Anda di halaman 1dari 15

DIABETES INSIPIDUS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Dosen : Sodikin, M.Kep., Sp.Kep.MB


KELOMPOK V
Disusun Oleh :
1. Windy Aryanda P (106117003)
2. Siti Fatimah (106117005)
3. Asri Melati (106117021)
4. Devi Pramesta P (106117027)

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP


TAHUN PELAJARAN 2018/2019
D3 KEPERAWATAN II A
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat dan hidayah-
Nya dan karena dengan izin-Nya kami penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan
berjudul “Diabetes Insipidius”. Dalam kesempatan ini kami penulis tidak lupa mengucapkan
terima kasih kepada pihak telah membantu kami dalam menulis makalah ini.
Kami penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
tercapainya kesempurnaan makalah ini.

Cilacap, 29 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................


DAFTAR ISI .............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
A. Latar Belakang .........................................................................................
B. Rumusan Masalah ....................................................................................
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................
D. Manfaat Penulisan ....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................
A. Definisi .....................................................................................................
B. Etiologi .....................................................................................................
C. Klasifikasi .................................................................................................
D. Patofisiologi ..............................................................................................
E. Gejala Klinis .............................................................................................
F. Pemeriksaan penunjang ............................................................................
G. Komplikasi ...............................................................................................
H. Penatalaksanaan ........................................................................................
BAB II PENUTUP ....................................................................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................................
B. Saran .........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang jarang ditemukan. Penyakit
ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme
neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam
mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus
idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
Terdapat 4 jenis diabetes insipidus yaitu diabetes insipidus sentral, nefrogenik,
dipsogenik, dan gestasional. Pada diabetes insipidus sentral, kelainan terletak di
hipofisis, sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik kelainan dikarenakan ginjal
tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus menerus
mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Diabetes insipidus bisa
merupakan penyakit keturunan. Gen yang menyebabkan penyakit ini bersifat
dominandan dibawa oleh kromosom X. Wanita yang membawa gen ini bisa
mewariskan penyakit ini kepada anak laki-lakinya. Penyebab lain dari diabetes
insipidus nefrogenik adalah obat-obat tertentu.
Diabetes insipidus ditandai dengan gejala khas yaitu poliuria dan polidipsia.
Jika penyebabnya genetik, gejala biasanya timbul segera setelah lahir. Bayi tidak
dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa
mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak
segera terdiagnosis dan diobati bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami
keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat
perkembangan fisik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diabetes insipidus ?.
2. Apa etiologi diabetes insipidus ?.
3. Apa saja klasifikasi diabetes insipidus ?.
4. Bagaimana patofisiologi diabetes insipidus ?.
5. Apa saja gejala klinis diabetes insipidus ?.
6. Pemeriksaan penunjang diabetes apa saja ?.
7. Apa saja komplikasi yang terjadi ?.
8. Bagaimana penatalaksanaannya ?.
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi, komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan
penunjang tentang diabetes insipidus.
D. Manfaat Penulisan
Agar penulis dan pembaca dapat menambah wawasan pengetahuan tentang ileus
dan dapat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi peningkatan
rasa haus kuantitas urin dengan berat jenis yang rendah. Kondisi ini merupakan dan
peningkatan manifestasi klinis dari defisiensi pitresin (ADH) yang diproduksi oleh
hipofisis lobus posterior yang berperan dalam mengatur metabolisme air di tubuh atau
merupakan kondisi klinis akibat dari ketidakpekaan tubulus ginjal terhadap ADH.
B. Etiologi
Penyebab diabetes insipidus dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Kelainan organis
Setiap lesi yang merusak unit neurohipofisis dan hipotalamus dapat
mengakibatkan diabetes insipidus. Kerusakan ini dapat terjadi sebagai akibat dari :
a. Operasi (bersifat sementara).
b. Penyakit infeksi (meningitis, ensefalitis, tuberkulosis, lues, sarkoidosis,
aktinomikosis, dan lain-lain).
c. Tumor atau kista di daerah kiasma optika, infundibulum, ventrikel III, atau
korpus pinealis (terutama kraniofaringioma, glioma optik, dan germinoma).
Terutama tumor supraselar (30% kasus).
d. Xantomatosis (hand-schuller-christian).
e. Leukimia.
f. Hodgkin.
g. Pelagra.
h. Trauma pada kepala terutama fraktur basis cranii, atau setelah suatu prosedur
operatif dekat kelenjar pituitaria atau hipotalamus.
i. Sindrom laurence-moon riedel.
j. Idiopatik DI (30% kasus).
k. Ensefalopati iskemik atau hipoksia.
l. Familial DI.
m. Radiasi.
n. Edema serebri.
o. Perdarahan intrakranial
Keadaan tersebut akan berakibat gangguan dalam :
a. Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya
akson pada traktus supraoptikohipofisealis.
b. Sintesis ADH terganggu.
c. Kerusakan pada nukleus supraoptik paraventricular.
d. Gagalnya pengeluaran vasopressin.
2. Kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik)
Kelainan terletak pada ginjal yaitu tubulus yang tidak peka terhadap hormon
antidiuretik (ADH). Faktor keturunan yaitu gen sex linked dominant merupakan
penyebab kelainan ini. Diabetes insipidus nefritogenik sering disertai retardasi
mental. Dalam keadaan normal, ginjal mengatur konsentrasi air kemih sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Pengaturan ini merupakan respon terhadap kadar
hormon antidiuretik di dalam darah. Hormon antidiuretik (yang dihasilkan dari
kelenjar hipofisa), memberikan sinyal kepada ginjal untuk menahan air dan
memekatkan air kemih. Diabetes insipidus nefrogenik adalah suatu kelainan
dimana ginjal menghasilkan sejumlah besar air kemih yang encer karena ginjal
gagal memberikan respon terhadap hormon antidiuretik dan tidak mampu
memekatkan air kemih.
3. Idiopatik
Selain karena penyebab sentral dan nefrogen, beberapa kasus diabetes
insipidus tidak diketahui penyebabnya. Pada sejumlah kecil kasus, diabetes
insipidus merupakan kelainan herediter. Bentuk autosom dominan ditandai
dengan onsetnya yang bervariasi mulai sejak lahir sampai umur beberapa tahun,
dan semakin lama ada variasi keparahan dalam keluarga dan individu. Gejala
menurun pada dekade ke 3 dan ke 5.
Kadar AVP mungkin tidak ada (< 0,5 pg/mL) atau menurun secara bervariasi.
Gena berada pada kromosom nomor 20, dan praprotein yang mengkode berisi
AVP dan neurofisin (NPII), protein pembawa hormon. Rantai tunggal pembawa
polipeptide ini terbelah dalam granula sekretori dan kemudian disambung lagi ke
dalam kompleks AVP-NP sebelum sekresi. Mutasi yang meyebabkan diabetes
insipidus autosom dominan telah dilokalisasi di bagian NP II. Meskipun mutasi
hanya melibatkan satu allele, mutan kompleks AVP NP II mengganggu fungsi
allele normal, mengakibatkan pewarisan atosom dominan.
C. Klasifikasi
1. Diabetes insipidus sentral
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat
fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan hipofisis
yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH. Hal ini bisa
disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis
hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS)
juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson
traktus supraoptikohipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana ADH
disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang
kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak
berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena
terbentuknya antibodi terhadap ADH.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik ADH
(desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil.
Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus.
Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga ginjal
mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan keseimbangan
cairan dalam tubuh.
2. Diabetes insipidus nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat
disebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal seperti
penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell disease, dan
kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak
akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan hydrochlorothiazide (HCTZ) atau
indomethacin. HCTZ kadang dikombinasikan dengan amiloride. Saat
mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi
terjadinya volume overload.
3. Diabetes insipidus dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di
hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal
sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin. Desmopressin
tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes insipidus dipsogenik karena
akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air
akan terus bertambah sehingga terjadi volume overload yang berakibat
intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi Na dalam darah
rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak. Belum ditemukan
pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus dipsogenik.
4. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang dibuat
plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan
membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat abnormalitas
dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh digunakan sebagai terapi.
D. Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di
nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus bersama dengan
pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel
neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang
berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya.
Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan
disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang
meningkat pada reseptor volume dan osmotik. Suatu peningkatan osmolalitas cairan
ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi
vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus
pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan
adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan
osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan
dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
E. Gejala Klinis
1. Poliuria dan polidipsia
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia.
Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak,
dapat mencapai 5–10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar
antara 1,001 – 1,005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat badan. Poliuria yang terjadi
ialah primer dan untuk mengimbanginya penderita akan minum banyak
(polidipsia). Pada bayi kecil yang diberikan minum biasa akan tampak gelisah
yang terus-menerus, kemudian timbul dehidrasi, panas tinggi dan kadang-kadang
dapat timbul syok. Untuk menghindari syok, harus diberikan cairan dalam jumlah
besar, sebaiknya air putih. Gejala lain yaitu lekas marah, letih, dan keadaan gizi
kurang. Enuresis bisa merupakan gejala dini penyakit ini. Kulit biasanya kering,
karena anak tidak berkeringat. Sering terdapat anoreksia. Kadang-kadang terdapat
gejala tambahan seperti obesitas, kakeksia, gangguan pertumbuhan, pubertas
prekoks, gangguan emosionil, dan sebagainya, bergantung pada letak lesi di otak.
Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala poliuria dan polidipsia biasanya
mulai timbul segera setelah lahir. Bayi sangat sering menangis dan tidak puas
dengan susu tambahan tetapi senang bila mendapat air. Pada anak haus yang
berlebih akan mengganggu aktivitas tidur, bermain, dan belajar.
2. Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi dari
dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan
kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan
otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering
berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
3. Hipertermia
4. Nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot, hipotermia dan takikardia.
5. Berat badan turun dengan cepat.
6. Enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing.
7. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat.
8. Anoreksia, lebih menyukai karbohidrat.
9. Gejala dan tanda lain.
Tergantung pada lesi primer, misalnya penderita dengan tumor daerah
hipotalamus akan mengalami gangguan pertumbuhan, obesitas, atau kakheksia
prgresif, hiperpireksia, gangguan tidur, seksual prekoks, atau gangguan
emosional. Lesi yang pada awalnya menyebabkan diabetes insipidus akhirnya
dapat merusak hipofisis anterior, pada keadaan demikian diabetes insipidus
cenderung lebih ringan atau hilang sama sekali.
F. Diagnosa Penunjang
1. Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi
dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas
plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. Pada
keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih
dari 295 mOsmoll dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. Urin pucat atau jernih.
Kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar
natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan
defisiensi ADH parsial dan juga untk membedakan diabetes insipidus dengan
polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung berat
badan anak dan periksa kadar osmolalitas plasma maupun urin tiap 2 jam. Pada
individu normal, osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan berkurang
dengan berat jenisyang naik (800-1200).
2. Radioimunoassay untuk vasopresin
Kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas
yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial. Pemeriksaan
ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan polidipsia
primer.
3. Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti
kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau makin
melebarnya sutura.
4. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.
Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pituitaria anterior dan
posterior dengan isyarat hiperintense atau yang disebut titik terang/isyarat terang.
Titik terang muncul pada MRI kebanyakan penderita normal, namun tidak tambap
pada penderita dengan lesi jaras hipotalamik-neurohipofise. Penderita dengan
dabetes insipidus autosom dominan, titik terang biasanya muncul, mungkin
disebabkan oleh akumulasi mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai
kelenjar pituitaria dapat terlihat dengan MRI pada penderita dengan diabetes
insipidus dan histiositosis sel langerhans (LCH) atau infiltrasi limfosit. Pada
beberapa penderita abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan sebelum bukti klinis
LCH lain ada.
G. Komplikasi
1. Dehidrasi hipernatremik serta komplikasi neurologisnya.
2. Retardasi mental.
3. Hidronefrosis.
H. Penatalaksanaan
Faktor penyebab patut mendapatkan pertimbangan pertama pada pengobatan.
Pengobatan pada diabetes insipidus harus sesuai dengan gejala yang ditimbulkannya.
Pada pasien diabetes insipidus sentral (DIS) parsial tanpa gejala nokturia dan poliuria
yang mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari tidak diperlukan terapi khusus. Pada
DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone pengganti (hormonal
replacement) yaitu desmopressin atau DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin)
yang merupakan pilihan utama. Analog ini lebih tahan terhadap degradasi oleh
peptidase daripada AVP alami. Aktivitas antidiuretik DDAVP adalah 2000-3000 kali
lebih besar daripada aktivitas pressornya, dan 1 mikrogram menghasilkan diuresis
yang berakhir dalam waktu 8-10 jam, dibandingkan dengan hanya 2-3 jam untuk AVP
alami.
DDAVP diberikan melalui sistem pemasukan pipa hidung yang mengalirkan
sejumlah tepat pada mukosa hidung. Dosis berkisar antara 5-15 mikrogram yang
diberikan sebagai dosis tunggal atau terbagi menjadi 2 dosis. Anak umur kurang dari
2 tahun memerlukan dosis yang lebih kecil (0,15-0,5 mikrogram/kg/24 jam).
Dosisnya harus secara individu dan penting disesuaikan jadwal dosisnya sehingga
memungkinkan penderita dalam keadaan poliuria ringan sebelum dosis berikutnya
diberikan. Untuk penderita yang memerlukan lebih dari 10 mikrogram dosis preparat
semprot hidung juga tersedia. Preparat parenteral DDAVP (0,03-0,15 mikrogram/kg)
tersedia dan bermanfaat paska bedah transfenoidalis, bila penyumbatan hidung
menghalangi peniupan hidung.
Desmopressin seperti halnya ADH memfasilitisasi reabsorbsi air di tubulus
kolektivus dengan cAMP-mediated insersion. Hasilnya volume urin berkurang dan
berat jenis urin meningkat. Efek samping dari desmopressin yaitu hiponatremia dan
pada dosis tinggi dapat menyebabkan hipertensi.
Harus berhati-hati pada penderita dengan diabetes insipidus yang koma,
menjalani pembedahan, atau mendapat cairan intravena karena alasan apapun. Tanpa
melihat bentuk terapi setiap dosis yang efektif boleh diulangi hanya setelah
pengaruhnya berkurang dan poliuria berulang. Diabetes insipidus paska bedah sering
sementara, penilaian kembali tiap hari untuk kebutuhan ADH diperlukan setelah
pengobatan dimulai.
DDAVP juga berpengaruh pada reseptor eksternal seperti V2 yang
mengakibatkan keluarnya faktor VIII dan faktor Von Willebrand. Penderita dengan
hemofilia A ringan atau sedang atau penyakit von Wilebrand terpilih dapat
disembuhkan secara berhasil dengan dosis DDAVP 15 kali lebih tinggi daripada dosis
yang dipergunakan untuk antidiuresis. Desmopresin semakin banyak dipergunakan
pada penatalaksanaan anak dengan enuresis. Dosis yang diperlukan adalah 20-40 µgr,
diberikan sebagai semprot hidung sebelum tidur.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi peningkatan
rasa haus dan peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis yang rendah. Kondisi
ini merupakan manifestasi klinis dari defisiensi pitresin (ADH) atau merupakan
kondisi klinis akibat dari ketidakpekaan tubulus ginjal terhadap ADH.Penyebab
diabetes insipidus dapat karena penyebab sentral yang menyebabkan penurunan
produksi ADH maupun kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) yang
menyebabkan ginjal kurang peka terhadap ADH, serta idiopatik.
B. Saran
Untuk mencegah dehidrasi, penderita diabetes insipidus harus selalu minum
cairan dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus. Diabetes insipidus
jarang mengancam jiwa. Penderita dengan diabetes insipidus tanpa komplikasi
dapat hidup selama bertahun-tahun dengan kesulitan poliuria dan polidipsia
sepanjang mereka memiliki mekanisme haus yang utuh dan mendapatkan air
dengan bebas.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/34273223/Referat-Diabetes-Insipidus
https://id.scribd.com/doc/299734319/Makalah-Diabetes-Insipidus
https:///www.academia.edu/34007261/diabetes_insipidus

Anda mungkin juga menyukai