Anda di halaman 1dari 73

INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL

PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2016

ISSN : 2252-3251
Katalog BPS : 3102005.91
No. Publikasi : 91300.14.22
Ukuran Buku : 16,5 cm x 21,5 cm
Jumlah Halaman : vii + 58 Halaman

Naskah:
Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik
Provinsi Papua Barat

Gambar Kulit:
Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik
Provinsi Papua Barat

Diterbitkan oleh:
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat
Sambutan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Provinsi Papua Barat

Syalom. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat-Nya dan ijin-Nya
sehingga Buku Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Tahun 2016 akhirnya dapat terwujud
sesuai dengan waktu yang diharapkan.
Pemerintah Provinsi Papua Barat semenjak berdiri hingga saat ini telah banyak
melakukan berbagai kegiatan pembangunan dalam upaya untuk meningkatkan kemajuan
daerah dan kesejahteraan masyarakatnya. Guna mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan
dan kemajuan pembangunan yang telah dilakukan, serta berbagai capaian pembangunan
selama ini diperlukan adanya Indikator Pembangunan. Karenanya, bersama Badan Pusat
Statistik Provinsi Papua Barat, Bappeda Provinsi Papua Barat melakukan kerjasama dalam
menyusun Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Tahun 2016, yang mencakup beberapa
indikator antara lain Ketenagakerjaan, Kemiskinan dan IPM, Pertanian, Nilai Tukar Petani,
Inflasi serta Kinerja Perekonomian.
Buku Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Tahun 2016 ini merupakan hasil updating data
dari Buku Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Tahun 2013 dengan menambahkan data-data
hasil pembangunan pada periode Tahun 2014-2016, dan akan terus diperbaharui per 3 (tiga)
tahunan. Dengan adanya buku ini kiranya dapat memberikan gambaran kepada kita tentang
kemajuan Pembangunan yang telah dicapai di Provinsi Papua Barat selama ini dan selanjutnya
dapat menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah di masa
mendatang. Kepada semua pihak yang telah membantu dan berperan dalam mewujudkan
buku ini, kami ucapkan terima kasih. Semoga Buku Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Tahun
2016 ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukkan
sangat diharapkan untuk penyempurnaan publikasi ini.
Manokwari, Agustus 2017
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Provinsi Papua Barat
Kepala,

Drs. NATANIEL. D. MANDACAN, M.Si


NIP. 19621111 198903 1 029

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 i
Kata Pengantar

Publikasi “Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2016”
merupakan sajian informasi yang dipersiapkan secara khusus bagi para pimpinan. Penyajian
dalam publikasi ini dirancang secara ringkas dan padat, dilatarbelakangi oleh keterbatasan
waktu yang tersedia bagi para pimpinan untuk menyarikan suatu informasi dari suatu sajian
yang rinci.

Informasi yang disajikan terdiri atas inflasi yang memberikan gambaran tentang
perkembangan daya beli masyarakat daerah perkotaan maupun di pedesaan. Nilai tukar petani
akan memberikan informasi tentang kesejahteraan petani. Statisitk pertanian menyajikan
informasi tentang produksi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar.

Bagian lain publikasi ini juga menyajikan informasi tentang angkatan kerja dan tingkat
pengangguran terbuka. Sajian ketenagakerjaan ini dilengkapi pula dengan gambaran kinerja
perekonomian melalui data pertumbuhan dan struktur ekonomi.

Untuk memberikan gambaran pendukung perkembangan pembangunan ekonomi,


disajikan pula informasi tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan kemiskinan, baik
berupa absolut dan persentase penduduk miskin; kedalaman dan keparahan kemiskinan; serta
distribusi pendapatan.

Informasi yang tersaji dalam publikasi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan
kritik sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyajian pada masa mendatang.

Manokwari, Agustus 2017


Kepala Badan Pusat Statistik
Provinsi Papua Barat,

ENDANG RETNO SRI SUBIYANDANI, S.Si., M.M.


NIP. 19641023 198802 2 001

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 ii
Daftar Isi

SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA BARAT i


KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR vii

INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL 1


A. KETENAGAKERJAAN 2
1. Angkatan Kerja 3
2. Tingkat Pengangguran Terbuka 4
3. Penduduk yang Bekerja 6

B. KEMISKINAN DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 10


1. Perkembangan Penduduk Miskin 11
2. Perkembangan Garis Kemiskinan 13
3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan
17
Kemiskinan
4. Indeks Pembangunan Manusia 19

C. PERTANIAN 21
1. Produksi Padi 22
2. Produksi Jagung 24
3. Produksi Kedelai 25
4. Produksi Ubi Kayu 26
5. Produksi Ubi Jalar 27

D. NILAI TUKAR PETANI (NTP) 29


1. Perkembangan Nilai Tukar Petani 30
2. Perkembangan Nilai Tukar Petani menurut Subsektor 32

E. INFLASI PEDESAAN 34

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 iii
Daftar Isi

F. INFLASI 39

G. Kinerja Perekonomian 2013 44

1. Struktur Ekonomi 45

2. Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha 49

3. Pertumbuhan Ekonomi menurut Penggunaan 51

4. PDRB Per Kapita 52

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 55

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 iv
Daftar Tabel

No Tabel Judul Tabel Halaman

1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama Agustus 4


2013-Agustus 2016
2 Jumlah dan Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut 6
Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 2013-Agustus 2016
3 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Status Pekerjaan 8
Utama Agustus 2013-Agustus 2016

4 Garis Kemiskinan dan Pertumbuhan Garis Kemiskinan, Jumlah dan 14


Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2013-
September 2016
5 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan 16
(P2) Papua Barat, September 2013-September 2016
6 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Provinsi 23
Papua Barat Menurut Jenis Komoditi, 2013-2016
7 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di 24
Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Komoditi, 2013-2016
8 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai di 25
Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Komoditi, 2013-2016
9 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Kayu di 26
Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Komoditi, 2013-2016
10 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Jalar di 27
Provinsi Papua Barat Menurut Jenis Komoditi, 2013-2016
11 Indeks Harga Konsumen (IHK) Pedesaan Provinsi Papua Barat Menurut 35
Kelompok Pengeluaran Tahun 2013-2016 (2012=100)
12 Laju Inflasi Tahun Kalender Provinsi Papua Barat Menurut Kelompok 37
Pengeluaran Tahun 2014-2016 (2012=100)

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 v
Daftar Tabel

No Tabel Judul Tabel Halaman

13 Indeks Harga Konsumen Provinsi Papua Barat Menurut Kelompok 40


Pengeluaran Tahun 2013-2016 (2012=100)
14 Laju Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua 42
Barat Tahun 2016 (2012=100)
15 Laju Inflasi Tahun Kalender Provinsi Papua Barat Menurut Kelompok 43
Pengeluaran Tahun 2014-2016 (2012=100)
16 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Struktur Ekonomi Menurut 47
Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2016
17 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Struktur Ekonomi Menurut 48
Pengeluaran Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2016
18 PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Pertumbuhan Ekonomi Menurut 50
Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2016
19 PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Pertumbuhan Ekonomi Menurut 52
Penggunaan Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2016

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 vi
Daftar Gambar

No Gambar Judul Gambar Halaman

1 Perkembangan Kemiskinan (Perkotaan, Pedesaan, dan 11


Perkotaan+Pedesaan) Papua Barat Tahun 2013-2016
2 Indeks Pembangunan Manusia menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat 19
Tahun 2016
3 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Januari-Desember 2016 30
Provinsi Papua Barat (2012=100)

4 Rata-Rata Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Papua Barat 2013-2016 30

5 Perkembangan Nilai tukar Petani Menurut Subsektor Papua Barat Tahun 32


2013-2016
6 Perkembangan Laju Inflasi Pedesaan Januari 2013-Desember 2016 36
Provinsi Papua Barat (2012=100)
7 Perkembangan Laju Inflasi Bulanan Papua Barat Januari 2014-Desember 41
2016
8 PDRB Per Kapita Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2016 53

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 vii
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Di era globalisasi seperti sekarang ini data dan informasi menjadi kebutuhan yang sangat
esensial dalam berbagai aspek kehidupan. Data dan informasi yang up to date, akurat, dan
akuntabel memiliki banyak keuntungan. Pihak-pihak yang mampu memanfaatkan data dan
informasi dengan cepat dan akurat akan menjadi „pemenang‟ dalam seleksi alam era
globalisasi. Dengan pemanfaatan informasi, proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
akan berjalan dengan efektif dan efisien terutama dalam kegiatan pembangunan daerah.
Slogan „membangun memang mahal, tetapi membangun tanpa data akan jauh lebih
mahal‟ adalah sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa data dan informasi itu menjadi
hal yang esensial dalam proses pembangunan. Data dapat dihasilkan dari sebuah survei
ataupun sensus dari banyak produsen data, misalnya BPS, SKPD, lembaga survei
independen, akademisi, NGO, dan lain sebagainya. Namun dari sekian banyak data tersebut
hanya data yang bersifat akurat, relevan, up to date, akuntabel, independen, serta dapat
diperbandingkan antar waktu dan wilayah memiliki nilai lebih dan layak untuk dijadikan sebagai
sumber rujukan.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai salah satu produsen data nasional memiliki
karakteristik tersebut. Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1997, BPS merupakan lembaga
pengumpul data statistik dasar. Disamping itu, BPS juga mengumpulkan data yang berasal
dari kegiatan survei dengan dimensi yang sangat luas, hal ini tercermin dari ragam data yang
dihasilkan bagi para konsumen data. Mulai dari data inflasi, nilai tukar petani, pengangguran,
pertumbuhan ekonomi, produksi pertanian, pariwisata dan lain-lain.
“Indikator Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Papua Barat Tahun 2016” adalah sebuah
publikasi yang dirancang khusus untuk level pimpinan dengan maksud bisa menjadi sumber
informasi untuk memahami pencapaian kinerja yang dapat dievaluasi secara terukur. Fokus
kajian dalam tulisan ini adalah sejumlah indikator penting seperti ketenagakerjaan, kemiskinan
dan pembangunan manusia, angka ramalan pertanian, nilai tukar petani, inflasi, pertumbuhan
ekonomi, dan struktur ekonomi.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 1
A KETENAGAKERJAAN
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

A. KETENAGAKERJAAN

1. Angkatan Kerja

Secara sederhana, Angkatan Kerja dapat diartikan sebagai jumlah penduduk berusia 15
tahun ke atas (penduduk usia kerja) yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Berdasarkan
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), jumlah angkatan kerja di Provinsi Papua Barat
pada Agustus 2016 mencapai 434.817 orang, meningkat sebesar lima persen jika
dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2015 yang hanya berjumlah
413.635 jiwa. Secara umum, jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Papua Barat memiliki tren yang
meningkat dari tahun ke tahun dalam periode 4 tahun terakhir. Peningkatan jumlah Angkatan
Kerja di Provinsi Papua Barat juga diiringi oleh peningkatan jumlah penduduk usia kerja
(penduduk berusia 15 tahun ke atas) yang terjadi setiap tahunnya. Peningkatan Angkatan
Kerja tertinggi terjadi pada tahun 2014, yakni mencapai 7,46% atau meningkat sebanyak
27.674 jiwa. Menariknya, peningkatan Angkatan Kerja ini tidak hanya disebabkan
bertambahnya penduduk usia kerja pada tahun tersebut, tetapi juga dibarengi oleh terus
meningkatnya proporsi angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja setiap tahunnya dari
sebesar 66 persen di tahun 2013, meningkat menjadi 68 persen di tahun 2014 dan terus
meningkat menjadi 70 persen lebih di tahun 2016. Hal ini mengindikasikan bahwa proporsi
penduduk usia produktif (usia kerja 15-64 tahun) di Provinsi Papua Barat terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya, sementara proporsi penduduk usia non produktif (usia di bawah
14 tahun dan usia di atas 65 tahun) terus mengalami penurunan. Nah permasalahannya
adalah meningkatnya jumah angkatan kerja jika tidak diimbangi oleh perluasan lapangan kerja
maka akan menjadi beban tersendiri bagi pembangunan.

