Disusun oleh :
1|Page
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalahini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Salam
Penyusun
2|Page
DAFTAR ISI
Cover…………….………………………………………………………….. 1
Kata Pengantar………………………………………………………………. 2
Daftar Isi…………………………………………………………………….. 3
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………….4
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….. 5
1.3 Tujuan…………………………………………………………….5
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan…………………………………………..……………26
4.2 Saran………………………………………………...……….……27
Daftar Pustaka………………………………………………….………..………………..28
3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
4|Page
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ekonomi Islam dan kesejahteraan umat?
2. Bagaimana pengaruh ekonomi Islam terhadap kesejahteraan umat?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian ekonomi Islam dan kesejahteraan umat.
2. Mengetahui pengaruh ekonomi Islam terhadap kesejahteraan umat.
5|Page
BAB II
METODE PENELITIAN
2.2 Diskusi
Setelah membaca berbagai literatur agama Islam, proses pemahaman ekonomi Islam
dan kesejahteraan umat diperoleh dengan diskusi sehingga inti dari pokok permasalahan
dapat terjawab.
6|Page
BAB III
PEMBAHASAN
7|Page
Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum itu
adalah hak negara (Daulah Islamiyah), kerana negara (Daulah Islamiyah) adalah
wakil ummat. Meskipun menyerahkan kepada negara (Daulah Islamiyah) untuk
mengelolanya, namun Allah SWT telah melarang negara (Daulah Islamiyah) untuk
mengelola kepemilikan umum tersebut dengan jalan menyerahkan penguasaannya
kepada orang tertentu. Sementara mengelola dengan selain dengan cara tersebut
diperbolehkan, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh
syara'.
8|Page
paham kebebasan (freedom/liberalisme) di bidang pemanfaatan hak milik. Seseorang
boleh memiliki harta dalam jumlah berapa saja dan diperoleh dengan cara apa
saja.oleh karena itu tidak heran dibolehkan seseorang bekerja dalam usaha perjudian
dan pelacuran. Sedang dalam Islam ada batasan tatacara tetapi tidak membatasi
jumlahnya. Tatacara itu berupa hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan cara
pemanfaatan (tasharruf) harta, baik pemanfaatan yang berupa kegiatan pembelanjaan
(infaqul mâl), seperti nafkah, zakat, shadaqah, dan hibah, maupun berupa
pengembangan harta (tanmiyatul mal), seperti jual beli, ijarah, syirkah, shina’ah
(industri), dan sebagainya. Seorang Muslim boleh memiliki harta berapa saja,
sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam.
9|Page
3.1.5 Tujuan Ekonomi Islam
Adapun tujuan hidup manusia ada dua dimensi yang harus dipelihara yaitu
hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah) untuk mencapai ridho-Nya dan
hubungan manusia dengan manusia (hablum minanas) mendatangkan rahmat bagi
seluruh alam.sehingga tercipta kesejahteraan hidup didunia dan akhirat.
Secara umum tujuan ekonomis Islam adalah sebagai berikut.
Untuk meningkatkan ekonomi umat supaya lebih makmur atau meningkatkan
tarap hidup ke arah yang lebih baik
Menciptakan ekonomi umat yang adil dan merata
Mewujudkan perekonomian yang stabil, namun tidak menghambat laju
pertumbuhan ekonomi masyarakat
Mewujudkan perekonomian yang serasi, damai, bersatu, dalam suasana
kekeluargaan sesama umat, menghilangkan nafsu menguasai atau serakah
Mewujudkan perekonomian yang menjamin kemerdekaan dalam hal produksi,
distribusi serta menumbuhkan rasa kebersamaaan
Mewujudkan peri kehidupan ekonomi yang tidak membuat kerusakan di muka
bumi, sehingga kelestarian alam dapat dijaga dengan sebaik – baiknya, baik
alam fisik, kultural, sosial maupun spiritual keagamaan
Menciptakan ekonomi yang mandiri
10 | P a g e
Di dalam sistem ekonomi Islam terdapat lembaga sosial ekonomi yang dapat
menjembatani dua kelompok sosial, yaitu golongan kelas atas dan golongan kelas bawah.
