Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN KASUS

KEHAMILAK EKTOPIK TERGANGGU

Pembimbing:
dr. H. Doddy R, Sp.OG

Disusun Oleh:
Billy Dohotan Dohar S
030.15.043
Dextra Binti Aryffin
030.15.056

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


RSUD KARAWANG
PERIODE 25 MARET – 1 JUNI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Laporan Kasus dengan Judul


“KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU”

Disusun oleh:
Billy Dohotan Dohar S
030.15.043
Dextra Binti Aryffin
030.15.056

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Doddy R, Sp.OG


untuk dipresentasikan

Karawang, Mei 2019


Mengetahui,

dr. Doddy R,Sp.OG

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengizinkan
laporan kasus ini terlaksana, karena berkat anugerah-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Kehamilan Ektopik Terganggu”.
Laporan Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dari syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan di
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang Periode 25 Maret – 1 Juni 2019.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. H. Doddy R., Sp.OG sebagai
pembimbing, dokter dan staf-staf Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan di
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang, teman-teman sesama ko-assisten
Kebidanan dan Penyakit Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang,
dan semua pihak yang turut serta memberikan bantuan, doa, semangat, dan
membantu kelancaran dalam proses penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
namun besar pengharapan penulis bagi pembaca untuk memberikan masukan dan
kritikan yang akan saya pertimbangkan untuk memperbaiki laporan kasus ini
menjadi lebih baik. Terima kasih dan Tuhan memberkati.

Karawang, Mei 2019


Penulis,

Billy Dohotan Dohar S & Dextra Binti Aryffin

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................... i


KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... 1
BAB I .................................................................................................................................................... 1
BAB II ILUSTRASI KASUS ................................................................................................................ 2
2.1 Identitas Pasien ....................................................... Error! Bookmark not defined.
2.2 Anamnesis .............................................................. Error! Bookmark not defined.
2.3 Pemeriksaan Fisik ....................................................................................................7
2.3.1 Keadaan Umum ..............................................................................................7
2.3.2 Data Antropometri..........................................................................................8
2.3.3 Tanda Vital .....................................................................................................8
2.3.4 Status generalis ...............................................................................................8
2.3.5 Status Obstetri ................................................................................................9
2.4 Pemeriksaan penunjang .......................................... Error! Bookmark not defined.
2.4.1 Laboratorium ................................................ Error! Bookmark not defined.
2.5 Resume ................................................................... Error! Bookmark not defined.
2.6 Diagnosis Kerja ......................................................................................................14
2.7 Penatalaksanaan .....................................................................................................14
2.8 Prognosis ................................................................................................................14
2.9 Follow up................................................................................................................15
2.10 Pemeriksaan Laboratorium ..................................................................................16
BAB III ANALISIS KASUS ............................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... Error! Bookmark not defined.
4.1 Abortus ............................................................................................. Error! Bookmark not defined.
4.1.1 Definisi .......................................................................................... Error! Bookmark not defined.
4.1.2 Epidemiologi ................................................................................ Error! Bookmark not defined.
4.1.3 Etiologi .......................................................................................... Error! Bookmark not defined.
4.1.4 Klasifikasi dan Manifestasi klinis ............................................. Error! Bookmark not defined.
4.1.5 Patofisiologi ................................................................................. Error! Bookmark not defined.
4.1.6 Penegakkan diagnosis ................................................................. Error! Bookmark not defined.
4.1.7 Tatalaksana ................................................................................... Error! Bookmark not defined.
4.1.8 Komplikasi.................................................................................... Error! Bookmark not defined.

KESIMPULAN ..................................................................................... Error! Bookmark not defined.


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I
PENDAHULUAN

Poin ke 5 dalam Milenium Development Goals (MDG) adalah


meningkatkan kesehatan ibu, salah satu upaya yang dilakukan adalah menurunkan
angka kematian ibu. Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia menurun dari
390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007.1
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012 menunjukan
bahwa angka kematian ibu di Indonesia mengalami peningkatan yaitu 359 per
100.000 kelahiran hidup. Data laporan yang diterima dari daerah menunjukan
bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013
adalah sebanyak 5.019 orang.2

Menurut World Health Organization (WHO), setiap harinya terdapat


kurang lebih 800 wanita meninggal di seluruh dunia karena komplikasi kehamilan
dan persalinan dan 99% dari kematian ibu terjadi di negara berkembang.3 Setiap
tahun 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil. Namun, sekitar 15% menderita
komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam
jiwa ibu.4

Kehamilan ektopik merupakan suatu kehamilan dimana sel telur yang


telah dibuahi tidak menempel pada endometrium kavum uterus. Penyebab
kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang sudah dibuahi dalam
perjalanannya menuju dinding rahim tersendat, sehingga embrio sudah
berkembang sebelum mencapai rahim dan tumbuh di luar endometrium kavum
uteri. Hampir sebagian besar embrio tertanam di tuba falopi. Hal ini yang dapat
mengakibatkan terjadi. Ruptur dan pelepasan hasil pembuahan yang tidak
sempurna dapat mengakibatkan perdarahan.4

Kejadian kelahiran ektopik di Indonesia sekitar 5-6 per 1000 kehamilan.


Angka kematian pada kehamilan ektopik dapat tinggi apabila pertolongan
terlambat. Menurut Sjahid dan Martohoesodo didapatkan angka kematian 2 dari
120 kasus, sedangkan Tarjiman didapatkan 4 dari 138 kehamilan ektopik. Gejala
yang terjadi pada kehamilan ektopik meliputi rasa nyeri di perut bawah,
perdarahan dari vagina, nausea, dan pusing. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi dini kehamilan ektopik dengan pemeriksaan
ultrasonografi dan pemeriksaan HCG.4

Kehamilan ektopik memiliki beberapa faktor risiko, beberapa hal yang


dapat menjadi faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik yaitu radang panggul,
kebiasaan merokok, riwayat pembedahan tuba, penggunaan Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, kelainan tuba,
aborsi dan pemakaian kontrasepsi hormonal. Kehamilan ektopik lebih sering
terdeteksi pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun.5

Pengenalan dini terhadap faktor risiko dan diagnosis kehamilan ektopik


serta tatalaksana bedah sesegera mungkin akan membantu memperbaiki prognosis
reproduksi selanjutnya. Prognosis buruk dihubungkan dengan kurangnya
keberhasilan hamil dengan baik setelah kehamilan ektopik terjadi.6
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nomer Rekam Medis: 00.76.98.70


Nama: Ny. Masitah
Jenis Kelamin: Perempuan
Tempat, tanggal lahir: Karawang, 11/07/1989
Usia: 29 tahun
Alamat: Teluk Ampel II RT/RW 006/002 Batujaya, Karawang
Agama: Islam
Status Pernikahan: Menikah
Pendidikan Terakhir: SD
Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga
Suku Bangsa: Sunda
Tanggal masuk RS: 07 Mei 2019
Tanggal Keluar RS: 10 Mei 2019
Jalur Masuk: Instalasi Gawat Darurat

