di
Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
A. Definisi
1. Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas
(performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu
perusahaan atau organisiasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang telah
ditetapkan lebih dahulu. (Simanjuntak J. Payaman, 2005; 107)
2. Kinerja individu atau kelompok dan/atau unit kerja adalah tingkat pencapaian atau
hasil kerja dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam
kurun waktu tertentu. (Simanjuntak J.Payaman, 2005;107)
3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau “performance appraisal.
Appraisal berasal dari kata Latin yaitu “appratiare” yang berarti memberikan nilai
atau harga. Dengan demikian, evaluasi kinerja berarti memberi nilai atas pekerjaan
yang dilakukan oleh seseorang dan untuk itu diberikan imbalan, kompensasi atau
penghargaan. (Simanjuntak J.Payaman, 2005;107)
4. Pelayanan (layanan) adalah suatu perusahaan/orang harus menyerahkan hal-hal yang
mendasar dan melakukan apa yang mereka inginkan dalam rangka menjaga
perjanjian, dan juga mendengarkan pelanggan, menjaga agar pelanggan tetap
mendapatkan informasi dan menyerahkan nilai kepada pelanggan. (Philip Kotler,
2008: 59)
5. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan jenis dan mutu pelayanan wajib
Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga secara minimal.
(Simanjuntak J.Payaman, 2005;214)
6. Sistem jaringan adalah hal yang dapat dilakukan, misalnya meningkatkan kapasitas
pelayanan prasarana yang ada; melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru dan
lain-lain. (Ofyar Z.Tamin, 2000: 30)
B. Studi Kepustakaan
1. Konsep Evaluasi
Laporan Akhir II - 1
Masih dalam Lababa (2008), Worthen dan Sanders mendefenisikan “evaluasi sebagai
usaha mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat
berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu”.
Tague-Sutclife (1996: 1-3), mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of
determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils".
Evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental,
melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik
dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas.
Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah
penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, selanjutnya
menyajikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap implementasi
dan efektifitas suatu program. Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang
digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan
penilaian saling berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan
sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran
dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu.
Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang
berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan
sebagainya. Dan penilaian bersifat kualitatif. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Arikunto (2009: 3) bahwa mengukur adalah membandingkan
sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif), menilai adalah mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat kualitatif) dan
evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas.
Agar penilaian ini efektif maka standar penilaian hendaknya berhubungan dengan
hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerjaan. Dengan demikian, standar pelaksanaan
kerja ini semacam alat ukur untuk prestasi kerja. Lebih lanjut ditegaskan alat ukur
yang baik harus mempunyau sekurang-kurangnya 2 (dua) kriteria yaitu; a. validitas
dan reliabilitas. Alat penilaian kerja yang validitas tingggi apabila alat ukur itu
mengukur apa yang harus diukur. Sedangkan alat ukur yang reliabilitasnya tinggi
apabila alat ukur itu mempunyai hasil yang ajeg (consistent). Pendapat lain mengenai
evaluasi disampaikan oleh Arikunto dan Cepi (2008: 2), bahwa: evaluasi adalah
kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil sebuah keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah
menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk
menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Sedangkan Uzer (2003: 120), mengatakan bahwa: evaluasi adalah suatu proses yang
ditempuh seseorang untuk memperoleh informasi yang berguna untuk menentukan
mana dari dua hal atau lebih yang merupakan alternatif yang diinginkan, karena
penentuan atau keputusan semacam ini tidak diambil secara acak, maka alternatif-
alternatif itu harus diberi nilai relatif, karenanya pemberian nilai itu harus
memerlukan pertimbangan yang rasional berdasarkan informasi untuk proses
pengambilan keputusan.
Menurut Djaali dan Pudji (2008:1), evaluasi dapat juga diartikan sebagai “proses
menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang
selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi”.
Sedangkan Ahmad (2007:133), mengatakan bahwa “evaluasi diartikan sebagai proses
sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (ketentuan, kegiatan, keputusan, untuk
kerja, proses, orang, obyek) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian”. Untuk
menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator
dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan
pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya
dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur baru
melakukan proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Crawford (2000:13), mengartikan
penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan,
proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang
telah ditentukan. Dari pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah
dikemukakan beberapa ahli di atas, dapat ditarik benang merah tentang evaluasi
yakni evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk
melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu
sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut.
