Anda di halaman 1dari 32

Family Folder

TUBERKULOSIS PARU

Disusun Oleh :

Shabrina Yunita Adzani, S.Ked 04054821618074

Pembimbing :
dr. Husnil Farouk, MPH, PKK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

FAMILY FOLDER
TUBERKULOSIS PARU

Oleh:
Shabrina Yunita Adzani, S.Ked
04054821618074

TUGAS FAMILY FOLDER


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian akhir
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Palembang, April 2017

Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Palembang, April 2017

Kepala Puskesmas Bukit Sangkal

dr. Hilda Marheini

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
semua rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis berupa kesehatan dan
kekuatan untuk menyelesaikan tugas family folder yang berjudul “Tuberkulosis
Paru” guna melengkapi salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan
klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang periode Periode 6 Maret – 15 Mei
2017.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada dr. Husnil Farouk, MPH, PKK selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan berserta saran dalam tugas family folder ini. Penulis juga
ingin menyampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada kepala
Puskesmas Bukit Sangkal Palembang dr. Hilda Marheini dan dr. Anggun
Lastrini beserta semua staf Puskesmas Bukit Sangkal Palembang yang telah ikut
membantu tugas family folder ini.
Penulis turut menyadari bahwa dalam penyusunan tugas family folder ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan
tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dapat digunakan sebaik mungkin untuk kedepannya.

Palembang, April 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul..........................................................................................................i
Halaman Pengesahan...............................................................................................ii
Kata Pengantar....................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................ iv
BAB I Pendahuluan.................................................................................................1
BAB II Laporan Kasus.............................................................................................2

BAB III Tinjauan Pustaka........................................................................................6

BAB IV Pencegahan dan Pembinaan.....................................................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

4
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang


penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik
ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di
Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari
jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.Di Afrika hampir 2
kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun
2002. Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000
orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka
mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana
prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB
yang muncul.
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab
kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa
penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001
menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada
golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit
TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA
positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga
perempat dari kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO
memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru
menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih
menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identifikasi Pasien
Nama Penderita : Ny. Yutneby
Tempat tanggal lahir : Kayu Agung, 2 Mei 1978
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Sumatera Selatan
Bangsa : Indonesia
Jumlah Anak : 1 orang
Alamat : Komplek Griya Permata Hati Blok A No 6, RT 02
RW 03, Kelurahan Bukit Sangkal, Palembang
Nomor Kartu Berobat : 025
Dokter Muda Pembina : Shabrina Yunita Adzani, S.Ked.

B. Anamnesis (Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 13 April 2017


pukul 11.00 WIB)
Keluhan Utama
Batuk berdahak sejak ± 2 bulan yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak ± 2 bulan yang lalu, pasien mengeluh batuk berdahak yang makin
memburuk. Pasien juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi disertai
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Pasien terkadang merasa
sesak. Mual muntah tidak ada. BAB dan BAK masih dalam batas normal.
Kemudian pasien berobat ke Puskesmas Bukit Sangkal lalu dilakukan
pemeriksaan sputum. Pasien didiagnosis menderia TB Paru. Pasien meminum
obat rutin.

6
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat darah tinggi disangkal

- Riwayat penyakit stroke disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat asam urat disangkal

- Riwayat alergi disangkal

- Riwayat KB suntik tiap bulan


Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit TB paru pada ibu dan kakak pasien

C. Pemeriksaan Fisik (tanggal 13 April 2017 pukul 11.10 WIB)


Status Generalis
- Keadaan Umum : tampak sakit ringan
- Tanda vital:
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Respirasi Rate : 20 x/menit
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,5 °C
- Status gizi:
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 53 kg
IMT : 21.23 kg/m2
Kesan : Normoweight

Keadaan spesifik
Kepala
Mata : konjungtiva anamis (-/-), sklera ikterik (-/-)

7
Hidung : deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada
Mulut : stomatitis tidak ada
Tenggorokan : faring hiperemis tidak ada, tonsil T2-T2 tenang
tidak hiperemis
Leher : tekanan vena jugularis (5-2) cmH20
Thoraks : simetris, retraksi dinding dada tidak ada
Jantung : heart rate: 88x/menit, bunyi jantung I dan II
normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (+), wheezing tidak
ada
Abdomen : datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, bising usus (+)
normal
Ekstremitas : edema tidak ada, akral hangat.
Kelenjar Getah Bening : pada inspeksi dan palpasi tidak ada pembesaran
KGB.

D. Diagnosis Kerja
TB Paru

E. Terapi
1. Non-medikamentosa
- Pasien harus minum obat rutin selama 6 bulan
- Pasien disarankan untuk menggunakan masker untuk mencegah
penularan
- Pasien juga disarankan untuk memperbaiki ventilasi rumahnya agar
cahaya matahari masuk untuk membunuh bakteri M. Tuberkulosis
- Pasien disarankan untuk makan makanan bergizi selama proses
pengobatan

2. Medikamentosa
- Fase intensif (2 bulan pertama): 4 tablet FDC/ hari
- Fase lanjutan (4 bulan selanjutnya): 4 tablet FDC/ 3x seminggu

8
F. Komplikasi
Hemoptoe, pneumotoraks, gagal napas, gagal jantung, efusi pleura

G. Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya
mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di
tubuh.

3.2 Epidemiologi
Indonesia adalah Negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah China dan India. (Zulkifli, 2009: hal 2231). Di tahun 1998 kasus TB
di Indonesia diperkirakan sebanyak 591.000 kasus dengan perkiraan
kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 kasus. TB
ini menempati peringkat ke 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di
Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey
kesehatan nasional 2001. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan
0,24%.
Menurut studi prevalensi TBC Surkesnas 2004 (Badan Litbangkes,
2005), menunjukkan prevalensi di Indonesia sebesar 119 per 100.000
penduduk. Prevalensi TBC di kawasan luar Jawa Bali dua kali lipat lebih
tinggi daripada di daerah Jawa dan Bali yaitu 198 per 100.000 penduduk di
luar Jawa Bali dan 67 per 100.000 penduduk di Jawa Bali. Dibandingkan
dengan Negara lain, prevalensi TBC di Indonesia masih cukup tinggi yang
berarti bahwa TBC merupakan masalah yang serius di Negara ini. Berikut
ini grafik data jumlah penduduk Indonesia yang menderita TBC :

10
3.3 Klasifikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2233), klasifikasi tuberculosis paru,
yaitu :
a. Pembagian secara patologis:
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).
2) Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis)
b. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik:
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.

11
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman tuberkulosis positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru
BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus
meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan
d. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi
kambuh lagi.
3) Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure)

12
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan.
5) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan
hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan (Depkes RI, 2006).

3.4 Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium
Tuberculosis dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai
ukuran 0,5 – 4 mikron x 0,3 – 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus
atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering
disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan
fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin,
bersifat dorman dan anaerob.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di
dalam sitoplasma makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini
adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apical paru – paru lebih tinggi dari bagian lain,
sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15)
.

3.5 Patogenesis
13
a. Tuberkulosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam
udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana
yang lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai
berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang
sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi,
kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati
atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke
organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan
berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau efek primer atau sarang (focus) ghon. Sarang primer
ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar
sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi pleura. Kuman dapat
juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,
orofaring, dan kulit, terjadi limfedenopati regional kemudian
bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti
paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka
terjadi penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional).
Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional =
kompleks primer. Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya menjadi:

14
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang
banyak terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi
pnemunia yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat
terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini
menyebar ke sekitarnya. Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat juga
dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus. Secara limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara
hematogen ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas
tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer.

b. Tuberculosis pasca primer (sekunder)


Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul
bertahun – tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberculosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.
Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal.
Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di region atas paru (bagian apical posterior lobus superior
atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan
tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga
berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini
menjadi tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti)
yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB
pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya
dan imunitas pasie, sarang dini ini dapat menjadi :
a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

15
b. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh
dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri
menjdai keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang
meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan
jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila
jaringan keju dibatukan keluar maka akan terjadilah kavitas.
Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah
besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya
perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan
asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan
proses yang berlebihan sitokin dengan TNF nya. Bentuk
perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB
yang terjadi pada immunodifisiensi dan usia lanjut.
c. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat
banyak kavitas dapat meluas kembali dan menimbulkan
sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke dalam
peredaran darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat
juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke
lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan
terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB
endotrakeal atau empiema bila rupture ke pleura
d. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi
tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat
aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi
kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti
aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma .
e. Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat
juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.

16
kadang-kadang berkahir sebagai kavitas yang terbungkus,
menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.