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 7 Mei 2019 pukul 09:52 di IGD RSUD
Karawang

Keluhan Utama
Pasien rujukan puskesmas Batujaya mengaku hamil 2 bulan G2P1A0 dengan
keluhan keluar darah dari vagina sejak 5 hari SMRS

Keluhan Tambahan
Nyeri perut bagian bawah hilang timbul sejak 5 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan keluar tetesan darah
segar dari vagina sejak 5 hari SMRS. Darah semakin banyak dan berwarna gelap
sejak 2 hari SMRS. Pasien mengganti pembalut sebanyak 4x dalam satu hari.
Keluhan juga di sertai dengan nyeri perut hilang timbul yang tidak menjalar.
Nyeri perut di rasakan tiba tiba tanpa ada pemicu atau riwayat trauma
sebelumnya. Hal ini mengganggu aktivitas sehari hari pasien.
Pasien mengaku terlambat haid dengan HPHT 14/03/2019 sudah di periksa
menggunakan test pack kehamilan dan hasilnya positif. Berdasarkan hasil
pemeriksaan dari bidan pasien diketahui hamil 8 minggu. Riwayat haid teratur dan
tidak nyeri.
Lima hari SMRS pada saat pasien pertama kali merasakan keluhan, pasien
langsung memeriksakan diri ke bidan desa. Di bidan pasien di berikan sangobion
dan Panadol lalu disarankan oleh bidan untuk kembali memeriksakan diri jika
keluhan tidak membaik. Tiga hari setelah pasien memeriksakan diri ke bidan
pasien merasakan tetesan darah semakin banyak dan nyeri perut semakin
memburuk namun pasien memutuskan untuk memeriksakan diri kembali bidan
dua hari setelah keluhan memburuk. Dari bidan pasien di bawa ke puskesmas
Batu jaya dan kemudian di rujuk ke RSUD Karawang.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat KET sebelumnya (-), Riwayat tekanan darah tinggi (-), diabetes mellitus
(-), alergi (-), asma (-), penyakit jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat tekanan darah tinggi (-), diabetes mellitus (-), alergi (-), asma (-),
penyakit jantung (-), penyakit kronis (-)

Riwayat Menstruasi
Pasien mengatakan menstruasi pertama kali ( menarch) pada usia 13 tahun. Siklus
menstruasi biasanya 28 hari dengan lama menstruasi 7 hari dan teratur. Dalam
satu hari biasanya pasien mengganti pembalut sebanyak 3x. tidak terdapat keluhan
nyeri saat menstruasi.

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah sebanyak dua kali. Pernikahan pertama pada tahun 2006 saat
pasien berusia 16 tahun. Pernikahan berlangsung selama 1,5 tahun. Pernikahan
kedua pada tahun 2017 saat pasien berusia 27 tahun yang berlangsung sampai saat
ini.

Riwayat Obstetri
G2P1A0 kehamilan pertama terjadi pada tahun 2006, bayi berjenis kelamin
perempuan, lahir spontan dibantu oleh bidan dengan berat badan lahir 2800 gram.

Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi

Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


Riwayat ekonomi pasien cukup. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
Penghasilan sehari hari di dapatkan dari suami yang bekerja sebagai buruh. Biaya
pengobatan ditanggung oleh BPJS. Sehari hari pasien sering mengonsumsi sayur
tetapi pasien jarang mengonsumsi buah.

2.3Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di IGD RSUD Karawang

2.3.1 Keadaan Umum


Kesan sakit : Sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan lain : Dyspnoe (-), sianosis (-), ikterik (-), pucat (+)
2.3.2 Data Antropometri
Berat badan : 69 kg
Tinggi Badan : 160 cm

2.3.3 Tanda Vital


Tekanan darah : 80/ 50 palpasi
Laju nadi : 120x/menit, reguler
Laju nafas : 20x/menit, reguler
Suhu : 36.5°C
Saturasi oksigen : 99%

2.3.4 Status generalis


- Kepala :Normocephali
Rambut : Hitam, panjang, tidak mudah dicabut.
Wajah : Simetris (+), parese (-)
Mata :CA (+/+), SI (-/-), Pupil bulat isokor, Refleks Cahaya +/+
Telinga : Normotia, tidak ada nyeri tarik
Hidung : Tidak ada deviasi septum
Mulut : Mukosa bibir pucat, sianosis (-), parese lidah (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1
- Leher
JVP tidak meningkat, Pembesaran tiroid (-), Pembesaran kelenjar getah
bening (-)

- Thorax
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavikularis kiri
Perkusi : Redup
Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, otot bantu napas (-)
Palpasi : Vocal fremitus simetris
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : SNV (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

- Abdomen
Inspeksi : perut membuncit
Auskultasi : Bising usus 3x/menit
Palpasi : turgor kulit baik, pembesaran hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi : sulit dinilai karena hamil

- Kelenjar Getah Bening


Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Superior cervical : Tidak teraba membesar
Submandibula :Tidak teraba membesar
Supraclavicula :Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar

- Ekstremitas
Inspeksi : Sianosis (-)
Palpasi : AH (+), OE (-) , CRT < 2 detik

2.3.5 Status Obstetri


- Leopold
Tidak dapat dilakukan pemeriksaan leopold.
- TFU (Tinggi Fundus Uteri)
o TFU: belum teraba
- Genitalia:
o Inspeksi: Vulva terdapat perdarahan
o Vaginal Toucher: dinding vagina teraba lidncin, portio lunak,
posisi posterior, nyeri goyang portio(+)
2.4 Pemeriksaan penunjang
2.4.1 Laboraturium
Tanggal: 07/05/2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 6,6 g/dL 11,7 – 15,5
Eritrosit 2,29 juta//μl 4.1-5,1
Leukosit 14,26 ribu/μl 4,4-11,3
Trombosit 166 ribu//μl 150.000 – 450.000
Hematokrit 20,1 % 35-47
MCV 88 fL 80-100
MCH 29 Pg 26-34
MCHC 33 g/dL 32-36
RDW CV 13,5 % 12,0-14,8
Masa Perdarahan/BT 2 Menit 1-3
Masa Pembekuan/CT 11 Menit 5-11
Golongan Darah ABO O
Golongan Darah Rh Positif
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 155 mg/dL 70-110
Imunologi
HbSAg Non reaktif Non reaktif
2.5 Resume

