Untuk menjadi seorang Muslim yang sejati, kita memerlukan tiga hal
dalam diri kita masing-masing, yaitu iman, islam, dan ihsan. Ketiganya terkait
satu sama lain. Kepercayaan atau iman kita kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya
menentukan kadar iman kita, sementara islam atau amal ibadah kita berkesesuaian
dengan Allah (ihsan) merupakan buah dari perbuatan dan kepatuhan itu.
jauh kita telah menjadi hamba Allah yang sejati. Ia identik dengan aspek
peribadatan dan amal ibadah yang terdapat dalam Islam. Amal ibadah ini tidak
akan terwujud secara baik tanpa adanya hukum dan peraturan-peraturan yang
menjadi pedoman bagi tingkah laku individual dan sosial. Karena itu, wahyu dan
Saw.memberikan dasar dan pola bagi hukum tingkah laku manusia yang disebut
dengan syari’ah.
Allah, dan bagaimana hubungan itu harus dibentuk secara dekat, intens dan terus
menerus.
segala ibadah atau pengabdian yang dilakukan baik ibadah wajib/ mahdhah,
bathin yang sangat tinggi. Ini dapat terjadi karena; pertama, dalam setiap ibadah
kita berusaha mengikuti nilai dan norma yang diberikan Allah dan Rasul-Nya
sepertinya Allah berada bersama kita mengamati apa yang kita lakukan, sesuai
dengan norma atau tidak. Kedua, dalam setiap ibadah apa pun yang kita lakukan
kita sedang berdialog dengan Allah, memohon tuntunan-Nya, petunjuk-Nya agar
apa yang kita lakukan berhasil maksimal dalam sistem takdir-Nya dan sistem
iradah-Nya. Ketiga, setiap apapun yang kita lakukan dan kita niatkan sebagai
ibadah adalah dalam rangka mencapai janji dan kabar gembira Allah Swt, yaitu
mewujudkan kehidupan diri pribadi Mukmin yang shaleh yang mengikuti jalan
seperti dilakukan oleh orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan
kemauan kita sejauh mungkin dengan kehendak Ilahi, memungkinkan kita untuk
menghidupkan sinar hati yang ada dalam diri kita dan membuat seluruh diri kita
bersinar terang benderang dengan sinar tersebut. Contoh yang paling lengkap dari
kesadaran diri ini adalah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dengan
mendzikirkan Asma Allah terus-menerus, dengan mencintai Allah dan Rasul, dan
menjadi dekat dengan-Nya (Allah). Bila kita berhubungan dengan orang yang
dekat dengan Allah dan mengikuti bimbingan mereka, maka kita akan tertolong
dalam upaya kita mendekatkan diri kepada Allah atau menghidupkan jiwa kita,
ketenangan hati, ketentraman jiwa dan keadilan dapat diraih. Inilah inti dari
firman Allah:
Dengan pendekatan struktural, kita dapat mengelaborasi ketiga jenis segitiga itu
seni dan mistik. Alasannya, tasawuf merupakan ilmu yang mempelajari nama-
nama Tuhan yang juga disebut al-Asma’ al-Husna atau “nama-nama yang indah”
berupa alam lahir dan alam bathin. Keindahan-keindahan ini yang merangsang
dalam karya-karya seninya. Tetapi tidak semua keindahan, terutama yang di alam
saja sebenarnya adalah perasaan yang ditimbulkan oleh keindahan alam bathin
ciptaan Allah.
sufi, dan pembangun masjid-masjid besar dalam sejarah Islam tergabung dalam
tarekat-tarekat sufi dan pengaruh yang terakhir ini membekas kepada para
tinggi yang lahir dari tangan-tangan kreatif ini memiliki ciri khas yang tak
tertandingi.
Dari uraian di atas tampak betapa besar peranan segitiga cita “tauhid-fiqih-tasawuf” sebagai
penengah dan pemadu segitiga “ilmu-teknologi-seni” dan segitiga “filsafat-etik-mistik”.
Kenyataan ini tidak perlu mengherankan karena sebenarnya “iman-islam-ihsan” yang
merupakan sumber dan dasar dari ilmu-ilmu “tauhid-fiqih-tasawuf” yang berkesesuaian
dengan fithrah manusia yang melekat pada ketiga aspek “kognitif-konatif-afektif” kesadaran
manusia. Karena itu, perwujudan ketiga fungsi kesadaran yang terdapat di alam cita manusia
modern perlu ditengahi dan dipadu oleh ketiga ilmu Islam tersebut1
1 M. Amin Aziz. The Power of al-Fatihah, (Jakarta: Pinbuk Press. Cijantung: 2006), hal. 278.