Karenanya dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu
efektifitas dan efisiensi. “Efektifitas merupakan perbandingan antara output dan
inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan
output lewat suatu proses” (Sudharsono dalam Lababa, 2008). Jadi evaluasi
bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa
mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu
hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan
keinginannya semula.
2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga dengan
evaluasi. Menurut Arikunto (2002:13), ada dua (2) tujuan evaluasi yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan,
sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.
Menurut Crawford (2000:30), tujuan dan atau fungsi evaluasi
adalah:
1. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai
dalam kegiatan.
2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap perilaku
hasil.
3. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan
kelayakan.
4. Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang
dilakukan.
Ada beberapa model yang dapat dicapai dalam melakukan evaluasi (Umar, 2002:41-
42), yaitu:
a. Sistem
assessment
Yaitu evaluasi yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi suatu
sistem. Evaluasi dengan menggunakan model ini dapat menghasilkan informasi
mengenai posisi terakhir dari suatu elemen program yang tengah diselesaikan.
b. Program
planning
Yaitu evalusi yang membantu pemilihan aktivitas-aktivitas dalam program
tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhannya.
c. Program
implementation
Yaitu evaluasi yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan
kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang telah direncanakan.
d. Program
Improvement
Yaitu evaluasi orang memberikan informasi tentang bagaimana program
berfungsi, bagaimana program bekerja, bagaimana mengantisispasi masalah-
masalah yang mungkin dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan.
e. Program
Certification
Yaitu evaluasi yang memberikan informasi mengenai nilai atau manfaat program.
Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang dan muatan dan penumpang dari
suatu tempat ke tempat lain (Abbas Salim, 1993: 6). Lebih lanjut ditegaskan, dalam
transportasi terlihat dua unsur yang terpenting yaitu; a. pemindahan/pergerakan
(movement). b. secara fisik mengubah tempat dari barang (komoditi) dan penumpang
ke tempat lain. Sementara menurut Edward K.Marlok (1988:1) transportasi adalah
suatu tindakan, proses, atau hal mentransformasikan atau memindahkan sesuatu dari
suatu tempat ke tempat lain. Intinya dalam hal ini adalah adanya pergerakan atau
perpindahan. Dengan demikian, bilamana terminolgi transportasi angkutan darat dan
perkeretaapian dikorelasikan dengan organisasi yang berlaku di Kementerian
Perhubungan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No.KM 60 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, maka transportasi darat
dapat diartikan memiliki 2 (dua) aspek yaitu Angkutan Jalan Raya dan Angkutan
Sungai, danau dan Penyeberangan. Dengan demikian, transportansi angkutan darat
perkeretaapian memiliki 3 (tiga) angkutan yaitu;
a. Transportasi Angkutan Jalan Raya,
b. Transportasi Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan,
c. Transportasi Angkutan Perkeretaapian.
Dari berbagai pengertian seperti telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditarik suatu
kesimpulan, bahwa “Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang
Perhubungan di Beberapa Daerah Provinsi Di Indonesia”, adalah evaluasi penentuan
derajat kualitas berdasarkan indikator yang telah ditetapkan terhadap
penyelenggaraan pelayanan yang diselenggarakan operator transportasi angkutan
jalan raya, angkutan sungai, danau dan penyeberangan, serta angkutan perkeretaapian
terhadap pengguna jasa. Artinya, apakah para operator transportasi angkutan jalan
raya, ASDP, dan Perkeretaapian sudah melakukan pelayanan kepada pengguna jasa
angkutan tersebut sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau belum, untuk
dapat mengetahui hal tersebut maka perlu dirumuskan suatu Metode Evaluasi
Penilaian SPM Transportasi Angkutan Darat dan Perkeretaapian. Tentunya, kriteria
evaluasi penilaian akan mencerminkan baik, sedang dan buruk. Untuk dapat
menentukan baik, sedang atau buruk akan dilakukan dengan pendekatan kuantitatif.
Karena itu, setiap aspek pelayanan yang telah ditetapkan akan dilakukan pembobotan
atau nilai yang konkrit.