11 | P a g e
Artinya: Islam itu berdiri di atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada
Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan
sholat, membayar zakat, naik haji, dan puasa ramadhan.
Zakat bukan hanya kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan akan
mendapat dosa, tetapi lebih dari itu zakat memiliki tujuan yang jelas. dengan
terlaksananya lembaga zakat secara baik dan benar diharapkan kesulitan dan
penderitaan fakir miskin dapat berkurang. Di samping itu dengan pengelolaan
zakat yang professional berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat
yang ada hubungannya dengan mustahiq zakat juga dapat dipecahkan.
Zakat menurut istilah berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh
Allah swt. untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Al-
Qur’an. Atau bisa juga berarti sejumlah tertentu dari harta tertentu yang
diberikan untuk orang tertentu.
Zakat menurut segi kebahasaan berarti, berkah, bersih, berkembang dan
baik. Dinamakan zakat karena, dapat mengembangkan dan menjauhkan harta
yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Dengan mengeluarkan zakat
diharapkan hati dan jiwa seseorang yang menunaikan kewajiban zakat itu
menjadi bersih. Hal ini sesuai dengan ayat al-Qur’an :
“Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan
mereka dengannya” (al-Taubah:10).
Dari ayat tersebut tergambar bahwa zakat yang dikeluarkan oleh para
“muzakki” (wajib zakat) itu dapat mensucikan dan membersihkan hati mereka.
Zakat selain merupakan ibadah kepada Allah juga mempunyai dampak
sosial yang nyata. Dari satu segi zakat adalah ibadah, namun dari segi lain
merupakan kewajiban sosial. Zakat merupakan dasar prisipiil untuk
menegakkan struktur sosial Islam. Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa,
namun sedekah wajib.
Orang-orang yang berhak menerima zakat disebut mustahiq. Sebagaimana
firman Allah dalam surat at-Taubah: 60
ِ الرقَا
ب َوفِي َ اء َو ْال ُم َؤلَّفَ ِة
ِّ ِ علَ ْي َها قُلُوبُ ُه ْم ِ ين ِل ْلفُقَ َرِ سا ِكَ املِينَ َو ْال َم
ِ صدَقَاتُإِنَّ َما َو ْال َع
َّ ال
ع ِلي ٌم ِ َّ َُّللا
َ َّللا ِمنَ َح ِكي ٌم َّ َّللاِ َو َّ س ِبي ِل َواب ِْن َّ ضةً الَ َار ِمينَ فَ ِري ِ س ِبي ِل َوفِي َو ْالغ َ
12 | P a g e
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir,orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
13 | P a g e
2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik.
3. Menjembatani antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu
masyarakat.
4. Meningkatkan Syi’ar Islam.
5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
Dengan prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan zakat
dipegang oleh amil zakat baik berupa badan atau lembaga, maka zakat , infaq,
maupun, shodaqoh dapat tersalurkan dan tercapainya tujuan utama zakat
tersebut dengan baik dan tepat sasaran.
2. Wakaf
3.2.3 Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari kata “waqofa” artinya menahan, dalam hal ini
menahan harta untuk diwakafkan. Harta yang telah diserahkan oleh Wakif
kepada Nazhir (untuk waktu selamanya), kepemilikannya berpindah kepada
Allah SWT. Harta tersebut bukan milik wakif dan juga bukan milik nazhir.
Sedangkan harta yang diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir agar
dimanfaatkan (untuk waktu tertentu), masih menjadi milik Wakif, sehingga
harus dikembalikan kepada Wakif setelah jangka waktu pemanfaatan harta
wakaf berakhir.
Harta wakaf (baik untuk waktu selamanya maupun untuk waktu tertentu)
tidak dapat dijual, dihibahkan, diwariskan atau apapun yang dapat
menghilangkan kewakafannya. Peran Nazhir adalah hanya mengelola harta
wakaf tersebut agar jangan berkurang, dan mengupayakannya berkembang
sehingga hasil (keuntungannya) dapat digunakan untuk keperluan sosial
(mauquf alaih).
Di dalam Islam wakaf adalah salah satu bentuk sedekah yang dianjurkan
meskipun perintahnya tidak disebutkan secara tegas sebagaimana halnya zakat,
namun para ahli dipandang sebagai landasan perintah untuk berwakaf, yaitu:
1. Al-Qur’an
Surat al-Hajj : 77
14 | P a g e
ار َكعُو َوا ْس ُجد ُوا َوا ْعبُد ُوا َربَّ ُك ْم وا ْف َع ُل ْال َخي َْر
ْ يَاايُّ َهاالَّ ِذيْنَ َء آ َمنُوا
َلَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.
Surat Al-Baqarah : 267
15 | P a g e
orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. Rawi berkata,
saya menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia berkata ghaira
mutaatstsilin malan' (tanpa menyimpanya sebagai harta hak milik. (H.R.
al-Bukhari, Muslim, al Tharmidzi, al-Nasa'i).
Secara etimologi, wakaf berasal dari kata waqf yang berarti al-habs
yang berbentuk masdar (infinitive noun) dengan arti “menahan, berhenti,
atau diam”. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti
tanah, binatang dan yang lain, berarti pembekuan hak milik untuk faedah
tertentu. Secara lexicografis (perkamusan), kata al-waqf sama artinya
dengan at-tahbis dan att-asbil, yaitual-habs‘an at-tas{arruf, “mencegah
agar tidak mengelola”. Kata waqf dibatasi penggunaanya pada obyek
tertentu, yakni benda wakaf, sehingga kata al-waqf disamakan
pengertiannya dengan al-habs. Kata ini dalam dalam Mausu‘ah Fiqh
Umar Ibn Khottab diartikan dengan menahan asal harta dan menjalankan
hasilnya.
Dalam khazanah fikih Islam, wakaf dimaknai dengan menahan dan
memelihara keutuhan suatu benda yang masih memungkinkan untuk
dimanfaatkan pada jalan kebenaran atau menggunakan hasilnya pada jalan
kebaikan dan kebenaran guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di
dalam kitab-kitab fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi
pengertian wakaf. Definisi wakaf menurut mazhab fiqh cukup bervariasi.
Kelompok Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda
(al-‘ain) milik waqif (orang yang mewakafkan) dan menyedekahkan atau
mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan
kebajikan. Sementara Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan
manfaat suatu harta yang dimiliki untuk diberikan kepada orang yang
berhak dengan satu akad (sigat) dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan keinginan waqif. Adapun dari komunitas mazhab Syafi‘iyah
mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat
serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh waqif untuk diserahkan kepada nazir yang
dibolehkan oleh syari’ah. Sedangkan Hanabilah mendefinisikan wakaf
16 | P a g e
dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan
menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.
Di dalam Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun 2004 dinyatakan bahwa
wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian dari harta miliknya dan
melembagakannya untuk selama-lamnya guna kepentingan ibadat atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Definisi yang
termuat dalam Undang-Undang ini tampaknya sama dengan definisi wakaf
yang tercantum dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia pasal 215 jo.
pasal 1 (1) PP No. 28 Tahun 1977.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf
bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan
kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syari’ah
Islam. Sebagaimana fungsi wakaf yang disebutkan dalam pasal 5 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004, yakni wakaf berfungsi untuk mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan
ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
17 | P a g e
Selanjutnya mengenai dikuasainya tanah wakaf oleh Nadzir secara turun
temurun dan penggunaannya yang tidak sesuai dengan ikrar wakaf, hal ini
dikarekan kurangnya pengawasan dari instansi yang terkait. Ahli waris atau
keturunan Nadzir beranggapan bahwa tanah tersebut milik Nadzir sehingga
penggunaannya bebas sesuai kepentingan mereka sendiri. Hal ini akibat
ketidaktahuan ahli waris Nadzir.