3.6 Manifestasi Klinis


a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan
kadang-kadang dapat mencapai 40-41 oC. serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul
kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influsnza ini,
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk atau batuk darah
Gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif. Keadaan
yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi
pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau
melepaskan napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan

17
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam dan lain-lain.

3.7 Faktor Risiko


Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa orang lebih rentan
terhadap infeksi TB atau tuberculosis, yaitu :
1. Faktor Umur.
Insiden tertinggi tuberculosis paru biasanya mengenai usia dewasa
muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah
kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberculosis terutama menyerang laki-laki.
TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan
merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.
3. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru
sebanyak 2,2 kali. Prevalensi merokok pada hampir semua Negara
berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan
wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok
akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.
4. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,
dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur
kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam
di tempat yang gelap dan lembab.
5. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat
dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih.

18
Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan
daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
6. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan
sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan
daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi.
7. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan,
bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan
prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber
penular bagi orang disekelilingnya.
8. Immuno deficiency
Orang-orang yang daya tahan imunnya rendah lebih mudah tertular
TB.

3.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada klien dengan
tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen
apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan
dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas
yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma . Pada kavitas
bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. lama-

19
lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi
fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi
bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun
pada satu bagian paru.
b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan radiologis biasa.
Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat
dibuat transversal.
c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat
mengevalusai proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang,
perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan
koronal.
d. Pemeriksaan Darah
Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah
leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.
Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun
kearah normal lagi.

e. Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
f. Tes tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan
diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Tes

20
tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau
pernah terserang Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
 Indurasi 0-5 mm, mantoux negative = golongan non
sensitivity.
 Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade
sensitivity. Disini peran antibody normal masih menonjol.
 Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity disini peran antibody selular paling
menonjol.

3.9 Penatalaksanaan
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas
yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat
disembuhkan dengan obat-obat ini.
2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.

3.10 Komplikasi
1. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening, sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran
getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau columna
vertebralis.
2. Efusi pleura

21
Keluarnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke
dalam jaringan selaput paru. Material mengandung bakteri dengan
cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya
akan protein.
3. Empiema
Penumpukann cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura, rongga
pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
4. Laryngitis
Infeksi mycobacterium pada laring yang kemudian menyebabkan
laryngitis tuberculosis.
5. TBC Milier
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul
di dalam saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada
orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi
mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh
seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.
6. Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi
parenkim paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan
kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi.

7. Sindrom gagal napas (ARDS)


Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas,
menyebabkan gagal napas atau ketidakmampuan paru-paru untuk
mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

3.11 Prognosis
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian
obat antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin.

22
(Sylvia, 1995 : hal 759) Resiko reaktivasi meningkat sebagai akibat
imunosupresi, seperti misalnya disebabkan oleh infeksi HIV. Pada orang yang
juga terinfeksi oleh “M. tuberculosis” dan HIV, resiko adanya reaktivasi
meningkat hingga 10% per tahun. Reinfeksi dapat dihitung lebih dari 50%
kasus dimana TB biasa ditemukan. Mortalitas karena tuberkulosis adalah
kurang lebih 4% pada tahun 2008, turun dari 8% pada tahun 1995.

3.12 Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi
mycobacterium tuberkulosis adalah sebagai berikut :
1. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu
batuk, dan membuang dahak tidak di sembarang tempat (di
dalam larutan disinfektan).
2. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
3. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan
yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan
ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi udara, dan penyinaran
matahari di rumah.
4. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang
lembab dan kotor (polusi).
5. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.

23
BAB IV
PENCEGAHAN DAN PEMBINAAN

3.1. Genogram Keluarga Ny. Yutneby

Tn. Edi Suherman /40th Ny. Yutneby/39th

Rico Nopri Hastari

3.2. Analisis Hasil Home Visite (9 Fungsi Keluarga)


3.2.1. Fungsi Holistik: merupakan suatu fungsi keluarga yang meliputi fungsi
biologis, fungsi psikologis, dan fungsi sosial ekonomis.
a. Fungsi Biologis: Keluarga Ny. Yutneby mengaku adanya
penyakit TB paru yang diderita oleh ibunya dan kakaknya.
Kemungkinan penyakit Ny. Yutneby ditularkan dari ibu
ataupun kakaknya.

24
b. Fungsi Psikologis: Di dalam keluarga ini memiliki fungsi
psikologis yang baik. Semua masalah yang ada dalam keluarga
selalu diselesaikan secara bersama. Tidak terdapat kesulitan
dalam menghadapi setiap masalah yang ada pada keluarga.
Keluarga ini juga membesarkan anak-anaknya dengan penuh
kasih sayang sehingga tercipta suasanya yang harmonis di
dalam keluarga
c. Fungsi Sosial ekonomi: Taraf ekonomi dalam keluarga ini
merupakan keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.
Ayah (Tn. Edi Suherman) bekerja sebagai tukang bangunan
dengan penghasilan sekitar Rp. 1.500.000 setiap bulan dan ibu
(Ny. Yutneby) merupakan seorang ibu rumah tangga. Keluarga
ini berperan aktif dalam setiap kegiatan dan kehidupan sosial di
masyarakat.

3.2.2. Fungsi Fisiologis Keluarga:


Fungsi fisiologis keluarga dapat diukur dengan mengunakan APGAR
score. APGAR score merupakan skor yang digunakan untuk menilai
fungsi keluarga ditinjau dari sudut pandang setiap anggota keluarga
terhadap hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. APGAR score
meliputi:
a. Adaptation: Di dalam keluarga ini, keluarga sudah mampu
beradaptasi antar sesama anggota keluarga, keluarga sering
saling mendukung untuk sesuatu yang baik, saling menerima
kekurangan antar anggota keluarga dan memberikan saran satu
dengan yang lainnya agar menjadi lebih baik lagi.
b. Partnership: Berdiskusi adalah kegiatan rutinitas yang
dilakukan keluarga ini setiap hari. semua masalah dalam
kehidupan sehari-hari dibahas dalam diskusi keluarga.
Komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling
membagi berbagai pengalaman, saling mengisi tolong menolong
jikalau anggota keluarga memiliki beberapa permasalahan.

25
c. Growth: Keluarga ini selalu memberikan dukungan kepada
sesama anggota keluarga agar mampu bersemangat dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari. Keluarga ini tumbuh dan
dibesarkan dengan kasih sayang kedua orang tua.
d. Affection: interaksi antar sesama anggota keluarga dan
hubungan kasih sayang antar anggota keluarga ini sudah terjalin
dengan cukup baik.
e. Resolve: Kelurga ini memiliki kebersamaan yang sangat tinggi.
Setiap harinya keluarga ini menghabiskan waktu untuk
berkumpul bersama dan bercerita bersama.
Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 7,6, dengan interpretasi cukup.
(data terlampir).

3.2.3. Fungsi Patologis


Pada fungsi patologis, penilaian fungsi ini dapat dinilai dengan SCREEM
score, yaitu:
a. Social: keluarga ini merupakan keluarga yang memiliki jiwa
sosial yang tinggi. Keluarga ini selalu berinteraksi dengan
tetangga sekitar setiap hari. Keluarga saling memberikan
dukungan dan bantuan terhadap tetangga sekitar.
b. Culture: di dalam keluarga ini, keluarga selalu memberikan
apresiasi dan kepuasan yang cukup terhadap budaya, tata karma,
dan perhatian terhadap sopan santun.
c. Religious, keluarga ini selalu beribadah bersama setiap hari.
keluarga ini juga cukup taat menjalankan ibadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya.
d. Economic: status ekonomi keluarga ini berkecukupan.
e. Educational: di keluarga ini ayah dan ibu memiliki peranan
yang penting dalam membimbing anaknya untuk mendapatkan
edukasi yang tinggi. Semua anak mereka sudah menyelesaikan
pendidikan terakhir berupa pendidikan SMA.

26
f. Medical: keluarga ini sudah mendapatkan pelayanan kesehatan.
Semua masaalah kesehatan dalam keluarga selalu diatasi dengan
pergi berobat ke Puskesmas terdekat.

3.2.4. Fungsi Hubungan Antar Manusia


Didalam keluarga ini hubungan antar sesama anggota keluarga sangat baik.
Selai itu hubungan kepada anggota lain misalnya tetangga sekitar juga
sudah sangat baik.

3.2.5. Fungsi Keturunan (genogram)


Fungsi keturunan atau genogram dalam keluarga ini sudah cukup baik.
Fungsi keturunan atau genogram dalam keluarga ini dapat dilihat pada
gambar yang telah terlampir di atas.