Pasien rujukan puskesmas Batujaya mengaku hamil 2 bulan G2P1A0 dengan


keluhan keluar darah dari vagina sejak 5 hari SMRS dan keluhan tambahan
berupa nyeri perut bagian bawah hilang timbul sejak 5 hari SMRS
Pasien datang ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan keluar tetesan darah
segar dari vagina sejak 5 hari SMRS. Darah semakin banyak dan berwarna gelap
sejak 2 hari SMRS. Pasien mengganti pembalut sebanyak 4x dalam satu hari.
Keluhan juga di sertai dengan nyeri perut hilang timbul yang tidak menjalar.
Nyeri perut di rasakan tiba tiba tanpa ada pemicu atau riwayat trauma
sebelumnya. Hal ini mengganggu aktivitas sehari hari pasien.
Pasien mengaku terlambat haid dengan HPHT 14/03/2019 sudah di periksa
menggunakan test pack kehamilan dan hasilnya positif. Berdasarkan hasil
pemeriksaan dari bidan pasien diketahui hamil 8 minggu. Riwayat haid teratur dan
tidak nyeri.
Lima hari SMRS pada saat pasien pertama kali merasakan keluhan, pasien
langsung memeriksakan diri ke bidan desa. Di bidan pasien di berikan sangobion
dan Panadol lalu disarankan oleh bidan untuk kembali memeriksakan diri jika
keluhan tidak membaik. Tiga hari setelah pasien memeriksakan diri ke bidan
pasien merasakan tetesan darah semakin banyak dan nyeri perut semakin
memburuk namun pasien memutuskan untuk memeriksakan diri kembali bidan
dua hari setelah keluhan memburuk. Dari bidan pasien di bawa ke puskesmas
Batu jaya dan kemudian di rujuk ke RSUD Karawang.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, Pasien menyangkal terdapat
riwayat trauma sebelumnya. Selain itu pasien tidak memiliki riwayat KET
sebelumnya. keluarga pasien tidak ada yang menderita riwayat penyakit seperti ini
sebelumnya. Pasien menyangkal terdapat riwayat penyakit seperti, diabetes
mellitus, riwayat penyakit jantung, alergi, asma, dan lainnya
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 80/50 mmHg, laju nadi
120x/menit, reguler, laju nafas 20x/menit, reguler, suhu 36,5°C, dan saturasi
oksigen 99%. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan CA +/+ dan status
generalis lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan
Hb 6.6 g/dL, Trombosit 166.000 /uL, Ht 20.1%, leukosit 14.260/uL
2.6 Diagnosis Kerja
Ibu: KET pada G2P1Ao grav 7-8 minggu + Syok hipovolemik grade II

2.7 Penatalaksanaan
- Observasi tanda vital dan perdarahan
- Vit.K
- Inj. Ceftriakson 2x1 gram
- Inj. Metronidazole 3x500mg
- Inj. Ketorolac 3x1 ampul

2.8 Prognosis
Ibu:
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam

Janin:
Ad Vitam: : ad malam
2.9 Follow up
TANGGAL
FOLLOW
8 Mei 2019 9 Mei 2019 10 Mei 2019
UP
07.00 07.00 07.00
S Perdarahan aktif(-) Perdarahan aktif(-) Perdarahan aktif(-)
Nyeri luka OP(+) VAS Nyeri luka OP(+) VAS Nyeri luka OP(+) VAS
2-3 2-3 2-3
Mulas (-) Demam(-) Mulas (-) Demam(-) Mulas (-) Demam(-)
O Compos mentis, sakit Compos mentis, sakit Compos mentis, sakit
sedang sedang ringan
T = 36,5oC T = 36,7oC T = 36,5oC
TD = 120/80 mmHg TD = 120/80 mmHg TD = 120/80 mmHg
HR = 105x/menit HR = 98x/menit HR = 85x/menit
RR = 18x/menit RR = 20x/menit RR = 20x/menit
SpO2 = 98% SpO2 = 99% SpO2 = 99%

Status Generalis Status Generalis Status generalis:


CA +/+ CA +/+ DBN

Status obstetri Status obstetri Status obstetri


TFU : - TFU : - TFU : -
Inspeksi: Inspeksi: Inspeksi:
perdarahan (-) perdarahan (-) v/u tenang
perdarahan aktif (-)
A POD I post laparotomi POD II post laparotomi POD IIi post laparotomi
salfingektomi tuba kiri salfingektomi tuba kiri salfingektomi tuba kiri
atas indikasi riwayat atas indikasi riwayat atas indikasi riwayat
syok hipovolemik syok hipovolemik syok hipovolemik grade
grade III ec grade III ec III ec hemoperitoneum
hemoperitoneum ec hemoperitoneum ec ec KET ibu dengan
KET ibu dengan KET ibu dengan permasalahan anemia ec
permasalahan anemia permasalahan anemia blood loss
ec blood loss ec blood loss
P Transfusi PRC Transfusi PRC Cefadroxil 2x500
Inj. Ceftriaxone 1x2 Inj. Ceftriaxone 1x2 As mefenamat 3x500
gram gram Metronidazole 3x500
Inj. Metronidazole Inj. Metronidazole Diet tinggi protein
3x500 3x500 Pasien pulang
Inj. Ketorolac 3x1 Inj. Ketorolac 3x1
ampul ampul
Diet tinggi protein Diet tinggi protein
pasien boleh pulang
besok
2.10 Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal : 10/5/2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 9 g/dL 11,7 – 15,5
Eritrosit 3,06 juta//μl 4.1-5,1
Leukosit 11,51 ribu/μl 4,4-11,3
Trombosit 206 ribu//μl 150.000 – 450.000
Hematokrit 26,5 % 35-47
MCV 87 fL 80-100
MCH 29 Pg 26-34
MCHC 34 g/dL 32-36
RDW CV 14,8 % 12,0-14,8
BAB III
ANALISIS KASUS

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu (KET) dapat ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berikut adalah
perbandingan antara teori dan temuan-temuan klinis yang dijumpai pada pasien
yang mendukung diagnosa KET pada pasien.
No. Teori Pasien
1. Anamnesis Anamnesis
1. Trias klasik KET - Riwayat telat haid (+) dengan
- Amenorea HPHT (14-3-2019)
- Nyeri perut - Nyeri perut mendadak di perut
- Perdarahan pervaginam bagian bawah hilang timbul dan
2. Tanda-tanda hamil muda tidak menjalar
- Mual-muntah - Tetesan darah segar keluar dari
- Rasa tegang pada payudara vagina 5 hari SMRS

2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik


1. Tanda-tanda syok: - Dijumpai tanda-tanda syok,
- Tekanan darah menurun keadaan umum pasien lemah
(sistolik < 90 mmHg) dengan tensi menurun (80/50),
- Nadi cepat dan lemah (> 110 nadi cepat dan lemah (120x/mnt
kali permenit) regular), dengan respirasi masih
- Pucat, berkeringat dingin, dalam batas normal. Keadaan
kulit yang lembab umum tampak sakit berat
- Nafas cepat (> 30 kali - Status Ginekologi:
permenit) Abdomen:
- Cemas, kesadaran berkurang Nyeri tekan (+)
atau tidak sadar. Vagina :
2. Gejala akut abdomen (Insp) : terdapat perdarahan
- Nyeri tekan (VT) : dinding vagina teraba
- Defance musculare licin,portio lunak , posisi
3. Pemeriksaan ginekologi posterior,nyeri goyang portio (+)
- Servik teraba lunak,
- Nyeri goyang,
- Korpus uteri normal atau
sedikit membesar,
- Kavum Douglas menonjol oleh
karena terisi darah.

