Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWAATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN

SISTEM PULMONAL

KEPERAWATAN GERONTIK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik
Dosen Pengampu:Ns. Hanny Rasni, S.Kp., M.Kep

oleh
Kelompok 2
Milasari Lestia Devi 162310101117
Rosa Rizqi Amalia 162310101138
Nurul Hidayah 162310101144
Dwi Linda Aprilia A 162310101150
Muhamad Nazeh A 162310101155

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala limpahan
rahmat, karunia dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul ”Asuhan Keperawaatan Pada Lansia dengan
Gangguan Sistem Pulmonal” ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan makalah ini tentunya banyak pihak yang turut membantu
penulis dalam proses penyusunannya, untuk itu penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada :
1. Dosen penanggung jawab mata kuliah Ns. Tantut Susanto M.Kep., Ph.D
yang telah memberikan tugas makalah Keperawatan Gerontik,
2. Dosen pembimbing Ns. Latifa Aini S, M.Kep,S.Kep.yang telah
membimbing penulis dalam proses pembuatan makalah ini,
3. Keluarga besar kelas D angkatan 2016 Fakultas Keperawatan Universitas
Jember yang selalu kompak dan saling berbagi ilmu, dan
4. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
berbagi pengetahuan ilmu serta pengalaman.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak dan
rekan-rekan pembaca. Dan mudah-mudahan karya tulis yang sederhana ini dapat
memberikan manfaat dan dapat menjadi sumber referensi bagi para pembaca.

Jember, 13 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3

2.1 Proses Menua ....................................................................................... 3


2.2Perubahan pada Sistem Pulmonal ........................................................... 5
2.3Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Penuaan Pulmonal ...... 6

BAB 3. PEMBAHASAN ..................................................................................... 9

BAB 4. PENUTUP............................................................................................... 25

4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 25


4.2 Saran ..................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26

LAMPIRAN ......................................................................................................... 27

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur seseorang.


Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur tersebut.
Semakin bertambah umur semakin berkurang fungsi – fungsi organ tubuh, salah
satunya fungsi sistem respirasi. Hal itu ditandai dengan banyaknya lansia yang
memiliki masalah pada sistem respirasi. Gangguan sistem respirasi diperkirakan
akan naik pada urutan ke-6 penyebab kematian terbanyak pada tahun 2020,
terutama pada lansia berumur 65 tahun diperkirakan 14,2% (11-18%) dan akan naik 2
kali lipat setiap kenaikan usia 10 tahun (Hanania dalam Fasitasari, 2013). Salah satu
penyakit sistem respirasi yaitu efusi pleura.

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi
normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan viseralis dapat berupa
transudat atau cairan eksudat (Halim dalam Puspita, 2015). Di negara-negara
barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati,
keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang
berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis (Lee
dalam Puspita, 2015).

Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita


untuk memeriksakan kesehatan sejak dini. Faktor resiko terjadinya efusi pleura
diakibatkan karena lingkungan yang tidak bersih,sanitasi yang kurang, lingkungan
yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan
prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan
kesehatan. Prevalensi efusi pleura di dunia diperkirakan sebanyak 320 kasus per
100.000 penduduk di negara-negara industri dengan penyebarannya tergantung
dari etiologi penyakit yang mendasarinya. Angka kejadian efusi pleura di
Amerika Serikat ditemukan sekitar 1,5 juta kasus per tahunnya dengan penyebab
tersering gagal jantung kongestif, pneumonia bakteri, penyakit keganasan, dan
emboli paru (Weber dan Robbins, 2014). Hasil penelitian di salah satu rumah

1
sakit di India pada tahun 2013-2014 didapatkan prevalensi efusi pleura sebanyak
80 kasus dengan penyebab terbanyak tuberkulosis paru (Jamaluddin, 2015). Di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali tahun 2013 didapatkan 107
pasien efusi pleura yang dirawat inap selama tahun 2013. Dari 107 pasien,
didapatkan penyebab efusi pleura, yaitu malignansi (34.6%), pneumonia (15%),
TB paru (10.3%), demam berdarah (dengue haemorrhagic fever/DHF) (4.7%),
komplikasi post-thoracotomy (2.8%), systemic lupus erythematous/SLE (0.9%),
gagal jantung kongestif (congestive heart failure/CHF) (15.9%), gagal ginjal
kronis (chronic kidney disease/CKD) (9.3%), sirosis hepar (3.7%), dan
hipoalbuminemia (2.8%)

Prevalensi efusi pleura di Indonesia mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi


saluran napas lainnya (Kurniadi, 2015). Insiden efusi pleura yang tinggi terdapat
pada beberapa data di rumah sakit Indonesia.

Karena proses efusi pleura disebabkan oleh peningkatan produksi cairan


ataupun berkurangnya absorbsi. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit
pada pleura yang paling sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari
kardiopulmoner, inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan
diterapi (Sinaga, 2017).

Dengan penjabaran diatas terkait dengan proses terjadinya efusi pleura pada
lansia maka penulis tertarik untuk membahas mengenai efusi pleura pada lansia
dan contoh masalah kesehatan yang timbul, serta mencari alternatif intervensi
sebagai tata laksana pada klien dengan efusi pleura.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengaruh penuaan pada pleura dan pengaruhnya terhadap kesehatan
lansia?
2. Bagaimana proses terjadinya efusi pleura pada lansia?
3. Apa alternatif intervensi yang dapat diberikan terhadap masalah kesehatan
efusi pleura pada lansia?

1.3 Tujuan

2
Mengetahui pengaruh dari proses terjadinya efusi pleura pada lansia terhadap
kesehatandan intervensi yang efektif dalam penanganan terhadap resiko maupun
masalah pada klien dengan efusi pleura.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Menua

Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur


seseorang. Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur
tersebut. Semakin bertambah umur semakin berkurang fungsi – fungsi organ
tubuh. Banyak faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut, sehingga
munculah teori – teori yang menjelaskan mengenai faktor penyebab proses
penuaan ini. (Sunaryo dkk, 2015)
A. Teori Proses Menua
1. Teori Biologis
Teori biologis dapat dibagi menjadi :
a. Teori Genetik Clock
Teori tersebut menyatakan bahwa menua telah terprogram secara
genetik untuk species – species tertentu. Tiap species mempunyai
didalam nuklei ( inti selnya )suatu jam genetik yang telah diputar
menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan
akan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut
konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun
tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal. Konsep ini didukung kenyataan bahwa ini merupakan cara
menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya
perbedaan harapan hidup yang nyata.
b. Teori Mutasi Somatik ( teori error catastrophe )
Menurut teori ini faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi
somatik . sebagai contoh diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur sebaliknya menghindarinya dapqaat
mempperpanjang umur.menurut teori ini terjadinya mutasi yang
progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsi sel tersebut. Sebaai salah satu hipotesis
yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis error
catastrope.

4
c. Teori Auto imun
Dalam proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi oleh zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut, sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat dibentuk di alam bebas. Tidak stabilnya radikal
bebas mengakibatkan oksigenasi bahan – bahan organik seperti KH
dan protein.radikal ini menyebabkansel – sel tidak dapat beregenerasi.
2. Teori Sosial
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan
adalah teori pembebasan ( disengagement teori ). Teori tersebut
menerangkan bahwa dengan berubahnya usi seseorang secara berangsur
– angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun, baik secara kualitatif
maupun kuantitasnya sehingga sering terjadi kehilangan ganda yaitu :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak fisik
3. berkurangnya komitmen
3. Teori Psikologi
Setiap individu harus memperhatikan tugas perkembangan yang
spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan memberikan perasaan
bahagia dan sukses. Tugas perkembangan yang spesifik ini tergantung
pada maturasi fisik, penghargaan kultural masyarakat dan nilai serta
aspirasi individu. Tugas perkembangan pada dewasa tua meliputi
penerimaan adanya penurunan kekuatan fisik dan kesehatan, penerimaan
masa pensiun dan penurunan income.penerimaan adanya kematian dari
pasangannya dan orang – orang yang berarti bagi dirinya.
Mempertahankan hubungan dengan group yang seusianya, adopsi dan
adaptasi deengan peran sosial secara fleksibel dan mempertahankan
kehidupan secara memuaskan(Sunaryo dkk, 2015).

5
B. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Penuaan
Faktor yang dapat mempengaruhi penuaan antara lain (Kholifah S.N,.
2016):
1. Hereditas atau ketuaan genetic
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stres

2.2 Perubahan pada Sistem Pulmonal


Berikut adalah penjelasan tentang penyakit pernapasan pada lansia yang
dimulai dengan penjelasan tentang perubahan anatomic dan fisiologik jantung
Perubahan anatomik pada respirasi

Efek penuaan tersebut dapat terlihat dari perubahan-perubahan yang


terjadi baik dari segi anatomi maupun fisiologinya. Perubahan-perubahan
anatomi pada lansia mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan
perubahan fungsi sel, jaringan atau organ. Perubahan anatomi yang terjadi
turut berperan terhadap perubahan fisiologis sistem pernafasan dan
kemampuan untuk mempertahankan homeostasis. Penuaan terjadi secara
bertahap sehingga saat seseorang memasuki masa lansia, ia dapat beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi. Perubahan anatomik sistem respirastory
akibat penuaan. Pertama, paru-paru kecil dan kendur, hilangnya rekoil elastis
dan pembesaran alveoli. Implikasi dari hal ini adalah penurunan daerah
permukaan untuk difusi gas. Kedua, penurunan kapasitas vital penurunan
PaO2 residu. Implikasi dari hal ini adalah penurunan saturasi O2 dan
peningkatan volume. Ketiga, pergeseran bronkus dengan peningkatan
resistensi. Impliksi dari hal ini adalah dyspnea saat aktivitas. Keempat,
klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
Implikasi dari hal ini adalah emfiema sinilis, pernafasan abnominal,
hilangnya suara paru pada bagian dasar paru. Implikasi dari hal ini adalah
atelektasis. Keenam, kelenjar mukus kurang produktif. Implikasi dari hal ini

6
adalah akumulasi cairan, sekresi kental dan sulit dikeluarkan. Ketujuh,
penurunan sensitivitas sfingter esofagus. Impliksi dari hal ini adalah
hilangnya sensasi haus dan silia kurang aktif. Kedelapan, penurunan
sensitivitas kemoreseptor. Implikasi dari hal ini adalah tidak ada perubahan
dalam PaCO2 dan kurang aktifnya paru – paru pada gangguan asam basa
(Sunaryo dkk, 2015).

2.3 Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Penuaan Pulmonal

1) Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan mengenai masalah gangguan
integritas kulit meliputi
a. Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu ada saat pengkajian mencakup
nama/inisial, umur, jenis kelamin, agama, status pernikahan,
pekerjaan, pendidikan.
b. Riwayat kesehatan saat ini
Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
keluhan seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada
dada, bearat badan menurun. Perlu untuk ditanyakan sejak kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura
seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lain sebagainya.
d. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
a. Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan disertai penggunaan
otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang
asietris (pergerakan dada tertinggi pada sisi yang sakit), iga melebar,

7
rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian
batuk yang produkstif dengan sputum purulen.
b. Palpasi
Pendorongan mediastinum kea rah hemithoraks kontralateral yang
diketahui dari posisi trachea dan iktus cordis. Taktil fremitus
menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya >300
cc. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding
dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
c. Perkusi
Suara perkusi redup sehingga pekak tergantung dari jumalah
cairannya
d. Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada
posisi duduk, cairan semakin ke atas semakin tipis..
2) Diagnosis
Diagnosis yang dapat muncul dengan masalah pernafasan pada lansia
yaitu Sindrom lansia lemah, Ketidakefektifan pola pernapasan dan
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan. Sindrom lansia lemah
merupakan status dinamik dari ekuilibrium yang tidak stabil yang
mempengaruhi individu lansia dalam mengalami penyimpangan pada satu
atau lebih domain kesehatan (fisik, fungsi, psikologis atau sosial) dan
menimbulkan peningkatan kerentanan untuk mengalami efek
penyimpangan kesehatan, terutama disabilitas. Batasan karakteristik yaitu
keletihan dan intoleransi aktivitas. Faktor yang berhubungan meliputi
penurunan kekuatan otot.
Ketidakefektifan pola pernapasan yaitu Inspirasi dan / atau ekspirasi
yang tidak memberi ventilasi adekuat.Batasan karakteristik Pola nafas
abnormal (dispnea). Faktor yang berhubungan posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru.
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan yaitu Asupan
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.Batasan

8
karakteristik yaitu kurang minat pada makanan dan gangguan sensasi rasa.
Faktor yang berhubungan asupan diet kurang (NANDA, 2018).
3) Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana intervensi yang dapat dilakukan terkait perubahan pola
nafas yaituMonitor indikator akan tidak adanya kondisi rileks, misalnya
pergerakan, pernafasan yang sulit, nafas sulit, bicara, dan batuk.
Intruksikan pada pasien untuk bernafas dalam dan pelan serta
menghembuskan nafas dan melepaskan ketegangan. Berikan waktu bagi
pasien untuk mengekspresikan perasaan terkait dengan intervensi. Dukung
pasien untuk mempraktikan sesi secara teratur bersama perawat.

9
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Analisis Jurnal

Fisioterapi pernafasan dapat dilakukan sebagai terapi untuk


meringankan dyspnea sehingga fungsi pernafasan dapat meningkat pada
lansia dengan efusi pleura. Penelitian oleh Demet et.al pada 2014 dengan
judul “The effects of a physiotherapy programme on patients with a
pleural effusion: a randomized controlled trial” menyebutkan fisioterapi
yang dapat dilakukan salah satunya adalah latihan control pernafasan
(pursed lips breathing).
Intervensi diberikan kepada 104 pasien dengan rentang usia 18-80
tahun dengan kriteria diagnosis didasarkan padaadanya temuan radiologi
konsisten dalam radiografi dadaposteroanterior dan lateral selain
presentasi klinis (dyspnea,nyeri dada pleuritik, batuk non-produktif dan
demam, yang memiliki harapan hidup lebih tinggi dari tiga bulan.
Penelitian ini mengevaluasi dari pengobatan medis pasien disertai
fisioterapi dada dengan pengobatan medis pasien tanpa disertai fisioterapi
dada. Kelompok intervensi diberikan fisioterapi dada oleh peneliti dan
dalam kelompok control tidak dilakukan fisioterapi dada (Demet et.al,
2014).
Peneliti menggunakan spirometri sebagai alat ukur dalam
penelitian. Fungsi paru pasien diukur menggunakan spirometri saat
sebelum dilakukan fisioterapi dada dan setelah dilakukan fisioterapi dada.
Prosedur fisioterapi dada antara lain: posisikan pasien dalam keadaan
duduk senyaman mungkin, minta pasien menarik nafas melalui hidung,
kemudian menghembuskan nafas melalui mulut dengan mengerucutkan
bibir seperti meniup lilin, kegiatan dilakukan beberapa kali sampai pasien
merasa lebih nyaman dan mudah dalam bernafas (Demet et.al, 2014).
Penelitian menunjukkan hasil data bahwa tidak ada perbedaan hasil
yang signifikan antara kedua kelompok sebelum diberikan intervensi
fisioterapi dada. Setelah dilakukan intervensi didapatkan hasil perbedaan
yang signifikan terhadap kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada
kelompok intervensi menunjukkan hasil fungsi paru meningkat dan

10
menurunkan keparahan dari dyspnea yang dialami pasien (Demet et.al,
2014). Berdasarkan hasil tersebut yang terbukti efektif sebagai terapi
meringankan dyspnea, penulis berpendapat bahwa intervensi tersebut
dapat diterapkan di Indonesia mengingat kemudahan dalam melakukan
implementasi dan sumber daya yang digunakan.
Keefektifan intervensi fisioterapi dada (pursed lips breathing)
dikuatkan oleh hasil penelitian Mahler pada tahun 2017 dengan judul
“Evaluation of Dyspnea in the Elderly”. Penelitian Mahler menyebutkan
bahwa dyspnea dapat diringankan dengan cara antara lain: melakukan
pursed lips breathing, posisi tubuh, dan pelatihan otot inspirasi (Mahler,
2017).

3.2 Pengkajian Keperawatan

I. Identitas Klien
Nama : Ny. D
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Patrang
Status Perkawinan : Cerai Mati
Sumber Informasi : Klien, anak klien, saudara klien, hasil rontgen
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien mengeluh pernapasannya tidak selancar sebelum pulang dari ibadah
haji.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien sering merasa sesak napas dan batuk setelah pulang dari haji. Klien
mengatakan mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi sesak napas dan
batuknya. Di bulan Desember klien merasa penyakitnya semakin parah dan

11
memeriksakan dirinya, lalu didiagnosa efusi pleura bilateral. Klien
mengeluh nafsu makannya menurun.
3. Riwayat Kesehatan Terdahulu
a. Penyakit yang Pernah Dialami
Klien mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus pada tahun 2010.
b. Alergi
Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan maupun obat – obatan
c. Imunisasi
Klien mengatakan bahwa beliau lupa mengenai imunisasi apa saja yang
pernah diterima
d. Kebiasaan
Klien jika sakit biasa seperti batuk hanya minum obat yang dibeli di
warung atau apotik, untuk kebiasaan makan sebelum sakit, klien makan
3 kali setiap hari dan mengkonsumsi semua makanan tanpa ada
pantangan.
e. Obat – obatan yang digunakan
Klien mengatakan bahwa untuk mengurangi sesak napasnya klien
mengkonsumsi obat yang dibeli di apotik atau warung. Namun setelah
di rumah sakit, klien mengkonsumsi obat dari rumah sakit.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa tidak ada keluarganya yang sakit diabetes
mellitus.
5. Genogram

12
Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien

: Tinggal dalam satu rumah

III. Pengkajian Keperawatan Gordon


a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit : Sebelum sakit klien jika sakit hanya minum obat yang
dibeli di warung atau apotik. Klien mengatakan
sebelumnya tidak pernah merasa sesak napas.
Setelah sakit : Klien jika merasa sakit langsung memeriksan keadannya
ke dokter.
b. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Klien mengatakan makannya teratur 3 kali sehari dan
tidak ada pantangan makanan apa pun
Setelah sakit : Klien mengatakan makannya sekarang hanya 2 kali
sehari karena merasa mual dan tidak boleh makan
pedas dan asam. Klien mengatakan makan hanya
sekitar 4 sendok.
c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan BAK sekitar 4 kali sehari dan BAB 1
kali sehari.
Setelah sakit : Klien mengatakan untuk BAK seperti sebelum sakit,
namun untuk BAB lebih jarang dari sebelum sakit.
d. Pola aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Sebelum sakit : Klien mengatakan untuk aktivitas sebelum sakit dapat
melakukannya secara mandiri.
Setelah sakit : Klien mengatakan untuk aktivitas terkadang bisa sendiri
namun kadang dibantu oleh anaknya; seperti ke kamar
mandi, klien mengatakan mudah lelah.

13
e. Pola tidur & istirahat
Sebelum sakit : Klien mengatakan pola tidur & istirahat klien tidak
terganggu. Klien bisa tidur siang dan malam dengan
nyenyak.
Setelah sakit : Klien mengatakan pola tidur & istirahat setelah sakit
terganggu, ketika sesak napas dan batuk tidurnya
terganggu.
f. Pola kognitif & perceptual
Sebelum sakit : Daya penciuman,perabaan, perasa, penglihatan, dan
pendengaran klien tidak mengalami gangguan.
Setelah sakit : Daya penciuman,perabaan, perasa, penglihatan, dan
pendengaran klien tidak mengalami gangguan.
g. Pola persepsi diri
Sebelum sakit : Klien memiliki pola persepsi yang baik dengan
kesehatan, dengan makan masakannya sendiri, jarang
beli makan makanan di luar
Setelah sakit : Klien merasa khawatir jika nanti penyakitnya akan
kambuh.
h. Pola seksualitas & reproduksi
Sebelum sakit : Klien memiliki 3 orang anak, anak pertama dan terakhir
perempuan, untuk anak ke dua laki-laki sudah
meninggal ketika masih kecil. Suami klien sudah
meinggal.
Setelah sakit : Pola seksualitas & reproduksi klien tidak memiliki
perbedaan dengan sebelum sakit.
i. Pola peran & hubungan
Sebelum sakit : Klien senang memasak untuk memenuhi kebutuhan
dirinya dan anak anaknya yang tinggal serumah
dengannya. Hubungan klien dengan anak dan
keluarganya baik.
Setelah sakit : Semenjak masuk rumah sakit mengalami perubahan
dalam menjalani perannya seperti tidak bisa memasak.

14
Sebelum dan selama sakit,klien berhubungan baik
dengan kerabat dan anak.
j. Pola manajemen koping-stress
Sebelum sakit : Klien mempunyai social support saat mengalami
masalah. Saat mengalami masalah,klien cenderung
mengungkapkan segala keluhan yang dialaminya.
Setelah sakit : Klien merasa bosan harus minum obat terus selama sakit.
k. System nilai & keyakinan
Sebelum sakit : Klien mampu melaksanakan ibadahnya dengan
sebagaimana mestinya.
Setelah sakit : Klien tidak mengalami gangguan saat ibadah.

IV. Pengkajian Keperawatan


1. Tanda – tanda Vital dan Keadaan Umum
a. Keadaan Umum
Composmentis
GCS : E4 V5 M6
b. Tanda – tanda Vital
Tekanan Darah : 145/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
RR : 23 x/menit
Suhu : 36,7 °C
2. Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
a. Kepala
I : rambut klien terdapat uban, persebaran rambut merata
P : Tidak ada benjolan dan nyeri tekan
P : Tidak terkaji
A : Tidak terkaji
b. Mata
I : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
P : Tidak ada nyeri
P : Tidak terkaji
A : Tidak terkaji

15
c. Telinga
I : Simetris kanan kiri, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
P : Tidak ada nyeri tekan
P : Tidak terkaji
A : Tidak terkaji
d. Hidung
I : Lubang hidung simetris kanan kiri, tidak ada sekret
P : Tidak nyeri tekan dan berjolan
P : Tidak terkaji
A : Tidak terkaji
e. Mulut
I : Bibir pucat dan kering
P : Tidak terkaji
P : Tidak terkaji
A : Tidak terkaji
f. Leher
I : Tidak ada pembengkakan
P : tidak ada nyeri tekan dan benjolan
P : Tidak terkaji
A : Tidak terkaji
g. Dada
I : Simetris kanan kiri, gerakan napas berkurang, ada gerakan otot
bantu napas
P : Tidak ada benjolan
P : Pekak pada area jantung
A : Tidak terdapat wheezing
h. Abdomen
I : Perut asites, tidak ada lesi
P : Tidak terkaji
P : Timpani
A : Tidak ada nyeri dan benjolan
i. Urogenital

16
I : Tidak terkaji
P : Tidak terkaji
P : Tidak terkaji
A : Tidak terkaji
j. Ekstermitas
I : Tidak ada luka, tidak ada edema
P : Tidak ada nyaeri tekan
k. Kulit dan kuki
I : Kuku klien terlihat pucat, dibagian punggung terdapat bekas
luka gatal, kulit keriput
P : CRT < 2
P : Tidak terkaji
A : Tidak terkaji

3.3 Analisis Data

No Data Penunjang Etiologi Masalah

1. DS : Proses Penuaan Sindrom Lansia


1. Klien Lemah
mengatakan Penurunan fungsi tubuh
untuk aktivitas
terkadang bisa Penurunan kekuatan otot
sendiri namun
kadang dibantu Kelemahan
oleh anaknya;
seperti ke kamar Penurunan Aktivitas
mandi,
2. Klien
Sindrom lansia lemah
mengatakan
mudah lelah.
3. Klien
mengatakan
sudah tidak bisa

17
memasak lagi
seperti sebelum
sakit.
4. Klien
mengatakan
mempunyai
riwayat penyakit
diabetes mellitus
pada tahun 2010

DO :
1. Klien terlihat
lemah
2. Muka pucat
3. Klien tampak
lebih sering
tiduran di
kasurnya
4. Klien terlihat
lemah
5. TD : 145/90
mmHg
2. DS : Akumulasi cairan yang Ketidakefektifan
1. Klien mengatakan berlebihan di rongga Pola Napas
sering mengalami pleura
sesak nafas.
2. Klien mengatakan Penurunan ekspansi
sering batuk. paru

Sesak Napas
DO :
1. Klien post
hospitalisasi
Ketidakefektifan pola
dengan dx efusi

18
pleura napas
2. Ada bantuan otot
napas
3. Ada gerakan otot
bantu napas
4. Dyspnea
5. Klien terlihat
pucat
6. TD : 145/90
mmHg
7. RR : 23 x/menit
3. DS : Penumpukan cairan di Ketidakseimbanga
1. Klien mengatakan rongga pleura n nutrisi kurang
makannya dari kebutuhan
sekarang hanya 2 Menekan paru-paru tubuh
kali sehari karena
merasa mual. Ekspansi paru menurun
2. Klien mengatakan
tidak boleh makan Sesak Nafas
pedas dan asam.
3. Klien mengatakan Tidak nafsu makan
hanya makan
sekitar 4 sendok Ketidakseimbangan
makan. nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DO :
1. Klien terlihat lemas
2. Bibir klien pucat
4. DS: Penumpukan cairan di Gangguan Pola
1. Klien mengatakan rongga pleura Tidur
pola tidur dan
istirahatnya Menekan paru-paru
terganggu ketika

19
sesak napas dan
batuk Ekspansi paru menurun
2. Klien mengatakan
jika sesak nafas Sesak Nafas
hanya bisa
berbaring di kasur Gangguan Pola Tidur
DO:
1. klien terlihat
lemah
2. Klien terlihat sayu

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Sindrom lansia lemah berhubungan dengan kelemahan dan intoleransi
aktivitas ditandai dengan klien mudah lelah ketika melakukan aktivitas
berat.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ekspansi paru-paru
ditandai dengan klien sering sesak nafas dan batuk.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan diet kurang ditandai dengan nafsu makan klien menurun,
sering merasa mual dan muntah.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan status kesehatan
ditandai dengan Ny. D mengatakan pola tidur & istirahat klien setelah
sakit terganggu, ketika sesak napas dan batuk tidurnya terganggu.

20
4.5 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Paraf

1. Sindrom Lansia Lemah Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Energi (0180)
£
selama 1 x 24 jam diharapkan Sindrom 1. Kaji status fisiologi klien yang
Lansia Lemah dapat dipertahankan pada menyebabkan kelelahan sesuai
skala 2 dan ditingkatkan pada skala 3 dengan dengan konteks usia dan
kriteria hasil : perkembangan
1. Tingkat kelelahan 2. Anjurkan pasien mengungkapkan
perasaan secara verbal mengenai
keterbatasan yang dialami
3. Ajarkan klien mengenai
pengelelolaan kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan
4. Instruksikan klien atau orang
terdekat dengan klien mengenai
teknik perawatan diri yang
memungkinkan penggunaan energi

19
sehemat mungkin (monitor diri dan
teknik untuk melakukan aktivitas
sehari-hari)
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan asuhan keperawatan Relaksasi otot progresif (1460)
£
napas selama 1 x 24 jam diharapkan ketidakefektifa 1. Monitor indikator akan tidak adanya
pola dapat dipertahankan pada skala 3 kondisi rileks, misalnya pergerakan,
(deviasi sedang dari kisaran normal) dan pernafasan yang sulit, nafas sulit,
ditingkatkan pada skala 4 (deviasi ringan bocara, dan batuk.
dengan kisaran normal) dengan kriteria hasil 2. Intruksikan pada pasien untuk
: bernafas dalam dan pelan serta
1. Status Pernapasan menghembuskan nafas dan
melepaskan ketegangan.
3. Berikan waktu bagi pasien untuk
mengekspresikan perasaan terkait
dengan intervensi
4. Dukung pasien untuk mempraktikan
sesi secara teratur bersama perawat.
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nutrisi (1100)
£
nutrisi kurang dari selama 1 x 24 jam diharapkan 1. Monitor status nutrisi

20
kebutuhan tubuh ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 2. Atur diet yang diperlukan (yaitu:
kebutuhan tubuh dapat dipertahankan pada menyediakan makanan protein
skala 3 (cukup adekuat) dan ditingkatkan tinggi; menyediakan pengganti gula,
pada skala 4 (sebagian besar adekuat) dengan menambah vitamin)
kriteria hasil : 3. Ciptakan lingkungan yang optimal
1. Status nutrisi: asupan nutrisi dan cairan saat mengkonsumsi makanan
4. Pastikan makanan disajikan dengan
cara yang menarik dan suhu yang
paling cocok untuk dikonsumsi
optimal
5. Tawarkan makanan ringan yang
padat gizi

4. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan asuhan keperawatan Peningkatan tidur (1850)
£
selama 1 x 24 jam diharapkan ketidakefektifa 1. Monitor pola tidur pasien, dan catat
pola dapat dipertahankan pada skala 4 kondisi fisik (misalnya, apnea tidur,
(sedikit terganggu) dan ditingkatkan pada sumbatan jalan napas,
skala 5 (tidak terganggu) dengan kriteria nyeri/ketidaknyamanan, dan
hasil : frekuensi buang air) keadaan yang

21
2. Pola tidur mengganggu tidur.
3. Kualitas tidur 2. Diskusikan dengan pasien dan
keluarga mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur

Terapi Relaksasi (6040)


1. Gambarkan rasionalisasi dan
manfaat relaksasi serta jenis
relaksasi yang tersedia (misalnya,
music, meditasi, bernafas dengan
ritme, relaksasi rahang, dan
relaksasi otot progresif).
2. Tunjukkan dan praktikkan teknik
relaksasi pada klien
3. Dorong klien untuk mengulang
praktik teknik relaksasi

3.6 Implementasi Keperawatan

22
No. Diagnosa Tanggal/jam Tindakan Paraf

1. Sindrom Lansia Lemah 13 Maret 2019


£
15.00 1. Mengkaji status fisiologi klien yang menyebabkan
kelelahan sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
15.10 2. Menganjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara
verbal mengenai keterbatasan yang dialami
15.25 3. Mengajarkan klien mengenai pengelelolaan kegiatan dan
teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
15.35 4. Menginstruksikan klien atau orang terdekat dengan klien
mengenai teknik perawatan diri yang memungkinkan
penggunaan energi sehemat mungkin (monitor diri dan
teknik untuk melakukan aktivitas sehari-hari)
2. Ketidakefektifan pola 13 Maret 2019
£
napas 15.45 1. Memonitor indikator akan tidak adanya kondisi rileks,
misalnya pergerakan, pernafasan yang sulit, nafas sulit,
bocara, dan batuk.
15.55 2. Mengintruksikan pada pasien untuk bernafas dalam dan
pelan serta menghembuskan nafas dan melepaskan

23
ketegangan.
16.10 3. Memberikan waktu bagi pasien untuk mengekspresikan
perasaan terkait dengan intervensi.
16.15 4. Mendukung pasien untuk mempraktikan sesi secara
teratur bersama perawat.
3. Ketidakseimbangan 13 Maret 2019
£
nutrisi kurang dari 16.20 1. Memonitor status nutrisi
kebutuhan tubuh 16.25 2. Mengatur diet yang diperlukan (yaitu: menyediakan
makanan protein tinggi; menyediakan pengganti gula,
menambah vitamin)
16.30 3. Menciptakan lingkungan yang optimal saat
mengkonsumsi makanan
16.35 4. Memastikan makanan disajikan dengan cara yang
menarik dan suhu yang paling cocok untuk dikonsumsi
optimal
16.40 5. Menawarkan makanan ringan yang padat gizi

4. Gangguan pola tidur 16.43 1. Memonitor pola tidur pasien, dan catat kondisi fisik
£
(misalnya, apnea tidur, sumbatan jalan napas,

24
nyeri/ketidaknyamanan, dan frekuensi buang air)
keadaan yang mengganggu tidur.
16.48 2. Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai
teknik untuk meningkatkan tidur.
16.53 3. Menggambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi
serta jenis relaksasi yang tersedia (misalnya, music,
meditasi, bernafas dengan ritme, relaksasi rahang, dan
relaksasi otot progresif).
16.58 4. Menunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada klien.
17.10 5. Mendorong klien untuk mengulang praktik teknik
relaksasi

3.7 Evaluasi Keperawatan


No. Diagnosa Evaluasi Paraf

1. Sindrom Lansia Lemah S: Klien mengatakan sudah enakan tetapi jika masih tidak bisa keluar
£
rumah dan masih susah tidur.
O: Klien sudah bisa duduk di atas kasur klien.
A: Masalah teratasi sebagian.

