Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT

Disusun oleh :

PRETTY YUNITA 041411131034


PUTRI ROUDINA MAS’UD 041411331084
NUR LAILIYA 041411331089
MEDIANA TRI WIJAYATI 041411331085
NAHDLIATUL AMALIA 041411431027

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014/2015

1|Page
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalahini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Salam

Penyusun

2|Page
DAFTAR ISI

Cover…………….………………………………………………………….. 1
Kata Pengantar………………………………………………………………. 2
Daftar Isi…………………………………………………………………….. 3

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………….4
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….. 5
1.3 Tujuan…………………………………………………………….5

BAB II Metode Penelitian


2.1 Studi literatur……………………………………………………...6
2.2 Diskusi…………………………………………………………….6

BAB III Pembahasan


3.1 Pengertian Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat …..………....7
3.2 Filantrofi Islam……………………………………………………10

BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan…………………………………………..……………26
4.2 Saran………………………………………………...……….……27

Daftar Pustaka………………………………………………….………..………………..28

3|Page
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Ekonomi Islam atau Ekonomi berbasis Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang
memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan umat. Sistem ekonomi syariah berpedoman
penuh pada Al - Qur’an dan As - Sunnah. Hukum - hukum yang melandasi prosedur
transaksinya sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarakat, sehingga tidak ada satu pihak
yang merasa dirugikan. Kesejahteraan masyarakat dalam Ekonomi Islam tidak hanya
diukur dari aspek materilnya, namun mempertimbangkan dampak sosial, mental dan
spiritual individu serta dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan. Syariat Islam telah
mengajarkan tatacara manusia dalam menjalankan hidupnya dari segala aspek. Tidak
hanya dalam aspek religious, tetapi juga mengatur perilaku manusia sebagai mahluk sosial,
menjaga hubungan antar sesama manusia, hubungan manusia dengan alam, dan
menghindarkan dari perilaku – perilaku menyimpang agar dapat tercipta kedamaian dan
ketentraman.
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian
yang terpisahkan dari agama Islam, sebagai bagian dari ajaran Islam, ekonomi Islam akan
mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan, dimana
Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan
manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Manusia diciptakan Allah SWT dalam kondisi
merdeka. Manusia tidak tunduk kepada siapapun kecuali kepada-Nya. Hal ini merupakan
cermin kebebasan manusia dari ikatan-ikatan perbudakan. Bahkan misi kenabian
Muhammad SAW adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai yang
membelenggunya

4|Page
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ekonomi Islam dan kesejahteraan umat?
2. Bagaimana pengaruh ekonomi Islam terhadap kesejahteraan umat?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian ekonomi Islam dan kesejahteraan umat.
2. Mengetahui pengaruh ekonomi Islam terhadap kesejahteraan umat.

5|Page
BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Studi literatur


Dimana proses penyusunan makalah ini bersumber dari literatur-literatur agama Islam
terkait, baik terjemahan maupun dalam negeri.

2.2 Diskusi
Setelah membaca berbagai literatur agama Islam, proses pemahaman ekonomi Islam
dan kesejahteraan umat diperoleh dengan diskusi sehingga inti dari pokok permasalahan
dapat terjawab.

6|Page
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat


3.1.1 Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia
yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Sistem Ekonomi Islam
berbeda sama sekali dengan sistem ekonomi kufur buatan manusia.
Secara dasarnya, pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki
mencakup dua kegiatan, yaitu:
1. Pembelanjaan Harta (Infaqul Mal)
Pembelanjaan harta (infaqul mal) adalah pemberian harta kekayaan yang telah
dimiliki. Dalam pembelanjaan harta milik individu yang ada, Islam memberikan
tuntunan bahwa harta tersebut haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti
nafkah keluarga, infak fi sabilillah, membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian
nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah dan lain-lain. Baru kemudian
dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah (harus). Dan hendaknya harta tersebut
tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-
barang yang haram seperti minuman keras, babi, dan lain-lain.

2. Pengembangan Harta (Tanmiyatul Mal)


Pengembangan harta (tanmiyatul mal) adalah kegiatan memperbanyak jumlah
harta yang telah dimiliki. Seorang muslim yang ingin mengembangkan harta
yang telah dimiliki, wajib terikat dengan ketentuan Islam berkaitan dengan
pengembangan harta. Secara umum Islam telah memberikan tuntunan
pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli, kerja sama
syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian, maupun
perdagangan.

7|Page
Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum itu
adalah hak negara (Daulah Islamiyah), kerana negara (Daulah Islamiyah) adalah
wakil ummat. Meskipun menyerahkan kepada negara (Daulah Islamiyah) untuk
mengelolanya, namun Allah SWT telah melarang negara (Daulah Islamiyah) untuk
mengelola kepemilikan umum tersebut dengan jalan menyerahkan penguasaannya
kepada orang tertentu. Sementara mengelola dengan selain dengan cara tersebut
diperbolehkan, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh
syara'.

3.1.2 Konsep Ekonomi Islam


Ekonomi Islam pada hakekatnya bukanlah sebuah ilmu dari sikap reaksioner
terhadap fenomena ekonomi konvensional.awal keberadaannya sama dengan awal
keberadaan Islam di muka bumi ini (1500 tahun yang lalu), karena ekonomu uslam
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Islam sebagai system hidup.Islam yang
diyakini sebagai konsep hidup tentu melingkupi ekonomi sebagai salah satu aktivitas
hidup manusia.jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi Islam merupakan aktivitas
agama atau ibadah kita dalam berekonomi.
Ilmu ekonomi sebagaimana ilmu kemanusiaan lainnya sampai saat sekarang
masih tetap sebagai ilmu dalam proses diterima atau ditolak.ilmu ini belum sampai
atau tidak samapi kepada titik kematangan untuk menetapkan suatu paham yang
benar.