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium 1. Laboratorium
- Hb menurun - Hb: 6,6 g/dL
- Leukosit normal/meningka - leukosit :14,26
2. USG 2. USG
- GS (-) intrauterin, (+) di - GS intrauterin (-)
ekstrauterin - Tanda cairan bebas (+) di cavum
- Tanda cairan bebas pada abdomen
kavum abdomen Kesan: Kehamilan ektopik
- Massa abnormal di daerah
terganggu
pelvis
3. Kombinasi USG dengan 3. Kuldosintesis : meskipun blm
pemeriksaan kuantitatif ß-hCG dilakukan, bisa di dapat (+)
- GS (-) intrauterin diaspirasi darah berwarna
- Kadar ß-hCG serum 1500 kehitaman
mIU/ml atau lebih,
4. Kuldosintesis
- Darah (+) di cavum Douglass
5. Kadar progesteron
- < 5 ng/mL
6. Kuretase uterus
- Vili (-)
7. Laparoskopi
8. Laparotomi

Berdasarkan tabel diatas, pada kolom anamnesis dapat dilihat bahwa pasien
memenuhi semua kriteria anamnesis untuk KET. Dari HPHT didapatkan umur
kehamilan pada saat pemeriksaan adalah 7-8 minggu, dan hal ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa sebagian besar kehamilan ektopik pada tuba
akan terganggu pada umur kehamilan antara 6 – 10 minggu. Hal ini terjadi
karena tuba bukan tempat ideal untuk pertumbuhan hasil konsepsi, dimana pada
umur kehamilan 6 – 10 minggu vili korialis dengan mudah dapat menembus
endosalping (karena pembentukan desidua tuba yang tidak sempurna) dan
masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh
darah. Proses ini selanjutnya akan diikuti dengan terjadinya abortus tuba atau
ruptur dari tuba yang menyebabkan berakhirnya kehamilan.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri perut yang
mendadak . Pada umumnya nyeri seperti ini terjadi pada ruptur tuba akibat
darah yang mengalir deras ke dalam kavum peritonei. Jika yang terjadi adalah
abortus tuba, nyeri yang timbul tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus.
Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut
bawah. Dari kondisi ini, disimpulkan kemungkinan pasien mengalami ruptur
tuba.
perdarahan yang dialami oleh pasien merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik, akibat dari perdarahan yang berasal dari uterus. Selama
fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak
ditemukan. Perdarahan uterus akan terjadi bila dukungan endokrin terhadap
endometrium sudah tidak memadai lagi, dan ini terjadi jika janin telah mati. Pada
keadaan telah terjadi kematian janin pembentukan hormon hCG akan terganggu
dan akan diikuti dengan terjadinya pelepasan desidua yang bermanifestasi dalam
bentuk perdarahan uterus.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien lemah yang ditandai
dengan tensi turun, nadi cepat, lemah dan respirasi yang masih dalam batas
normal. Hal ini merupakan tanda bahwa perdarahan ke dalam rongga perut yang
masif, komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien dengan KET yakni terjadi
syok. Untuk mencegah terjadinya perburukan kondisi pasien dan juga untuk
diagnostik, laparatomi cito merupakan terapi definitif yang tepat.
Pemeriksaan pada abdomen pasien, ditemukan fundus uteri yang masih tidak
teraba, hal ini sesuai dengan umur kehamilan pasien 8 minggu. Pada kehamilan
ektopik, uterus juga membesar karena pengaruh hormon-hormon kehamilan,
terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi pertumbuhan uterus
hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus pada kehamilan
intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam keadaan hidup..
Pemeriksaan dalam pada vagina juga mendukung bahwa pasien memang dalam
keadaan hamil (porsio yang livide). Nyeri goyang pada porsio, nyeri pada
adneksa dan parametrium, serta perabaan cavum Douglass yang menonjol dan
terasa nyeri , dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan ektopik
tuba yang sudah atau sedang mengalami ruptur. Nyeri goyang pada porsio
mendukung adanya rangsangan (iritasi) oleh darah pada peritoneum. Tidak
terdapat massa pada adneksa parametrium. Hal ini bisa terjadi bila sudah
terdapat ruptur dari tuba, didukung lagi oleh adanya nyeri sekitar adneksa.
Ditemukan kavum Doglas dalam keadaan menonjol, menunjukan adanya
pendesakan oleh cairan dalam rongga pelvis, dimana cairan tersebut dapat
berupa darah akibat ruptur tuba.
Dari pemeriksaan laboratorium,. Dari penurunan kadar Hb ini dapat disimpulkan
bahwa telah terjadi perdarahan dalam tubuh pasien. Pada awal pemeriksaan
kadar Hb tidak terlalu turun karena penurunan Hb yang terjadi akibat
diencerkannya darah oleh air dan jaringan untuk mempetahankan volume darah
membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 24 jam. Hasil penghitungan leukosit
menunjukkan terjadinya peningkatan kadar leukosit. Perdarahan yang banyak
juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan sedikit demi
sedikit, leukosit biasanya normal atau sedikit meningkat ini berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-
tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik
dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya
menunjukkan adanya infeksi pelvik
Khusus mengenai perbedaan hamil ektopik dengan hamil intrauterin, dapat
dilihat pada tabel berikut:

Jenis
Klinis Ultrasonografi Biomarker
Kehamilan

Ektopik - Nyeri perut berat, - GS intrauterin (-) - ß-hCG > 1500


mendadak/perlahan,laha - Tanda cairan mIU/mL
n bebas (+) - Progesteron < 5
- Perdarahan pervaginam - Massa abnormal ng/mL
sedikit-sedikit, berwarna di daerah pelvis
kecoklatan
- Mual-muntah <<<

Intrauterin - Nyeri perut (-)/ringan - GS intrauterin (+) - ß-hCG > 6000


dan sementara - Endometrial line mIU/mL
- Perdarahan pervaginam, (+) - Progesteron > 25
lebih banyak, warna lebih - Tanda cairan ng/mL
merah bebas (-)
- Mual-muntah >>>

Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan adalah kuldosintesis dengan hasil


(+) diaspirasi darah berwarna kehitaman.

4.2. DIAGNOSIS BANDING


Pasien didiagnosis banding dengan abortus iminens oleh karena adanya nyeri
perut disertai dengan adanya riwayat keluar darah dari vagina Diagnosis abortus
akhirnya disingkirkan oleh karena pada abortus biasanya darah yang keluar lebih
banyak, berwarna merah segar. Ditemukan adanya nyeri goyang porsio dan
penonjolan kavum douglas menunjukkan tanda-tanda adanya darah yang
terkumpul pada rongga pelvis, dimana hal ini mendukung diagnosis ke arah KET.

4.3. PENATALAKSANAAN
Pertama dilakukan tindakan perbaikan keadaan umum dengan mengatasi kondisi
pre syok. Pada pasien diberikan infus RL 28 tetes/menit sampai kondisi syok
teratasi, dengan terus dilakukannya monitoring tanda-tanda vital. Kemudian
seharusnya dilakukan cek Hb serial setiap 2 jam untuk memantau apakah
terdapat penurunan Hb. Apabila Hb < 9 gr/dL maka dilakukan tranfusi PRC.
Namun karena kondisi emergency dan Setelah mendapat persetujuan dari
keluarga dilakukan tindakan laparatomi salpingektomi tuba kiri untuk
menghentikan perdarahan Tindakan laparatomi yang dilakukan bersifat sebagai
alat diagnostik sekaligus terapeutik.

4.4. KOMPLIKASI
. Komplikasi berupa perlengketan dengan usus tidak terjadi.

4.5. PROGNOSIS
Pasien tidak memiliki riwayat KET pada kehamilan pertama. Sebagian wanita
menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0 - 4,6 %.
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Pada pasien ini, pemulihan
berlangsung dengan baik.
. Berdasarkan literatur yang ada, hanya 60% wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, apabila tuba yang lain masih
berfungsi normal.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 DEFINISI

Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi

oleh spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum

uterus.7,8,9,10,11,17,18 Sedangkan Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan

ektopik yang mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang

melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba.

Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi

dalam beberapa golongan:10

 Tuba Fallopii

 Uterus (diluar endometrium kavum uterus)

 Ovarium

 Intraligamenter

 Abdominal

 Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus

Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering

terjadi di Tuba ( 97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di

isthmus, dan 17 % di fimbriae. Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal,

dan intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornua uterus. 7,8,9,11,12


Gambar 1 : Lokasi terjadinya kehamilan ektopik

Ada beberapa pendapat yang menggolongkan kehamilan ektrauterin,

namun pendapat ini tidaklah tepat karena kehamilan di kornu, servik uterus

termasuk dalam kehamilan ektopik.9,10

4. 2 EPIDEMIOLOGI

Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara

pada beberapa literature. Denominator yang paling umum digunakan adalah

jumlah konsepsi yang dikenali, yang mana digambarkan sebagai jumlah

kehamilan ektopik per 1000 konsepsi. Denominator lainnya adalah jumlah wanita

dalam usia produktif, yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per

10.000 wanita dalam rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang

digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran.

Akan sangat baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per

1000 total konsepsi. Namun, bagaimanapun juga, sejak abortus spontaneous dan

banyak abortus yang direncanakan tidak dilaporkan, denominator itu selalu lebih
kecil dibandingkan dengan angka yang sebenarnya, dan juga sejak kehamilan

ektopik asimptomatis yang tidak diketahui sehingga tidak dilaporkan. Hal ini

mengakibatkan insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi yang

sebenarnya tidak akan dapat diukur secara tepat. Jumlah insiden yang dilaporkan

di literature, bagaimanapun juga, merupakan perkiraan yang baik dan, sejak

metodologi yang digunakan sama , maka dapat dibandingkan secara tepat.13

Pada perkembangan terbaru, di Inggris Raya, kehamilan ektopik masih

merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir

32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya di Inggris Raya. Di

Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada

tahun1992 menjadi 35.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka

kejadian ini menurun seiring dengan menurunnya angka kejadian Pelvic

Inflammatory Disease (PID).14

Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan

diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan

menderita kehamilan ektopik atau 0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah

Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan

ektopik diantara 4007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan.19

4.3 ETIOLOGI

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar

penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan

pembuahan didalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur
mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau

nidasinya di tuba dipermudah.7,8,12

Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan adanya

beberapa faktor, termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik

sebelumnya, operasi pada tuba, infeksi pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES),

penggunaan IUD, dan fertilisasi in vitro pada penyakit tuba. Faktor-faktor ini

mungkin berbagi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme anatomis,

fungsional, atau keduanya. Pastinya, sangat sulit untuk menilai penyebab dari

implantasi ektopik dengan tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba.

Normalnya, seperti disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan

berjalan kedalam tuba ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang

mengganggu fungsi normal dari tuba fallopii selama proses ini meningkatkan

resiko terjadinya kehamilan ektopik.12,15

Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de

Graaf yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel,

atau apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.

Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau

kehamilan ovarial yang mengalami rupture dan mudigah masuk di antara 2

lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor

multiparitas yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim

termasuk seksio sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi

sekunder dari kehamilan tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.9
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor pada tuba yang dapat

mendukung terjadinya kehamilan ektopik :8

1. Faktor dalam lumen tuba :

a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping,

sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;

b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada

hipoplasia uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia

endosalping;

c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan

sterilisasi yang tidak sempurna.


Gambar 2 : Gambaran mikroskopik dari saluran tuba

2. Faktor pada dinding tuba :

a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang

dibuahi dalam tuba;

b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat

menahan telur yang dibuahi ditempat itu.

3. Faktor diluar dinding tuba :

a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat

menghambat perjalanan telur;

b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen

tuba.

4. Faktor lain :

a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri-

atau sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang

dibuahi ke uterus. Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat

menyebabkan implantasi premature;

b) Fertilisasi in vitro.

Diantara faktor-faktor tersebut diatas, salpingitis akut merupakan penyebab

utama. Sequele morfologik berpengaruh pada setengah dari episode awal

kehamilan ektopik.
Tempat keluar ovum pada ovulasi di ovarium juga disinyalir mempunyai

peran dalam kehamilan ektopik. Ovulasi yang berasal dari arah kontralateral dari

ovarium telah dianggap sebagai penyebab dari terlambatnya transport blastokist,

dan oleh Breen, dilaporkan bahwa ovulasi dari arah kontralateral ditemukan pada

sepertiga dari gestasi tuba yang diobati dengan laparatomi. Bagaimanapun juga,

Saito dkk. mengamati bahwa bagian dari tuba dimana terjadi implantasi pada

wanita dengan kehamilan ektopik adalah sama pada apakah korpus luteum berada

di ipsilateral atau kontralateral. Jika transmigrasi adalah salah satu faktor,

hipotesis dari mereka adalah ada banyak insiden terjadinya kehamilan di distal

tuba dengan ovulasi dari kontralateral ovarium.

Penyebab lain yang lebih fisiologik adalah ketidakseimbangan hormonal,

yang mana peningkatan kadar estrogen atau progesterone yang beredar dapat

merusak kontraktilitas normal tuba. Kenaikan rata-rata kehamilan ektopik

dilaporkan terjadi pada wanita yang digambarkan secara fisiologis dan

farmakologis mempunyai kadar progestin yang meningakat. Secara iatrogenik,

dapat terjadi peningkatan estrogen dan progesterone setelah induksi ovulasi baik

itu dengan clomiphene citrate atau human menopausal gonadotrophins, dan

dilaporkan terjadi kenaikan angka kehamilan ektopik pada wanita dengan

perlakuan seperti itu. Kemungkinan penyebab lainnya adalah perkembangan

embrionik yang abnormal. Stratford memeriksa 44 konseptus dari gestasi ektopik

dengan mikrodiseksi dan potongan histologik dan menemukan sekitar duapertiga

abnormal dan setengahnya mempunyai banormalitas structural umum. Kelainan

abnormal-abnormal ini dapat mengganggu transport normal di tuba.13


Tatum dan Schmidt menyimpulkan bahwa kehamilan yang mucul yang

dikarenakan kegagalan beberapa metode kontrasepsi mempunyai kesempatan

yang lebih besar untuk menjadi ektopik dibandingkan pada wanita yang hamil

karena tidak memakai alat kontrasepsi. Wanita yang menjadi hamil sewaktu

memakai IUD Copper T380 atau kontrasepsi oral progestin saja, mempunyai

kemungkinan 5% lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik. Wanita yang

menjadi hamil selama memakai progesterone-releasing IUD bahkan lebih tinggi,

sekitar 25%, bahkan bila dibandingkan dengan wanita yang tidak memakai alat

kontrasepsi sama sekali, kemungkinan terjadi kehamilan ektopik lebih besar dua

lipat. Hal ini disebabkan progesterone menghambat kontraksi tuba.

Walaupun pada banyak laporan yang mengatakan bahwa riwayat aborsi

yang diinduksi meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik, Levin dkk.

menunjukkan metode statistik yang digunakan untuk mengontrol efek dari faktor-

faktor resiko, riwayat dari satu aborsi yang diinduksi tidak meningkatkan secara

bermakna kemungkinan terjadi kehamilan ektopik. Efek itu baru akan nyata bila

sudah dua atau lebih aborsi.

4.4 PATOFISIOLOGI

Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat

yang paling umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian

berturut-turut adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah

intersisial tuba (2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan

ektopik non tuba sangat jarang.1,2,7. Kehamilan pada daerah intersisial sering
berhubungan dengan kesakitan yang berat, karena baru mengeluarkan gejala yang

muncul lebih lama dari tipe yang lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya

menghasilkan perdarahan yang sangat banyak bila terjadi rupture.13

Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya

sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau

interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot

endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya

vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara

interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi

tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang

menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan

desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan

mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot

tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin

selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya

dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.

Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum

gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat

pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada

endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan

intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma

sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis.

Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.


Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan

ektopik dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk

pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh

seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan

antara 6 minggu sampai 10 minggu.8 Kemungkinan itu antara lain :8,16

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam

keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang

terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah

oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat

melepaskan mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama

dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian

atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila

pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam

lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba

abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi

telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba

pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales

kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika.


Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas,

sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi

dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,

perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai

berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae

dan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas

dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba

fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping.

3. Ruptur tuba

Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture

pada saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran

kadar korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba

berakhir pada trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian

ini lebih sering terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya

muncul pada kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di pars

intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat

terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau

pemeriksaan vagina.
Gambar 3 : Ruptur tuba

Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan

ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis

karena invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba.

Kadang-kadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk

hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan

intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar

dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi

dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal karena

perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan

tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi

kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila

janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam

rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.

4.5 GAMBARAN KLINIK

Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan

penggunaan tes hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkan

untuk menegakkan diagnosis dari kehamilan ektopik sebelum keluar gejala.

Namun, bila umur gestasi sudah meningkat dan perdarahan intraperitoneal muncul

karena keluarnya dari dari fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila

memang terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut

kehamilan ektopik belum terganggu.

Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri

abdomen, amenore, dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi

sangat penting dalam memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan

kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan

kehamilan ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas.

Pasien yang lain mungkin muncul gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa

kehamilan awal termasuk mual, lelah, nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan

riwayat disparenu baru-baru ini. Sedangkan gejala dan tanda kehamilan ektopik

terganggu, seperti tersebut diatas, dapat berbeda-beda, dari yang khas sampai

tidak khas sehingga sukar untuk mendiagnosisnya.7,8,10,11,13

Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda vital dan pemeriksaan

abdomen dan pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat terjadi akibat perdarahan
banyak akibat ruptur tuba tidak dapat memperkirakan adanya kehamilan ektopik

walau tanda itu menunjukkan perlunya resusitasi segera, bahkan faktanya kedua

hal tersebut lebih khas pada komplikasi kehamilan intrauterin. Lebih jauh lagi,

tanda vital yang normal tidak dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik.

Pada pemeriksaan dalam, dapat teraba kavum douglas yang menonjol dan terdapat

nyeri gerakan serviks. Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan

nyeri lateral atau bilateral abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan

akan kehamilan ektopik dan merupakan temuan yang bermakna. Disisi yang lain,

ketidakadaan tanda dan gejala ini tidak menyingkirkan kehamilan ektopik.

Terabanya massa adneksa juga tidak dapat memperkirakan kehamilan ektopik

secara tepat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dart dkk., massa adneksa

hanya muncul kurang dari 10% pada pasien yang di diagnosis dengan kehamilan

ektopik. Satu yang harus diingat juga adalah pemeriksaan pelvik benar-benar

normal pada kira-kira 10% pasien dengan kehamilan ektopik.8,11

Kesimpulannya, beberapa riwayat dan penemuan pemeriksaan fisik

meningkatkan kecurigaan terhadap kehamilan ektopik. Untuk itu, bagaimanapun

juga, tidak ada kombinasi penemuan yang boleh dianggap oleh seorang dokter di

ruang gawat darurat yang menyimpulkan adanya kehamilan ektopik berdasarkan

penemuan klinik saja.11

4.6 DIAGNOSIS

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang

belum terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau
abortus dahulu sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis,

dengan anamnesis yang teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan

ektopik, namun untuk menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan

pemeriksaan fisik yang cermat dan dibantu dengan alat bantu diagnostik.

Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik sangatlah penting, dan sudah merupakan

sesuatu yang harus dilakukan,apabila memang tersedia, untuk menentukan

diagnosis.8

Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk

beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda.

Terdapat nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus.

Perdarahan pervaginam dapat terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan

nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah perdarahannya, warna dari darahnya,

apakah mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan saja, dan apakah keluar

gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilan sebelumnya, bila sudah

pernah hamil, riwayat menstruasinya.8,10

Pemeriksaan umum. Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan

kesakitan. Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda

syok dan pasien merasakan nyeri perut yang mendadak. Pada jenis yang tidak

mendadak, mungkin hanya terlihat perut bagian bawah yang sedikit

menggembung dan nyeri tekan.8

Pemeriksaan ginekologi.

Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda kehamilan muda.

Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat diraba,
maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping

uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba menonjol

dan nyeri raba yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kadang

terdapat suhu yang naik, sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi

pelvik.8,10

Pemeriksaan laboratorium.

Para dokter di ruang gawat darurat biasanya menggunakan beta-human chorionic

gonadotropin (β-hCG) untuk mendiagnosis kehamilan, dan untuk membantu

menentukan potensi pasien mengalami kehamilan ektopik. β-hCG diproduksi oleh

trofoblas dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-kira 1 minggu sebelum haid

berikutnya. Jika serum β-hCG negative, kemungkinan besar tidak terjadi

kehamilan. Hanya ada sedikit sekali kasus yang dilaporkan pasien dengan tes

serum β-hCG negative dengan kehamilan ektopik. Dinamika normal kenaikan

kadar β-hCG dua kali lipat kira-kira setiap 1,4 sampai 2,1 hari sampai mencapai

puncaknya 100.000 mIU/ml. kenaikan ini akan melambat bila sudah mencapai

nilai puncaknya, dan pada saat itu sudah harus dilakukan diagnosis dengan USG.

Pemeriksaan tunggal tes β-hCG kuantitatif ini berguna untuk mendiagnosis

kehamilan, namun tidak dapat membedakan antara kehamilan ektopik atau

kehamilan intrauterine. Pemeriksaan laboratorium umum lainnya adalah

pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin yang dapat rendah

bila terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga dinilai kadar leukosit untuk

membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa disebabkan oleh kehamilan ektopik
ini atau dugaan adanya infeksi pelvik. Pada infeksi pelvik biasanya lebih tinggi

hingga dapat lebih dari 20.000. 8,11

ALAT-ALAT BANTU DIAGNOSTIK

Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering

salah terdiagnosis pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya.

Diagnosis awal diperlukan untuk perawatan yang maksimal terhadap ketahanan

tuba dan mencegah potensi terjadinya perdarahan intraperitoneal. Atrash dkk.

Menemukan bahwa perdarahan menjadi penyebab terbesar (88%) kematian pada

kasus kehamilan ektopik. Pada saat ini, yang merupakan batu acuan untuk

mendiagnosis kehamilan ektopik adalah Transvaginal Ultrasonography dan

pemeriksaan kadar hCG serial. Transvaginal Ultrasonography sekarang ini telah

menggantikan posisi Laparaskopi karena lebih menguntungkan.14,15

Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis

kehamilan ektopik adalah berikut ini :7,13

 Kuldosentesis

Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama

transvaginal, kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis

yang penting untuk mengenali kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah

yang tidak membeku pada kuldosentesis dan terutama bila hematokrit

lebih dari 15 % adalah bantuan yang amat berguna.

 Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu

ditegakkan dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui

laparaskopi. Namun, dengan adanya hemoperitoneum, adhesi, atau

kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi.

Gambar 4 : Tehnk laparaskopi

Dalam penelitian oleh Samuellson dan Sjovall, didapatkan ada 4 dari

166 kehamilan ektopik yang tidak dapat dilihat oleh laparaskopis karena

hal diatas, sehingga ada kemungkinan 2-5 % terjadi false-positif atau

false-negatif.

 Human Chorionic Gonadotrophin

Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam

serum, walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan

kadar hCG pada kehamilan normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak

dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik karena tanggal

pasti dari ovulasi dan konsepsi terjadi tidak diketahui pada banyak

wanita. Pada kehamilan yang abnormal seperti kehamilan ektopik ini,

kadar hCG biasanya tidak meningkat seperti seharusnya. Kadar dkk.

melaporkan bahwa jika persentase kenaikan kadar hCG tidak lebih dari
66%, maka kemungkinan seseorang untuk mempunyai kehamilan

abnormal tinggi.

 Progesteron

Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan

informasi untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga

membutuhkan beberapa hari untuk melakukan serial tes, maka

pengukuran kadar progesterone serum tunggal oleh beberapa kelompok

dapat dipakai untuk membedakan kehamilan ektopik dengan kehamilan

normal intrauterin. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa jumlah

progesterone yang dihasilkan korpus luteum pada kehamilan ektopik

lebih sedikit dibandingkan dengan korpus luteum pada kehamilan

normal. Stern dkk. mengukur sampel kadar progesterone pada beberapa

wanita hamil di minggu gestasi ke 4, 5, dan 6. Mereka melaporkan bahwa

pada minggu ke-4 dengan kadar kurang dari 5 ng/ml, sensitifitas yang

didapat 100% dan spesifitasnya 97% dan menurun seiring meningkatnya

umur gestasi. Bila kadar progesterone lebih dari 25 ng/ml menyingkirkan

kehamilan ektopik dengan kepastian 97,4%.

 Ultrasonography

Dengan menggunakan ultrasonografi abdominal, Kadar dkk. melaporkan

pada tahun 1981 bahwa jika level hCG lebih besar dari 6500 mIU/ml dan

tidak ada kantong gestasi pada uterus, hampir pasti kehamilan ektopik.

Tapi, teknik ini tidak berguna secara klinik, karena banyak wanita (90%)
dengan kehamilan ektopik mempunyai level hCG yang jauh dibawah

nilai diatas.

Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0

sampai 7.0 MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal

kehamilan dibandingkan transabdominal. Dengan alat ini biasanya

mungkin bisa untuk mengidentifikasi kantong gestasi intrauterine saat

kadar hCG mencapai 1500 mIU/ml dan selalu bila kadar hCG sudah

mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5 atau 6 minggu setelah haid

terakhir. Karena kombinasi kehamilan intrauterine dan ekstrauterin

hampir merupakan kejadian yang jarang, maka penemuan kantong

gestasi intrauterine hampir selalu dapat menyingkirkan adanya kehamilan

ektopik. Bila kantong gestasi tidak ditemukan dan kadar hCG lebih dari

1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah itu

kehamilan ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak viable, dan harus

dipikirkan kemungkinannya. Biasanya massa adneksa dan/atau struktur

yang menyerupai kantong gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat

kehamilan ektopik muncul yang menghasilkan kadar hCG diatas 2500

mIU/ml.
Gambar 5 : Contoh gambaran USG kehamilan ektopik

Jadi kriteria diagnosis USG dengan menggunakkan transduser

transvagina untuk kehamilan ektopik termasuk : adanya komplek atau

massa kistik adneksa atau terlihatnya embrio di adneksa dapat dideteksi,

dan/atau tidak adanya kantong gestasi dimana diketahui bahwa usia

gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau kadar hCG diatas ambang

tertentu, biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml.

 Dilatasi kuretase

Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38

hari, atau serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada

kantong gestasi interauterin yang terlihat denga transvaginal USG,

kuretase kavum endometrial dengan pemeriksaan histologi pada jaringan


yang dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk

menentukan apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan

bahwa potong beku 93 % akurat dalam mengenali villi koriales. Jika

tidak ada jaringan villi koriales yang terlihat pada jaringan yang diangkat,

maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dibuat dan dilakukan tindakan.

4.7 PENATALAKSANAAN

Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik,

yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya

bisa dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti

adanya rupture atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien

harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan

perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila

terjadi rupture harus dioperasi.8,12,14,16

TERAPI BEDAH

Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan

tindakan bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif

( biasanya salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi

atau laparatomi. Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien

secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi,

fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan

teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini


membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa

kasus saja salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang

hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan

teknik laparaskopi. Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil

ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter

transversa yang terlihat komplit melalui laparaskop.

Gambar 6 : Terapi bedah menggunakan tehnik laparatomi pada kehamilan ektopik

Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada

pasien hamil ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan

antimesenterik dari tuba dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian

diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki hemostasis. Gestasi ektopik

dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang berdarah di kauter.

Pengkauteran yang banyak didalaam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya

sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan
menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk

pasien dengan tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini

mempunyai kemungkinan invasi trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih

kecil dibandingkan dengan implantasi pada isthmus.

Gambar 7 : Linear salpingektomi di permukaan antimesenterik tuba pada kehamilan ektopik di pars

ampullaris.

Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih

baik dari reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika

diagnosis ditegakkan lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan

salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat

dilakukan gerakan seeperti memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan

trofoblastik melalui fimbriae.


Gambar 8 : Kehamilan ektopik tuba kanan yang terlihat pada laparaskopi.

Tuba kanan yang membesar karena terdapat kehamilan ektopik ada disebelah kanan di E.

Tuba kiri yang tersumbat terlihat pada L- wanita ini pernah dilakukan ligasi tuba

Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit

waktu yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau

total salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat

penyakit tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk

kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilan

ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang tidak

komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai

profilaksis para pasien resiko tinggi.12,16

TERAPI FARMAKOLOGI

Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan

dengan obat-obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari

tindakan bedah beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi

dan fungsi tuba, dan biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti
termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan

actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan dibahas lebih

jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.

METHOTREXATE

Penggunaan methotrexate pertama kali direkomendasikan oleh Tanaka

dkk. untuk kehamilan pada intersisial. Kemudian diikuti oleh Miyazaki (1983)

dan Ory dkk. yang menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada

kehamilan ektopik. Sejak itu banyak dilaporkan pemakaian methotrexate pada

berbagai jenis kehamilan ektopik yang berhasil. Lalu, sengan semakin banyaknya

keberhasilan memakai obat, maka mulai diperbandingkan pemakaian

methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.

Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi

pemakaian methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan oleh

Pisarska dkk. (1997) direkomendasikan bahwa methotrexate tidak digunakan

pada massa kehamilan itu lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia gestasi

kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah mati,

dan β-hCG kurang dari 15.00 mIU. Menurut American College of Obstetricians

and Gynaecologist (1998), kontraindikasi lainnya termasuk menyusui,

imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan

ulkus peptik.
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai

antagonis asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien

yang akan diberikan methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil

dengan hasil laboratorium darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi

ginjal dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis tunggal (50 mg/m 2 IM) atau

dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke 1,3,5,7 ditambah

Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian

methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-

rata antara 14 dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG,

kemungkinan ada massa ektopik persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.16

4.8 PROGNOSIS

Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun

dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan

terlambat, maka angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada

kehamilan ektopik biasanya akan mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak

berada pada tempat dimana ia seharusnya tumbuh.

Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat

bilateral. Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan

ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka

kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan

terapi yang ada sekarang, kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali membesar,
namun ini harus didukung kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini

sehingga dapat diintervensi secepatnya. 8


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Kehamilan Ektopik ialah kehamilan dimana sel telur setelah dibuahi (fertilisasi)
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri.
2. Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan ektopik yang mengalami abortus
atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang
implantasi misalnya tuba.
3. Berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan diketahui bahwa pada
tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita kehamilan
ektopik atau 0,02%.
4. Beberapa faktor penyebab terjadinya kehamilan ektopik adalah faktor dalam
lumen tuba, faktor dinding tuba, faktor luar dinding tuba dan faktor lainnya.
5. Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen,
amenore, dan perdarahan pervaginam.

5.2 SARAN
1. Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah pengetahuan tentang kehamilan
ektopik serta diagnosis dan penatalaksanaannya dan dapat memberikan
pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA

1. BAPPENAS. Laporan Pencapaian Tujuan pembangunan Milenium


Indonesia 2010. 2010. BAPPENAS atau KPPN
2. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta :
Kemenkes RI
3. WHO. Maternal Mortality: World Health Organization; 2014.
4. Abdul Bari Saifuddin. Ilmu Kebidanan, edisi.4. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010
5. Khairil. Analisis faktor risiko kehamilan ektopik di Rumah Sakit Dr
Sardjito dari tahun 2003-2008. UGM: Yogyakarta. 2010
6. Shetty K S, Shetty K A. A Clinical Study of Ectopic Pregnancies in
Atertiary Care Hospital of Mangalore India. 2014; p.305- 309.
7. Sepilian, Vicken; Ellen W. Ectopic Pregnancy.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
8. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2005.hal 323-338.
9. Wiknjosastro, Hanifa. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi. Ilmu
Kandungan edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta.2005.hal 250-260.
10. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi
pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. 2000.hal
198-210.
11. Della-Guistina, David; Mark Denny. Ectopic Pregnancy. Emergency
Medicine Clinics of North America. Volume 21 number 3. W.B Saunders
Company. August 2003.
12. Attar, Erkut. Endocrinology of Ectopic Pregnancy. Obstetric and
Gynecology Clinics. Volume 31 number 4. W.B Saunders Company.
December 2004.
13. Stenchever. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology, 4th ed.
Mosby Inc. 2001.
14. Sowter, Martin; Cindy Farquhar. Ectopic Pregnancy: an update. Current
Opinion in Obstetrics and Gynecology. 2004, 16:289-293.
15. Lemus, Julio. Ectopic Pregnancy:an update. Current Opinion in
Obstetrics and Gynecology. 2000, 12:359-376.
16. Cunnuingham, FG et. Al. Reproductive Succes and Failure. Williams
Obstetrics, 21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange.
Connecticut. 2006.
17. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Kehamilan Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.Jakarta.2002.
18. Standar Tatalaksana Medis Rumah Sakit fatmawati. Kehamilan ektopik
Terganggu.Jakarta.2002
19. Depkes RI, 2007. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai