsip verifikasi.

PENDAHULUAN

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-

satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktivitas rasio yang berkenaan dengan

hal-hal metafisik: tidak mengenal adanya spekulasi, tapi semua didasarkan pada data empiris.

Pada akhirnya, positivisme mengalami evolusi yang menghadirkan positivisme logis dengan

gayanya yang baru. Positivisme logis sangat dipengaruhi oleh empirisme, sehingga aliran ini

selalu menuntut hal-hal faktual untuk mendukung teorinya. Aliran ini fokus pada proses analisa

proposisi untuk menentukan makna di dalam proposisi tersebut. Tujuan serupa berusaha

ditempuh Jules Ayer dengan memanfaatkan prinsip verifikasi.

1
PEMBAHASAN SISTEMATIS

1. Alfred Jules Ayer1

Alfred Jules Ayer adalah seorang filsuf berkebangsaan Inggris yang dilahirkan di

London pada tahun 1910. pernah belajar filologi klasik dan filsafat di Oxford. Sesudah itu

ia pergi ke Austria, tepatnya berkunjung ke Universitas di Wina. Kemudian, ia kembali ke

Inggris dan diangkat menjadi dosen di Oxfrod hingga akhirnya setelah perang dunia II ia

diangkat sebagai professor di Universitas London (1946-1959). Salah satu buku yang ia

terbitkan ialah Language, Truth and Logic (1936). Buku ini memuat sebagian besar

pemikiran Ayer, terutama tentang prinsip verifikasi, sehingga buku ini dikaitkan dengan

munculnya salah satu aliran baru dalam filsafat periode kontemporer, yakni positivism

logis.

2. Positivisme Logis

Positivisme adalah sebuah aliran filsafat yang diprakarsai oleh seorang filsuf Prancis,

Auguste Comte. Aliran ini berpandangan bahwa filsafat seharusnya fokus pada hal-hal

yang faktual (sesuai dengan akar katanya “positif”) dan menjauhi pemikiran-pemikiran

spekulatif dan berbau metafisik. 2 Jadi, positivisme bertumpu pada data empiris untuk

membuktikan sesuatu secara ilmiah, sehingga segala sesuatu yang tidak dapat diamati oleh

indera manusia segera disangsikan kebenarannya. Dengan demikian, keberadaan ilmu-ilmu

yang bercorak spekulatif dan metafisik seperti Metafisika, Teologi, Etika, dan Estetika

didiskualifikasi oleh aliran positivisme. Proyek positivisme mengalami kontinuitas, salah

1
bdk. T. L. S. Sprigge, “Ayer, Jules,” The Oxford Companion to Philosophy, edited by
Ted Honderich (Oxford: Oxford University Press, 1995).
2
bdk. “Positivism,” The Blackwell Dictionary of Western Philosophy, edited by
Nicholas Bunnin dan Jiyuan Yu (Oxford: Blackwell Publishing, 2004).
2
satunya pada aliran positivisme logis yang dipelopori oleh tokoh-tokoh Lingkaran Wina3

yang menerapkan prinsip verifikasi dan logika dalam fokusnya menganalisa setiap

proposisi yang dikemukakan ilmu pengetahuan.4

Positivisme logis (neo-positivisme) adalah sebuah gerakan dalam ilmu filsafat yang

diilhami oleh empirisme dan prinsip verifikasi terutama dalam tugasnya membuat analisa

atas proposisi-proposisi yang dikemukakan oleh ilmu pengetahuan demi menentukan

kebermaknaannya.5 Para kaum positivis logis yang tergabung dalam kelompok lingkaran

Wina hanya menganggap prinsip verifikasi sebagai sebuah teori untuk menemukan makna

sebuah kalimat dan hanya mengakui prinsip verifikasi empiris secara langsung dalam

penerapannya. Inilah titik perbedaannya dengan Ayer: Ia membuat sebuah pendekatan baru

dalam penerapan prinsip verifikasi, yakni dengan memberlakukan juga proses verifikasi

secara tidak langsung. 6 Maka, bukan hanya proposisi-proposisi yang dapat diverifikasi

langsung saja yang memiliki makna, tapi menurut Ayer proposisi-proposisi lainnya yang

diverifikasi secara tidak langsung pun dapat memiliki makna.

3. Prinsip Verifikasi: Proses Pencarian Makna

Pembahasan tentang prinsip verifikasi dibicarakan panjang lebar dalam bukunya,

Language, Truth, and Logic. Di dalamnya, Ayer mengikuti tradisi positivis logis, yakni

3
Lingkaran Wina adalah sekumpulan pemikir positivisme logis yang ada di Wina,
Austria. Awalnya, anggota-anggotanya merupakan sekelompok filsuf dan ahli yang
berkumpul secara periodik di Wina sejak tahun 1922 hingga 1938 untuk membahas hal-hal
seputar filsafat. Mereka giat dalam usaha mengembangkan ilmu pengetahuan yakni dengan
menerapkan prinsip verifikasi yang mengacu pada data empiris. bdk. Thomas Uebel, “Vienna
Circle,” The Cambridge Dictionary of Philosophy, edited by Robert Audi (Cambridge:
Cambridge University Press, 1999).
4
bdk. “Positivism,” The Blackwell Dictionary of Western Philosophy, edited by
Nicholas Bunnin dan Jiyuan Yu (Oxford: Blackwell Publishing, 2004).
5
bdk. Richard A. Fumerton, “Logical Positivism,” The Cambridge Dictionary of
Philosophy, edited by Robert Audi.
6
bdk. Alfred Jules Ayer, Language, Truth, and Logic (New York: Dover Publications,
Inc., 1952). hal. 85.
3
berusaha menentukan bermakna tidaknya setiap proposisi yang diungkapkan dalam

struktur bahasa dengan menerapkan prinsip verifikasi. Cara sederhana untuk

merumuskannya adalah dengan mengatakan bahwa suatu proposisi memiliki makna literal

jika dan hanya jika proposisi yang diungkapkan itu bersifat analitik atau dapat diverifikasi

secara empiris. 7 Mereka sama sekali tidak mau memberi penekanan terhadap benar

salahnya suatu proposisi, melainkan menitikberatkan proses pencarian makna dalam

sebuah proposisi.8

Ayer menguraikan dua jenis proposisi yang dapat mengandung makna: Pertama,

proposisi empiris, yaitu sebuah pernyataan yang harus dapat diverifikasi secara empiris dan

mengandung kemungkinan untuk mendapat pembenaran atau ditolak kebenarannya; Kedua,

proposisi analitis yang tidak memerlukan verifikasi secara empiris untuk menentukan

kebermaknaannya, karena menggunakan prinsip logika dan matematika.9

3.1 Proposisi Empiris

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa proposisi empiris merupakan pernyataan

yang harus dapat diverifikasi secara empiris dan mengandung kemungkinan untuk

mendapat pembenaran atau ditolak kebenarannya. Jadi, proposisi empiris dapat

mengandung makna di dalamnya karena memungkinkan proses verifikasi atas data empiris

yang tersedia. Misalnya pernyataan “matahari mengelilingi bumi”. Pernyataan ini jelas-

jelas salah, karena jika ditinjau dari pengamatan empiris ternyata bumilah yang

mengelilingi matahari. Meskipun demikian, pernyataan ini tetaplah mengandung makna,

7
Ibid., hlm. 5.
8
Ibid., hlm. 48.
9
Wilhelm Dupre, “Ayer, Jules” (24 Oktober 2004), diambil dari
https://plato.stanford.edu/entries/ayer (16 Mei 2019).
4
karena proses verifikasi secara empiris dimungkinkan dengan adanya data empiris yang

mendukung.

Bagi Ayer, proposisi empiris dapat ditentukan kebermaknaannya dari hasil verifikasi

secara tidak langsung. Ini digagasnya untuk mendukung kebermaknaannya suatu fakta

sejarah. Jika prinsip verifikasi terbatas pada pengamatan empiris secara langsung, maka

peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu pada akhirnya dianggap tidak bermakna.

Namun, Ayer berpandangan bahwa peristiwa-peristiwa masa lalu dapat memiliki makna

yakni dengan diterapkannya verifikasi empiris secara tidak langsung. Ini dapat dilakukan

dengan cara meminta data dari orang yang sangat berpengaruh dalam penentuan pernyataan

atas suatu kejadian masa lalu.10 Misalnya, “Seminari Pineleng didirikan pada tanggal 15

Agustus 1954”. Demi menemukan makna kalimat ini, seseorang membutuhkan kesaksian

dari banyak orang yang tahu persis peristiwa ini untuk dijadikan sebagai pendasaran

empiris.

3.2 Proposisi Analitis

Untuk menentukan bermakna tidaknya proposisi analitis, Ayer menguraikan ciri-khas

yang terkandung dalam proposisi analitis: Pertama, proposisi analitis memiliki kebenaran

hanya didasarkan pada fakta yang terkandung dalam susunan simbolnya; Kedua, proposisi

analitis tidak berdasarkan pada pengalaman, melainkan pada pengetahuan a priori sehingga

tidak memerlukan verifikasi empiris. Proposisi analitis mengandung kepastian yakni

memiliki sifat kebenaran tautologi, yaitu suatu pernyataan yang sudah semestinya benar

hanya dilihat dari hukum-hukum logika dan matematika; Keempat, proposisi analitis

mengandung makna sejauh itu didasarkan pada penggunaan istilah yang pasti, sehingga

10
bdk. Alfred Jules Ayer, Language, Truth, and Logic, hlm. 37.
5
maknanya dapat ditentukan lewat bahasa.11 Keempat karakteristik ini dapat disimpulkan

dalam sebuah contoh, misalnya “2 + 8 = 10”. Proposisi ini dapat langsung dinilai memiliki

makna karena proposisi ini sudah mengandung kebenaran tautologi, yang berarti sudah

semestinya benar atau salah hanya dilihat dari konvensi yang ditetapkan dalam logika dan

matematika, atau singkatnya tergantung dari pemakaian simbol. Simbol “2 (dua)”, “+

(plus)”, “8 (delapan)”, “= (sama dengan)”, dan 10 (sepuluh) sebelumnya telah ditetapkan

dalam ilmu matematika untuk mengindikasikan seseorang bahwa misalnya dengan

menjumlahkan 2 buah jeruk dan 8 buah jeruk maka totalnya adalah 10 buah jeruk. Intinya

proposisi analitis hanya membutuhkan analisis saja dengan berdasarkan simbol yang sudah

ditetapkan secara konvensional oleh ilmu matematika maupun logika, tanpa membutuhkan

proses verifikasi.

4. Kesimpulan

Positivisme merupakan salah satu aliran filsafat yang memandang bahwa suatu klaim

ilmu pengetahuan menyandang predikat benar sejauh dapat dibuktikan secara empiris lewat

data faktual. Dalam perkembangannya, lahirlah positivisme logis yang mengambil bentuk

dasar positivisme sambil diterapkan prinsip logika di dalamnya. Pada dasarnya, positivisme

logis menerapkan prinsip verifikasi untuk menentukan apakah suatu proposisi bermakna

atau tidak. Fokus utama positivisme logis ialah mengenai kebermaknaan suatu proposisi,

bukan benar atau salahnya. Alfred Jules Ayer tampil sebagai seorang positivis logis yang

menerapkan prinsip verifikasi sebagai tolok ukur untuk menilai sebuah pernyataan, agar

suatu pernyataan dapat dikatakan bermakna. Kebermaknaan suatu pernyataan bergantung

pada data empiris atau analisa, sehingga jika suatu pernyataan tidak memenuhi dua kriteria

tersebut, maka pernyataan itu dinilai tidak bermakna.

11
bdk. Alfred Jules Ayer, Language, Truth, and Logic, hlm. 85-86.
6
DAFTAR PUSTAKA

“Positivism.” The Blackwell Dictionary of Western Philosophy. Edited by Nicholas


Bunnin dan Jiyuan Yu. Oxford: Blackwell Publishing, 2004.

Ayer, Alfred Jules. Language, Truth, and Logic. New York: Dover Publications, Inc.,
1952.

Dupre, Wilhelm. “Ayer, Jules” (24 Oktober 2004). Diambil dari:


https://plato.stanford.edu/entries/ayer, 16 Mei 2019.

Fumerton, Richard A. “Logical Positivism.” The Cambridge Dictionary of Philosophy.


Edited by Robert Audi. Cambridge: Cambridge University Press, 1999.

Sprigge, T.L.S. “Ayer, Jules.” The Oxford Companion to Philosophy. Edited by Ted
Honderich. Oxford: Oxford University Press, 1995.

T. L. S. Sprigge, “Ayer, Jules,” The Oxford Companion to Philosophy, edited by Ted


Honderich (Oxford: Oxford University Press, 1995).

Uebel, Thomas. “Vienna Circle.” The Cambridge Dictionary of Philosophy. Edited by


Robert Audi. Cambridge: Cambridge University Press, 1999.

Anda mungkin juga menyukai