3.1.3 Sistem Ekonomi Islam


Sistem ekonomi Islam harus terikat dengan syariat Islam, sebab segala aktivitas
manusia ( termasuk kegiatan ekonomi) wajib tunduk kepada syariat Islam. Sistem
ekonomi Islam adalah suatu konsep penyelenggaraan kegiatan kehidupan
perekonomian baik yang berhubungan dengan produksi, distribusi, ataupun
penukaran yang berlandaskan kepada syariat Islam yaitu al-Qur’an dan as- Sunnah.
Sistem ekonomi Islam kontras dengan system ekonomi kapitalis yaitu sekulerisme di
mana paham sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Dalam kapitalisme
pemanfaatan kepemilikan tidak membuat batasan tatacaranya, dan tidak ada pula
batasan jumlahnya. Sebab pada sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari

8|Page
paham kebebasan (freedom/liberalisme) di bidang pemanfaatan hak milik. Seseorang
boleh memiliki harta dalam jumlah berapa saja dan diperoleh dengan cara apa
saja.oleh karena itu tidak heran dibolehkan seseorang bekerja dalam usaha perjudian
dan pelacuran. Sedang dalam Islam ada batasan tatacara tetapi tidak membatasi
jumlahnya. Tatacara itu berupa hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan cara
pemanfaatan (tasharruf) harta, baik pemanfaatan yang berupa kegiatan pembelanjaan
(infaqul mâl), seperti nafkah, zakat, shadaqah, dan hibah, maupun berupa
pengembangan harta (tanmiyatul mal), seperti jual beli, ijarah, syirkah, shina’ah
(industri), dan sebagainya. Seorang Muslim boleh memiliki harta berapa saja,
sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam.

3.1.4 Prinsip Ekonomi Islam


Dalam melakukan aktivitas ekonomi Islam, para pelaku ekonomi memegang
teguh prinsip-prinsip dasar yaitu Prinsip Ilahiyah, dimana dalam ekonomi Islam
kepentingan individu dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat sekali
yaitu asas keselarasan, keseimbangan, dan bukan persaingan, sehingga tercipta
ekonomi yang seadil-adilnya. Prinsip ini menerangkan bahwa semua aktivitas
manusia termasuk ekonomi harus selalu bersandar kepada Tuhan. Dalam ajaran
Islam tidak ada pemisahan antara dunia dan akhirat, berarti dalam mencari rizki
harus halal dan baik.
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar sebagai
berikut:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah
SWT kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
segelintir orang saja.
5. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat
nanti.
6. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
7. Islam melarang riba dalam segala bentuk.

9|Page
3.1.5 Tujuan Ekonomi Islam
Adapun tujuan hidup manusia ada dua dimensi yang harus dipelihara yaitu
hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah) untuk mencapai ridho-Nya dan
hubungan manusia dengan manusia (hablum minanas) mendatangkan rahmat bagi
seluruh alam.sehingga tercipta kesejahteraan hidup didunia dan akhirat.
Secara umum tujuan ekonomis Islam adalah sebagai berikut.
 Untuk meningkatkan ekonomi umat supaya lebih makmur atau meningkatkan
tarap hidup ke arah yang lebih baik
 Menciptakan ekonomi umat yang adil dan merata
 Mewujudkan perekonomian yang stabil, namun tidak menghambat laju
pertumbuhan ekonomi masyarakat
 Mewujudkan perekonomian yang serasi, damai, bersatu, dalam suasana
kekeluargaan sesama umat, menghilangkan nafsu menguasai atau serakah
 Mewujudkan perekonomian yang menjamin kemerdekaan dalam hal produksi,
distribusi serta menumbuhkan rasa kebersamaaan
 Mewujudkan peri kehidupan ekonomi yang tidak membuat kerusakan di muka
bumi, sehingga kelestarian alam dapat dijaga dengan sebaik – baiknya, baik
alam fisik, kultural, sosial maupun spiritual keagamaan
 Menciptakan ekonomi yang mandiri

3.2 Filantrofi Islam


Andi Agung Prihatna dalam buku Revitalisasi Filantrofi Islam Studi Kasus Lembaga
Zakat dan Wakaf Di Indonesia (2005:6) menyatakan bahwa istilah filantrofi (philanthropy)
berasal dari bahasa Yunani, philos (cinta) dan anthropos (manusia). Secara harfiah
filantropi adalah konseptualisasi dari praktik memberi (giving), pelayanan (services) dan
asosiasi (assiciation) secara sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan
sebagai ekspresi rasa cinta. Di dalam Al-Qur’an perintah berderma mengandung makna
kemurahan hati, keadilan sosial, saling berbagi dan saling memperkuat. Aktivitas
berderma inilah yang disebut sebagai filantrofi Islam.

10 | P a g e
Di dalam sistem ekonomi Islam terdapat lembaga sosial ekonomi yang dapat
menjembatani dua kelompok sosial, yaitu golongan kelas atas dan golongan kelas bawah.