Salah satu indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan kondisi angkatan kerja
di suatu daerah adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK merupakan indikator
ketenagakerjaan yang menunjukkan rasio jumlah penduduk yang tercakup sebagai angkatan

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 3
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. TPAK berguna untuk mengindikasikan besarnya
penduduk usia 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi di suatu wilayah, dan menjadi
indikator besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labour supply) untuk sektor ekonomi yang
memproduksi barang-barang dan jasa. Tidak berbeda dari jumlah Angkatan Kerja, TPAK
Provinsi Papua Barat dalam periode 4 tahun terakhir juga memiliki tren yang meningkat dari
tahun ke tahun. TPAK pada Agustus 2015 hanya sebesar 68,68 persen, meningkat menjadi

Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Agustus


Tabel 1.
2013-Agustus 2016

Agustus
Uraian
2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5)
Penduduk Berumur 15
558 262 583 374 602 248 620 748
Tahun Ke Atas

Angkatan Kerja 370 750 398 424 413 635 434 817

- Bekerja 353 619 378 436 380 226 402 360

- Pengangguran Terbuka 17 131 19 988 33 409 32 457

Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional, 2010-2012


Bukan Angkatan Kerja 187 512 184 950 188 613 185 931

Tingkat Partisipasi Angkatan


Kerja / TPAK (persen)
66,41 68,30 68,68 70,05

Tingkat Pengangguran Ter-


buka / TPT (persen)
4,62 5,02 8,08 7,46

Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional, 2013-2016

70,05 persen pada tahun 2016. Dalam terminologi ekonomi, tingginya TPAK menunjukkan
bahwa semakin tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour supply) yang tersedia untuk
memproduksi barang dan jasa. Dalam fungsi produksi dirumuskan sebagai Q = f (C, L, R, T)
dimana Q adalah Quantity atau jumlah produksi, C adalah Capital atau modal, L adalah Labour
atau tenaga kerja, R adalah Resources atau sumber daya, dan T adalah Technology atau

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 4
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

teknologi. Dari fungsi produksi tersebut dapat diketahui bahwa secara umum tenaga kerja
berpengaruh positif terhadap produksi sehingga tingginya angka TPAK dapat mengindikasikan
terdapat banyak faktor produksi yang dapat dimanfaatkan.

Namun secara umum, apabila tingginya TPAK disebabkan oleh tingginya penduduk yang
bekerja maka TPAK tersebut menunjukkan kinerja partisipasi angkatan kerja yang baik, namun
bila tingginya TPAK diiringi dengan rendahnya tingkat kesempatan kerja, maka hal ini akan
cukup mengkhawatirkan, karena hal ini mengindikasikan bahwa penduduk yang mencari
pekerjaan meningkat dan hal ini tentu akan memicu tingginya angka pengangguran. Tingginya
TPAK di Papua Barat salah satunya merupakan cermin dari perekonomian yang masih agraris
dimana sebagian besar penduduknya masih bekerja di sektor pertanian.

2. Tingkat Pengangguran Terbuka

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator ketenagakerjaan yang sering


dijadikan sebagai parameter keberhasilan dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan. TPT
merupakan rasio antara jumlah penduduk yang tidak bekerja dan masih mencari pekerjaan
(pengangguran) dengan jumlah penduduk yang tercakup sebagai angkatan kerja. Dengan kata
lain, TPT menggambarkan berapa jumlah pengangguran diantara 100 orang angkatan kerja.
Indikator TPT sebenarnya kurang sensitif karena konsep dan definisi bekerja yang digunakan
selama ini cukup longgar (seseorang dikatakan bukan penganggur jika orang tersebut cukup
bekerja satu jam selama satu minggu), namun indikator ini masih bermanfaat sebagai
gambaran umum seberapa besar angkatan kerja yang tidak tertampung oleh pasar kerja.
Semakin banyak angkatan kerja yang berstatus pengangguran, maka akan semakin tinggi nilai
TPT. Tingginya nilai TPT bisa disebabkan karena lapangan kerja yang tidak tersedia,
ketidakcocokan antara kesempatan kerja dan lapangan pendidikan dan juga karena tidak mau
bekerja. Tingginya nilai TPT secara tidak langsung akan berdampak pada munculnya masalah
sosial seperti meningkatnya kriminalitas dan menurunnya status gizi.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 5
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Suparno (2010) mengatakan bahwa hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa kebijakan


desentralisasi fiskal justru memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan tingkat
pengangguran terbuka (TPT). Dan rupanya indikasi ini juga terjadi di Papua Barat. Hasil Survei
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan bahwa jumlah pengangguran terbuka di
Provinsi Papua Barat mengalami tren peningkatan sepanjang tahun 2013 hingga tahun 2016.
Pada tahun 2013, data menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Papua Barat
sebesar 4,62 persen (atau sebesar 17.131 jiwa), kemudian meningkat menjadi 5,02 persen
(atau sebesar 19.988 jiwa) di tahun 2014, dan kemudian meningkat signifikan sebesar 8,08
persen (atau sebesar 33.409 jiwa) di tahun 2015. Baru pada tahun 2016, tingkat pengangguran
terbuka di Papua Barat mengalami sedikit penurunan menjadi 7,46 persen (atau sebesar
32.457 jiwa). Artinya dari setiap 100 orang angkatan kerja di Papua Barat, tujuh sampai
delapan orang diantaranya adalah pengangguran terbuka.

Jumlah dan Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Lapangan


Tabel 2.
Pekerjaan Utama Agustus 2013-Agustus 2016

Agustus 2013 Agustus 2014 Agustus 2015 Agustus 2016


Lapangan Pekerjaan
Utama
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Pertanian 172 247 48,71 171 340 45,26 160 131 42,11 148 661 36,95

Industri 12 877 3,64 16 682 4,41 10 357 2,72 12 640 3,14

Perdagangan 51 120 14,46 62 107 16,41 66 924 17,60 67 987 16,90

Jasa-Jasa 70 244 19,86 66 810 17,65 81 924 21,55 104 765 26,04

Lainnya 47 131 13,33 61 597 16,27 60 890 16,01 68 307 16,98

TOTAL 353 619 100,00 378 536 100,00 380 226 100,00 402 360 100,00

Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional, 2013-2016


*) Lainnya : Pertambangan dan Penggalian; Listrik, Gas, dan Air; Konstruksi; Transportasi; serta Keuangan dan Jasa Perusahaan

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 6
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

3. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha

Gambaran ketenagakerjaan di Provinsi Papua Barat sepanjang periode tahun 2013


sampai tahun 2016 terlihat masih didominasi oleh sektor pertanian namun menunjukkan tren
yang terus menurun, sementara di sisi lain sektor jasa-jasa justru menunjukkan tren yang
terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan ciri dari sebuah daerah yang sedang
berkembang, dimana ciri-cirinya adalah terjadinya pergeseran struktur lapangan pekerjaan
bukan dari sektor pertanian ke sektor industry (manufacture) tapi justru pergeseran dari sektor
pertanian ke sektor jasa-jasa (services).

Dari sisi struktur perekonomian, meskipun penduduk yang bekerja di Papua Barat masih
terkonsentrasi di sektor pertanian, namun pangsa tenaga kerja di sektor pertanian justru
menunjukkan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun, yakni dari 48,71 persen pada
tahun 2013 menjadi 45,26 persen pada tahun 2014, kemudian menjadi 42,11 persen pada
tahun 2015 dan terus menurun hingga 36,95 persen pada tahun 2016.

Menurunnya pangsa tenaga kerja di sektor pertanian antara lain karena semakin
ditinggalkannya sektor ini oleh angkatan kerja yang lebih memilih sektor jasa-jasa (services).
Pada saat yang sama, pangsa tenaga kerja yang bekerja di sektor jasa-jasa (services)
menunjukkan tren peningkatan yang cukup tajam yakni dari 19,86 persen pada tahun 2013,
kemudian naik menjadi 21,55 persen pada tahun 2015, dan terus naik menjadi 26,04 persen
pada tahun 2016. Tabel 2 menunjukkan bahwa selama empat tahun terakhir kemajuan
ekonomi di Papua Barat masih didominasi oleh sektor pertanian dengan besaran di atas 30
persen, kemudian sektor jasa-jasa (services) berkisar antara 19 sampai 27 persen, setelah itu
sektor perdagangan antara 14 sampai 17 persen dan kemudian yang paling terkecil adalah
sektor industri (manufacturer) yang menyerap tenaga kerja tidak lebih dari 4 persen saja.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 7
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

4. Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan

Salah satu pengelompokkan status pekerjaan utama adalah dengan mengelompokkan


pekerja ke dalam sektor fomal dan informal. Pekerja di sektor formal adalah penduduk yang
bekerja dengan status sebagai berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar atau buruh/
karyawan/pegawai. Sedangkan pekeja di sektor informal adalah penduduk yang bekerja
dengan status pekerjaan sebagai berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh
tidak dibayar atau pekerja keluarga, pekerja bebas, atau pekerja keluarga.

Pengelompokkan status pekerjaan ke dalam sektor formal dan informal bersifat


disintegratif satu sama lain, meskpun dalam kenyataan tampak seperti sebuah kesatuan sistem
yang komplementer dan saling memerlukan satu sama lain. Faktor disagregasi lain yang
mengekalkan keterpisahan sektor formal dan informal ini adalah tingkat produktivitas yang
pincang. Sektor formal ditunjukkan oleh tingkat produktivitas yang baik sebagaimana terlihat
dari marginal productivity of labour yang tinggi. Di sisi lain, sektor informal justru bekerja
dengan tingkat produktivitas yang sangat rendah karena sekedar hanya untuk
mempertahankan subsitensi mereka. Kesenjangan tingkat upah juga menjadi salah satu faktor
disagregasi lain yang memberi andil mengapa sektor informal cenderung tetap berjalan di
tempat. Diskriminasi upah baik oleh lembaga-lembaga informal, lembaga birokrasi maupun
lingkungan pelaku-pelaku ekonomi formal sendiri ikut andil dalam mengekalkan keterpisahan
sektor formal dan informal.

Secara umum telihat bahwa pekerja di Papua Barat lebih dominan bekerja di sektor
informal. Pada tahun 2013, persentase pekerja di sektor informal mencapai 61,75 persen,
turun menjadi 61,58 persen pada tahun 2014, kemudian turun menjadi 60,55 persen pada
tahun 2015 dan terus turun hingga mencapai 59,43 persen pada tahun 2016. Sehingga dalam
empat tahun terakhir dapat dikatakan bahwa pergeseran dari sektor informal ke sektor formal
sudah mulai berlangsung, ditandai dengan makin berkurangnya persentase pekerja di sektor

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 8
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

informal dari tahun ke tahun.

Tingginya sektor informal di Papua Barat menunjukkan ketidaksinkronan antara struktur


ekonomi dan struktur pasar kerja. Jika dilihat secara struktur ekonomi terlihat bahwa
perekonomian Papua Barat mengalami pergeseran dari sektor pertanian yang cenderung
informal ke sektor industri dan sektor jasa-jasa yang cenderung formal, namun jika dilihat dari
struktur pasar kerja terlihat bahwa tenaga kerja di Papua Barat masih didominasi oleh sektor
informal meskipun dari tahun ke tahun terlihat adanya pergeseran dari sektor informal ke
sektor formal namun pergeseran yang terjadi masih dirasa sangat lamban. Mungkin lambatnya
perpindahan sektor dari informal ke formal adalah karena
dalam sektor informal, seseorang merasa lebih terhormat karena dia dapat
mengendalikan usaha dengan mandiri dan kekuatan sendiri daripada bekerja
di sektor formal dimana seseorang akan menjadi bawahan atasannya.
Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Status
Tabel 3.
Pekerjaan Utama Agustus 2013-Agustus 2016

Agustus
Status Pekerjaan Utama
2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5)

Berusaha Sendiri 63 837 67 830 71 658 90 146

Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap 71 034 72 438 71 441 65 487

Berusaha Dibantu Buruh Tetap 7 133 10 454 9 640 8 830

Buruh/Karyawan/Pegawai 128 115 134 922 140 350 154 414

Pekerja Bebas 7 314 13 199 12 997 19 774

Pekerja Keluarga/Pekerja Tidak Dibayar 76 186 79 593 74 140 63 709

TOTAL 353 619 378 436 380 226 402 360

Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional, 2013-2016

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 9
B KEMISKINAN DAN
PEMBANGUNAN
MANUSIA
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

B. KEMISKINAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA

1. Perkembangan Penduduk Miskin

Perkotaan
Kemiskinan merupakan permasalahan
mendasar yang bersifat mendesak dan
memerlukan langkah-langkah penanganan dan
pendekatan yang sistemik, strategis, dan
komprehensif. Salah satu aspek penting untuk
mendukung strategi penanggulangan
kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan
Pedesaan
yang akurat dan tepat sasaran dengan
metodologi yang valid dan dapat
diperbandingkan antar waktu dan wilayah.

Metode penghitungan jumlah penduduk


miskin yang digunakan oleh BPS dilakukan
dengan pendekatan benchmark garis
kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari
Perkotaan + Pedesaan

dua komponen, yaitu garis kemiskinan


makanan dan garis kemiskinan non makanan.
Garis kemiskinan adalah nilai rupiah yang harus
dikeluarkan seseorang untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidup minimumnya, baik itu
kebutuhan dasar makanan maupun non
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang)
makanan. Seseorang dikatakan miskin bila Persentase Penduduk Miskin (persen)

berada dibawah garis kemiskinan. Pendekatan Gambar 1. Perkembangan Kemiskinan (Perkotaan,


Pedesaan, dan Perkotaan+Pedesaan)
Papua Barat September 2013-2016

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 11
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

GK makanan digunakan standar kebutuhan hidup minimum 2100 Kilokalori didasarkan pada
konsumsi makanan, sedangkan GK non makanan untuk memenuhi kebutuhan dasar non
makanan seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, serta aneka barang dan jasa.

Secara nilai absolut, terdapat 223,60 ribu orang di Provinsi Papua Barat tergolong dalam
label Penduduk Miskin. Jumlah ini bila dibandingkan terhadap jumlah penduduk miskin dari
provinsi lain memang jauh lebih rendah. Hal ini wajar, mengingat jumlah penduduk di Provinsi
Papua Barat sendiri lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk di provinsi lain. Lain halnya
bila dilihat dari sisi persentase penduduk miskin. Persentase penduduk miskin di Provinsi
Papua Barat secara nasional pada kondisi September 2016 ternyata adalah yang tertinggi
kedua setelah Provinsi Papua. Kedua provinsi tersebut selama ini selalu menjadi provinsi
dengan persentase kemiskinan terbesar di Indonesia. Pada September 2016, Provinsi Papua
Barat memiliki persentase penduduk miskin mencapai 28,40 persen.

Dalam upaya pengentasan kemiskinan, maka indikator yang lebih baik dicermati adalah
perkembangan jumlah penduduk miskin. Suatu daerah bebas dari kemiskinan ketika tidak ada
lagi penduduk miskin di daerah tersebut. Berbeda dengan persentase penduduk miskin,
indikator tersebut dipengaruhi juga oleh jumlah penduduk secara keseluruhan, sehingga
penurunan persentase penduduk miskin tidak dapat serta merta diartikan terjadi penurunan
penduduk miskin pada suatu daerah, tetapi bisa juga diakibatkan oleh bertambahnya jumlah
penduduk secara keseluruhan tanpa ada penurunan jumlah penduduk miskin.

Secara umum, jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat memiliki tren yang cukup
stabil sepanjang periode 2013 hingga 2016. Pada tahun 2013, jumlah penduduk miskin di
Provinsi Papua Barat mencapai 226,24 ribu orang. Jumlah tersebut mengalami “turun-naik”
pada tahun-tahun selanjutnya hingga akhirnya pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin
sedikit menurun menjadi 223,6 ribu orang. Jumlah ini juga menjadi jumlah penduduk miskin

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 12
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

terendah dalam periode 4 tahun terakhir.

Bila dibedakan menurut tipe daerah, jumlah penduduk miskin di perkotaan lebih baik
dibandingkan di daerah perdesaan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya jumlah penduduk miskin
yang terdapat di daerah perkotaan dibandingkan jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan.
Selama 4 tahun terakhir, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkisar antara 12
hingga 20 ribu orang, sedangkan jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan jauh lebih
tinggi, yakni berkisar diantara 203,49 ribu orang hingga 213,83 ribu orang. Meskipun demikian,
tren yang terjadi pada jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan tidak terlalu baik. Sejak
tahun 2013, jumlah penduduk miskin daerah perkotaan selalu meningkat dari tahun ke tahun
dan berimplikasi pada persentase penduduk miskin yang juga selalu naik tiap tahunnya.
Sebaliknya, dalam periode yang sama meskipun jumlah penduduk miskin daerah perdesaan
sangat tinggi, perkembangannya dari tahun ke tahun konsisten menurun.

2. Perkembangan Garis Kemiskinan

Garis kemiskinan Provinsi Papua Barat pada September 2013 sebesar 397.003 rupiah/
kapita/bulan terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan sebesar 317.054 rupiah/kapita/bulan dan
Garis Kemiskinan Nonmakanan sebesar 79.948 rupiah/kapita/bulan. Garis Kemiskinan di
Provinsi Papua Barat cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini didorong oleh naiknya
Garis Kemiskinan Makanan maupun Nonmakanan yang juga terjadi setiap tahunnya.
Peningkatan Garis Kemiskinan yang terjadi dapat diartikan bahwa nilai nominal yang harus
dimiliki setiap individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya di Provinsi Papua Barat
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hingga September 2016, tercatat Garis Kemiskinan
Provinsi Papua Barat mencapai 492.968 rupiah/kapita/bulan, terdiri dari Garis Kemiskinan

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 13
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Garis Kemiskinan dan Perubahan Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase


Tabel 4.
Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2013-September 2016

Garis Kemiskinan (Rp/ Kapita/ Bulan) Laju Pertumbuhan (persen)

Uraian
Jumlah Persentase
Non
Makanan Total GK Penduduk Penduduk
Makanan
Miskin Miskin
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Perkotaan
September 2013 303 013 111 887 414 900 8,36 -10,78 -13,45
Maret 2014 303 954 112 203 416 158 0,30 19,10 19,84
September 2014 320 231 120 010 440 241 5,79 -4,87 -5,80
Maret 2015 328 107 123 915 452 022 2,68 37,55 6,16
September 2015 346 945 131 755 478 699 5,90 -2,69 -3,07
Maret 2016 355 672 132 055 487 727 1,89 11,37 8,10
September 2016 370 573 137 689 508 262 4,21 -4,06 -7,33
Perdesaan
September 2013 323 205 65 957 389 163 9,36 4,00 3,48
Maret 2014 321 560 68 252 389 812 0,17 0,38 -1,95
September 2014 350 636 73 066 423 701 8,69 -1,51 -3,18
Maret 2015 358 458 76 749 435 207 2,72 -2,54 8,45
September 2015 374 902 82 321 457 222 5,06 0,33 -0,08
Maret 2016 382 574 84 422 466 996 2,14 -0,90 -1,21
September 2016 391 900 89 046 480 946 2,99 -0,66 -0,40
Perkotaan dan Perdesaan
September 2013 317 054 79 948 397 003 9,09 3,06 1,76
Maret 2014 316 314 81 348 397 662 0,17 1,41 -0,04
September 2014 341 614 86 994 428 608 7,78 -1,73 -3,21
Maret 2015 346 975 94 594 441 569 3,02 -0,04 -1,68
September 2015 364 325 101 023 465 348 5,39 0,08 -0,35
Maret 2016 372 548 102 419 474 967 2,07 0,12 -1,17
September 2016 384 627 108 341 492 968 3,79 -0,97 -2,16
Sumber : Diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2013-2016

Makanan sebesar 384.627 rupiah/kapita/bulan dan Garis Kemiskinan Nonmakanan sebesar


108.341 rupiah/kapita/bulan.

Struktur Garis Kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun perdesaan sama-sama


didominasi oleh Garis Kemiskinan Makanan. Garis Kemiskinan Makanan pada daerah

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 14
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

perkotaan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan Garis Kemiskinan Makanan pada
daerah perdesaan. Sebaliknya, Garis Kemiskinan Nonmakanan pada daerah perkotaan relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan Garis Kemiskinan Nonmakanan di daerah perdesaan. Hal ini
dapat diartikan bahwa nilai nominal yang dibutuhkan seseorang di daerah perkotaan untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanannya dalam sehari lebih rendah dibandingkan nilai nominal
yang dibutuhkan seseorang di desa untuk memenuhi kebutuhan dasar makanannya. Namun,
nilai nominal yang dibutuhkan seseorang di desa untuk memenuhi kebutuhan dasar
nonmakanan, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, serta aneka barang dan
jasa, tidak setinggi nilai nominal yang harus dimiliki seseorang di perkotaan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.

Laju Pertumbuhan Garis Kemiskinan di Provinsi Papua Barat cenderung fluktuatif pada
periode 2013 hingga 2016. Laju pertumbuhan ini selalu bernilai positif dari waktu ke waktu,
yang artinya nilai Garis Kemiskinan selalu meningkat dari waktu ke waktu. Laju pertumbuhan
Garis Kemiskinan Provinsi Papua Barat sepanjang periode September 2013 hingga September
2013 berkisar diantara 0,17 hingga 9,09 persen. Bila dibedakan menurut tipe daerah, baik
Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan memiliki laju pertumbuhan yang
juga selalu positif dari waktu ke waktu. Laju pertumbuhan Garis Kemiskinan di daerah
perkotaan berkisar di antara 0,30 hingga 8,36 persen, sementara laju pertumbuhan Garis
Kemiskinan di daerah perdesaan berkisar di antara 0,17 hingga 9,36 persen.

Dalam periode September 2013 hingga September 2016, perkembangan Jumlah


Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Papua Barat juga memiliki
kecenderungan berfluktuasi dari waktu ke waktu. Secara umum, laju pertumbuhan Jumlah
Penduduk Miskin Papua Barat berkisar di antara –1,73 hingga 3,06 persen, sementara
Persentase Penduduk Miskin Papua Barat memiliki kisaran laju pertumbuhan di antara -2,16
hingga 1,76 persen. Hal menarik terlihat bahwa ketika Jumlah Penduduk Miskin mengalami laju
pertumbuhan positif, tetapi tidak diiringi arah laju pertumbuhan yang sama pada Persentase

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 15
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Penduduk Miskin, seperti yang terjadi pada Maret 2014, September 2015, dan Maret 2016.
Kondisi ini ditengarai disebabkan oleh adanya kenaikan jumlah penduduk di Provinsi Papua
Barat yang lebih besar dibandingkan kenaikan Jumlah Penduduk Miskinnya, sehingga
meskipun Jumlah Penduduk Miskin meningkat, persentasenya dibandingkan jumlah seluruh
penduduk Provinsi Papua Barat justru menurun. Hal ini perlu diwaspadai agar dalam melihat
perkembangan kemiskinan di Provinsi Papua Barat tidak terlena dengan turunnya Persentase
Penduduk Miskin, padahal secara absolut, Jumlah Penduduk Miskin justru bisa jadi bertambah.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan


Tabel 5.
Kemiskinan (P2) Papua Barat, September 2013-September 2016

Daerah Tempat Tinggal


Uraian
Perkotaan +
Perkotaan Perdesaan
Perdesaan
(1) (2) (3) (4)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)


September 2013 0,63 8,20 5,89
Maret 2014 1,30 8,28 6,20
September 2014 1,00 8,00 5,92
Maret 2015 0,72 9,60 6,24
September 2015 0,82 8,02 5,29
Maret 2016 0,85 11,18 7,21
September 2016 1,30 9,51 6,28
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
September 2013 0,29 2,54 1,88
Maret 2014 0,40 2,75 2,05
September 2014 0,29 2,54 1,88
Maret 2015 0,18 3,64 2,33
September 2015 0,17 2,65 1,71
Maret 2016 0,19 4,46 2,82
September 2016 0,36 3,53 2,23
Sumber : Diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2013-2016

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 16
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Indeks Kedalaman Kemiskinan:


Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata
-rata pengeluaran penduduk dari garis
kemiskinan.

Indeks Keparahan Kemiskinan:


Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi
ketimpangan pengeluaran diantara penduduk
miskin.

3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Indikator lain yang digunakan untuk menggambarkan kondisi kemiskinan suatu daerah
adalah Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2). Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-
masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks ini, dapat
diartikan bahwa rata-rata pengeluaran dari penduduk di daerah tersebut semakin jauh di
bawah Garis Kemiskinan. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) memberikan
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Dengan kata lain,
semakin tinggi nilai indeks ini, semakin timpang pengeluaran di antara penduduk miskin.

Sepanjang periode September 2013 hingga September 2016, nilai (P 1) Provinsi Papua
Barat berada pada kisaran 5,29 hingga 7,21 satuan. Bila dipisahkan menurut tipe daerah, nilai
(P1) pada daerah perkotaan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai (P 1) pada daerah
perdesaan. Dari table 5, terlihat (P1) pada daerah perkotaan hanya berkisar pada 0,63 hingga
1,30 satuan, sementara (P1) pada daerah perdesaan berkisar pada 8,00 hingga 11,18 satuan.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 17
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Di sisi lain, dalam periode yang sama nilai (P 2) Provinsi Papua Barat berada pada kisaran
1,71 hingga 2,82 satuan. Sama halnya dengan (P 1), bila dipisahkan menurut tipe daerah, nilai
(P2) pada daerah perkotaan juga lebih kecil dibandingkan dengan nilai (P 2) pada daerah
perdesaan. Dari table 5, terlihat (P2) pada daerah perkotaan hanya berkisar pada 0,29 hingga
0,40 satuan, sementara (P2) pada daerah perdesaan berkisar pada 2,54 hingga 4,46 satuan.

Secara umum, bila dilihat perkembangan dari September 2013 menuju September 2016,
nilai (P1) dan (P2) di Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan. Naiknya kedua indeks ini
didorong oleh kenaikan yang terjadi di daerah perkotaan juga perdesaan. Peningkatan nilai (P 1)
dan (P2) dapat diartikan rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin rendah dari nominal
minimum yang harus dikeluarkan agar kebutuhan hidup dasarnya terpenuhi, disertai adanya
ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di Papua Barat. Secara sederhana,
kombinasi kedua indeks ini menggambarkan semakin memburuknya kondisi kemiskinan di
Provinsi Papua Barat secara keseluruhan pada September 2016 dibandingkan dengan kondisi
pada September 2013.

Hal yang patut diperhatikan lebih lanjut adalah kondisi kemiskinan pada daerah perdesaan
jauh lebih mengkhawatirkan dibandingkan kondisi yang ada pada daerah perkotaan. Dengan
nilai (P1) yang cukup jauh lebih tinggi, mencerminkan rata-rata pengeluaran dari penduduk
miskin perdesaan jauh lebih rendah dari nilai minimum yang seharusnya dikeluarkan untuk
kebutuhan dasar dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran penduduk miskin perkotaan.
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa rata-rata penduduk miskin perdesaan lebih miskin
dibandingkan penduduk miskin yang ada di daerah perkotaan. Tidak hanya itu, bahkan
ketimpangan di antara penduduk miskin perdesaan juga lebih tinggi dibandingkan penduduk
miskin perkotaan. Dengan kata lain, antar penduduk miskin di daerah perkotaan cenderung
memiliki rata-rata pengeluaran yang tidak berbeda jauh satu sama lainnya. Di sisi lain, antar
penduduk miskin di daerah perdesaan memiliki rata-rata pengeluaran yang lebih bervariasi,

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 18
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa ada penduduk miskin yang memiliki
pengeluaran sangat rendah dari Garis Kemiskinan, ada pula yang tidak terlalu jauh.

Kondisi kemiskinan baik pada daerah perkotaan maupun perdesaan patut menjadi
perhatian untuk segera diatasi. Program-program pemerintah yang pro penduduk miskin (pro
poor policy) mutlak diperlukan agar kondisi ini tidak semakin memburuk ke depannya.
Kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan daya beli, serta mengurangi pengeluaran
kebutuhan dasar penduduk miskin sangat diperlukan, misalnya dengan memberikan pelayanan
pendidikan dan kesehatan gratis bagi rakyat miskin.

4. Indeks Pembangunan Manusia

IPM Tinggi (70—80)


IPM Sedang (60 - 70)

IPM Rendah ( < 60)

Gambar 2. Indeks Pembangunan Manusia menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun 2016

Kualitas sumber daya manusia dapat diukur dengan pendekatan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM terdapat tiga dimensi dasar dalam mengukur
pembangunan manusia, yaitu dimensi umur panjang dan hidup sehat (angka harapan hidup),
dimensi pengetahuan (rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah), serta dimensi

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 19
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

standar hidup layak (pengeluaran per kapita disesuaikan).

IPM Papua Barat tahun 2016 mencapai 62,21 yang dibentuk oleh Angka Harapan Hidup
(AHH) sebesar 65,30 tahun; Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) sebesar 7,06 tahun dan Harapan
Lama Sekolah (HLS) sebesar 12,26 tahun; serta Pengeluaran per Kapita disesuaikan sebesar
7,18 juta rupiah per kapita per tahun. Berdasarkan kriteria pengelompokan IPM menurut
UNDP, IPM Papua Barat termasuk kedalam kelompok IPM sedang dengan interval 60,00-
70,00. Sedangkan posisi IPM Papua Barat tahun 2016 diantara provinsi lainnya secara
nasional berada pada peringkat ke-31 dari 34 provinsi.

Pada tahun 2016, pencapaian pembangunan manusia di tingkat kabupaten/ kota cukup
bervariasi. IPM pada level kabupaten/ kota berkisar antara 50,35 (Tambrauw) hingga 76,33
(Kota Sorong). Kemajuan pembangunan manusia pada tahun 2016 juga dapat ditunjukkan dari
perubahan status pembangunan manusia di tingkat kabupaten/ kota. Bila dibandingkan dengan
kondisi pada tahun 2015, terdapat perubahan status dari 13 kabupaten/ kota yang ada.
Kabupaten Manokwari telah mencapai status pembangunan manusia “tinggi” di tahun 2016,
bersama dengan Kota Sorong, di mana pada tahun 2015, Kabupaten Manokwari masih
berstatus “sedang”. Kabupaten/ kota dengan status “sedang” maupun “rendah” berjumlah
masing-masing 5 dan 6 kabupaten. Kabupaten yang berstatus “sedang”, antara lain Kabupaten
Fak-Fak, Sorong, Kaimana, Raja Ampat, dan Teluk Bintuni. Sementara itu, untuk status
“rendah” disandang oleh Kabupaten Tambrauw, Pegunungan Arfak, Maybrat, Manokwari
Selatan, Teluk Wondama, dan Sorong Selatan.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 20
C PERTANIAN
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

C. PERTANIAN

1. Produksi Padi

Padi merupakan salah satu komoditas pertanian tanaman pangan yang hasil produksinya
cukup baik di Provinsi Papua Barat. Beberapa sentra produksi Padi terdapat pada Kabupaten
Manokwari juga Sorong. Padi yang dihasilkan di Provinsi Papua Barat dapat dibedakan
jenisnya menjadi Padi Sawah dan Padi Ladang.

Pada tahun 2013, padi yang dihasilkan di Provinsi Papua Barat secara keseluruhan
tercatat mencapai 29.912,54 ton. Produksi itu dihasilkan dari luas lahan panen sebesar 7.523
Ha. Produktivitas dari lahan panen tersebut tercatat sebesar 39,76 kw/Ha. Perkembangan
pertanian padi cukup menarik untuk diperhatikan. Produktivitas padi cenderung meningkat dari
tahun ke tahun dan mencapai nilai tertinggi pada tahun 2016 sebesar 43,71 Kw/Ha. Meskipun
demikian, hal positif tersebut tidak serta merta dibarengi dengan peningkatan produksi padi
yang dihasilkan. Kondisi ini disebabkan oleh lahan panen yang menurun cukup signifikan
bahkan lebih dari 1000 Ha di tahun 2016.

Padi yang dihasilkan di Provinsi Papua Barat dapat dibedakan menjadi 2 jenis komoditi,
yakni Padi Sawah dan Padi Ladang. Sepanjang periode 2013 hingga 2016, produksi Padi
Sawah lebih banyak dibandingkan produksi Padi Ladang. Kondisi ini didorong oleh
produktivitas dan luas lahan panen Padi Sawah yang jauh lebih besar daripada produktivitas
dan luas lahan panen Padi Ladang.

Luas lahan panen Padi Sawah mengalami fluktuasi dalam periode 4 tahun terakhir. Pada
tahun 2013, luas lahan panen tercatat sebesar 6.794 Ha di Provinsi Papua Barat. Luas ini
kemudian menurun 506 Ha di tahun 2014 menjadi 6.288 Ha. Luas lahan panen kembali
meningkat di tahun 2015, tetapi menurun kembali di tahun 2016 menjadi 5.984,50 Ha. Berbeda
dengan luas lahan panen yang cukup fluktuatif, produktivitas Padi Sawah mengalami

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 22
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

perkembangan yang terbilang baik, yakni cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Produktivitas yang meningkat ini turut berperan dalam menjaga jumlah hasil produksi Padi
Sawah agar tidak turun di saat luas lahan panen yang ada berkurang.

Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Provinsi


Tabel 6.
Papua Barat Menurut Jenis Komoditi, 2013-2016

Laju Pertumbuhan
(persen)
Uraian 2013 2014 2015 2016
2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

PADI SAWAH

Luas Panen (Ha) 6 794,00 6 288,00 6 800,00 5 984,50 -7,45 8,14 -11,99

Produktivitas (Kw/Ha) 41,21 41,51 43,00 44,85 0,73 3,59 4,30

Produksi (Ton) 27 995,54 26 103,56 29 243,00 26 842,00 -6,76 12,03 -8,21

PADI LADANG

Luas Panen (Ha) 729,00 592,00 374,00 385,00 -18,79 -36,82 2,94

Produktivitas (Kw/Ha) 26,30 26,37 26,10 25,92 0,27 -1,02 -0,69

Produksi (Ton) 1 917,00 1 560,99 976,00 998,00 -18,57 -37,48 2,25

PADI (SAWAH+LADANG)

Luas Panen (Ha) 7 523,00 6 880,00 7 174,00 6 369,50 -8,55 4,27 -11,21

Produktivitas (Kw/Ha) 39,76 40,21 42,12 43,71 1,13 4,75 3,77

Produksi (Ton) 29 912,54 27 664,55 30 219,00 27 840,00 -7,52 9,23 -7,87


Sumber : Laporan Luas Tanam Padi dan Palawija, 2013-2016

Berbeda dengan kondisi Padi Sawah, Padi Ladang Provinsi Papua Barat memiliki sejarah
yang cukup memprihatinkan. Sejak tahun 2013 hingga 2015, baik luas lahan panen maupun
produktivitas Padi Ladang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini jelas berdampak
pada produksi Padi Ladang yang ikut menurun dalam periode yang sama. Produksi Padi
Ladang sedikit membaik pada tahun 2016, yakni akhirnya naik menjadi 998 ton, meskipun nilai
ini masih sangat jauh di bawah bila dibandingkan dengan produksi Padi Ladang yang
dihasilkan pada tahun 2013.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 23
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

2. Produksi Jagung

Selain Padi, Jagung juga menjadi salah satu komoditas pertanian favorit di Provinsi Papua
Barat. Paling tidak selama 4 tahun terakhir, produktivitas tanaman Jagung memiliki tren yang
cukup baik, yakni meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, produktivitas tanaman
Jagung di Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 17,10 Kw/Ha. Nilai tersebut terus meningkat
sampai akhirnya mencapai 17,58 Kw/Ha di tahun 2016.

Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di Provinsi


Tabel 7.
Papua Barat , 2013-2016

Laju Pertumbuhan (%)


Uraian 2013 2014 2015 2016
2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

JAGUNG

Luas Panen (Ha) 1 250,00 1 421,00 1 301,00 1 092,70 13,68 -8,44 -16,01

Produktivitas (Kw/Ha) 17,10 17,24 17,32 17,58 0,82 0,46 1,50

Produksi (Ton) 2 137,58 2 450,17 2 253,00 1 921,00 14,62 -8,05 -14,74

Sumber : Laporan Luas Tanam Padi dan Palawija, 2013-2016

Sayangnya, produktivitas yang semakin membaik dari waktu ke waktu tersebut tidak
dibarengi dengan peningkatan luas lahan panen Jagung. Luas lahan panen sempat meningkat
pada tahun 2014 menjadi 1.421,00 Ha yang juga merupakan luas lahan panen terbesar selama
4 tahun terakhir. Namun, luas lahan panen ini kemudian menurun kembali di tahun-tahun
berikutnya hingga hanya sebesar 1.092,70 Ha di tahun 2016. Penurunan luas lahan panen ini
berimplikasi cukup besar pada produksi Jagung yang dihasilkan, yakni menurun hingga
akhirnya mencapai 1.921,00 ton.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 24
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

3. Produksi Kedelai

Komoditi Kedelai memiliki tren yang berbeda bila dibandingkan dengan komoditi Padi dan
Jagung yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Sejak tahun 2013, luas lahan panen
Kedelai di Provinsi Papua Barat cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Sebaliknya, produktivitas tanaman ini justru konsisten menurun, dari 10,84 Kw/Ha di tahun
2013 menjadi 10,53 Kw/Ha di tahun 2016.

Meskipun demikian, penurunan produktivitas ini tidak serta merta menurunkan hasil
produksi Kedelai. Perkembangan hasil produksi Kedelai Provinsi Papua Barat masih terbilang
aman dan cukup baik karena tertolong oleh semakin luasnya lahan panen komoditi ini.
Produksi Kedelai yang dihasilkan pada tahun 2013 sebesar 668,74 ton. Hasil produksi
kemudian meningkat pada tahun 2014, menjadi 944,65 ton. Pada tahun 2015, produksi kedelai
akhirnya menembus hingga 1.439,00 ton dan terus meningkat mencapai 1.696,00 ton di tahun
2016. Perkembangan komoditi Kedelai yang cukup baik ini perlu lebih diperhatikan agar dapat
menghasilkan produksi yang lebih banyak dan berkualitas dengan menerapkan metode
pertanian yang dapat meningkatkan produktivitas kedelai, mengingat luas lahan komoditi ini
juga cenderung semakin banyak dari tahun ke tahun.

Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai di Provinsi


Tabel 8.
Papua Barat, 2013-2016

Laju Pertumbuhan (%)


Uraian 2013 2014 2015 2016
2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

KEDELAI

Luas Panen (Ha) 617,00 890,00 1 362,00 1 610,40 44,25 53,03 18,24

Produktivitas (Kw/Ha) 10,84 10,61 10,57 10,53 -2,12 -0,38 -0,38

Produksi (Ton) 668,74 944,65 1 439,00 1 696,00 41,26 52,33 17,86


Sumber : Laporan Luas Tanam Padi dan Palawija, 2011-2013

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 25
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

4. Produksi Ubi Kayu

Ubi Kayu merupakan salah satu komoditi pertanian yang cukup khas di Provinsi Papua
Barat. Pasalnya, setiap daerah di Provinsi Papua Barat pasti memiliki pertanian Ubi Kayu. Hal
ini disebabkan oleh proses produksi Ubi Kayu yang cukup sederhana karena tidak terlalu
membutuhkan perawatan serta teknik khusus dalam proses produksinya. Tidak hanya itu, Ubi
Kayu juga dikonsumsi sebagian besar penduduk di Provinsi Papua Barat sebagai penyuplai
karbohidrat utama, mendampingi peran beras dalam konsumsi makanan.

Sejak tahun 2013, pertanian Ubi Kayu ternyata memiliki tren yang kurang baik. Luas lahan
panen komoditi ini di Provinsi Papua Barat kian menurun dari tahunke tahun. Luas lahan panen
pada tahun 2013 tercatat sebesar 1.082,00 Ha. Nilai ini mengalami penurunan di tahun 2014,
menjadi 992,00 Ha. Luas lahan panen terus menurun pada tahun 2015 dan terus menurun
hingga akhirnya hanya sebesar 889,80 Ha di tahun 2016.

Penurunan luas lahan panen tidak sejalan dengan perkembangan tingkat produktivitas Ubi
Kayu selama tahun 2013 hingga 2016. Produktivitas komoditi ini justru selalu mengalami

Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Kayu di Provinsi


Tabel 9.
Papua Barat, 2013-2016

Laju Pertumbuhan (%)


Uraian 2013 2014 2015 2016
2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

UBI KAYU

Luas Panen (Ha) 1 082,00 992,00 978,00 889,80 -8,32 -1,41 -9,02

Produktivitas (Kw/Ha) 112,92 112,59 113,35 113,22 -0,29 0,68 -0,11

Produksi (Ton) 12 218,28 11 168,65 11 086,00 10 074,00 -8,59 -0,74 -9,13

Sumber : Laporan Luas Tanam Padi dan Palawija, 2013-2016


Keterangan: Kualitas produksi Ubi Kayu adalah umbi basah

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 26
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

peningkatan sejak tahun 2013. Pada tahun 2016, produktivitas Ubi Kayu tercatat sebesar
113,22 Kw/Ha. Meskipun produktivitas meningkat, kondisi tersebut tidak cukup untuk menjaga
hasil produksi Ubi Kayu agar tetap stabil atau meningkat. Produksi Ubi Kayu dalam 4 tahun
terakhir mengalami penurunan dengan produksi terbanyak terjadi pada tahun 2013, mencapai
12.218,28 ton, dan produksi pada tahun 2016 sebesar 10.074,00 ton yang menjadi produksi
terendah dalam periode tersebut.

5. Produksi Ubi Jalar

Sama halnya dengan Ubi Kayu, Ubi Jalar juga salah satu komoditi yang khas di Provinsi
Papua Barat. Produksi Ubi Jalar sepanjang tahun 2013 hingga 2016 cenderung lebih tinggi
dibandingkan komoditi sekawannya, Ubi Kayu. Dalam periode tersebut, produksi Ubi Jalar
berkisar antara 11.826,39 ton hingga 14.901,37 ton. Produksi tertinggi Ubi Jalar dicapai pada
tahun 2013. Produksi sempat menurun cukup berarti di tahun 2014, menjadi 11.826,39 ton,
tetapi bangkit pada tahun 2015 dengan produksi sebesar 12.993,00 ton. Produksi kembali
meningkat menjadi 13.236,00 ton di tahun 2016.

Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Jalar di Provinsi


Tabel 10.
Papua Barat, 2013-2016

Laju Pertumbuhan
Uraian 2013 2014 2015 2016
2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

UBI JALAR

Luas Panen (Ha) 1 343,00 1 080,00 1 147,00 1 169,90 -19,58 6,20 2,00

Produktivitas (Kw/Ha) 110,96 109,50 113,28 113,14 -1,32 3,45 -0,12

Produksi (Ton) 14 901,37 11 826,39 12 993,00 13 236,00 -20,64 9,86 1,87

Sumber : Laporan Luas Tanam Padi dan Palawija, 2013-2016


Keterangan: Kualitas produksi Ubi Jalar adalah umbi basah

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 27
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Luas lahan panen Ubi Kayu memiliki perkembangan yang senada dengan hasil produksi
yang dihasilkan. Luas lahan panen sempat menurun di tahun 2014 cukup banyak, yakni hampir
mencapai 300 Ha, dari awalnya 1.343,00 Ha di tahun 2013, menjadi 1.080,00 Ha di tahun
2014. Luas lahan panen kemudian meningkat hingga tahun 2016, meskipun tidak seluas
kondisi pada tahun 2013, yakni hanya 1.169,00 Ha.

Tidak berbeda, perkembangan produktivitas Ubi Jalar juga mengalami penurunan pada
tahun 2014, tetapi meningkat di tahun selanjutnya hingga tahun 2016. Produktivitas tertinggi
terjadi pada tahun 2015, sebesar 113,28 Kw/Ha. Produktivitas pada tahun 2016 tercatat
sebesar 113,14 Kw/Ha, menurun tipis dibandingkan kondisi pada tahun sebelumnya.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 28
D NILAI TUKAR PETANI
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

D. NILAI TUKAR PETANI (NTP)

1. Perkembangan Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima (I t)
petani terhadap indeks harga yang dibayar (I b) petani (dalam persentase). NTP merupakan
salah satu indikator untuk melihat tingkat/kemampuan daya beli petani di pedesaan, disamping
itu juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa
yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Jika NTP lebih besar dari 100 berarti petani
mempunyai surplus atas usaha taninya, sebaliknya bila di bawah 100, berarti petani tidak
mampu membiayai kebutuhan rumah tangga dan mencukupi biaya-biaya usaha taninya.

Berdasarkan pemantauan harga-harga pedesaan pada kabupaten-kabupaten di Provinsi

Gambar 3. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Januari- Gambar 4. Rata-Rata NTP Provinsi Papua Barat
Desember 2016 Provinsi Papua Barat (2012=100) 2013-2016 (2012=100)

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 30
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Papua Barat setiap bulan, rata-rata nilai NTP Papua Barat tahun 2016 sebesar 100,19, dengan
indeks yang diterima (It) petani sebesar 124,99 dan indeks yang dibayarkan (I b) petani sebesar
124,78. Nilai NTP 100,19 artinya petani mengalami surplus usaha sebesar 0,19 persen
terhadap tahun dasar (2012=100).

Hingga November 2013, NTP dihitung menggunakan tahun dasar 2007. Rata-rata NTP
dari Januari hingga November 2013 sebesar 99,64 satuan, sementara pada Desember 2013
NTP tercatat sebesar 99,33 satuan. Dengan rata-rata NTP yang kurang dari 100,
mencerminkan bahwa secara rata-rata, sepanjang tahun 2013 petani di Provinsi Papua Barat
mengalami defisit usaha. Kondisi Petani kemudian cukup membaik, ditandai dengan rata-rata
NTP setiap tahun yang bernilai lebih dari 100. Pada tahun 2014, rata-rata NTP di Provinsi
Papua Barat mencapai 100,17 satuan, meningkat menjadi 100,37 satuan di tahun 2015 dan
menurun tipis menjadi 100,19 satuan di tahun 2016. Penurunan NTP yang terjadi pada tahun
2016 tidak diartikan bahwa petani mengalami kerugian dalam usahanya, tetapi secara rata-rata
petani masih mengalami surplus usaha hanya saja tidak sebanyak surplus usaha yang terjadi
di tahun 2015.

Dengan NTP yang lebih dari 100, menunjukkan bahwa pendapatan petani masih lebih
besar dibandingkan biaya yang harus dikeluarkannya, atau dapat dikatakan petani masih
mengalami surplus usaha. Meskipun demikian, secara rata-rata surplus usaha tersebut dapat
dikatakan masih relatif kecil. Padahal, sebagaimana dijelaskan pada bagian ketenagakerjaan,
sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Papua Barat masih berkutat pada lapangan
usaha utama Pertanian. Jika dikaitkan dengan NTP tersebut, maka dapat diartikan secara rata-
rata, surplus usaha yang diterima oleh sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Papua
Barat relatif kecil. Oleh karena itu, kebijakan yang ramah terhadap usaha pertanian dan
mampu menekan biaya yang harus dikeluarkan petani perlu diterapkan sehingga pendapatan
dan surplus usaha sebagian besar penduduk bekerja yang menjadi petani bisa meningkat dan

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 31
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

diharapkan kesejahteraan penduduk bisa membaik.

2. Perkembangan Nilai Tukar Petani Menurut Subsektor

NTP Provinsi Papua Barat dapat dibedakan menjadi beberapa subsektor, diantaranya
subsektor tanaman pangan (NTP_P), hortikultura (NTP_H), tanaman perkebunan rakyat
(NTP_PR), peternakan (NTP_T), dan perikanan (NTP_N). Perkembangan rata-rata NTP per
subsektor sepanjang periode 2013 hingga 2016 diilustrasikan dalam Gambar 5.

Pada tahun 2013, seluruh subsektor pertanian cenderung mengalami surplus usaha,
kecuali Pertanian Tanaman Pangan. Hal ini dicerminkan dari rata-rata NTP tiap subsektor
pertanian sepanjang tahun 2013 yang berkisar di atas 100, kecuali subsektor Tanaman
Pangan. Rata-rata NTP_P dari Januari hingga November 2013 yang menggunakan tahun
dasar 2007 diperoleh sebesar 81,24 satuan, sementara pada Desember 2013 NTP yanag
dihitung menggunakan tahun dasar 2012 tercatat sebesar 99,33 satuan. Dengan rata-rata NTP
yang kurang dari 100 tersebut, mencerminkan bahwa secara rata-rata, sepanjang tahun 2013
petani tanaman pangan di Provinsi Papua Barat mengalami defisit usaha.

2013 2014 2015 2016

Gambar 5. Perkembangan Nilai Tukar Petani Menurut Subsektor Papua Barat Tahun 2013-2016

Selama 4 tahun berjalan, posisi NTP dari subsektor pertanian mengalami cukup banyak

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 32
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

perubahan. Pada tahun 2013, rata-rata NTP subsektor Perkebunan Rakyat merupakan yang
tertinggi di antara rata-rata NTP subsektor lain, dengan nilai sebesar 113,38. Hal ini
menunjukkan bahwa surplus usaha yang diterima oleh petani perkebunan rakyat paling besar
dibandingkan surplus usaha petani subsektor lain. Di tahun yang sama, NTP subsektor
tanaman pangan menjadi satu-satunya yang memiliki rata-rata nilai di bawah 100, yakni
sebesar 82,44 satuan.

Posisi pada tahun 2014 masih sama dengan posisi pada tahun 2013, dengan rata-rata
NTP subsektor perkebunan rakyat memiliki nilai tertinggi di antara subsektor lainnya. NTP
subsektor perikanan berada sedikit di bawah NTP subsektor perkebunan rakyat, NTP
subsektor peternakan berada di posisi ketiga, diikuti oleh NTP subsektor tanaman hortikultura.
NTP subsektor Tanaman Pangan masih menjadi NTP terendah pada tahun itu dengan nilai
sebesar 95,17 satuan. Nilai ini meskipun sudah meningkat dibandingkan kondisi pada tahun
sebelumnya, tetapi masih menunjukkan bahwa secara rata-rata pada tahun 2014, petani
tanaman pangan masih mengalami defisit usaha, sebab biaya yang dikeluarkan oleh petani
tanaman pangan masih lebih besar daripada pendapatan yang diterima petani.

Posisi NTP sedikit berubah pada tahun 2015, yakni rata-rata NTP subsektor perkebunan
rakyat tidak lagi menjadi yang tertinggi melainkan NTP subsektor perikanan, diikuti oleh NTP
subsektor tanaman hortikultura. Pada tahun ini, subsektor peternakan dan tanaman pangan
memiliki rata-rata NTP di bawah 100. Hal ini berarti rata-rata petani dari kedua subsektor
tersebut selama tahun 2015 mengalami defisit usaha. Hingga tahun 2016, perubahan kembali
terjadi, yakni rata-rata NTP subsektor Hortikultura menggeser posisi NTP subsektor perikanan,
sementara NTP subsektor peternakan dan tanaman pangan masih tetap di bawah nilai 100.
Peningkatan indeks yang dibayarkan petani dipicu oleh inflasi barang dan jasa yang harus
dikeluarkan petani untuk biaya produksi pertanian. Bila kecepatan peningkatan indeks yang
dibayar petani ini terus lebih tinggi dari yang diterima berdampak pada petani yang merugi.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 33
E INFLASI PEDESAAN
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

E. INFLASI PEDESAAN

Inflasi Pedesaan merupakan cerminan dari perkembangan harga-harga barang konsumsi


rumah tangga di wilayah pedesaan. Komponen indeks konsumsi rumah tangga pedesaan
terdiri dari 7 (tujuh) kelompok konsumsi rumah tangga yaitu bahan makanan, makanan jadi;
sandang; perumahan; kesehatan; pendidikan rekreasi dan olah raga; serta transportasi dan
komunikasi. Data inflasi pedesaan diperoleh dari Survei Harga Pedesaan yang rutin
dikumpulkan setiap bulan dihitung dengan tahun dasar 2012 (2012=100) .

IHK Pedesaan Papua Barat pada Desember 2013 adalah sebesar 110,98, artinya secara
umum telah terjadi kenaikan harga barang dan jasa di daerah pedesaan sebesar 10,98 persen

Indeks Harga Konsumen (IHK) Pedesaan Provinsi Papua Barat


Tabel 11.
Menurut Kelompok Pengeluaran Tahun 2013-2016 (2012=100)

Indeks Harga Konsumen (IHK) Pedesaan


Kondisi Desember
Kelompok Pengeluaran
2013 2014 2015 2016
Sumber: Survei Harga Pedesaan, 2010-2013
(1) (2) (3) (4) (5)

Bahan Makanan 113,20 121,88 128,85 139,78

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan


110,00 116,00 121,94 131,60
Tembakau

Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan


106,65 111,38 113,64 117,28
Bakar

Sandang 109,38 113,58 115,92 121,43

Kesehatan 106,07 110,13 115,81 120,58

Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 99,32 102,03 105,81 105,67

Transpor, Komunikasi, dan Jasa


115,84 134,13 132,13 127,83
Keuangan

UMUM/ TOTAL 110,98 118,96 123,57 131,02

Sumber: Survei Harga Pedesaan, 2013-2016

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 35
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

terhadap harga pada tahun dasar tahun 2012. Kenaikan harga tertinggi berada pada kelompok
pengeluaran Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan, yaitu sebesar 15,84 persen
dibandingkan harga dasar tahun 2012. Di sisi lain, kelompok pengeluaran Pendidikan,
Rekreasi, dan Olah Raga memiliki nilai IHK sebesar 99,32. Nilai IHK yang kurang dari 100 ini
mencerminkan bahwa terjadi penurunan tingkat harga pada kelompok pengeluaran tersebut
dibandingkan dengan kondisi pada tahun dasar 2012.

Pada tahun 2016, IHK Perdesaan di Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 131,02. Hal ini
berarti secara umum telah terjadi kenaikan harga barang dan jasa di daerah pedesaan sebesar
31,02 persen terhadap harga pada tahun dasar tahun 2012. Kenaikan harga yang terjadi
didorong juga oleh kenaikan yang terjadi pada setiap kelompok pengeluaran pembentuk IHK.
Kenaikan harga tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran Bahan Makanan, yakni sebesar
39,78 persen dibandingkan dengan kondisi pada tahun dasar 2012.

Sepanjang empat tahun terakhir, bulan Januari 2013 sampai dengan Desember 2016,
inflasi pedesaan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2014 dengan nilai inflasi sebesar 2,40

Gambar 6. Perkembangan Laju Inflasi Pedesaan Bulanan 2013-2016 Provinsi Papua Barat (2012=100)

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 36
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

persen. Sedangkan deflasi terendah terjadi pada bulan Februari 2015, yaitu -0,27 persen.
Hingga tahun 2016, fluktuasi harga di perdesaan masih terjadi. Inflasi cukup tinggi terjadi pada
bulan Januari 2016 yang mencapai 0,99 persen. Kenaikan harga tersebut dipengaruhi oleh
melonjaknya harga Bahan Makanan pada bulan tersebut dibandingkan dengan kondisi harga
pada bulan Desember 2015, sebesar 2,00 persen. Naiknya harga bahan makanan tersebut
dapat disebabkan oleh melonjaknya permintaan untuk konsumsi bahan makanan seiring
datangnya Hari Raya Natal dan Libur Akhir Tahun.

Pada tahun 2016, tingkat harga di daerah perdesaan Provinsi Papua Barat cukup tinggi,
yakni mencapai 6,03 persen. Laju inflasi ini tidak setinggi laju inflasi kalender yang terjadi pada
tahun sebelumnya yang hanya sebesar 3,88 persen. Melonjaknya inflasi yang terjadi pada
tahun 2016 didorong oleh inflasi yang terjadi lebih tinggi pada beberapa kelompok pengeluaran,

Laju Inflasi Pedesaan Tahun Kalender Provinsi Papua Barat


Tabel 13.
Menurut Kelompok Pengeluaran Tahun 2014-2016 (2012=100)

Laju Inflasi Tahun Kalender


Kelompok Pengeluaran
2014 2015 2016

(1) (3) (4) (5)

Bahan Makanan 7,67 5,72 8,48

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Temba-


5,45 5,12 7,92
kau

Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan


4,44 2,03 3,20
Bakar

Sandang 3,84 2,06 4,75

Kesehatan 3,83 5,16 4,12

Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 2,73 3,70 -0,13

Transpor, Komunikasi, dan Jasa


15,79 -1,49 -3,25
Keuangan

UMUM/ TOTAL 7,19 3,88 6,03

Sumber: Survei Harga Pedesaan, 2013-2016

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 37
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

diantaranya Bahan Makanan; Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau; Perumahan,
Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; dan Sandang. Kelompok pengeluaran Kesehatan juga
mengalami kenaikan harga pada tahun 2016, tetapi kenaikan tersebut melambat dibandingkan
kenaikan yang terjadi pada tahun 2015. Beberapa kelompok pengeluaran mengalami deflasi
pada tahun 2016. Hal ini berarti terjadi penurunan tingkat harga pada kelompok pengeluaran
tersebut dibandingkan dengan tingkat harga pada tahun 2015. Kelompok pengeluaran yang
mengalami deflasi tersebut antara lain kelompok pengeluaran Pendidikan, Rekreasi,dan Olah
Raga, serta Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 38
F INFLASI
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

F. INFLASI

Inflasi (untuk daerah perkotaan) merupakan salah satu indikator makro yang
perkembangannya dimonitor secara ketat oleh pemerintah, karena besaran agregat inflasi
secara langsung akan berdampak terhadap daya beli masyarakat berpendapatan tetap seperti
pegawai negeri dan buruh/pekerja swasta. Salah satu penyebab terjadinya inflasi adalah akibat
ketidakseimbangan antara sisi permintaan dan penawaran pasar barang dan jasa. Inflasi juga
dapat terjadi oleh berbagai faktor seperti nilai tukar/kurs, volume uang beredar, bahkan dampak
dari ekspektasi masyarakat.

Indeks Harga Konsumen Provinsi Papua Barat Menurut Kelompok


Tabel 13.
Pengeluaran Tahun 2013-2016 (2012=100)

Indeks Harga Konsumen (IHK) Kondisi Desember


Kelompok Pengeluaran
2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5)

Bahan Makanan 110,08 117,32 128,60 133,03

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan


108,05 115,93 129,47 136,16
Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
106,24 113,86 117,05 120,70
Bakar

Sandang 100,52 101,43 103,93 105,19

Kesehatan 105,78 110,03 117,52 132,82

Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 105,29 108,12 102,75 104,31

Transpor, Komunikasi, dan Jasa


111,07 120,86 119,41 122,62
Keuangan

UMUM/ TOTAL 108,09 115,18 121,33 125,72

Sumber: Survei Harga Konsumen, 2013-2016

IHK Papua Barat pada Desember 2016 adalah sebesar 125,72, artinya secara umum
telah terjadi kenaikan harga barang dan jasa di daerah perkotaan sebesar 25,72 persen

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 40
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

terhadap harga pada kondisi tahun dasar 2012. Seluruh kelompok pengeluaran pembentuk IHK
berkisar di atas 100 yang artinya seluruh kelompok tersebut mengalami kenaikan harga
dibandingkan kondisi pada tahun dasar 2012. Kelompok pengeluaran yang mendongkrak
kenaikan harga paling tinggi adalah kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
dengan besar IHK sebesar 136,16. Beberapa kelompok pengeluaran lain yang turut
menyumbang tingginya IHK gabungan Provinsi Papua Barat pada Desember 2016 adalah
kelompok Bahan Makanan, dengan indeks sebesar 133,03, dan kelompok Kesehatan dengan
indeks sebesar 132,82.

Gambar 7. Perkembangan Laju Inflasi Bulanan Papua Barat Tahun 2014-2016

Sepanjang 3 tahun terakhir, laju inflasi bulanan dapat dikatakan sangat fluktuatif. Ilustrasi
perkembangan laju inflasi bulanan Provinsi Papua Barat sejak Januari 2014 sampai dengan
Desember 2016 tersaji dalam Gambar 7. Dalam periode tersebut, inflasi perkotaan tertinggi
terjadi pada bulan Agustus 2014 dengan nilai inflasi mencapai 1,89 persen. Di sisi lain, deflasi
terendah terjadi di bulan Oktober 2016 yaitu sebesar –1,03 persen. Perubahan harga paling
ekstrim antar bulan terjadi pada bulan Mei ke Juni 2016, terjadi perubahan harga sebesar 1,92
persen, yaitu dari deflasi sebesar –0,06 persen menjadi inflasi tertinggi keenam selama periode
3 tahun terakhir, yaitu 1,37 persen.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 41
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Laju Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat Tahun 2016
Tabel 14.
(2012=100)

2016
Kelompok Pengeluaran
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
Bahan Makanan 0,92 0,05 -0,07 -0,38 -0,55 1,37 1,15 1,27 -0,18 -1,03 0,42 0,63

Makanan Jadi, Minuman,


2,57 0,04 -0,56 -0,59 -2,43 2,11 2,02 3,20 -0,79 -3,98 1,17 0,87
Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik,
0,33 0,03 -0,14 0,07 1,60 1,06 0,89 0,11 -0,14 0,52 0,42 0,32
Gas, dan Bahan Bakar
Sandang 0,45 -0,38 0,18 0,03 0,05 0,44 0,37 0,48 0,21 0,78 0,35 0,11

Kesehatan 0,13 0,09 0,04 0,10 -0,14 -0,76 0,06 0,92 0,34 0,21 0,11 0,12
Pendidikan, Rekreasi, dan
0,53 1,23 0,64 0,17 0,07 4,62 0,14 1,04 0,29 1,98 1,00 0,69
Olah Raga
Transpor, Komunikasi, dan
-0,01 0,30 -0,10 0,07 0,02 0,11 0,28 0,47 0,02 0,34 0,05 -0,03
Jasa Keuangan
UMUM/ TOTAL -0,79 0,11 0,49 -1,24 0,35 1,79 1,64 -0,05 -0,04 -0,35 -0,73 1,51

Sumber: Survei Harga Konsumen, 2016

Sepanjang 12 bulan di tahun 2016, terjadi 6 kali inflasi dan 6 kali juga deflasi. Inflasi
tertinggi yang pernah terjadi di Provinsi Papua Barat selama tahun 2016 terjadi pada Bulan Juni
2016 dengan nilai inflasi sebesar 1,79 persen. Inflasi yang terjadi pada bulan Juni diduga
disebabkan oleh bulan tersebut merupakan musim libur dan menjelang tahun ajaran baru
sekolah. Hal ini juga tercermin dari kelompok pengeluaran yang menyokong tingginya inflasi
tersebut adalah dari kelompok pengeluaran Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga yang
mencapai 4,62 persen. Inflasi yang cukup tinggi masih berlanjut hingga Bulan Juli 2016 dengan
nilai inflasi sebesar 1,64 persen. Pada bulan tersebut, kelompok pengeluaran Makanan Jadi,
Minuman, Rokok, dan Tembakau menjadi penyumbang terbesar inflasi pada bulan tersebut,
yakni sebesar 2,02 persen. Adanya momen Bulan Ramadhan dan juga Hari Raya Idul Fitri
pada bulan tersebut ditengarai menjadi alasan kenaikan harga terjadi.

Untuk daerah seperti Papua Barat yang menggantungkan ketersediaan sebagian

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 42
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

kebutuhan barang dan jasa dari luar provinsi terutama melalui jalur laut, kelancaran
transportasi dan distribusi barang sangat mempengaruhi kestabilan harga pasar. Tidak ada
pilihan selain harus memonitor perkembangan harga dan permintaan kebutuhan masyarakat.