3.2.5 Solusi
Pasal 62 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
menegaskan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui
musyawarah untuk mufakat. Apabila penyelesaian sengketa melalui
musyawarah tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi,
arbitrase, atau pengadilan. Selanjutnya disebutkan dalam penjelasannya, bahwa
yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan
pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh pihak yang bersengketa. Dalam
hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut
dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase
syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat
dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah.
Selain daripada itu, tugas BWI sebagai lembaga tertinggi dalam hal
perwakafan harus lebih aktif lagi membina para nadzir dalam hal penerimaan
dan pengelolaan harta wakaf. Karena sangketa yang terjadi dalam wakaf tanah
ini karena kurang profesionalnya nadzir dalam menerima tanah wakaf saat
akad wakaf terjadi. Seharusnya ketika ada wakif yang akan mewakafkan
sebidang tanah, nadzir harus memberikan fasilitas notaris apabila tanah
tersebut belum mempunyai akta atau sertifikat tanah. Nadzir juga harus
memberikan sertifikat wakaf yang dikeluarkan oleh BWI sebagai bukti yang
menjelaskan apasaja akad yang tertuang dalam wakaf tersebut, apakah akad
wakaf tanah untuk selamanya atau hanya untuk jangka waktu tertentu.
Sehingga tidak akan terjadi sangketa antara ahli waris wakif dan nadzir karena
telah memiliki bukti akad wakaf yang sah dan dikuatkan secara hukum. Yang
tidak kalah penting adalah adanya para saksi ketika akad wakaf terjadi.
18 | P a g e
3. INFAQ
3.2.6 Pengertian Infaq
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta)
untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infaq berarti
mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu
kepentingan yang diperintahkan Islam. Dengan kata lain, infaq
merupakan sumbangan sukarela atau seikhlasnya (berupa materi). Misalnya,
untuk menolong orang orang yang kesusahan; membangun masjid, jalan,
jembatan, dan sebagainya.
Infaq dikeluarkan setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan
tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Surat Ali Imron: 134
ۗ ع ِن ْل َعافِين ََاو
َ اء لنَّا ِسا ِ ظ ْل َك
ِ اظ ِمين ََاو ِءالض ََّّر َاو َ س َّر ا فِي نَويُ ْن ِفقُينَ الَّ ِذ ْالغَ ْي
َّ ل
للَّ ُه َاو ْل ُم ْح ِسنِينَ اي ُِحب
Artinya: Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.
Terkait dengan infaq ini Rasulullah SAW bersabda: ada malaikat yang
senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore : "Ya Allah SWT berilah orang yang
berinfak, gantinya. Dan berkata yang lain : "Ya Allah jadikanlah orang yang
menahan infak, kehancuran". (HR. Bukhori)
19 | P a g e
3. Agar manusia mernyadari tanggung jawabnya, baik terhadap dirinya
sendiri, keluarganya, memperhatikan kesejahteraan sosial serta
mendinamisir perekonomiannya.
4. Untuk mengurangi beban baitul mal dalam menghidupi orang-orang yang
kurang mampu serta membantu negara untuk memberantas kemiskinan
atau mensejahterakan masyarakat.
20 | P a g e
3. Allah tetap dan pasti membalas infaq atau belanja yang telah dikeluarkan
hamban-Nya, dan akan dibalas berlipat ganda. Allah membalas dengan
cara-Nya sendiri, baik hamba-Nya sadar atau tidak sadar, balasan-Nya
akan melimpah kepadanya di dunia atau ditangguhkan pada waktu yang
ditentukan-Nya sendiri atau ditangguhkan-Nya pada hari akhirat kelak.
4. Allah mempunyai gudang rizki dan nikmatnya sangat penuh, bertumpuk
dan melimpah ruah, tidak pernah susut isinya dan tidak pernah berkurang,
oleh karena itu jangan merasa ragu melakukan infaq kepada kerabat,
keluarga dan family terdekat (yang bukan menjadi tanggungannya) ada
lebih utama daripada ke orang lain. Sesudah mereka, barulah dilakukan
kepada orang-orang fakir yang taat kepada Allah. Mendahulukan mereka
daripada orang yang tidak melaksanakan kewajiban agamanya, akan
menjaga dan merangsang mereka untuk terus berpegang kepada agamanya.