Adapun lembaga-lembaga sosial ekonomi dalam Islam adalah sebagai berikut :


1. Zakat
3.2.1 Pengertian Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap
individu (Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut
sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat
merupakan rukun Islam yang ketiga setelah Syahadat dan Shalat, sehingga
merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin, juga sebagai
pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk mengalahkan
kelemahan dan mempraktikkan pengorbanan diri serta kemurahan hati.
Secara bahasa zakat berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang.
Secara istilah zakat adalah sebagian harta yang wajib diberikan kepada orang-
orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula (Didin Hafidhuddin, 1998:13).
Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial Islam.
Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap
muslim yang memenuhi syarat tertentu, berdasarkan dalil sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Surat at-Taubah : 103

‫صأ َ ْم َوا ِل ِه ْم ِم ْن ُخ ْذ‬


َ ً‫ط ِ ِّه ُر ُه ْم دَقَة‬
َ ُ ‫ص ِِّل بِ َها َوتُزَ ِ ِّكي ِه ْم ت‬
َ ‫علَ ْي ِه ْم َو‬
َ ‫ص ََلت َ َك إِ َّن‬
َ
َ ‫َّللاُ لَ ُه ْم‬
(١٠٣ : ‫س َك ٌن )التوبة‬ َّ ‫ع ِلي ٌم َو‬
َ ‫س ِمي ٌع‬
َ
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
b. Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim
‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم "بني ا السلم على خمس شهدة ان الاله االهللا وان‬
‫ وايقام الصالةوايتاءالزكاة وحخ البيت وصوم رمضان‬,‫محمدارسول هللا‬

11 | P a g e
Artinya: Islam itu berdiri di atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada
Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan
sholat, membayar zakat, naik haji, dan puasa ramadhan.
Zakat bukan hanya kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan akan
mendapat dosa, tetapi lebih dari itu zakat memiliki tujuan yang jelas. dengan
terlaksananya lembaga zakat secara baik dan benar diharapkan kesulitan dan
penderitaan fakir miskin dapat berkurang. Di samping itu dengan pengelolaan
zakat yang professional berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat
yang ada hubungannya dengan mustahiq zakat juga dapat dipecahkan.
Zakat menurut istilah berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh
Allah swt. untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Al-
Qur’an. Atau bisa juga berarti sejumlah tertentu dari harta tertentu yang
diberikan untuk orang tertentu.
Zakat menurut segi kebahasaan berarti, berkah, bersih, berkembang dan
baik. Dinamakan zakat karena, dapat mengembangkan dan menjauhkan harta
yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Dengan mengeluarkan zakat
diharapkan hati dan jiwa seseorang yang menunaikan kewajiban zakat itu
menjadi bersih. Hal ini sesuai dengan ayat al-Qur’an :
“Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan
mereka dengannya” (al-Taubah:10).
Dari ayat tersebut tergambar bahwa zakat yang dikeluarkan oleh para
“muzakki” (wajib zakat) itu dapat mensucikan dan membersihkan hati mereka.
Zakat selain merupakan ibadah kepada Allah juga mempunyai dampak
sosial yang nyata. Dari satu segi zakat adalah ibadah, namun dari segi lain
merupakan kewajiban sosial. Zakat merupakan dasar prisipiil untuk
menegakkan struktur sosial Islam. Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa,
namun sedekah wajib.
Orang-orang yang berhak menerima zakat disebut mustahiq. Sebagaimana
firman Allah dalam surat at-Taubah: 60

ِ ‫الرقَا‬
‫ب َوفِي‬ َ ‫اء َو ْال ُم َؤلَّفَ ِة‬
ِّ ِ ‫علَ ْي َها قُلُوبُ ُه ْم‬ ِ ‫ين ِل ْلفُقَ َر‬ِ ‫سا ِك‬َ ‫املِينَ َو ْال َم‬
ِ ‫صدَقَاتُإِنَّ َما َو ْال َع‬
َّ ‫ال‬
‫ع ِلي ٌم‬ ِ َّ ُ‫َّللا‬
َ ‫َّللا ِمنَ َح ِكي ٌم‬ َّ ‫َّللاِ َو‬ َّ ‫س ِبي ِل َواب ِْن‬ َّ ‫ضةً ال‬َ ‫َار ِمينَ فَ ِري‬ ِ ‫س ِبي ِل َوفِي َو ْالغ‬ َ

12 | P a g e
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir,orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.

3.2.2 Pengelolaan Zakat


Terkait dengan perkenomian saat ini yang masih dikategorikan ekonomi
rendah, terutama di Indonesia. Maka pengelolaan zakat dikembangkan dalam
perkonomian tersebut dengan tujuan dapat meningkatkan sedikit demi sedikit
perekonomian rendah yang masih ada, sehingga mampu meningkatkan
kesejahteraan umat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya. Oleh
karena itu pada tahun 1990-an , beberapa perusahaan dan masyarakat
membentuk Baitul Mal atau lembaga zakat yang bertugas mengelola dana.
Tujuan utama usaha-usaha pengelolaan zakat di Indonesia adalah agar
bangsa Indonesia lebih mengamalkan seluruh ajaran agamanya, dalam hal ini
zakat yang diharapkan dapat menunjang perjuangan bangsa Indonesia dalam
mencapai masyarakat adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan
Pancasila UUD 1945.
Dalam pelaksaannya, pengelolaan zakat tidaklah selalu berjalan mulus,
ada beberpa masalah dan solusi yang harus dilaksanakan. Salah satunya adalah
masalah pemahaman zakat, masih banyak masyarakat yang pengertian
mengenai zakat itu sendiri masih minim. Maka upaya untuk menghadapi
masalah tersebut adalah penyebarluasan pengertian zakat secara baik dan
benar. Upaya lain adalah perumusan fikih zakat baru yaitu dengan adanya
kerjasama multidisipliner antara para ahli berbagai bidang yang erat
hubungannya dengan zakat.
Dalam menjalankan pengelolaan zakat, amil zakat sebagai pengelola juga
harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:
1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesuliatan dan penderitaan.

13 | P a g e
2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik.
3. Menjembatani antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu
masyarakat.
4. Meningkatkan Syi’ar Islam.
5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
Dengan prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan zakat
dipegang oleh amil zakat baik berupa badan atau lembaga, maka zakat , infaq,
maupun, shodaqoh dapat tersalurkan dan tercapainya tujuan utama zakat
tersebut dengan baik dan tepat sasaran.

2. Wakaf
3.2.3 Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari kata “waqofa” artinya menahan, dalam hal ini
menahan harta untuk diwakafkan. Harta yang telah diserahkan oleh Wakif
kepada Nazhir (untuk waktu selamanya), kepemilikannya berpindah kepada
Allah SWT. Harta tersebut bukan milik wakif dan juga bukan milik nazhir.
Sedangkan harta yang diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir agar
dimanfaatkan (untuk waktu tertentu), masih menjadi milik Wakif, sehingga
harus dikembalikan kepada Wakif setelah jangka waktu pemanfaatan harta
wakaf berakhir.
Harta wakaf (baik untuk waktu selamanya maupun untuk waktu tertentu)
tidak dapat dijual, dihibahkan, diwariskan atau apapun yang dapat
menghilangkan kewakafannya. Peran Nazhir adalah hanya mengelola harta
wakaf tersebut agar jangan berkurang, dan mengupayakannya berkembang
sehingga hasil (keuntungannya) dapat digunakan untuk keperluan sosial
(mauquf alaih).
Di dalam Islam wakaf adalah salah satu bentuk sedekah yang dianjurkan
meskipun perintahnya tidak disebutkan secara tegas sebagaimana halnya zakat,
namun para ahli dipandang sebagai landasan perintah untuk berwakaf, yaitu:
1. Al-Qur’an
 Surat al-Hajj : 77

14 | P a g e
‫ار َكعُو َوا ْس ُجد ُوا َوا ْعبُد ُوا َربَّ ُك ْم وا ْف َع ُل ْال َخي َْر‬
ْ ‫يَاايُّ َهاالَّ ِذيْنَ َء آ َمنُوا‬
َ‫لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.
 Surat Al-Baqarah : 267

‫ت ِم ْن أ َ ْن ِفقُوا‬ َ ‫ض ِمنَ لَ ُك ْم أ َ ْخ َر ْجنَا َو ِم َّما َك‬


َ ‫س ْبت ُ ْم َما‬
ِ ‫طيِِّبَا‬ ِ ‫يَاايُّ َهاالَّ ِذيْنَ آ َمنُوا ْاْل َ ْر‬
‫ضو أ َ ْن‬ َ ِ‫آخذِي ِه َولَ ْست ُ ْم ت ُ ْن ِفقُونَ ِم ْنهُ ْل َخب‬
ُ ‫يث ات َ َي َّم ُموا َاوا ْعلَ ُموفِي ِهات ُ ْغ ِم‬ ِ ِ‫َو ََّل إِ ََّّل ب‬
َّ ‫أ َ َّن َغ ِني‬
ٌ ‫ٌّاَللَ َح ِميد‬
Artinya: Hai orang-orang beriman, berinfaklah dari hasil kerja kalian
yang baik-baik dan hasil bumi yang kalian dapatkan seperti pertanian,
tambang dan sebagainya. Janganlah kalian sengaja berinfak dengan yang
buruk-buruk. Padahal kalian sendiri, kalau diberikan yang buruk seperti
itu, akan mengambilnya dengan memicingkan mata seakan tidak ingin
memandang keburukannya. Ketahuilah Allah tidak membutuhkan sedekah
kalian. Dia berhak untuk dipuji karena kemanfaatan dan kebaikan yang
telah ditunjuki-Nya.
2. Hadits
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Umar bin Khatab mempunyai tanah
(kebun) di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi SAW, untuk meminta
petunjuk mengenai tanah tersebut, ia berkata Wahai Rasulullah saya
memperoleh tanah di Khaibar, yang belum pernah saya peroleh harta yang
lebih baik bagiku melebihi tanah itu, apa perintah engkau (kepadaku)
mengenainya? Nabi SAW menjawab, jika mau kamu tahan pokoknya dan
kamu sedekahkan (hasilnya), Ibnu Umar berkata maka Umar
menyedekahkan tanah itu (dengan mensyaratkan) tanah itu tidak dijual,
tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan ia menyedekahkan hasilnya kepada
fuqara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu
sabil, dan tamu. Tidak berdosa dari orang yang mengelola untuk memakan
dari (hasil) tanah itu secara ma'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada

15 | P a g e
orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. Rawi berkata,
saya menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia berkata ghaira
mutaatstsilin malan' (tanpa menyimpanya sebagai harta hak milik. (H.R.
al-Bukhari, Muslim, al Tharmidzi, al-Nasa'i).
Secara etimologi, wakaf berasal dari kata waqf yang berarti al-habs
yang berbentuk masdar (infinitive noun) dengan arti “menahan, berhenti,
atau diam”. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti
tanah, binatang dan yang lain, berarti pembekuan hak milik untuk faedah
tertentu. Secara lexicografis (perkamusan), kata al-waqf sama artinya
dengan at-tahbis dan att-asbil, yaitual-habs‘an at-tas{arruf, “mencegah
agar tidak mengelola”. Kata waqf dibatasi penggunaanya pada obyek
tertentu, yakni benda wakaf, sehingga kata al-waqf disamakan
pengertiannya dengan al-habs. Kata ini dalam dalam Mausu‘ah Fiqh
Umar Ibn Khottab diartikan dengan menahan asal harta dan menjalankan
hasilnya.
Dalam khazanah fikih Islam, wakaf dimaknai dengan menahan dan
memelihara keutuhan suatu benda yang masih memungkinkan untuk
dimanfaatkan pada jalan kebenaran atau menggunakan hasilnya pada jalan
kebaikan dan kebenaran guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di
dalam kitab-kitab fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi
pengertian wakaf. Definisi wakaf menurut mazhab fiqh cukup bervariasi.
Kelompok Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda
(al-‘ain) milik waqif (orang yang mewakafkan) dan menyedekahkan atau
mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan
kebajikan. Sementara Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan
manfaat suatu harta yang dimiliki untuk diberikan kepada orang yang
berhak dengan satu akad (sigat) dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan keinginan waqif. Adapun dari komunitas mazhab Syafi‘iyah
mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat
serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh waqif untuk diserahkan kepada nazir yang
dibolehkan oleh syari’ah. Sedangkan Hanabilah mendefinisikan wakaf

16 | P a g e
dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan
menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.
Di dalam Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun 2004 dinyatakan bahwa
wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian dari harta miliknya dan
melembagakannya untuk selama-lamnya guna kepentingan ibadat atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Definisi yang
termuat dalam Undang-Undang ini tampaknya sama dengan definisi wakaf
yang tercantum dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia pasal 215 jo.
pasal 1 (1) PP No. 28 Tahun 1977.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf
bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan
kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syari’ah
Islam. Sebagaimana fungsi wakaf yang disebutkan dalam pasal 5 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004, yakni wakaf berfungsi untuk mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan
ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

3.2.4 Praktik perwakafan tanah di Indonesia


Hal lain yang sering menimbulkan permasalahan dalam praktik wakaf di
Indonesia adalah dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakif dan
tanah wakaf dikuasai secara turun temurun oleh Nadzir yang penggunaannya
menyimpang dari akad wakaf. Dalam praktik sering didengar dan dilihat
adanya tanah wakaf yang diminta kembali oleh ahli waris wakif setelah wakif
tersebut meninggal dunia. Kondisi ini pada dasarnya bukanlah masalah yang
serius, karena apabila mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan,
wakaf dapat dilakukan untuk waktu tertentu, sehingga apabila waktu yang
ditentukan telah terlampaui, wakaf dikembalikan lagi kepada ahli waris wakif.
Namun khusus untuk wakaf tanah, ketentuan pembuatan akta ikrar wakaf telah
menghapuskan kepemilikan hak atas tanah yang diwakafkan sehingga tanah
yang diwakafkan tersebut tidak dapat diminta kembali.

17 | P a g e
Selanjutnya mengenai dikuasainya tanah wakaf oleh Nadzir secara turun
temurun dan penggunaannya yang tidak sesuai dengan ikrar wakaf, hal ini
dikarekan kurangnya pengawasan dari instansi yang terkait. Ahli waris atau
keturunan Nadzir beranggapan bahwa tanah tersebut milik Nadzir sehingga
penggunaannya bebas sesuai kepentingan mereka sendiri. Hal ini akibat
ketidaktahuan ahli waris Nadzir.

3.2.5 Solusi
Pasal 62 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
menegaskan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui
musyawarah untuk mufakat. Apabila penyelesaian sengketa melalui
musyawarah tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi,
arbitrase, atau pengadilan. Selanjutnya disebutkan dalam penjelasannya, bahwa
yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan
pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh pihak yang bersengketa. Dalam
hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut
dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase
syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat
dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah.
Selain daripada itu, tugas BWI sebagai lembaga tertinggi dalam hal
perwakafan harus lebih aktif lagi membina para nadzir dalam hal penerimaan
dan pengelolaan harta wakaf. Karena sangketa yang terjadi dalam wakaf tanah
ini karena kurang profesionalnya nadzir dalam menerima tanah wakaf saat
akad wakaf terjadi. Seharusnya ketika ada wakif yang akan mewakafkan
sebidang tanah, nadzir harus memberikan fasilitas notaris apabila tanah
tersebut belum mempunyai akta atau sertifikat tanah. Nadzir juga harus
memberikan sertifikat wakaf yang dikeluarkan oleh BWI sebagai bukti yang
menjelaskan apasaja akad yang tertuang dalam wakaf tersebut, apakah akad
wakaf tanah untuk selamanya atau hanya untuk jangka waktu tertentu.
Sehingga tidak akan terjadi sangketa antara ahli waris wakif dan nadzir karena
telah memiliki bukti akad wakaf yang sah dan dikuatkan secara hukum. Yang
tidak kalah penting adalah adanya para saksi ketika akad wakaf terjadi.

18 | P a g e
3. INFAQ
3.2.6 Pengertian Infaq
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta)
untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infaq berarti
mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu
kepentingan yang diperintahkan Islam. Dengan kata lain, infaq
merupakan sumbangan sukarela atau seikhlasnya (berupa materi). Misalnya,
untuk menolong orang orang yang kesusahan; membangun masjid, jalan,
jembatan, dan sebagainya.
Infaq dikeluarkan setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan
tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Surat Ali Imron: 134

ۗ ‫ع ِن ْل َعافِين ََاو‬
َ ‫اء لنَّا ِسا‬ ِ ‫ظ ْل َك‬
ِ ‫اظ ِمين ََاو ِءالض ََّّر َاو‬ َ ‫س َّر ا فِي نَويُ ْن ِفقُينَ الَّ ِذ ْالغَ ْي‬
َّ ‫ل‬
‫للَّ ُه َاو ْل ُم ْح ِسنِينَ اي ُِحب‬
Artinya: Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.
Terkait dengan infaq ini Rasulullah SAW bersabda: ada malaikat yang
senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore : "Ya Allah SWT berilah orang yang
berinfak, gantinya. Dan berkata yang lain : "Ya Allah jadikanlah orang yang
menahan infak, kehancuran". (HR. Bukhori)

3.2.7 Tujuan Infaq


Adapun tujuan infaq dalam Islam adalah sebagai berikut :
1. Hendaklah infaq itu dilakukan dengan semata-mata mengharapkan
keridhaan Allah SWT dan kecintaannya untuk memperoleh pahala dari-
Nya sertaridha-Nya.
2. Infaq hendaklah untuk menolong sesama di dalam masyarakat serta
mewujudkan solidaritas sosial.