Stabilitas harga dapat terlihat dari laju inflasi tahun kalender. Inflasi tahun kalender Papua
Barat menunjukkan kondisi yang cukup baik. Selama 3 tahun terakhir, laju inflasi tahun
kalender cenderung menurun dari waktu ke waktu. Pada tahun 2014, laju inflasi tahun kalender
tercatat relatif tinggi, yakni mencapai 6,55 persen. Laju inflasi ini kemudian menurun pada
tahun 2015 menjadi 5,34 persen. Beranjak menuju tahun 2016, laju inflasi tahun kalender kian
membaik dengan tingkat kenaikan harga tidak terlalu tinggi, yakni sebesar 3,62 persen.

Laju Inflasi Tahun Kalender Provinsi Papua Barat Menurut


Tabel 15.
Kelompok Pengeluaran Tahun 2014-2016 (2012=100)

Laju Inflasi Tahun Kalender


Kelompok Pengeluaran
2014 2015 2016

(1) (2) (4) (5)

Bahan Makanan 6,57 9,61 3,44

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan


7,29 11,68 5,17
Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
7,17 2,80 3,12
Bakar

Sandang 0,90 2,47 1,22

Kesehatan 4,02 6,81 13,03

Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 2,68 -4,97 1,52

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 8,81 -1,20 2,69

UMUM/ TOTAL 6,55 5,34 3,62

Sumber: Survei Harga Konsumen, 2013-2016

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 43
G KINERJA
PEREKONOMIAN
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

G. KINERJA PEREKONOMIAN

Situasi perekonomian secara makro Provinsi Papua Barat diukur dengan besarnya Nilai
Tambah Bruto (NTB) yang diperoleh dari kumulatif seluruh kegiatan ekonomi selama satu
tahun dalam suatu wilayah tertentu atau biasa dikenal sebagai Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Kinerja perekonomian suatu daerah diukur dari kenaikan PDRB terhadap tahun
sebelumnya berdasarkan harga konstan 2010. Sementara itu, struktur perekonomian
ditunjukkan melalui distribusi persentase nilai tambah atas dasar harga berlaku per sektor.

PDRB dihitung menggunakan dua pendekatan yaitu PDRB pendekatan produksi/lapangan


usaha dan PDRB pendekatan pengeluaran/penggunaan. Setiap pendekatan dihitung juga
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). PDRB
ADHB menggunakan harga berlaku saat PDRB dihitung (current price), sedangkan PDRB
ADHK menggunakan harga pada suatu tahun yang disebut tahun dasar agar terbebas dari
pengaruh inflasi. Tahun dasar yang digunakan dalam penghitungan PDRB ADHK adalah tahun
2010 (2010=100).

1. Struktur Ekonomi

Total PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Papua Barat tahun 2016 mengalami
peningkatan sebesar 3.745,62 miliar rupiah menjadi 66.635,51 miliar rupiah. Secara umum,
struktur ekonomi Provinsi Papua Barat tidak banyak mengalami perubahan yang berarti dalam
kurun waktu 4 tahun terakhir. Terdapat 3 lapangan usaha yang memiliki peranan sangat besar
terhadap pembentukan PDRB Provinsi Papua Barat, antara lain Industri Pengolahan;
Pertambangan dan Penggalian; serta Konstruksi.

Lapangan usaha dengan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Provinsi Papua
Barat tahun 2016 berasal dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan. Industri Pengolahan
memang telah menjadi sebuah kekuatan perekonomian baru di Papua Barat. Di tahun 2013,

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 45
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

kontribusi lapangan usaha ini tercatat sebesar 30,28 persen. Di tahun 2014, kontribusi Industri
Pengolahan masih berada pada urutan pertama, tetapi nilainya menurun menjadi 30,16 persen.
Kontribusi lapangan usaha ini mengalami penurunan kembali pada tahun 2015 dan 2016,
hingga mencapai 26,40 persen. Meskipun demikian, besaran kontribusi yang disumbangkan
oleh Lapangan Usaha Industri Pengolahan hingga tahun 2016 masih tetap yang terbesar di
antara lapangan usaha lainnya.

Penyokong utama PDRB berikutnya adalah Lapangan Usaha Pertambangan dan


Penggalian. Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian memiliki peranan terbesar kedua
setelah Industri Pengolahan. Nilai PDRB yang dihasilkan dari Pertambangan dan Penggalian di
Provinsi Papua Barat sebagian besar berasal dari usaha Pertambangan Minyak, Gas, dan
Panas Bumi. Usaha pertambangan gas dari LNG Tangguh di Teluk Bintuni menjadi salah satu
penyebab tingginya pembentukan PDRB pada Lapangan Usaha Pertambangan dan
Penggalian. Sama halnya dengan Industri Pengolahan, kontribusi terhadap PDRB yang
diberikan oleh Pertambangan dan Penggalian memiliki kecenderungan untuk menurun setiap
tahunnya. Hingga tahun 2016, kontribusi lapangan usaha ini sebesar 19,13 persen, menurun
dari kondisi pada tahun 2013 yang berhasil menyumbang PDRB sebesar 23,14 persen.

Lapangan Usaha Konstruksi menjadi pilar utama ketiga yang membangun PDRB Provinsi
Papua Barat. Berbeda dengan tren yang dimiliki 2 pilar utama perekonomian Papua Barat
sebelumnya, perkembangan Konstruksi terbilang baik dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Hal
ini ditandai dengan peranan lapangan usaha tersebut terhadap pembentukan PDRB yang
selalu meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2013, peranan Konstruksi tercatat sebesar
11,85 persen. Nilai ini terus meningkat dari tahun ke tahun, hingga pada 2016 peranan
Konstruksi terhadap PDRB Provinsi Papua Barat mencapai 14,87 persen.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 46
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha
Tabel 16.
Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2016

PDRB ADHB (Miliar Rupiah) Struktur Ekonomi (Persen)


Lapangan Usaha
2013 2014 2015* 2016** 2013 2014 2015* 2016**
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.557,69 6.273,30 6.834,47 7.291,37 10,49 10,78 10,87 10,94

Pertambangan dan Penggalian 12.262,10 12.083,77 12.254,99 12.748,08 23,14 20,77 19,49 19,13

Industri Pengolahan 16.049,53 17.549,76 18.062,14 17.594,11 30,28 30,16 28,72 26,40

Pengadaan Listrik dan Gas 14,42 18,43 23,97 26,47 0,03 0,03 0,04 0,04

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,


53,92 59,49 66,10 70,34 0,10 0,10 0,11 0,11
Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi 6.282,09 7.461,24 8.769,68 9.906,12 11,85 12,82 13,94 14,87

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi


2.879,67 3.365,11 3.861,91 4.381,87 5,43 5,78 6,14 6,58
Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan 1.171,89 1.420,16 1.663,88 1.883,88 2,21 2,44 2,65 2,83

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 286,92 327,33 372,99 411,63 0,54 0,56 0,59 0,62

Informasi dan Komunikasi 744,46 852,31 932,04 1.051,99 1,40 1,46 1,48 1,58

Jasa Keuangan dan Asuransi 761,13 876,99 999,53 1.051,05 1,44 1,51 1,59 1,58

Real Estate 550,59 648,10 732,23 820,56 1,04 1,11 1,16 1,23

Jasa Perusahaan 54,07 61,15 68,28 75,61 0,10 0,11 0,11 0,11

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan


4.633,72 5.226,64 6.105,80 7.003,81 8,74 8,98 9,71 10,51
Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan 1.170,07 1.389,22 1.505,14 1.602,14 2,21 2,39 2,39 2,40

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 384,48 416,70 464,77 525,14 0,73 0,72 0,74 0,79

Jasa lainnya 140,91 151,28 171,95 191,35 0,27 0,26 0,27 0,29

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 52.997,66 58.180,96 62.889,89 66.635,51 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha, 2013-2016 *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Bila dilihat menurut penggunaan, PDRB Provinsi Papua Barat pada tahun 2016 sebagian
besar digunakan untuk kebutuhan Ekspor. Pada tahun 2013, penggunaan untuk Ekspor
mencapai 78,39 persen dari keseluruhan PDRB Provinsi Papua Barat yang terbentuk.
Distribusi untuk Ekspor sempat meningkat pada tahun 2014, menjadi 88,87 persen. Namun,

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 47
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

distribusinya menurun pada tahun 2015 dan kembali menurun di tahun 2016, menjadi 49,42
persen. Sebagian besari produk yang diekspor merupakan hasil dari pengolahan LNG yang
diolah di Teluk Bintuni. Selain itu, produk unggulan lain yang menjadi komoditi ekspor dari
Provinsi Papua Barat adalah hasil perikanan, seperti Udang, Lobster, dan Ikan Kaleng.

Selain untuk kebutuhan Ekspor, PDRB Provinsi Papua Barat kemudian banyak digunakan
untuk penggunaan Konsumsi Rumah Tangga. Berbeda dengan Ekspor, distribusi penggunaan
untuk Konsumsi Rumah Tangga memiliki tren yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Pada tahun 2013, distribusi untuk penggunaan Konsumsi Rumah Tangga tercatat sebesar
25,24 persen. Nilai ini kian meningkat menjadi 25,30 persen di tahun 2014, lalu naik lagi
menjadi 26,35 di tahun 2015, dan pada tahun 2016 distribusi untuk penggunaan Konsumsi
Rumah Tangga naik kembali mencapai 27,83 persen. Perkembangan distribusi penggunaan
PDRB Provinsi Papua Barat tersaji dalam Tabel 17.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Distribusi Menurut Pengeluaran Provinsi
Tabel 17.
Papua Barat Tahun 2013-2016

PDRB ADHB (Miliar Rupiah) Distribusi (Persen)


Komponen Pengeluaran
2013 2014 2015* 2016** 2013 2014 2015* 2016**
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Konsumsi Rumah Tangga 13.375,76 14.717,00 16.573,31 18.545,08 25,24 25,30 26,35 27,83

Konsumsi LNPRT 450,18 556,12 584,36 654,26 0,85 0,96 0,93 0,98

Konsumsi Pemerintah 10.296,20 11.594,72 12.982,66 14.761,78 19,43 19,93 20,64 22,15

PMTB 10.193,50 11.134,36 13.116,11 13.991,27 19,23 19,14 20,86 21,00

Perubahan Inventori -1.165,49 -1.493,38 1.320,22 2.846,68 -2,20 -2,57 2,10 4,27

Ekspor 41.543,52 51.704,12 41.630,33 32.932,10 78,39 88,87 66,20 49,42

Impor 21.696,01 30.031,98 23.317,10 17.095,66 40,94 51,62 37,08 25,66

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 52.997,66 58.180,96 62.889,89 66.635,51 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: PDRB Menurut Penggunaan, 2013-2016 *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 48
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha

Pendekatan yang digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi di suatu daerah


umumnya dengan membandingkan besarnya nilai tambah antar waktu menurut harga konstan.
Dengan menggunakan dasar harga konstan dapat diketahui sejauh mana pertumbuhan riil dari
suatu daerah yang menggambarkan kondisi perekonomian yang dapat diperbandingkan antar
waktu dan antar daerah. PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dihitung menggunakan
tahun dasar 2010.

PDRB ADHK (2010=100) Papua Barat tahun 2016 sebesar 54.711,28 miliar rupiah. PDRB
ADHK (2010=100) yang tercipta pada tahun tesebut mengalami kenaikan sebesar 2.364,72
miliar rupiah dibandingkan dengan PDRB ADHK (2010=100) yang tercipta pada tahun 2015.
Peningkatan ini sedikit lebih besar dibandingkan peningkatan PDRB ADHK (2010=100) tahun
2015 dibandingkan dengan PDRB ADHK (2010=100) tahun 2014.

Laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah digunakan sebagai suatu indikator yang dapat
menggambarkan kinerja perekonomian daerah tersebut. Ketika laju perrtumbuhan bernilai
negatif, hal tersebut menunjukkan menurunnya kinerja perekonomian daerah tersebut
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sebaliknya, nilai laju pertumbuhan yang positif
menunjukkan peningkatan kinerja ekonomi daerah tersebut dibandingkan dengan periode
sebelumnya.