Demikianlah seterusnya dan diutamakan mana yang lebih besar
manfaatnya, lebih bermanfaat kegunaannya dan lebih banyak buahnya.
5. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 245 :
Siapakan yang mau memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik?
Allah akan melipatgandakan pahalanya dengan lipat ganda yang banyak.
Dan Allah yang menyempitkan dan Yang melapangkan rizki. Dan kepa-
Nya kalian dikembalikan
6. Dalam Surat Al-Hadid ayat 7 :
Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Allah pinjaman yang
baik? Allah akan melipatkan gandakan pahala baginya yang mulia.
7. Dalam Surat Fathir Ayat 29-30
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizkinya yang Kami
anugerahkan kepada mereka baik secara diam-diam maupun secara terang
terangan. Merekalah yang mengharapkan perniagaan yang tidak akan rugi.
Karena Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah
kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penerima Syukur.
21 | P a g e
3.2.9 Ketentuan Infaq Dalam Ekonomi Islam
Adapun ketentuan-ketentuan umum dalam menafkahkan harta dalam
Islam dapat dibagi menjadi dua, yaitu ketentuan-ketentuan untuk menafkahkan
harta yang merupakan milik perorangan (fardi) dan ketentuan-ketentuan
menafkahkan harta yang merupakan milik (kepentingan) umum.
1. Ketentuan-ketentuan untuk menafkahkan harta yang merupakan
milik perorangan (fardi).
a. Hendaklah ia tidak berlebih-lebihan (at-tabdzir) dalam menafkahkan
hartanya dan tidak pula terlalu sedikit dalam menafkahkan harta (at-taqtir).
b. Membatasi dalam menafkahkan hartanya pada halal-halal yang merupakan
kebutuhan sekunder maupun tersier (kamaliyyat) dan lebih mengutamakan
pada kebutuhan primer.
c. Janganlah menafkahkan seluruh harta yang dimiliki.
d. Hendaklah menafkahkan hartanya sesuai dengan kemampuan dan
kelonggarannya (hasab as-sa'ah).
2. Ketentuan-ketentuan untuk menafkahkan harta yang merupakan milik
(kepentingan) umum.
a. Hendaklah pemerintah (ulul amri) bisa menjadi teladan (qudwah) dalam
infaq terhadap harta yang merupakan milik umum.
b. Penertiban dan pengaturan dalan eksploitasi kebutuhan-kebutuhan pokok.
c. Hendaklah harta milik umum tersebut difungsikan dengan benar dan
menginvestasikannya, mempergunakannya agar memiliki hasil serta
menjaga serta memeliharanya dengan baik.
d. Membiasakan diri untuk melakukan mu'amalah maliyah pada lembaga-
lembaga keuangan (baik bank maupun yang bukan bank) yang telah
ditetapkan oleh agama kita (Islam) (yang sesuai dengan ketentuan agama
Islam).
e. Penyesuaian penggunaan harta milik umum pada masalah-masalah
perekonomian yang dominan, seperti ketikan terjadinya inflasi ataupun
pada masalah kredit macet.
f. Hendaklah menghindari dalam penggunaan harta milik umum pada
mu'amalah yang mengandung riba (mu'amalah ribawiyah)
22 | P a g e
g. Hendaknya harta milik umum tersebut digunakan untuk menolong negara-
negara yang miskin, atau yang tertimpa bencana alam.
4. SHODAQOH
3.2.11 Pengertian Shodaqoh
Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian
yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan
sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu
pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap
ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas oleh
para fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu’ (sedekah secara spontan
dan sukarela).
Di dalam Alquran banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum Muslimin
untuk senantiasa memberikan sedekah. Di antara ayat yang dimaksud adalah
firman Allah SWT yang artinya: ”Tidak ada kebaikan pada kebanyakan
bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena
mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala
yang besar.” (QS An Nisaa [4]: 114). Hadis yang menganjurkan sedekah juga
tidak sedikit jumlahnya.
