Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN (DIABETES MELITUS)

Dosen pengampu : Puji Lestari, S.Kp., M.Kes. (Epid)

Disusun oleh :

1. Dhinartika Dwi Lestari (010114A024)


2. Nina Ardiyanti (010114A083)
3. Vania Desiani (010115A131)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2017
BAB II

Diabetes Melitus

A. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolic yang ditandai oleh
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibat kurangnya hormone insulin,
menurunnya efek insulin atau keduanya (Kowalak, Jennifer P. 2011).
Diabetes Melitus merupakan kelainan metabolism yang kronis terjadi defisiensi
insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urin (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis
yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak
dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relative dan
atau adanya gangguan fungsi insulin (Mansjoer, 2000).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 2002).

B. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya usia, intoleransi terhadap
glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah
yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus), intoleransi glukosa
pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang, kurangnya massa
otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, karena pada lansia terjadi penurunan
sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa
keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa (TTGO) yang abnormal. Intoleransi
glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi
penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak otot dan penurunan
laju metabolism basal. Hal ini dapat menjadi factor predisposisi terjadinya diabetes
mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan
menjadi 2, yaitu :
1. Proses menua / kemunduran ( Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pancreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik).
2. Gaya hidup ( Life style) yang buruk seperti banyak makan, jarang olahraga,
mengkonsumsi alcohol, dll).
Keberadaan penyakit lain, seperti sering menderita stress juga dapat menjadi
penyebab terjadinya diabetes mellitus pada lansia.

Selain itu, perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi
tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis.
Keletihan, sering bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering
merupakan indicator diabetes mellitus yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan
anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses
penuaan itu sendiri.

C. Klasifikasi

Klasifikasi etiologi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association,


2010 adalah sebagai berikut :

a) Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin


absolut) :
1) Autoimun.
2) Idiopatik

Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent), lebih sering pada usia
dibawah 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa factor lingkungan seperti infeksi
virus atau factor gizi dapat menyebabkan penghancuran sel penghasil insulin di
penkreas (Merck, 2008).
b) Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relative sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin).
Diabetes tipe 2 (Diabetes Non Insulin Dependent) ini tidak ada kerusakan pada
pankreasnya dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang insulin
pada tingkat tinggi dari normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek
insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Diabetes tipe ini sering terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan
menjadi lebih umum dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi factor resiko
utama pada diabetes tipe 2. Sebanyak 80% - 90% dari penderita diabetes tipe 2
mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas insulin menurun,
maka dari itu orang obesitas memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar
untuk mengawali kadar gula darah normal (Merck, 2008)
c) Diabetes tipe lain
1) Defek genetic fungsi sel beta:
a. DNA mitokondria.
b. Defek genetic kerja insulin.
2) Penyakit eksokrin pancreas :
a. Pankreatitis.
b. Tumor / pankreatektomi.
c. Pankreatopati fibrokalkulus.
3) Endokrinopati.
a. Akromegali.
b. Sindroma cushing.
c. Feokromositoma.
d. Hipertiroidisme.
4) Karena obat / zat kimia.
5) Pentamidin, asam nikotinat.
6) Glukokortikoid, hormone tiroid.
d) Diabetes Gestational
D. Manifestasi Klinis
Keluhan umum klien Diabetes Melitus seperti polyuria, polydipsia, polifagia pada
lansia umumnya tidak ada. Osmotic diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan
ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur,
atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada klien diabetes mellitus lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak
terjadi polydipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering
mengganggu klien adalah keluhan akibat komplikasi degenerative kronik pada pembuluh
darah dan saraf.
Pada diabetes mellitus lansia, terdapat perubahan patofisiologi akobat proses
menua , sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati
perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat Diabetes Melitus pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah :
a) Katarak.
b) Glaucoma.
c) Retinopati.
d) Gatal seluruh badan.
e) Infeksi bakteri kulit.
f) Infeksi jamur di kulit.
g) Dermatopati.
h) Neuropati perifer.
i) Amiotropi.
j) Ulkus neurotropic.
k) Penyakit ginjal.
l) Penyakit pembuluh darah perifer.
m) Penyakit coroner.
n) Penyakit pembuluh darah otak.
o) Hipertensi
E. Patofisiologi
Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel- sel pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa
tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran
cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diur esis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan
ganggua n sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes. tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus
terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe
II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan
sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan
yang kabur (Brunner and Suddarth, 2002)
F. Pathway
G. Penatalaksanaan
Tujuan penanganan DM pada lanjut usia tidak jauh berbeda dengan orang dewasa
umumnyaa yaitu untuk mencegah terjadinya dekompensasi metabolik akut dan
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat komplikasi. Satu hal yang tidak
boleh diabaikan, yaitu walaupun pencapaian kualitas hidup yang lebih baik merupakan
tujuan utama penanganan DM pada lanjut usia. Utama terapi diabetes mellitus adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Pemantauan kadar glukosa darah
dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan kusus.
Pilar Pengelolaan DM
1. Edukasi
2. Perencanaan makanan
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologi
A. Edukasi
DM tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Edukasi tersebut
meliputi pemahaman dan motivasi :
1. Penyakit DM
2. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
3. Intervensi farmakologis
4. Perawatan kaki diabetes
B. Perencanaan Makanan
Biasanya pasien DM yang berusia lanjut terutama yang gemuk dapat
dikendalikan hanya dengan pengaturan diet saja serta gerak badan ringan dan
teratur. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing
individu. Petunjuk umum untuk asupan diet bagi diabetes:
1. Makanlah dengan waktu yang teratur
2. Hindari makan makanan manis dengan gorengan
3. Tingkapan asupan sayuran dua kali tiap makan
4. Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus
5. Makan daging dan kacang kacangan dalam porsi kecil.

C. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit ), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitif terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud ialah jalan, bersepeda santai,
jogging, berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun tetap dilakukan tetap dilakukan. Modifikasi senam sederhana dapat
diberikan kepada penderita DM lansia, misalnya:
1. Menepuk kedua tangan di atas kepala kemudian dipaha.
2. Secara bergantian menempatkan tangan di dada dan dibelakang
kepala.
3. Latihan meregangkan bagian atas dan baian bawah tubuh, leher, dan
paha.
4. Membuat gerakan lingkaran dengan 2 lengan secara parael di depan
badan.
Olahraga yang teratur memainkan peran yang sangat penting dalam
menangani diabetes, manfaat-manfaat utamanya sebagai berikut:
1. Olahraga membantu membakar kalori karena dapat mengurangi
berat badan.
2. Olahraga teratur dapat meningkatkan jumlah reseptor pada dinding
sel tempat insulin bisa melekatkan diri.
3. Olahraga memperbaiki sirkulasi darah dan menguatkan otot
jantung.
4. Olahraga meningkatkan kadar koleserol “baik” dan mengurangi
kadar kolesterol “jahat”.
5. Olahraga teratur bisa membantu melepaskan kecemasan stress dan
ketegangan, sehingga memberikan rasa sehat dan bugar.

D. Intervensi Farmakologis
Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengetaruran diet dan
gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemia oral.

1. Penatalaksanaan Medis

a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek
lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
(1) Menghambat absorpsi karbohidrat
(2) Menghambat glukoneogenesis di hati
(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
2) Insulin diperlukan pada keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2. Penatlaksanaan keperawatan
Ada 5 komponen

a) Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% protein, 75%
karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan
rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arteroskelrosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b) Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara
fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat
aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan
jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas
dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para
pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah,
meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi,
serta membantu menurunkan berat badan.
c) Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko Diabetes Melitus
pada lansia.
d) Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mempertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan
untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e) Pendidikan
1. Diet yang harus dikonsumsi.
2. Latihan.
3. Penggunaan insulin

H. Pemeriksaan Diagnostik
a) Glukosa darah sewaktu (GDS).
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa
memperhatikan makan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut.
b) Kadar glukosa darah puasa.
Glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan setelah
pasien melakukan puasa selama 8-10 jam.
c) Tes toleransi glukosa.
Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L).
b) Glukosa plasma puasa >140 mg/dL (7,8 mmol/L).
c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dL)

I. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis, yaitu :.
Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis
(DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Sedangkan yang
termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,
neuropati, dyslipidemia, dan hipertensi.
a) Komplikasi akut
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah dibawah 60
mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat
hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima
pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral
2. Diabetes ketoasidosis (DKA)
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang
berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut
termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat
dicetuskan oleh infeksi (penyakit).
3. Hyperglicemic Hyperosmolar Nonketocic Coma (HHNC)
b) Komplikasi kronis
1. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurisma pada pembuluh
retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya
aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah
pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat
rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan
vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang
yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis
yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom
Kommelstiel-Wilson. Glomerulosklerosis nodular dikaitkan dengan
proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada Diabetes Melitus.
3. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60-70% individu DM. neuropatic diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4. Dyslipidemia
50% pasien dengan DM mengalami dyslipidemia.
5. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2,
hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat
mungkin diketahui dan ditangani karena bisa memperberat retinopati,
nefropati, dan penyakit makrovaskular.
6. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilangnya
sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.
Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan
iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia dan sepsis bisa
menyebabkan gangrene dan amputasi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, penerbit EGC, 2002.

Bulechek, Gloria M, dkk. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC) 2015- 2017.
USA: Elsevier

Herdman,T.H & Kamitsuru,S. 2015. NANDA International Diagnosa Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC

Kushariyadi, 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika.

Linda J. Heffner dan Danny J. Schust, At a Glance, Sistem Reproduksi, edisi Kedua, penerbit
Erlangga, 2006.

Luecknote, Annette Geisker. 1997. Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani.
Jakarta : EGC.

Moorhead,Sue, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) 2015-2017. USA:


Elsevier

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H.Y. kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin Asih. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai