Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Histopatologi lambung

2.1.1 Defisini Histopatologi

Histopatologi adalah studi pemeriksaan mikroskopik dengan cara


biopsi atau sayatan suatu jaringan yang kemudian diproses lalu diamati di
objek glass. Untuk melihat komponen jaringan yang ingin diamati maka
preparat akan diberi perwarnaan. Perwarnaan yang sering digunakan
adalah hematoksilin eosin (HE) (Gurcan et al, 2009).

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Lambung

Lambung merupakan organ berbentuk seperti huruf J yang berada


di dalam rongga perut serta memiliki 4 fungsi dalam saluran pencernaan
yaitu : (1) Membentuk bubur kim dari campuran saliva, makanan dan jus
lambung, (2) Sebagai tempat penampungan sementara makanan, (3)
Sekresi HCl, enzim pepsin, factor intrinsic dan lipase, (4) Sekresi gastrin.
Morfologi lambung terdiri dari 4 bagian utama yaitu kardia (bagian
lambung pertama setelah kerongkongan), fundus (terletak di bawah
kardia), corpus (bagian terbesar) dan pylorus (bagian lambung terakhir
sebelum berlanjut ke duodenum). Lambung memiliki 2 daerah perbatasan
yang berbentuk cekung (kurvatura minor) dan berbentuk cembung
(kurvatura mayor. Di dalam lambung terdapat sfingter pilorikum yang
mengatur makanan pergerakan makanan dari lambung ke duodenum
[CITATION Tor14 \l 1033 ].

Pada epitel gaster terdapat beberapa rugae dimana tiap rugaenya


akan bercabang menjadi empat atau lima kelenjar gaster dari epitel khusus.
Kelenjar di kardia <5% kelenjar yang mengandung mucus dan sel-sel
endokrin. Kelenjar gaster 75% terletak di dalam mukosa oksintik yang
mengandung sel-sel leher mukosa, parietal, chief, endokrin dan sel
enterokromafin. Contoh selnya yaitu sel parietal yang berfungsi
mensekresi HCl dengan memerlukan energy dari pemecahan H+, K+ ATP
oleh enzim H+, K+ ATP ase. HCl sendiri merupakan salah satu faktor yang
dapat mengiritasi epitel gaster (faktor endogen). Epitel gaster dapat
dirusak oleh 2 faktor berikut yaitu : (1) Perusak endogen (HCl, pepsin dan
garam empedu) dan (2) Perusak eksogen (obat-obatan, alkohol, dan
bakteri). Dalam mencegah iritasi tersebut, terdapat system pertahanan
mukosa gastroduodenal berupa lapisan pre epitel, epitel dan lapisan post
epitel. Lapisan pre epitel mengandung mukus (95% air dan campuran lipid
dengan glikoprotein dan bikarbonat yang berperan sebagai pertahanan
pertama. Musin (unsur utama mukus) membentuk lapisan penahan air atau
hidrofobik dengan asam lemak yang muncul keluar dari membrane sel
sehinga mencegah difusi ion dan molekul seperti pepsin. Bikarbonat
berperan dalam mempertahankan pH yakni 1-2 di dalam lumen dengan pH
6-7 di dalam sel epitel yang dipengaruhi oleh ion Ca 2+, PG kolinergik dan
keasaman lumen. Lapisan epitel merupakan pertahanan kedua yang
berfungsi menghasilkan mukus, transportasi ionik sel epitel sel epitel dan
produksi bikarbonat serta intraselular tight junction. Pada lapisan ini, sel
epitel akan berpindah ke daerah yang mengalami kerusakan dengan
dibantu beberapa faktor (EGF, FGF, TGFa) dalam membantu proses
perbaikan. Pada perbaikan epitel yang rusak akan diikuti dengan
angiogenesis yang dibantu oleh FGF dan VEGF (Vascular Endothelial
Growth Factor). Pertahanan terakhir adalah lapisan post epitel yang
didalamnya terdapat mikrovaskuler yang berfungsi dalam peranan untuk
sekresi bikarbonat, memberi mikronutrien dan oksigen serta membuang
metabolic toksik (Setiati et al, 2016).

2.1.3 Histologi Lambung

Lambung adalah organ campuran eksokrin (mencerna makanan)


dan endokrin (sekresi hormone). Lambung merupakan organ yang
melebar sesuai fungsinya dalam mencerna karbohidrat yang berasal
dari mulut, menambah HCl pada makanan, mengubah makanan
menjadi bubur kime, dan sekresi pepsin dalam memulai pencernaan
protein. Selain pepsin, lambung juga mensekresi lipase yang berfungsi
mengurai trigliserida dengan bantuan lipase di lidah. Dinding lambung
tersusun atas 4 lapisan utama
a. Mukosa
Terdiri dari epitel permukaan (epitel silindris selapis)
dengan kedalamannya yang berlekuk dan bervariasi serta
membentuk sumur-sumur lambung atau foveola gastrika. Lamina
propria yang tervaskularisasi dan mengelilingi serta menunjang
foveola mengandung serat otot polos dan sel limfoid. Pada epitel
lambung, selnya memproduksi mukus protektif (glikoprotein dan
ion bikarbonat) yang sangat efektif untuk melindungi mukosa
lambung.
Mukosa lambung memiliki perbedaan tiap regionnya.
Kardia merupakan daerah peralihan setelah esophagus kemudian
berlanjut ke lambung. Pilorus berbentuk terowongan yang
merupakan bagian terakhir lambung dan akan berlanjut ke
duodenum. Mukosa kedua region tersebut mengandung kelenjar
tubular yang bercabang dengan bagian sekretoriknya (kelenjar
kardia dan pilori). Pada region tersebut juga merupakan tempat
yang paling banyak mensekresikan mukus dan lisozim (enzim
yang menyerang dinding bakteri. Fundus dan korpus merupakan
bagian pertengahan pada lambung dimana pada lamina
proprianya dipenuhi kelenjar gastrik tubular bercabang (3-7
buah). Setiap kelenjar gastrik memiliki bagian isthmus, leher dan
bagian dasar serta distribusi sel-sel epitel yang tidak merata.
Bagian isthmus dan leher memiliki kesamaan yaitu pada daerah
ini sama-sama mengandung sel-sel punca, sel punca tidak
terdiferensiasi, dan sel parietal. Sedangkan bagian dasar
mengandung sel parietal sel zymogen (chief). Beberapa sel
enteroendokrin tersebar di bagian leher dan dasar kelenjar. Sifat-
sifat penting setiap kelenjar tersebut adalah :
1) Sel mukosa leher berada diantara sel–sel parietal.
Bentuknya tidak teratur, dengan inti di dasar sel dan granul
sekresi di dekat permukaan apikal. Sekresi mukusnya bersifat
kurang alkali dan agak berbeda dari sekresi mukus yang
berasal dari sel mukosa epitel pemukaan.
2) Sel parietal Berbentuk bulat atau pyramid dengan
satu inti bulat ditengah dengan sitoplasma yang sangat
eosinofilik karena padatnya mitokondria. Sel parietal
berfungsi mensekresi asam hidroklorida (HCL) dan factor
intrinsik, suatu glikoprotein yang diperlukan untuk ambilan
vitamin B12 di usus halus. Aktifitas sekretorik sel – sel
parietal dirangsang oleh ujung kolinergik dan oleh histamine
dan suatu polipeptida yang bernama gastrin, yang keduanya
disekresi oleh sel enteroendokrin.
3) Sel Zimogen (chief cell), granula di dalam
sitoplasmanya mengandung enzim pepsinogen yang tidak
aktif. Yang akan berubah menjadi pepsin segera setelah
dilepas dalam lingkungan lambung yang asam. Dimana aktif
pada PH < 5. Pada manusia, sel ini juga menghasilkan enzim
lipase dan hormone leptin.
4) Sel Enteroendokrin merupakan epitel pada mukosa
saluran cerna, tetapi sulit diperlihatkan dengan pulasan H&E.
5) Sel – sel Punca berjumlah sedikit, sejumlah sel anak
bergerak keatas dan menggantikan sel mukosa di fovea dan
permukaan, yang mempunyai waktu pergantian 4 – 7 hari.
(Mescher, 2011)
b. Sub Mukosa
Terdiri atas jaringan ikat padat yang mengandung pembuluh
darah dan pembuluh limfe, di dalam lapisan ini terdapat serbukan
sel sel limfoid, makrofag, dan sel mast.
c. Muskularis
Terdiri atas serabut otot polos yang tersusun dalam tiga arah
utama.
- Lapisan luar : longitudinal
- Lapisan tengah : Sirkuler
- Lapisan dalam : Obliq
d. Serosa [ CITATION Mes12 \l 1033 ]