23 | P a g e
Menurut fuqaha, sedekah dalam arti sadaqah at-tatawwu’ berbeda dengan
zakat. Sedekah lebih utama jika diberikan secara diam-diam dibandingkan
diberikan secara terang-terangan dalam arti diberitahukan atau diberitakan
kepada umum. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi SAW dari sahabat Abu
Hurairah. Dalam hadits itu dijelaskan salah satu kelompok hamba Allah SWT
yang mendapat naungan-Nya di hari kiamat kelak adalah seseorang yang
memberi sedekah dengan tangan kanannya lalu ia sembunyikan seakan-akan
tangan kirinya tidak tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya
tersebut.
Sedekah adalah salah satu manfaat dan kebaikan harta. Banyak jenis
ibadah yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan harta. Keterbatasan dalam
harta bisa menjadi keterbatasan dalam beribadah.
Nabi SAW berpesan kepada orang miskin, agar mereka tidak
menghalangi dirinya dari keutamaan dan pahala sedekah harta. Mereka boleh
bersedekah sesuai dengan kemampuannya, meskipun sedikit.
Sebab menyedekahkan harta yang dibutuhkan meski sedikit, jauh lebih
baik dari pada menyedekahkan harta yang tidak dibutuhkan meski banyak.
Hal ini dikarenakan motivasi orang tak punya dalam bersedekah harta
adalah keimanan, tawakal kepada Allah, serta keyakinan terhadap rezeki dan
bantuan Allah. Berbeda dengan orang kaya yang bersedekah dari hartanya
yang berlimpah. Artinya yang miskin dan tidak punya harta juga dapat
bersedekah.
Rasulullah sukses membangun masyarakat Muslim yang sejahtera, adil
dan makmur di atas landasan kasih sayang, antara lain sedekah. Sedekah itu
mempunyai artinya sangat luas, tidak hanya berupa mengeluarkan harta benda
untuk orang-orang dhuafa. Mengusap kepala anak yatim juga termasuk
sedekah. Membantu orang-orang tua yang kesulitan melangkah atau membawa
sesuatu juga termasuk sedekah. Bahkan, menyingkirkan duri dari jalan juga
termasuk sedekah.
Rasulullah memberikan contoh melalui perbuatan dan perkataannya. Hal
ini serupa dengan yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qoyyim:
24 | P a g e
“Apabila beliau melihat seseorang yang bakhil, beliau mendoakannya agar
keadaan berubah, sehingga mau berkorban dan memberi. Barangsiapa yang
berinteraksi dengan beliau dan melihat petunjuk beliau, niscaya ia tidak kuasa
untuk menolak toleransi dan seruan beliau.”
“Al-Hasan mengatakan: Al Ahnaf pernah melihat seorang laki-laki yang
menggenggam uang dirham. Lalu ia bertanya: “Milik siapa itu?”, lelaki itu
menjawab: “Milikku”, Al Ahnaf berkata: “Tidak, uang itu bukan milikmu
hingga engkau mengeluarkannya untuk mendapatkan pahala atau sebagai rasa
syukur”.
Perkataan tersebut menjelaskan bahwa didalam harta yang kita punya
masih terdapat hak orang lain yang membutuhkan, dan akan menjadi milik kita
apabila telah dikeluarkan untuk sedekah dan berbagi kepada orang lain.
Pada zaman Rasulullah dan Sahabat, sedekah tidak dikordinir seperti
halnya zakat. Sedekah diberikan secara langsung kepada orang yang
membutuhkan tanpa melalui Baitul Mal ataupun lembaga sedekah.
Berdasarkan literatur hadits bahwa Rasulullah bersedekah dengan berbagai
cara, dan mensosialisasikannya melalui perkataan dan perbuatan beliau saat
itu.
25 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Masalah ekonomi merupakan masalah yang universal. Oleh karena itu, seluruh dunia
menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Dalam pandangan Islam,
permasalahan ini tidak dapat diselesaikan hanya melalui perubahan yang bersifat kosmetik
belaka, diperlukan perubahan yang bersifat mendasar mulai dari tatanan filosofi yang akan
membentuk teori ekonomi Islam, yang kemudian akan membentuk prinsip-prinsip sistem
ekonomi Islam sehingga pada akhirnya akan terbentuk secara otomatis perilaku Islami
dalam ekonomi.
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi
kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam
Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik
manusia, melainkan hanya titipan dari Allah SWT agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi
kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT
untuk dipertanggungjawabkan.
MANFAAT ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQAH:
1. SARANA PEMBERSIH JIWA
2. REALISASI KEPEDULIAN SOSIAL
3. SARANA UNTUK MERAIH PERTOLONGAN ALLAH SWT
4. UNGKAPAN RASA SYUKUR KEPADA ALLAH SWT
Infaq dapat diberikan kepada siapa saja dan dimana saja kepada orang yang
memerlukan. Berbeda dengan zakat, infaq tidak menentukan jumlah harta yang harus
dikeluarkan. Dalam pelaksanaannya, infaq dapat dilakukan secara sembunyi atau terang-
terangan, tergantung dari maksud pemberi infaq. Ketentuan infaq juga sudah jelas diautur
oleh beberapa ayat di Al-quran, jadi sudah tidak ada alasan bagi seseorang yang
mempunyai harta lebih untuk berinfaq.
26 | P a g e
4.2 Saran
Ekonomi dalam Islam mengajarkan seorang muslim harus memperhatikan ketentuan-
ketentuan syari’at, dimana Islam sebagai way of life, sebagai rahmatan lil alamin telah
memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana suatu keteraturan itu dibentuk
disemua lini kehidupan baik dunia maupun akhirat, termasuk aturan dalam bermuamalah
atau kita persempit lagi, aturan berekonomi. Dalam perekenomian Islam tersebut sangat
dilarang yang namanya riba dan sejenisnya. Hal ini dilarang karena dapat merugikan baik
dalam bentuk materi atau lainnya. Oleh karna itu, hendaknya kita melakukan suatu usaha
ekonomi secara jujur, terbuka tanpa ada suatu hal yang ditutupi agar tidak ada pihak yang
dirugikan.
27 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Behesti, Muhammad H. 1992. Kepemilikan dalam Islam, Penerjemah: Luqman Hakim,
dkk. Jakarta: Pustaka Hidayah.
Imtihana, Aida, dkk. 2009. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Palembang: Universitas
Sriwijaya
Lubis, Suhrawardi K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Mannan, M. Abdul. 1970. Islamic Economics: Theory and Practice. dalam Delhi. Sh. M.
Ashraf.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2009. Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pers
Prihatna, Andi Agung. 2005. Revitalisasi Filantrofi Islam Studi Kasus Lembaga Zakat dan
Wakaf di Indonesia, Editor: Chaidar S. Bamualim, dkk. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya
UIN Syarif Hidayatullah.
Disampaikan pada acara Diskusi Publik, yang diselenggara oleh Hizbut Tahrir Australia,
di Masjid al-Hijrah, Sydney, Australia.
Istitsmar Al-Waqf wa Thuruquhu Al-Qadimah wa Al-Haditsah, Prof. Dr. Ali Muhyiiddin
Al-Qarrah Daghy, Maktabah Misykah Al-Islamiyah (Guru Besar Fak. Syariah- Qatar
University, Anggota Majami’ Fiqhiyyah, Anggota Majelis Eropa untuk Fatwa dan
Penelitian Islam).
http://chandrayuliasman.blogspot.com/2013/06/fiqh-kontemporer-ziswaf-zakat-infaq.html
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-45452-Islamiah-
Ekonomi%20Syari%27ah.html
http://candra-pacitan.blogspot.com/2009/04/zakat-infaq-dan-shodaqoh.html
http://pembelajarekis.blogspot.com/2011/06/pengertian-zakat-infaq-dan-shodaqah.html
http://echtheid-irsan.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
http://ellinjuniarti.blogspot.com/2013/03/makalah-ekonomi-islam_5186.html
28 | P a g e