Provinsi Papua Barat dalam kurun waktu 4 tahun terakhir selalu memiliki laju pertumbuhan
ekonomi yang bernilai positif. Dengan kata lain, perekonomian Provinsi Papua Barat
mengalami peningkatan di setiap tahun dibandingkan dengan kondisi pada tahun sebelumnya.
Laju pertumbuhan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2013, dengan laju sebesar 7,36 persen.
Pada tahun 2014, laju pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,38 persen. Penurunan laju
pertumbuhan ini tidak berarti perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2014 menurun

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 49
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan
Tabel 17. Usaha Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2016

PDRB ADHK TD 2010 (Miliar Rupiah) Pertumbuhan Ekonomi (Persen)


Lapangan Usaha
2013 2014 2015* 2016** 2013 2014 2015* 2016**

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.090,42 5.343,52 5.482,57 5.597,68 6,37 4,97 2,60 2,10

Pertambangan dan Penggalian 10.913,31 11.009,30 11.142,84 11.231,38 1,14 0,88 1,21 0,79

Industri Pengolahan 15.728,58 16.348,30 16.695,37 17.242,35 8,46 3,94 2,12 3,28

Pengadaan Listrik dan Gas 18,10 19,30 18,36 19,19 9,23 6,63 -4,89 4,53

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah


53,09 55,82 58,81 60,76 4,81 5,14 5,35 3,32
dan Daur Ulang

Konstruksi 4.855,88 5.460,65 5.991,89 6.577,59 15,56 12,45 9,73 9,77

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil


2.645,80 2.859,27 3.055,41 3.332,26 7,57 8,07 6,86 9,06
dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan 1.007,83 1.136,34 1.232,58 1.330,98 12,83 12,75 8,47 7,98

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 235,20 248,40 265,19 285,54 4,62 5,61 6,76 7,67

Informasi dan Komunikasi 748,72 833,68 896,73 984,34 9,34 11,35 7,56 9,77

Jasa Keuangan dan Asuransi 618,62 678,12 743,89 762,30 23,66 9,62 9,70 2,47

Real Estate 483,16 526,62 566,61 614,29 5,96 9,00 7,59 8,41

Jasa Perusahaan 47,93 51,67 55,37 58,39 7,66 7,81 7,16 5,45

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan


3.701,24 4.006,01 4.340,17 4.699,40 9,46 8,23 8,34 8,28
Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan 1.080,82 1.189,21 1.275,74 1.354,65 10,30 10,03 7,28 6,19

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 345,65 365,57 388,69 413,87 0,82 5,76 6,33 6,48

Jasa lainnya 119,90 128,10 136,25 146,30 9,24 6,84 6,36 7,38

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 47.694,23 50.259,91 52.346,49 54.711,28 7,36 5,38 4,15 4,52

Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha, 2013-2016 *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 50
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

dibandingkan dengan perekonomian di tahun 2013, melainkan perekonomian masih meningkat


tetapi melambat dibandingkan peningkatan yang terjadi dari tahun 2012 menuju tahun 2013.
Laju pertumbuhan kembali melambat pada tahun 2015, menjadi 4,15 persen, tetapi kembali
meningkat pada tahun 2016 menjadi 4,52 persen.

3. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan


Berdasarkan PDRB menurut penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam 4
tahun terakhir terjadi pada tahun 2013, sebesar 7,36 persen. Laju pertumbuhan yang cukup
tinggi tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan positif penggunaan untuk Konsumsi Rumah
Tangga, Konsumsi Lembaga Nonprofit, Konsumsi Pemerintah, dan PMTB. Komponen Ekspor
mengalami kontraksi sebesar 0,86 persen, sementara Impor mengalami Impor mengalami
pertumbuhan negatif, tetapi laju pertumbuhan negatif pada komponen Impor justru membawa
dampak positif terhadap pembentukan PDRB. Komponen Impor merupakan komponen yang
bersifat mengurangi PDRB, artinya semakin rendah nilai Impor, maka PDRB yang terbentuk
tidak banyak berkurang.

Hingga tahun 2016, laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi adalah sebesar 4,52 persen.
Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 disokong oleh perkembangan yang positif dari
seluruh komponen pembentuk PDRB ADHK (2010=100) Provinsi Papua Barat, kecuali
komponen Ekspor. Laju pertumbuhan tertinggi dialami oleh komponen Konsumsi Rumah
Tangga sebesar 6,68 persen. Sama halnya dengan kondisi yang terjadi pada tahun 2013,
komponen Ekspor dan Impor mengalami kontraksi pada tahun 2016. Kontraksi pada komponen
Ekspor terjadi sebesar 2,45 persen yang dapat diartikan bahwa penggunaan PDRB untuk
komponen Ekspor pada tahun 2016, turun hingga 2,45 persen dibandingkan dengan
penggunaan Ekspor pada tahun 2015. Sementara itu, kontraksi pada komponen Impor memiliki
dampak positif terhadap pembentukan PDRB karena pengurangan PDRB akibat adanya Impor
tidak sebanyak yang terjadi pada tahun 2015.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 51
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Pertumbuhsn Ekonomi Menurut Penggunaan
Tabel 19. Provinsi Papua Barat Tahun 2013-20136

PDRB ADHK TD 2010 (Miliar Rupiah) Pertumbuhan Ekonomi (Persen)


Komponen Pengeluaran
2013 2014 2015* 2016** 2013 2014 2015* 2016**

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Konsumsi Rumah Tangga 11.896,50 12.696,22 13.413,48 14.309,25 3,28 6,72 5,65 6,68

Konsumsi LNPRT 385,94 449,43 442,63 464,52 9,01 16,45 -1,51 4,95

Konsumsi Pemerintah 8.558,13 8.791,45 9.174,90 9.535,53 7,55 2,73 4,36 3,93

PMTB 9.034,86 9.020,80 10.008,94 10.472,31 18,86 -0,16 10,95 4,63

Ekspor 30.182,35 35.334,42 40.438,39 39.447,18 -0,86 17,07 14,44 -2,45

Impor 11.284,08 14.663,04 22.093,10 21.447,07 -36,41 29,94 50,67 -2,92

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 47.694,23 50.259,91 52.346,49 54.711,28 7,36 5,38 4,15 4,52

Sumber: PDRB Menurut Penggunaan, 2013-2016 *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

4. PDRB Per Kapita

PDRB per kapita adalah indikator yang cukup kasar untuk menunjukkan tingkat
kesejahteraan penduduk di suatu wilayah pada suatu waktu tertentu. PDRB per kapita
diperoleh dengan cara membagi PDRB (atas dasar harga berlaku) dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun berjalan. Pada tahun 2013, PDRB per kapita mencapai 63,98 juta rupiah
per tahun. PDRB per kapita kemudian meningkat pada tahun 2014 menjadi sebesar 68,46 juta
rupiah per tahun. Hingga tahun 2016, PDRB per kapita tercatat mencapai 74,59 juta rupiah per
tahun. Adapun perkembangan PDRB per kapita Provinsi Papua Barat dalam 4 tahun terakhir
tersaji dalam Gambar 8.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 52
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Gambar 8. PDRB Per Kapita Provinsi Papua Barat Tahun 2003-2016**

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 53
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. 2016. Indeks Pembangunan Manusia
Provinsi Papua Barat Tahun 2015. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari.
------. 2017. Berita Resmi Statistik: Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Papua Barat
Agustus 2016. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari.
------. 2016. Berita Resmi Statistik: Produksi Padi, Jagung, Kedelai, Ubi Kayu, dan Ubi
Jalar. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari.
------. 2016. Berita Resmi Statistik: Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi
Provinsi Papua Barat 2016 (Bulan Januari-Desember 2016). BPS Provinsi Papua
Barat: Manokwari.
------. 2016. Berita Resmi Statistik: Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Inflasi
Pedesaan Provinsi Papua Barat (Bulan Januari-Desember 2016). BPS Provinsi
Papua Barat: Manokwari.
------. 2017. Berita Resmi Statistik: Profil Kemiskinan di Provinsi Papua Barat Maret
2016. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari.
------. 2016. Keadaaan Angkatan Kerja di Provinsi Papua Barat Tahun 2015. BPS
Provinsi Papua Barat: Manokwari.
------. 2017. Berita Resmi Statistik: Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat 2016.
BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari.
------. 2017. Berita Resmi Statistik: Profil Kemiskinan di Provinsi Papua Barat
September 2016. BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari.

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 54
LAMPIRAN
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Tabel 1. Indeks Harga Konsumen (2012=100) Provinsi Papua Barat


Januari 2013-Desember 2016

Bulan 2013 2014 2015 2016

Januari 101,56 107,90 115,30 122,50

Februari 101,90 108,50 115,50 122,50

Maret 102,50 108,40 116,00 122,40

April 102,73 108,70 116,10 122,00

Mei 103,09 109,40 116,30 121,30

Juni 103,79 109,30 118,30 122,90

Juli 106,63 111,20 120,40 124,40

Agustus 110,05 113,30 120,60 125,90

September 108,17 113,90 120,90 125,70

Oktober 107,66 113,10 120,60 124,40

November 107,29 113,20 120,00 124,90

Desember 108,09 115,20 121,30 125,70

Tabel 2. Inflasi Bulanan Gabungan 2012=100) Provinsi Papua Barat


Januari 2014-Desember 2016 (Persen)

Bulan 2014 2015 2016

Januari -0,15 0,10 0,92


Februari 0,54 0,20 0,05
Maret -0,10 0,40 -0,10
April 0,27 0,08 -0,40
Mei 0,62 0,15 -0,60
Juni -0,11 1,71 1,37
Juli 1,73 1,77 1,15
Agustus 1,89 0,19 1,27
September 0,59 0,25 -0,20
Oktober -0,72 -0,26 -1,00
November 0,08 -0,51 0,42
Desember 1,74 1,15 0,63

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 56
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Tabel 3. Indeks Harga Konsumen Pedesaan (2007=100)/(2012=100) Provinsi Papua Barat


Januari 2013-Desember 2016

Bulan 2013 2014 2015 2016


Januari 136,31* 111,73 119,02 125,21
Februari 136,76* 112,03 118,70 125,93
Maret 137,81* 112,28 119,79 126,04
April 138,72* 113,12 120,30 126,26
Mei 138,47* 113,36 120,55 126,53
Juni 138,61* 113,50 121,79 127,47
Juli 142,86* 114,67 122,63 128,14
Agustus 144,36* 115,07 122,61 129,36
September 144,69* 115,20 122,68 129,23
Oktober 145,39* 115,47 122,91 129,11
November 145,45* 116,17 122,86 129,73
Desember 110,90 118,96 123,98 131,02
*Bulan Januari-November 2013 (2007=100)

Tabel 4. Inflasi Pedesaan Bulanan Gabungan (2012=100) Provinsi Papua Barat


Januari 2014-Desember 2016 (Persen)

Bulan 2014 2015 2016


Januari 0,68 0,05 0,99
Februari 0,27 -0,27 0,57
Maret 0,22 0,92 0,09
April 0,75 0,43 0,17
Mei 0,21 0,21 0,22
Juni 0,12 1,03 0,74
Juli 1,03 0,69 0,53
Agustus 0,35 -0,01 0,95
September 0,11 0,06 -0,10
Oktober 0,23 0,19 -0,09
November 0,61 -0,04 0,48
Desember 2,40 0,91 0,39

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 57
INDIKATOR MAKRO EKONOMI DAN SOSIAL
PROVINSI PAPUA BARAT 2016

Tabel 5. Nilai Tukar Petani (NTP) (2007 =100)/(2012=100) Provinsi Papua Barat
Januari 2013-Desember 2016

Bulan 2013 2014 2015 2016


Januari 100,54* 99,48 99,12 99,14
Februari 100,31* 99,45 99,26 99,29
Maret 99,98* 99,69 99,69 99,74
April 99,43* 99,68 100,59 100,50
Mei 99,99* 100,46 101,19 99,94
Juni 100,15* 100,66 101,35 100,40
Juli 99,16* 100,13 100,88 100,60
Agustus 98,31* 100,29 100,97 100,58
September 99,31* 100,72 101,06 100,46
Oktober 99,64* 101,55 100,02 100,68
November 99,27* 100,84 99,93 100,81
Desember 99,33 99,09 100,35 100,17
* Bulan Januari-November 2013 (2007=100)

Tabel 6. Indeks Diterima Petani, Indeks Dibayar Petani, dan Nilai tukar Petani (2012=100)
Provinsi Papua Barat Januari-Desember 2016

Indeks Diterima Indeks Diterima Nilai Tukar Petani


Bulan
Petani (It) Petani (Ib) (NTP)
Januari 120,26 121,30 99,14
Februari 120,98 121,85 99,29
Maret 121,60 121,92 99,74
April 122,31 121,77 100,45
Mei 121,93 122,00 99,94
Juni 123,25 122,71 100,44
Juli 123,93 123,20 100,59
Agustus 124,81 124,09 100,58
September 124,58 124,01 100,46
Oktober 124,79 123,95 100,68
November 125,37 124,36 100,81
Desember 124,99 124,78 100,17

Indikator Makro Ekonomi dan Sosial


Provinsi Papua Barat 2016 58
Indikator Makro Ekonomi dan Sosial
Provinsi Papua Barat 2016 60
Indikator Makro Ekonomi dan Sosial
Provinsi Papua Barat 2016 61
Indikator Makro Ekonomi dan Sosial
Provinsi Papua Barat 2016 62
Indikator Makro Ekonomi dan Sosial
Provinsi Papua Barat 2016 63

Anda mungkin juga menyukai