Gambar : 2.1 Histologi lapisan lambung [ CITATION Tor14 \l 1033 ]

2.1.4 Kerusakan Mukosa Lambung dan Gambaran Mikroskopisnya

Ulkus adalah defek pada mukosa saluran cerna yang meluas


sampai lapisan submukosa dimana ulkus peptik merupakan
penyakit yang sering terjadi di lambung dan duodenum. Ulkus
peptik adalah ulkus kronis, umumnya soliter yang dapat terjadi di
saluran cerna manapun akibat pajanan getah asam peptic.
Gambaran penyakit ulkus berupa adanya lesi punched out bundar
berbatas tegas dengan diameter 2 sampai 4 cm. biasanya tepi lesi
tegak lurus dan sedikit edema di sekitarnya. Untuk gambaran
mikroskopiknya dapat dibedakan atas 4 zona yaitu (1) dasar dan
tepi memiliki sebuah lapisan tipis debris fibrinoid nekrotik, (2)
suatu zona infiltrat peradangan nonspesifik aktif didominasi
neutrophil (3) jaringan granulasi (4) jaringan parut kolagenosa
yang menyebar luas dari tepi ulkus. Saat penyembuhan, lesi terisi
oleh jaringan granulasi diikuti reepitelisasi dari tepid dan
pemulihan arsitektur normal. Pada ulkus stress akut sering
menunjukkan lesi yang coklat tua (tercemar darah oleh asam),
diameter <1 cm, kedalaman bervariasi dari permukaan hingga
mengenai ketebalan mukosa (ulkus sejati) (Kumar et al, 2007).
2.1.5 Faktor yang mempengaruhi Histopatologi Lambung

2.1.5.1 NSAID

NSAID merupakan penyebab ulkus lambung terbanyak


kedua (setelah H. Pylori). Faktor resiko akibat toksisitas obat ini
cenderung meningkat seiring usia, dosis yang tinggi dan
pemakaian yang berkepanjangan. Penggunaan NSAID dapat
menekan produksi prostaglandin, meningkatkan produksi asam
lambung serta mengurangi produksi ion bikarbonat, musin dan
glutation. Menurunnya musin menyebabkan sawar mukosa
menjadi lemah. Selain itu NSAID juga dapat mengganggu
angiogenesis sehingga menyebabkan perbaikan mukosa yang rusak
terganggu (Kumar, et al 2007).

2.1.5.2 Helicobacter Pylori

Helicobacter Pylori merupakan bakteri gram negative


berbentuk spiral dan berkembang di saluran cerna dengan
menyebabkan terjadinya tukak duodenum, tukak lambung maupun
karsinoma lambung. Bakteri ini berflagel yang multiple pada satu
kutub. H. Pylori bersifat oksidasi positif dan katalase positif, motil
dan memiliki urease yang kuat. Bakteri ini hidup pada pH 6,0-7,0
dan akan mati pada lumen lambung karena pHnya cenderung
rendah (1,0-2,0). H. Pylori dapat menghasilkan protease yang
memodifikasi mucus dan kemampuan asam lambung untuk
berdifusi. Selain itu bakteri ini memproduksi ammonia dan dapat
mendapar asam. Pada penyakit ulkus, bakteri ini menginvasi
permukaan sel epitel melalui toksin, lipopolisakarida dan ammonia
yang disekresikannya. Pada pemeriksaan secara histologi akan
terlihat adanya infiltrate sel plimorfonuklear dan mononuklear
(dapat juga ditemukan vakuola, destruksi epitel dan atrofi
glandular) ( (Brooks, et al, 2008).

2.1.5.3 Asam Lambung dan Pepsin

Asam lambung disekresi oleh sel parietal, sedangkan pepsin


merupakan bentuk aktif dari enzim pepsinogen ketika berada di
dalam lingkungan asam (produksi dari sel zymogen) [ CITATION
Mes12 \l 1033 ]. Pepsin dan HCl merupakan faktor endogen utama
dalam menyebabkan iritasi pada mukosa lambung (Setiati et al,
2016).

2.1.5.4 Bahan iritan dan polutan

Contoh bahan iritan dan polutan yaitu alkohol, merokok,


dan upaya bunuh diri dengan cairan asam dan basa dapat
menyebabkan terbentuknya lesi pada lambung (Kumar et al, 2007).

2.1.5.5 Stres

Stres berat merupakan salah satu faktor penyebab gastritis


hemaragik akut selain akibat alcohol dan aspirin [ CITATION
Pri14 \l 1033 ].

2.2 Daun Pepaya (Carica Papaya L.)

2.2.1 Taksonomi

Taksonomi dari daun pepaya beradasarkan Badan Pengawas Obat


dan Makanan Republik Indonesia (BPOM-RI) (2008) :

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Violales
Suku : Caricaceae
Marga : Carica
Jenis : Carica papaya L.

2.2.2 Deskripsi Tanaman

Pohon papaya memiliki tinggi rata-rata 10 m. Batang tidak


berkayu, silindris, berongga berwarna putih kotor. Daunnya tunggal
berbentuk bulat, ujungnya runcing, pangkalnya bertoreh dan tepinya
bergerigi dengan diameter 25 – 27 cm, pertulangan menjari dengan
panjang tangkai 25 – 100 cm berwarna hijau. Pohon papaya memiliki akar
tunggang bercabang dan berwarna putih kekuningan (BPOM RI, 2008)

Gambar 2.1 Pohon pepaya (Carica papaya L. ) (diambil dari BPOM-RI tahun
2008)
2.2.3 Kandungan Daun Pepaya ( Carica papaya L. )

Pada pepaya terkandung beberapa senyawa kimia seperti papain,


kimopapain, pektin, karposid, karpain, karetenoid dan anteraxanthin
[ CITATION Vim14 \l 1033 ]. Skrining analisis pitokimia yang dilakukan
pada daun pepaya menunjukkan kandungan daun pepaya seperti alkaloid,
karbohidrat, saponin, glikosid, senyawa fenolik, flavanoid dan tannin
(flavanoid, saponin, dan glikosid yang tertinggi dalam ekstrak etanol,
etliasetat dan air). Senyawa tersebut efektif dalam menghambat
pertumbuhan beberapa bakteri patogen seperti S. aureus, Strep. pneumoni,
B. cereus, S. typhi, E. coli dan P. aeruginosa [ CITATION Nir13 \l 1033 ].
Dalam penelitian ekstrak daun pepaya dapat berfungsi sebagai proteksi
dalam mencegah kerusakan mukosa lambung akibat induksi alcohol
(Indran et al, 2008).

2.2.4 Peran Daun Pepaya tehadap Perubahan Histopatologi Lambung

Daun pepaya memiliki tingkat antioksidan tertinggi kedua


tetapi daun pepaya juga memiliki kandungan flavonoid dan fenolik
yang tertinggi dibandingkan dengan bagian-bagian pepaya lainnya.
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang berperan sebagaii
antioksidan primer dengan mekanisme melalui reaksi dengan
radikal oksigen, radikal superoksida anion dan radikal lipid
peroksil. Senyawa fenolik menetralisasi radikal lemak bebas dan
mencegah penguraian hidroperoksida menjadi radikal bebas
(Maisarah et al, 2013). Pada daun pepaya terkandung alkaloid
karpain, pseudokarpain, dihidrokarpain I dan II, kolin, vitamin C
dan E, karposid serta mineral (Zn, Mn, Fe, K) [ CITATION Pra15 \l
1033 ]. Kandungan flavonoid dan fenol yang terdapat dalam daun
pepaya diduga dapat meningkatkan sekresi prostaglandin (PG) di
lambung, serta mencegah pembentukan radikal bebas dan
meminimalisir luka akibat reaksi oksidasi (Indrawati et al, 2002).
PG banyak terdapat di mukosa lambung dan memegang peranan
utama dalam pertahanan dan perbaikan sel epitel, sekresi mukus-
bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal, mempertahankan
sirkulasi mukosa dan restitutsi sel epitel (Setiati et al, 2016).
2.3 Wortel (Daucus Carota L.)

2.2.1 Taksonomi

Taksonomi dari wortel berdasarkan :

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledonae
Bangsa : Apiales
Suku : Apiaceae
Marga : Daucus
Jenis : Daucus Carota L.

2.2.2 Deskripsi Tanaman

Wortel memiliki batang daun basah berupa sekumpulan pelepah


(tangkai daun) yang muncul dari pangkal buah bagian atas (umbi akar)
mirip daun seledri . Pada umbi wortel terkandung air, protein, karbohidrat,
lemak, serat, abu, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dektrsa, laktosa dan
maltosa), pektin, mineral (kalsium, fosfor, besi, kalium, natrium,
magnesium, kromium), vitamin (betakaroten, B1 dan C) serta aspargin.
buah wortel mengandung bisabolen, asam tiglit dan geraniol. biji wortel
mengandung flavanoid, minyak menguap termasuk asaron, pinen dan
limonen (Suhatri et al, 2015)

2.2.3 Kandungan Wortel ( Daucus Carota L. )

Akar wortel mengandung pirolidin, dausin, vitamin A, daukusterol,


tiamin, riboflavin, asam nikotinik dan vitamin C. kandungan wortel
tersebut yang berperan dalam proses analgeik, antiinflamasi, antifertilitas,
antitumor, hepatoproteksi, dan menangani hipoglikemi. Wortel juga dapat
mencegah kerusakan mukosa yang diinduksi etanol dengan cara
memperkuat mukosa lambung dalam beberapa cara seperti meningkatkan
sekresi mukus dari sel epitel yang dikonjugasi dengan bikarbonat,
mencegah kolonisasi bakteri dan translokasi ke lumen permukaan serta
memperbaiki daerah yang cedera (Chandra, et al, 2015).
2.2.4 Peran Wortel tehadap Perubahan Histopatologi Lambung

Penelitian histopatologi menunjukkan penggunaan ekstrak wortel


200 mg/kg dapat menginhibisi ligasi pilori dan ulkus etanol absolut,
kongesti, edema, hemoragi dan nekrosis pada mukosa lambung dibanding
ranitidin (Chandra, et al, 2015). Lapisan teratas sel epitel mukosa lambung
produksi mukus dan bikarbonat dalam melindungi mukosa lambung dari
faktor endogen (dari lambung) maupun faktor eksogen (luar tubuh). Beta
karoten (kandungan terbanyak wortel) akan diubah menjadi vitamin A
dalam tubuh berperan dalam diferensiasi dan proliferasi sel epitel dengan
cara menstimulasi produksi mukus [ CITATION Sug091 \l 1033 ]. Musin
(unsur utama mukus) membentuk lapisan penahan air atau hidrofobik
dengan asam lemak yang muncul keluar dari membrane sel sehinga
mencegah difusi ion dan molekul seperti pepsin (Setiati et al, 2016).

2.4 Etanol 80%

Semua makanan dan air yang masuk ke lambung hanya akan ditampung
sementara (makanan akan dimetabolisme oleh enzim) dan tidak diabsorbsi
kemudian berlanjut lagi ke duodenum (kecuali alcohol dan aspirin). Alokohol
bersifat agak larut lemak sehingga dapat menembus membrane lipid sel epitel
mukosa dan dapat masuk sampai ke aliran darah melalui kapiler submukosa
(lambung dan duodenum). Karena lemak paling berpengaruh dalam menghambat
motilitas lambung, mengkonsumsi makanan kaya lemak (misalnya susu, pizza
atau kacang-kacangan) baik sebelum atau selama mengonsumsi alcohol dapat
mencegah efek cepat yang ditimbulkan alcohol [ CITATION She12 \l 1033 ].
Etanol memiliki sifat ganda dimana pada konsentrasi rendah dapat menstimulasi
sekresi lambung sedangkan pada konsentrasi tinggi tidak menimbulkan efek
apapun. etanol dapat memblokade sekresi pompa proton, meningaktkan siklik
AMP dalam meningkatkan asam lambung [ CITATION Cha11 \l 1033 ]. Induksi
etanol 80% memberikan indeks ulkus tertinggi dan gambaran lesi paling jelas
dibandingkan induksi menggunakan indometasin, aspirin-HCL ataupun etanol
96% pada tikus putih jantan galur Sprague-Dawley (Saputri et all, 2008).

2.5 Kerangka Teori

Daun Pepaya Wortel


Etanol
d 80%
Carica Papaya L. Daucus Carota L.

Beta Karoten
Fenolik

Flavonoid

Gambaran
ROS Daya Reepitelisasi
Ulkus
Bikarbonat
Lambung
Pepsinogen
Mukus
HCl
Histopatologi
Prostaglandin

H. Pylori

NSAID

Merokok

Alkohol

2.6 Kerangka Konsep Stres

Induksi Etanol 80%

Ekstrak Kombinasi Daun Pepaya (Carica papaya L.) dan Sari Wortel (Daucus Carota L.)

Gambaran Histopatologi Lambung


2.7 Hipotesis

Terdapat pengaruh pemberian ekstrak kombinasi daun pepaya


(Carica Papaya L.) dan sari wortel (Daucus Carota L.) terhadap terhadap
gambaran histopatologi lambung yang diinduksi etanol 80% pada tikus
Sprague Dawley.

REFERENSI
Brooks, G. F., Butel, J. S., & Morse, S. A. (2008). Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi
Kedokteran Ed. 23. Jakarta: EGC.

Chandra, P., Kishore, K., & Ghosh, A. K. (2015). Assesment of Antisecretory,


Gastroprotective, and In-vitro Antacid Potential of Daucus Carota in
Experimental Rats. Osong Public Health Res Perspect, 329-335.

Chari, S. (2011). Alcohol and Gastric Acid Secretion in Humans. Mayo Foundation for
Medical Education and Research, 843-847.
Gurcan, M. N., Boucheron, L., Can, A., Madabhushi, A., Rajpoot, N., & Yener, B. (2009).
Histopathological Image Analysis : A Review. National Institutes of Health , 147-
177.

Indran, M., Mahmood, A., & Kuppusamy, U. (2008). Protective Effect of Carica Papaya L
Leaf Extract againts Alcohol Induced Acute Gastric Damage and Blood Oxidative
Stress in Rats. West Indian Med J, 323-326.

Indrawati, Y., Kosasih, P., Soetarno, S., & S., A. G. (2002). Telaah Fitokimia Bunga Pepaya
Gantung (Carica Papaya L.) dan Uji Aktivitas Antioksidannya. Institut Teknologi
Bandung.

Kumar, V., Cotran, R. S., & Robbins, S. (2007). Robbins Buku Ajar Patologi Ed. 7 Vol. 2.
Jakarta: EGC.

Maisarah, A., B., N. A., Asmah, R., & Fauziah, O. (2013). Antioxidant Analysis of Different
Parts of Carica Papaya. International Food Research Journal, 1043-1048.

Mescher, A. L. (2012). Histologi Dasar Junqueira : Text & Atlas Ed. 12. Jakarta: EGC.

Nirosha, N., & Mangalanayaki, R. (2013). Antibacterial Activity of Leaves and Stem
Extract of Carica Papaya L. International Journal of Advances in Pharmacy,
Biology and Chemistry, 473-476.

Prashar, Y., & Vij, T. (2015). A Review on Medicinal Properties of Carica Papaya Linn.
Asian Pacific Journal of Tropical Disease, 1-6.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2014). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Ed. 6 Vol. 1. Jakarta: EGC.

Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A. W., K, M. S., Setiyohadi, B., & Syam, A. F. (2016). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Ed. VI Jilid II. Interna Publishing.

Sherwood, L. (2012). Fundamentals of Human Physiology Ed. 4. Canada: Yolanda Cossio.

Silverthorn, D. U., Johnson, B. R., Ober, W. C., Garrison, C. W., & Silverthorn, A. C. (2014).
Dee Unglaub Silverthorn Fisiologi Manusia Ed. 6. Jakarta: EGC.

Sugesti, E. (2009). Pengaruh Pemberian Sari Wortel (Daucus Carota L.) terhadap Tukak
Lambung pada Tikus Putih Jantan. Fakultas Farmasi Universitas Andalas.

Suhatri, Rusdi, & Sugesti, E. (2015). Pengaruh Pemberian Sari Wortel (Daucus Carota L.)
terhadap Tukak Lambung pada Tikus Putih Jantan . Jurnal Sains Farmasi dan
Klinis, 99-103.

Tortora, G. J. (2014). Principle of Anatomy & Physiology Ed. 14.


Vimala, G., & Shoba, F. G. (2014). A Review on Antiulcar Activity of Few Indian Medicinal
Plants. International Journal of Microbiology, 4.

Anda mungkin juga menyukai