19 | P a g e
3. Agar manusia mernyadari tanggung jawabnya, baik terhadap dirinya
sendiri, keluarganya, memperhatikan kesejahteraan sosial serta
mendinamisir perekonomiannya.
4. Untuk mengurangi beban baitul mal dalam menghidupi orang-orang yang
kurang mampu serta membantu negara untuk memberantas kemiskinan
atau mensejahterakan masyarakat.

3.2.8 Manfaat Infaq


Infaq merupakan sesuatu yang sangat bermanfaat, baik bagi yang
menerima zakat maupun yang memberi zakat. Dalam surat Al-Baqarah ayat
261 yang berarti :
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir; pada setiap bulir seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunia-nya) lagi Maha Mengetahui”.
Sehingga dapat ditafsirkan bahwa seseorang yang memberikan hartanya di
jalan Allah atau berinfaq akan mendapatkan imbalan 700kali dari apa yang dia
berikan kepada orang lain. Hal ini membuktikan bahwa berinfaq tidak hanya
memberikan keuntungan bagi yang menerima, namun juga dapat memberi
keuntungan kepada pemberi infaq.
Selain dari Surat Al-Baqarah ayat 261, masih banyak manfaat atau pahala
yang diberikan kepada Allah SWT kepada umat muslim yang melukan infaq.
Beberapa diantaranya yaitu :
1. Dalam Hadis Qudsi, Allah berfrman :
Wahai Bani Adam! lakukanlah infaq, pasti Aku akan limpahkan kurnia
kepadamu. Sesungguhnya nikmat dan kelebihan Nya, sangat penuh
berlimpah ruah, tidak susut sedikitpun baik siang maupun malam.
2. Allah memerintahkan manusia supaya melakukan infaq dan
membelanjakan sebagian rizqi yang telah dilimpahkan-Nya kepada fakir,
miskin, orang yang sangat memerlukannya dan untuk kebaikan dan
kemanfaatan orang banyak.

20 | P a g e
3. Allah tetap dan pasti membalas infaq atau belanja yang telah dikeluarkan
hamban-Nya, dan akan dibalas berlipat ganda. Allah membalas dengan
cara-Nya sendiri, baik hamba-Nya sadar atau tidak sadar, balasan-Nya
akan melimpah kepadanya di dunia atau ditangguhkan pada waktu yang
ditentukan-Nya sendiri atau ditangguhkan-Nya pada hari akhirat kelak.
4. Allah mempunyai gudang rizki dan nikmatnya sangat penuh, bertumpuk
dan melimpah ruah, tidak pernah susut isinya dan tidak pernah berkurang,
oleh karena itu jangan merasa ragu melakukan infaq kepada kerabat,
keluarga dan family terdekat (yang bukan menjadi tanggungannya) ada
lebih utama daripada ke orang lain. Sesudah mereka, barulah dilakukan
kepada orang-orang fakir yang taat kepada Allah. Mendahulukan mereka
daripada orang yang tidak melaksanakan kewajiban agamanya, akan
menjaga dan merangsang mereka untuk terus berpegang kepada agamanya.
Demikianlah seterusnya dan diutamakan mana yang lebih besar
manfaatnya, lebih bermanfaat kegunaannya dan lebih banyak buahnya.
5. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 245 :
Siapakan yang mau memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik?
Allah akan melipatgandakan pahalanya dengan lipat ganda yang banyak.
Dan Allah yang menyempitkan dan Yang melapangkan rizki. Dan kepa-
Nya kalian dikembalikan
6. Dalam Surat Al-Hadid ayat 7 :
Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Allah pinjaman yang
baik? Allah akan melipatkan gandakan pahala baginya yang mulia.
7. Dalam Surat Fathir Ayat 29-30
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizkinya yang Kami
anugerahkan kepada mereka baik secara diam-diam maupun secara terang
terangan. Merekalah yang mengharapkan perniagaan yang tidak akan rugi.
Karena Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah
kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penerima Syukur.

21 | P a g e
3.2.9 Ketentuan Infaq Dalam Ekonomi Islam
Adapun ketentuan-ketentuan umum dalam menafkahkan harta dalam
Islam dapat dibagi menjadi dua, yaitu ketentuan-ketentuan untuk menafkahkan
harta yang merupakan milik perorangan (fardi) dan ketentuan-ketentuan
menafkahkan harta yang merupakan milik (kepentingan) umum.
1. Ketentuan-ketentuan untuk menafkahkan harta yang merupakan
milik perorangan (fardi).
a. Hendaklah ia tidak berlebih-lebihan (at-tabdzir) dalam menafkahkan
hartanya dan tidak pula terlalu sedikit dalam menafkahkan harta (at-taqtir).
b. Membatasi dalam menafkahkan hartanya pada halal-halal yang merupakan
kebutuhan sekunder maupun tersier (kamaliyyat) dan lebih mengutamakan
pada kebutuhan primer.
c. Janganlah menafkahkan seluruh harta yang dimiliki.
d. Hendaklah menafkahkan hartanya sesuai dengan kemampuan dan
kelonggarannya (hasab as-sa'ah).
2. Ketentuan-ketentuan untuk menafkahkan harta yang merupakan milik
(kepentingan) umum.
a. Hendaklah pemerintah (ulul amri) bisa menjadi teladan (qudwah) dalam
infaq terhadap harta yang merupakan milik umum.
b. Penertiban dan pengaturan dalan eksploitasi kebutuhan-kebutuhan pokok.
c. Hendaklah harta milik umum tersebut difungsikan dengan benar dan
menginvestasikannya, mempergunakannya agar memiliki hasil serta
menjaga serta memeliharanya dengan baik.
d. Membiasakan diri untuk melakukan mu'amalah maliyah pada lembaga-
lembaga keuangan (baik bank maupun yang bukan bank) yang telah
ditetapkan oleh agama kita (Islam) (yang sesuai dengan ketentuan agama
Islam).
e. Penyesuaian penggunaan harta milik umum pada masalah-masalah
perekonomian yang dominan, seperti ketikan terjadinya inflasi ataupun
pada masalah kredit macet.
f. Hendaklah menghindari dalam penggunaan harta milik umum pada
mu'amalah yang mengandung riba (mu'amalah ribawiyah)

22 | P a g e
g. Hendaknya harta milik umum tersebut digunakan untuk menolong negara-
negara yang miskin, atau yang tertimpa bencana alam.

3.2.10 Pelaksanaan Infaq


Pelaksanaan Infaq dilakukan dengan cara memberikan infaq secara
langsung kepada orang menerima infaq, baik secara tersembunyi/rahasia (sirry)
maupun secara terang-terangan (alaniy), asalkan dilakukan dengan cara ikhlas
dan terlepas dari sikap ria. Dalam surat Al-Baqarah ayat 271 yang berarti:
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan
jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir,
maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan
dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”

4. SHODAQOH
3.2.11 Pengertian Shodaqoh
Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian
yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan
sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu
pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap
ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas oleh
para fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu’ (sedekah secara spontan
dan sukarela).
Di dalam Alquran banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum Muslimin
untuk senantiasa memberikan sedekah. Di antara ayat yang dimaksud adalah
firman Allah SWT yang artinya: ”Tidak ada kebaikan pada kebanyakan
bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena
mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala
yang besar.” (QS An Nisaa [4]: 114). Hadis yang menganjurkan sedekah juga
tidak sedikit jumlahnya.

23 | P a g e
Menurut fuqaha, sedekah dalam arti sadaqah at-tatawwu’ berbeda dengan
zakat. Sedekah lebih utama jika diberikan secara diam-diam dibandingkan
diberikan secara terang-terangan dalam arti diberitahukan atau diberitakan
kepada umum. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi SAW dari sahabat Abu
Hurairah. Dalam hadits itu dijelaskan salah satu kelompok hamba Allah SWT
yang mendapat naungan-Nya di hari kiamat kelak adalah seseorang yang
memberi sedekah dengan tangan kanannya lalu ia sembunyikan seakan-akan
tangan kirinya tidak tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya
tersebut.
Sedekah adalah salah satu manfaat dan kebaikan harta. Banyak jenis
ibadah yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan harta. Keterbatasan dalam
harta bisa menjadi keterbatasan dalam beribadah.
Nabi SAW berpesan kepada orang miskin, agar mereka tidak
menghalangi dirinya dari keutamaan dan pahala sedekah harta. Mereka boleh
bersedekah sesuai dengan kemampuannya, meskipun sedikit.
Sebab menyedekahkan harta yang dibutuhkan meski sedikit, jauh lebih
baik dari pada menyedekahkan harta yang tidak dibutuhkan meski banyak.
Hal ini dikarenakan motivasi orang tak punya dalam bersedekah harta
adalah keimanan, tawakal kepada Allah, serta keyakinan terhadap rezeki dan
bantuan Allah. Berbeda dengan orang kaya yang bersedekah dari hartanya
yang berlimpah. Artinya yang miskin dan tidak punya harta juga dapat
bersedekah.
Rasulullah sukses membangun masyarakat Muslim yang sejahtera, adil
dan makmur di atas landasan kasih sayang, antara lain sedekah. Sedekah itu
mempunyai artinya sangat luas, tidak hanya berupa mengeluarkan harta benda
untuk orang-orang dhuafa. Mengusap kepala anak yatim juga termasuk
sedekah. Membantu orang-orang tua yang kesulitan melangkah atau membawa
sesuatu juga termasuk sedekah. Bahkan, menyingkirkan duri dari jalan juga
termasuk sedekah.
Rasulullah memberikan contoh melalui perbuatan dan perkataannya. Hal
ini serupa dengan yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qoyyim:

24 | P a g e
“Apabila beliau melihat seseorang yang bakhil, beliau mendoakannya agar
keadaan berubah, sehingga mau berkorban dan memberi. Barangsiapa yang
berinteraksi dengan beliau dan melihat petunjuk beliau, niscaya ia tidak kuasa
untuk menolak toleransi dan seruan beliau.”
“Al-Hasan mengatakan: Al Ahnaf pernah melihat seorang laki-laki yang
menggenggam uang dirham. Lalu ia bertanya: “Milik siapa itu?”, lelaki itu
menjawab: “Milikku”, Al Ahnaf berkata: “Tidak, uang itu bukan milikmu
hingga engkau mengeluarkannya untuk mendapatkan pahala atau sebagai rasa
syukur”.
Perkataan tersebut menjelaskan bahwa didalam harta yang kita punya
masih terdapat hak orang lain yang membutuhkan, dan akan menjadi milik kita
apabila telah dikeluarkan untuk sedekah dan berbagi kepada orang lain.
Pada zaman Rasulullah dan Sahabat, sedekah tidak dikordinir seperti
halnya zakat. Sedekah diberikan secara langsung kepada orang yang
membutuhkan tanpa melalui Baitul Mal ataupun lembaga sedekah.
Berdasarkan literatur hadits bahwa Rasulullah bersedekah dengan berbagai
cara, dan mensosialisasikannya melalui perkataan dan perbuatan beliau saat
itu.

3.2.12 Hukum Shodaqoh


Para fuqaha sepakat hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah,
berpahala bila dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Di samping
sunah, adakalanya hukum sedekah menjadi haram yaitu dalam kasus seseorang
yang bersedekah mengetahui pasti bahwa orang yang bakal menerima sedekah
tersebut akan menggunakan harta sedekah untuk kemaksiatan. Terakhir ada
kalanya juga hukum sedekah berubah menjadi wajib, yaitu ketika seseorang
bertemu dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam
keselamatan jiwanya, sementara dia mempunyai makanan yang lebih dari apa
yang diperlukan saat itu. Hukum sedekah juga menjadi wajib jika seseorang
bernazar hendak bersedekah kepada seseorang atau lembaga.

25 | P a g e
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Masalah ekonomi merupakan masalah yang universal. Oleh karena itu, seluruh dunia
menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Dalam pandangan Islam,
permasalahan ini tidak dapat diselesaikan hanya melalui perubahan yang bersifat kosmetik
belaka, diperlukan perubahan yang bersifat mendasar mulai dari tatanan filosofi yang akan
membentuk teori ekonomi Islam, yang kemudian akan membentuk prinsip-prinsip sistem
ekonomi Islam sehingga pada akhirnya akan terbentuk secara otomatis perilaku Islami
dalam ekonomi.
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi
kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam
Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik
manusia, melainkan hanya titipan dari Allah SWT agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi
kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT
untuk dipertanggungjawabkan.
MANFAAT ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQAH:
1. SARANA PEMBERSIH JIWA
2. REALISASI KEPEDULIAN SOSIAL
3. SARANA UNTUK MERAIH PERTOLONGAN ALLAH SWT
4. UNGKAPAN RASA SYUKUR KEPADA ALLAH SWT
Infaq dapat diberikan kepada siapa saja dan dimana saja kepada orang yang
memerlukan. Berbeda dengan zakat, infaq tidak menentukan jumlah harta yang harus
dikeluarkan. Dalam pelaksanaannya, infaq dapat dilakukan secara sembunyi atau terang-
terangan, tergantung dari maksud pemberi infaq. Ketentuan infaq juga sudah jelas diautur
oleh beberapa ayat di Al-quran, jadi sudah tidak ada alasan bagi seseorang yang
mempunyai harta lebih untuk berinfaq.

26 | P a g e
4.2 Saran
Ekonomi dalam Islam mengajarkan seorang muslim harus memperhatikan ketentuan-
ketentuan syari’at, dimana Islam sebagai way of life, sebagai rahmatan lil alamin telah
memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana suatu keteraturan itu dibentuk
disemua lini kehidupan baik dunia maupun akhirat, termasuk aturan dalam bermuamalah
atau kita persempit lagi, aturan berekonomi. Dalam perekenomian Islam tersebut sangat
dilarang yang namanya riba dan sejenisnya. Hal ini dilarang karena dapat merugikan baik
dalam bentuk materi atau lainnya. Oleh karna itu, hendaknya kita melakukan suatu usaha
ekonomi secara jujur, terbuka tanpa ada suatu hal yang ditutupi agar tidak ada pihak yang
dirugikan.

27 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

 Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
 Behesti, Muhammad H. 1992. Kepemilikan dalam Islam, Penerjemah: Luqman Hakim,
dkk. Jakarta: Pustaka Hidayah.
 Imtihana, Aida, dkk. 2009. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Palembang: Universitas
Sriwijaya
 Lubis, Suhrawardi K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
 Mannan, M. Abdul. 1970. Islamic Economics: Theory and Practice. dalam Delhi. Sh. M.
Ashraf.
 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2009. Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pers
 Prihatna, Andi Agung. 2005. Revitalisasi Filantrofi Islam Studi Kasus Lembaga Zakat dan
Wakaf di Indonesia, Editor: Chaidar S. Bamualim, dkk. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya
UIN Syarif Hidayatullah.
 Disampaikan pada acara Diskusi Publik, yang diselenggara oleh Hizbut Tahrir Australia,
di Masjid al-Hijrah, Sydney, Australia.
 Istitsmar Al-Waqf wa Thuruquhu Al-Qadimah wa Al-Haditsah, Prof. Dr. Ali Muhyiiddin
Al-Qarrah Daghy, Maktabah Misykah Al-Islamiyah (Guru Besar Fak. Syariah- Qatar
University, Anggota Majami’ Fiqhiyyah, Anggota Majelis Eropa untuk Fatwa dan
Penelitian Islam).
 http://chandrayuliasman.blogspot.com/2013/06/fiqh-kontemporer-ziswaf-zakat-infaq.html
 http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-45452-Islamiah-
Ekonomi%20Syari%27ah.html
 http://candra-pacitan.blogspot.com/2009/04/zakat-infaq-dan-shodaqoh.html
 http://pembelajarekis.blogspot.com/2011/06/pengertian-zakat-infaq-dan-shodaqah.html
 http://echtheid-irsan.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
 http://ellinjuniarti.blogspot.com/2013/03/makalah-ekonomi-islam_5186.html

28 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai