TUBERKULOSIS PARU
Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Husnil Farouk, MPH, PKK
1
HALAMAN PENGESAHAN
FAMILY FOLDER
TUBERKULOSIS PARU
Oleh:
Shabrina Yunita Adzani, S.Ked
04054821618074
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
semua rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis berupa kesehatan dan
kekuatan untuk menyelesaikan tugas family folder yang berjudul “Tuberkulosis
Paru” guna melengkapi salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan
klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang periode Periode 6 Maret – 15 Mei
2017.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada dr. Husnil Farouk, MPH, PKK selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan berserta saran dalam tugas family folder ini. Penulis juga
ingin menyampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada kepala
Puskesmas Bukit Sangkal Palembang dr. Hilda Marheini dan dr. Anggun
Lastrini beserta semua staf Puskesmas Bukit Sangkal Palembang yang telah ikut
membantu tugas family folder ini.
Penulis turut menyadari bahwa dalam penyusunan tugas family folder ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan
tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dapat digunakan sebaik mungkin untuk kedepannya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul..........................................................................................................i
Halaman Pengesahan...............................................................................................ii
Kata Pengantar....................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................ iv
BAB I Pendahuluan.................................................................................................1
BAB II Laporan Kasus.............................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identifikasi Pasien
Nama Penderita : Ny. Yutneby
Tempat tanggal lahir : Kayu Agung, 2 Mei 1978
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Sumatera Selatan
Bangsa : Indonesia
Jumlah Anak : 1 orang
Alamat : Komplek Griya Permata Hati Blok A No 6, RT 02
RW 03, Kelurahan Bukit Sangkal, Palembang
Nomor Kartu Berobat : 025
Dokter Muda Pembina : Shabrina Yunita Adzani, S.Ked.
6
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat darah tinggi disangkal
Keadaan spesifik
Kepala
Mata : konjungtiva anamis (-/-), sklera ikterik (-/-)
7
Hidung : deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada
Mulut : stomatitis tidak ada
Tenggorokan : faring hiperemis tidak ada, tonsil T2-T2 tenang
tidak hiperemis
Leher : tekanan vena jugularis (5-2) cmH20
Thoraks : simetris, retraksi dinding dada tidak ada
Jantung : heart rate: 88x/menit, bunyi jantung I dan II
normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (+), wheezing tidak
ada
Abdomen : datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, bising usus (+)
normal
Ekstremitas : edema tidak ada, akral hangat.
Kelenjar Getah Bening : pada inspeksi dan palpasi tidak ada pembesaran
KGB.
D. Diagnosis Kerja
TB Paru
E. Terapi
1. Non-medikamentosa
- Pasien harus minum obat rutin selama 6 bulan
- Pasien disarankan untuk menggunakan masker untuk mencegah
penularan
- Pasien juga disarankan untuk memperbaiki ventilasi rumahnya agar
cahaya matahari masuk untuk membunuh bakteri M. Tuberkulosis
- Pasien disarankan untuk makan makanan bergizi selama proses
pengobatan
2. Medikamentosa
- Fase intensif (2 bulan pertama): 4 tablet FDC/ hari
- Fase lanjutan (4 bulan selanjutnya): 4 tablet FDC/ 3x seminggu
8
F. Komplikasi
Hemoptoe, pneumotoraks, gagal napas, gagal jantung, efusi pleura
G. Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya
mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di
tubuh.
3.2 Epidemiologi
Indonesia adalah Negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah China dan India. (Zulkifli, 2009: hal 2231). Di tahun 1998 kasus TB
di Indonesia diperkirakan sebanyak 591.000 kasus dengan perkiraan
kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 kasus. TB
ini menempati peringkat ke 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di
Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey
kesehatan nasional 2001. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan
0,24%.
Menurut studi prevalensi TBC Surkesnas 2004 (Badan Litbangkes,
2005), menunjukkan prevalensi di Indonesia sebesar 119 per 100.000
penduduk. Prevalensi TBC di kawasan luar Jawa Bali dua kali lipat lebih
tinggi daripada di daerah Jawa dan Bali yaitu 198 per 100.000 penduduk di
luar Jawa Bali dan 67 per 100.000 penduduk di Jawa Bali. Dibandingkan
dengan Negara lain, prevalensi TBC di Indonesia masih cukup tinggi yang
berarti bahwa TBC merupakan masalah yang serius di Negara ini. Berikut
ini grafik data jumlah penduduk Indonesia yang menderita TBC :
10
3.3 Klasifikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2233), klasifikasi tuberculosis paru,
yaitu :
a. Pembagian secara patologis:
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).
2) Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis)
b. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik:
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
11
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman tuberkulosis positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru
BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus
meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan
d. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi
kambuh lagi.
3) Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure)
12
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan.
5) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan
hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan (Depkes RI, 2006).
3.4 Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium
Tuberculosis dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai
ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3 – 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus
atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering
disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan
fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin,
bersifat dorman dan anaerob.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di
dalam sitoplasma makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini
adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apical paru – paru lebih tinggi dari bagian lain,
sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15)
.
3.5 Patogenesis
13
a. Tuberkulosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam
udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana
yang lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai
berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang
sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi,
kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati
atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke
organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan
berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau efek primer atau sarang (focus) ghon. Sarang primer
ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar
sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat
juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,
orofaring, dan kulit, terjadi limfedenopati regional kemudian
bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti
paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka
terjadi penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional).
Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional =
kompleks primer. Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya menjadi:
14
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang
banyak terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi
pnemunia yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat
terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini
menyebar ke sekitarnya. Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat juga
dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus. Secara limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara
hematogen ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas
tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer.
15
b. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh
dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri
menjdai keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang
meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan
jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila
jaringan keju dibatukan keluar maka akan terjadilah kavitas.
Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah
besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya
perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan
asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan
proses yang berlebihan sitokin dengan TNF nya. Bentuk
perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB
yang terjadi pada immunodifisiensi dan usia lanjut.
c. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat
banyak kavitas dapat meluas kembali dan menimbulkan
sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke dalam
peredaran darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat
juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke
lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan
terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB
endotrakeal atau empiema bila rupture ke pleura
d. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi
tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat
aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi
kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti
aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma .
e. Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat
juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.
16
kadang-kadang berkahir sebagai kavitas yang terbungkus,
menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
17
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam dan lain-lain.
18
Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan
daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
6. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan
sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan
daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi.
7. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan,
bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan
prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber
penular bagi orang disekelilingnya.
8. Immuno deficiency
Orang-orang yang daya tahan imunnya rendah lebih mudah tertular
TB.
19
lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi
fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi
bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun
pada satu bagian paru.
b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan radiologis biasa.
Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat
dibuat transversal.
c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat
mengevalusai proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang,
perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan
koronal.
d. Pemeriksaan Darah
Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah
leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.
Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun
kearah normal lagi.
e. Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
f. Tes tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan
diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Tes
20
tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau
pernah terserang Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
Indurasi 0-5 mm, mantoux negative = golongan non
sensitivity.
Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade
sensitivity. Disini peran antibody normal masih menonjol.
Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity disini peran antibody selular paling
menonjol.
3.9 Penatalaksanaan
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas
yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat
disembuhkan dengan obat-obat ini.
2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.
3.10 Komplikasi
1. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening, sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran
getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau columna
vertebralis.
2. Efusi pleura
21
Keluarnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke
dalam jaringan selaput paru. Material mengandung bakteri dengan
cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya
akan protein.
3. Empiema
Penumpukann cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura, rongga
pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
4. Laryngitis
Infeksi mycobacterium pada laring yang kemudian menyebabkan
laryngitis tuberculosis.
5. TBC Milier
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul
di dalam saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada
orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi
mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh
seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.
6. Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi
parenkim paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan
kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi.
3.11 Prognosis
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian
obat antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin.
22
(Sylvia, 1995 : hal 759) Resiko reaktivasi meningkat sebagai akibat
imunosupresi, seperti misalnya disebabkan oleh infeksi HIV. Pada orang yang
juga terinfeksi oleh “M. tuberculosis” dan HIV, resiko adanya reaktivasi
meningkat hingga 10% per tahun. Reinfeksi dapat dihitung lebih dari 50%
kasus dimana TB biasa ditemukan. Mortalitas karena tuberkulosis adalah
kurang lebih 4% pada tahun 2008, turun dari 8% pada tahun 1995.
3.12 Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi
mycobacterium tuberkulosis adalah sebagai berikut :
1. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu
batuk, dan membuang dahak tidak di sembarang tempat (di
dalam larutan disinfektan).
2. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
3. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan
yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan
ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi udara, dan penyinaran
matahari di rumah.
4. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang
lembab dan kotor (polusi).
5. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.
23
BAB IV
PENCEGAHAN DAN PEMBINAAN
24
b. Fungsi Psikologis: Di dalam keluarga ini memiliki fungsi
psikologis yang baik. Semua masalah yang ada dalam keluarga
selalu diselesaikan secara bersama. Tidak terdapat kesulitan
dalam menghadapi setiap masalah yang ada pada keluarga.
Keluarga ini juga membesarkan anak-anaknya dengan penuh
kasih sayang sehingga tercipta suasanya yang harmonis di
dalam keluarga
c. Fungsi Sosial ekonomi: Taraf ekonomi dalam keluarga ini
merupakan keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.
Ayah (Tn. Edi Suherman) bekerja sebagai tukang bangunan
dengan penghasilan sekitar Rp. 1.500.000 setiap bulan dan ibu
(Ny. Yutneby) merupakan seorang ibu rumah tangga. Keluarga
ini berperan aktif dalam setiap kegiatan dan kehidupan sosial di
masyarakat.
25
c. Growth: Keluarga ini selalu memberikan dukungan kepada
sesama anggota keluarga agar mampu bersemangat dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari. Keluarga ini tumbuh dan
dibesarkan dengan kasih sayang kedua orang tua.
d. Affection: interaksi antar sesama anggota keluarga dan
hubungan kasih sayang antar anggota keluarga ini sudah terjalin
dengan cukup baik.
e. Resolve: Kelurga ini memiliki kebersamaan yang sangat tinggi.
Setiap harinya keluarga ini menghabiskan waktu untuk
berkumpul bersama dan bercerita bersama.
Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 7,6, dengan interpretasi cukup.
(data terlampir).
26
f. Medical: keluarga ini sudah mendapatkan pelayanan kesehatan.
Semua masaalah kesehatan dalam keluarga selalu diatasi dengan
pergi berobat ke Puskesmas terdekat.
27
aktif memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan berupa Puskesmas
atau rumah sakit, jarak rumah dengan puskesmas/rumah sakit tidak jauh.
Puskesmas Bukit Sangkal terletak tidak jauh dari rumah keluarga ini sekitar
1 kilometer.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, hal 206.
2. Profil Puskesmas Bukit Sangkal 2015
3. Hanafi dkk. Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta: FKUI, hal 1606-1633.
4. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI 2009, hal. 437 – 441
5. Guyton, A.C., dan J.E. Hall. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Edisi 11.
Jakarta: EGC, hal. 107-110.
6. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi 2.Jakarta:
EGC, hal. 401-420.
7. Fauci, dkk. 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine (17th edition).
Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.USA,hal.1378.
8. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
29
Lampiran 1
WC Dapur
30
Lampiran 2
APGAR SCORE
Lampiran 3
31
SCREEM SCORE
32