Dalam hal ini sebagai kajian transportasi angkutan jalan raya akan difokuskan pada
pelayanan angkutan AKAP (Angkutan Kota Antar Propinsi) mulai dari pool hingga
ke tempat tujuan. Sementara ASDP pedoman penilaian pelayanan yang akan dikaji
adalah mulai dari pelabuhan hingga ke pelabuhan tujuan. Begitu juga halnya,
angkutan perkeretaapian, pelayanan yang dinilai adalah mulai dari stasiun
keberangkatan hingga ke stasiun tujuan. Dari pengertian evaluasi, kualitas pelayanan
seperti telah dijelaskan sebelumnya dan dikaitkan dengan kegiatan “Studi Evaluasi
Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Beberapa Daerah
Provinsi di Indonesia”, maka timbul pertanyaan: Apa yang dievaluasi dan bagaimana
cara mengevaluasi. Bilamana dikaitkan dengan kegiatan, maka tentunya yang dinilai
adalah kualitas pelayanan yang dilakukan oleh transportasi angkutan jalan raya,
ASDP dan angkutan perkeretaapian. Namun untuk dapat menilai apakah baik, sedang
dan buruk diperlukan adanya standar sebagai acuan penilaian. Hal ini adalah sesuai
dengan pengertian penilaian seperti dijelaskan sebelumnya bahwa evaluasi penilaian
adalah penentuan derajat penerapan SPM berdasarkan indikator yang telah
ditetapkan terhadap penyelenggaraan pekerjaan (Husani Usman, 2010: 487).
Ditambahkan, agar evaluasi mencapai tujuan maka ada 2 (dua) hal yang perlu
diperhatikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2009:135) yaitu;
a. Evaluasi (penilaian) harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan (job related).
Artinya, sistem penilaian itu benar-benar menilai perilaku atau kerja yang
mendukung kegiatan organisasi di mana karyawan itu bekerja,
b. Adanya standar pelaksanaan kerja (performance standars). Standar pelaksanaan
adalah ukuran yang dipakai untuk menilai prestasi kerja tersebut.
Berkenaan dengan itu, untuk dapat melakukan studi evaluasi penilaian penerapan
SPM transportasi angkutan darat dan perkeretaapian di daerah, akan digunakan
sebagai kriteria adalah jenis pelayanan yang telah ditetapkan pada setiap transportasi
angkutan jalan raya, transportasi ASDP dan transportasi angkutan perkeretaapian/
standar pelayanan yang telah ditetapkan sebagai peraturan.
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan langsung
kepada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan
Hukum dan/atau masyarakat. Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh
Pemerintah dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-
masing meliputi: a. urusan Pemerintahan di bidang Jalan, oleh Kementerian negara
yang bertanggung jawab di bidang Jalan; b. urusan Pemerintahan di bidang Sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan Pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, oleh Kementerian Negara yang bertanggung jawab di bidang industri; d. urusan
Pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
oleh Kementerian Negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan
teknologi; dan e. urusan Pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi
Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen
dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Penyediaan fasilitas parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar Ruang
Milik Jalan sesuai dengan izin yang diberikan. Penyelenggaraan fasilitas parkir di
luar Ruang Milik Jalan dapat dilakukan oleh perseorangan warga Negara Indonesia
atau badan hukum Indonesia berupa: a. usaha khusus perparkiran; atau b. penunjang
usaha pokok. Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat
diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan Kabupaten, jalan desa, atau jalan kota
yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan. Fasilitas
pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi: a. trotoar; b.
lajur sepeda; c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki; d. Halte; dan/atau e. fasilitas
khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut. Penyediaan fasilitas
pendukung diselenggarakan oleh: a. Pemerintah untuk jalan nasional; b. pemerintah
provinsi untuk jalan provinsi; c. pemerintah Kabupaten untuk jalan Kabupaten dan
jalan desa; d. Pemerintah kota untuk jalan kota; dan e. badan usaha jalan tol untuk
jalan tol.
Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek
terdiri atas: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi; b. angkutan orang dengan
tujuan tertentu; c. angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan d. angkutan orang
di kawasan tertentu. Angkutan orang dengan menggunakan taksi digunakan untuk
pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi alam kawasan
perkotaan. Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan dapat: a. berada dalam wilayah
kota; b. berada dalam wilayah Kabupaten; c. melampaui wilayah kota atau wilayah
Kabupaten dalam 1 (satu) daerah Provinsi; atau d. melampaui wilayah provinsi.
Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan masal berbasis jalan untuk memenuhi
kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan
perkotaan. Angkutan masal harus didukung dengan: a. mobil bus yang berkapasitas
angkut masal; b. lajur khusus; c. trayek angkutan umum lain yang tidak berhimpitan
dengan trayek angkutan masal; dan d. angkutan pengumpan.
Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek diberikan oleh: a. Menteri yang
bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani: 1. trayek lintas batas negara
sesuai dengan perjanjian antar Negara; 2. trayek antar Kabupaten/kota yang
melampaui wilayah 1 (satu) Provinsi; 3. trayek angkutan perkotaan yang melampaui
wilayah 1 (satu) provinsi; dan 4.trayek perdesaan yang melewati wilayah 1 (satu)
provinsi. b. Gubernur untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani: 1.
trayek antarkota yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu)
provinsi; 2. trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1 (satu)
kabupaten/kota dalam satu Provinsi; dan 3. trayek perdesaan yang melampaui
wilayah 1 (satu) kabupaten dalam satu Provinsi. c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota
Jakarta untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek yang
seluruhnya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. d. Bupati
untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani: 1. trayek perdesaan yang
berada dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten; dan 2. trayek perkotaan yang berada dalam
1 (satu) wilayah Kabupaten. Walikota untuk penyelenggaraan angkutan orang yang
melayani trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kota. Pemegang izin
penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib: a. melaksanakan ketentuan
yang ditetapkan dalam izin yang diberikan; dan b. pengoperasikan Kendaraan
Bermotor Umum sesuai dengan standar pelayanan minimal. Ketentuan lebih lanjut
mengenai izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek diatur dengan peraturan
Menteri yang bertanggung jawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Kegiatan angkutan sungai dan danau di dalam negeri dilakukan oleh orang
perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha dengan menggunakan kapal
berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal serta diawaki
oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia. Kegiatan angkutan sungai dan
danau antara Negara Republik Indonesia dan negara tetangga dilakukan berdasarkan
perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara tetangga
yang bersangkutan. Angkutan sungai dan danau yang dilakukan antara dua negara
hanya dapat dilakukan oleh kapal berbendera Indonesia dan/atau kapal berbendera
negara yang bersangkutan. Kegiatan angkutan sungai dan danau disusun dan
dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan intra dan antarmoda yang
merupakan satu kesatuan sistem transportasi nasional. Kegiatan angkutan sungai dan
danau dapat dilaksanakan dengan menggunakan trayek tetap dan teratur atau trayek
tidak tetap dan tidak teratur. Kegiatan angkutan sungai dan danau dilarang dilakukan
di laut kecuali mendapat izin dari Syahbandar dengan tetap memenuhi persyaratan
kelaiklautan kapal. Untuk menunjang usaha pokok dapat dilakukan kegiatan angkutan
sungai dan danau untuk kepentingan sendiri. Kegiatan angkutan sungai dan danau
dapat dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha
dengan izin Pemerintah.
1
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 116 - 119
Pembangunan dan pengoperasian pelabuhan dilakukan dengan tetap memperhatikan
keselamatan dan keamanan kapal yang beroperasi di pelabuhan, bongkar muat
barang, dan naik turun penumpang serta keselamatan dan keamanan pelabuhan.
Keselamatan dan keamanan pelabuhan yaitu kondisi terpenuhinya manajemen
keselamatan dan sistem pengamanan fasilitas pelabuhan meliputi: a. prosedur
pengamanan fasilitas pelabuhan; b. sarana dan prasarana pengamanan pelabuhan; c.
sistem komunikasi; dan d. personel pengaman. Setiap pengoperasian kapal dan
pelabuhan wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan serta
perlindungan lingkungan maritim 2
Sertifikat kapal tidak berlaku apabila: a. masa berlaku sudah berakhir; b. tidak
melaksanakan pengukuhan sertifikat (endorsement); c. kapal rusak dan dinyatakan
tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal; d. kapal berubah nama; e. kapal
berganti bendera; f. kapal tidak sesuai lagi dengan data teknis dalam sertifikat
keselamatan kapal; g. kapal mengalami perombakan yang mengakibatkan perubahan
konstruksi kapal, perubahan ukuran utama kapal, perubahan fungsi atau jenis kapal;
h. kapal tenggelam atau hilang; atau i. kapal ditutuh (scrapping). Sertifikat kapal
dibatalkan apabila: a. keterangan dalam dokumen kapal yang digunakan untuk
penerbitan sertifikat ternyata tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya; b. kapal sudah
tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal; atau c. sertifikat diperoleh secara
tidak sah. d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembatalan sertifikat 3
9. Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Perhubungan di Beberapa Propinsi
2 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 120 - 122
3 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 124 - 127
Peraturan Menteri Perhubungan No.81 PM Tahun 2011 Tentang SPM Bidang
Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan ini dilatarbelakangi sesuai adanya Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal ( SPM ),
dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJM) 2010-2014 dan
rencana Aksi Percepatan Pembangunan Nasional serta menindaklanjuti Surat Menteri
Dalam Negeri No. 100/676/SJ Tanggal 7 Maret 2011 perihal Percepatan Penerapan
SPM di Daerah. Berdasarkan peraturan tersebut, dibuatkanlah Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri No.100/1023/SJ tentang Percepatan Pelaksanaan Penerapan dan
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal di Daera, dimana dalam surat tersebut telah
ditegaskan adanya Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang SPM
Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota sebagai acuan
pelaksanaan SPM bidang Perhubungan di daerah. Pada dasarnya, berdasarkan
Permenhub No. 81 Tahun 2011 tentang SPM Bidang Perhubungan Daerah dan
Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Pasal 10 menjelaskan sebagai berikut:
Pada Pasal 11, Peraturan Menteri Perhubungan No.81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota menjelaskan sebagai bahwa hasil monitoring dan evaluasi penerapan
dan pencapaian SPM Perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
dipergunakan:
Laporan Akhir II - 1
b.Jaringan Prasarana Tersedianya pelabuhan sungai dan 60% 2014 Dilaksanakan
Angkutan Sungai danau untuk melayani kapal sungai oleh Dinas
dan Danau dan danau yang beroperasi pada ja- Perhubungan
ringan trayek antar Kabupaten/Kota Propinsi
dalam Propinsi pada wilayah yang
tersedia alur pelayaran sungai dan
danau yang dilayari
c.Keselamatan Tersedianya pelabuhan sungai dan 100% 2014 Dilaksanakan
danau untuk melayani kapal sungai oleh Dinas Per-
dan danau yang beroperasi pada ja- hubungan
ringan trayek antar Kabupaten/Kota Propinsi
dalam Propinsi pada wilayah yang
tersedia alur pelayaran sungai dan
danau yang dapat dilayari
d.Sumber Daya Tersedianya SDM yang memiliki 100% 2014 Dilaksanakan
Manusia ( SDM ) kompotensi sebagai awak kapal oleh Dinas
angkutan sungai dan danau Perhubungan
Propinsi
3 Angkutan Penye- a.Jaringan Pelayanan Tersedianya kapal penyeberangan 75% 2014 Dilkasanakan
berangan Angkutan Penyebe- yang beroperasi pada lintas antar oleh Dinas
rangan Kab/Kota dalam Propinsi yang Perhubungan
menghubungkan jalan Propinsi Propinsi
yang terputus oleh perairan
b.Jaringan Prasarana Tersedianya pelabuhan pada setiap 75% 2014 Dilaksanakan
Angkutan Penyebe- Ibukota Propinsi dan Ibukota Kab/ oleh Dinas
rangan Kota yang memiliki pelayanan ang- Perhubungan
kutan penyeberangan yang berope- Propinsi
rasi pada lintas antar Kab/Kota dalam
Propinsi dan tidak ada alternatif
jalan
c.Keselamatan Terpenuhinya standar keselamatan 100% 2014 Dilkasanakan
kapal ukuran di bawah 7 GT dan oleh Dinas
kapal yg beroperasi pada lintas Perhubungan
penyebera- ngan Kab/Kota dalam Propinsi
d.Sumber Daya Propinsi
Tersedianya SDM yang memiliki 100% 2014 Dilkasanakan
Manusia (SDM) kompotensi sebagai awak kapal oleh Dinas
penyeberangan dengan ukuran Perhubungan
di bawah 7 GT Propinsi
“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan
di Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”
Laporan Akhir II - 18