25
P: Lanjutkan intervensi
2. Ketidakefektifan pola napas S: Klien mengatakan napasnya sudah lebih enakan tetapi kalau tidur
£
harus memakai bantal yang banyak agar tinggi.
O: Klien lebih rileks dan pernapasannya sedikit teratur.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang S: Klien mengatakan sudah bisa makan 3 kali sehari tetapi masih 4
£
dari kebutuhan tubuh sendok makan
O: Klien terlihat sudah sedikit bertenaga
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
4. Gangguan pola tidur S: Klien mengatakan tidurnya masih terganggu sedikit
£
O: Klien terlihat lebih rileks
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi

26
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penuaan adalah proses yang akan dialami oleh semua orang seiring dengan
bertambahnya usia. Proses penuaan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, sepeti
ketuaan genetik, makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan
dan juga stres. Namun tidak semua orang dipengaruhi oleh hal yang sama.
Pada sistem pernafasan, perubahan terjadi baik dari segi anatomi maupun
fisioligi. Hampir dari semua perubahan yang terjadi berpengaruh terhadap
seseorang. Penuaan yang terjadi secara bertahap hingga memasuki masa
lansia dan seseorang dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Perubahannya seperti hilangnya elastisistas paru-paru, penurunan kapasitas
vital, kekakuan tulang iga ketika posisi mengembang, kelenjar mukus kurang
produktif, penurunan sensitivitas sfingter esofagus, serta menurunnya
sensitivitas kemoreseptor.
Dari analisis jurnal didapatkan hasil bahwa fisioterapi pernafasan dapat
dilakukan sebagai terapi untuk meringankan dyspnea sehingga fungsi
pernafasan dapat meningkat pada lansia dengan efusi pleura, fisioterapi yang
dapat dilakukan adalah latohan kontrol pernafasan (pursed lips breathing).
Dari hasil penelitian yang didapatkan dalam jurnal menjelaskan bahwa terapi
yang dilakukan efektif untuk menghilangkan dyspnea. Keefektifan ini juga di
dukung oleh hasil peneliti lain.

4.2 Saran
1. Bagi isntitusi pendidikan
Institusi pendidikan dapat menggunakan hasil penelitian diatas
untuk menjadi tambahan referensi terkait dengan pursed lips breathing
sebagai salah satu terapi yang dapat dilakukan untuk meringankan
dyspnea.
2. Bagi pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat menerapkan pursed lips breathing
sebagai salah satu terapi pilihan untuk meringankan dyspnea yang terjadi
akibat efusi pleura.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Karena penelitian yang dilakuakn pada pasien dengan rentang usia
18-80 tahun. Diharapkan kedepannya ada penelitian baru yang fokus
kepada lansia guna meningkatkan kualitas hidup lansia e arah yang lebih
baik. Sekaligus menjadi pengobatan tambahan selain pengobatan
farmakologi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Demet et.al. (2014). The effects of a physiotherapy programme on patients with a


pleural effusion: a randomized controlled trial. Clinical Rehabiloitation, 1-9.
sagepub.co.uk/journalsPermissions.nav. DOI: 10.1177/0269215514530579

Mahler, D. A. (2017). Evaluation of Dyspnea in the Elderly. Elsevier.


http://dx.doi.org/10.1016/j.cger.2017.06.004

Jamaluddin, M., Kumar, R., Mehdi, M. D., & Alam, M. F. (2015). STUDY OF
ETIOLOGICAL AND CLINICAL PROFILE OF PLEURAL EFFUSION
IN A TERITARY CARE HOSPITAL IN KOSI REGION OF BIHAR.

Kurniadi, R. (2017). Gambaran Pasien Gagal Napas Dengan Kelainan Paru Pada
Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan Bulan Januari
Sampai Agustus Tahun 2017.

Kholifah S.N,. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan


Gerontik. Jakarta Selatan: Kemenkes RI.

Sinaga, R. M. (2017). Karakteristik Penderita Tb Paru dengan Efusi Pleura Rawat


Inap di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016.

Sunaryo, dkk. (2015). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : CV. Andi


Offset.

Puspita, I., Soleha, T. U., & Berta, G. (2017). Penyebab Efusi Pleura di Kota
Metro pada tahun 2015. Jurnal Agromedicine, 4(1), 25-32.

Weber, G. F., Chousterman, B. G., Hilgendorf, I., Robbins, C. S., Theurl, I.,
Gerhardt, L. M., ... & Rothstein, T. L. (2014). Pleural innate response
activator B cells protect against pneumonia via a GM-CSF-IgM
axis. Journal of Experimental Medicine, 211(6), 1243-1256.

26
Lampiran

Dokumentasi :

27
28
29

Anda mungkin juga menyukai