3.2.6. Fungsi Perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan)


Pengetahuan tentang kesehatan keluarga ini kurang baik. Informasi
mengenai kesehatan juga sulit didapat pada lingkungan sekitar. Kesadaran
akan pentingnya kesehatan juga masih kurang. Ny. Yutneby jarang
mengkonsumsi sayur dan buah. Pekerjaan ayah sebagai penjual nasi goreng
pada malam hari membuatnya kurang tidur setiap harinya. Sikap sadar akan
kesehatan dan beberapa tindakan yang mencerminan pola hidup sehat
kurang dilakukan dengan baik.

3.2.7. Fungsi Non-perilaku (Lingkungan, pelayanan kesehatan, keturunan)


Lingkungan sekitar tenpat tinggal cukup sehat dan para tetangga juga
menjalin kerjasama dengan baik kepada keluarga ini. Keluarga ini juga

27
aktif memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan berupa Puskesmas
atau rumah sakit, jarak rumah dengan puskesmas/rumah sakit tidak jauh.
Puskesmas Bukit Sangkal terletak tidak jauh dari rumah keluarga ini sekitar
1 kilometer.

3.2.8. Fungsi Indoor


Lingkungan di dalam rumah sudah terlihat baik dan memenuhi syarat-
syarat rumah yang sehat. Lantai dan dinding dalam keadaan bersih, terdapat
ventilasi yang menyebabkan jalannya sirkulasi udara secara teratur dan
baik. Pencahayaan di dalam ruangan cukup baik, sumber air bersih terjamin
dan sumber air bersih didapat langsung dari PDAM. Jamban ada di dalam
rumah dan terlihat bersih terawat. Pengeolaan sampah dan limbah sudah
cukup baik, sampah dibuang setiap hari di tempat sampah.

3.2.9. Fungsi Outdoor


Linkungan sekitar luar rumah sudah terlihat baik dan memenuhi syarat-
syarat lingkungan yang sehat. Jarak rumah dengan jalan raya cukup jauh
sehingga tidak kontak secara langsung dengan asap knalpot kendaraan.
Tidak ada kebisingan disekitar rumah. Jarak rumah dengan sungai juga
cukup jauh. Jarak lingkungan rumah dengan pabrik-pabrik juga cukup jauh.
Lokasi tempat pembuangan umum jauh dari lokasi rumah.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, hal 206.
2. Profil Puskesmas Bukit Sangkal 2015
3. Hanafi dkk. Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta: FKUI, hal 1606-1633.
4. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI 2009, hal. 437 – 441
5. Guyton, A.C., dan J.E. Hall. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Edisi 11.
Jakarta: EGC, hal. 107-110.
6. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi 2.Jakarta:
EGC, hal. 401-420.
7. Fauci, dkk. 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine (17th edition).
Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.USA,hal.1378.
8. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

29
Lampiran 1

Kondisi Rumah Keluarga Ny. Yutneby

Ruang Keluarga/ Ruang


Tamu
Ruang
makan
Kamar
Kamar
1
2

WC Dapur

30
Lampiran 2

APGAR SCORE

0 : Jarang/tidak sama sekali


1 : Kadang-kadang
2 : Sering/selalu

Variabel APGAR APGAR APGAR APGAR APGAR


Penilaian Ayah Ibu Anak Anak Anak
I II III
Adaptation 2 2 1 1 2
Partnership 1 1 2 2 1
Growth 2 2 1 2 1
Affection 1 2 2 2 2
Resolve 2 1 1 1 2
Total 8 8 7 8 7

Interpretasi : ≤5 (Kurang), 6-7 (Cukup), dan 8-10 (Baik).


Rata-rata apgar score: 7,6 (Cukup)

Lampiran 3

31
SCREEM SCORE

Variabel Penilaian Penilaian


Social Interaksi keluarga ini dengan tetangga sekitar sudah
cukup baik.
Culture Keluarga ini memberikan apresiasi dan kepuasan
yang cukup terhadap budaya, tata krama, dan
perhatian terhadap sopan santun.
Religious Keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya.
Economic Status ekonomi keluarga ini menengah ke bawah.
Educational Tingkat pendidikan keluarga ini cukup, dimana ayah
tamatan SMA dan ibu tamatan SMP. Anak tertua
masih sekolah kelas 3 SMP. Anak kedua masih
sekolah kelas 4 SD.
Medical Keluarga ini sudah mampu mendapat pelayanan
kesehatan yang memadai

32

Anda mungkin juga menyukai