ABSTRAK
Daerah pertambangan Poboya merupakan daerah tambang emas yang dikelola oleh rakyat dan berada
di Kota Palu, Kecamatan Palu Timur, Sulawesi tengah. Kondisi geologi regional di daerah penelitian
merupakan formasi batuan metamorf yang telah teralterasi. Litologinya terdiri dari sekis, kuarsit serta
metagamping. Batuan ini sudah teralterasi sehingga sebagian lereng penambangan menjadi tidak stabil
dan rawan terjadi longsor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi di daerah
penambangan emas Poboya melalui pengamatan di lapangan dan mengetahui kestabilan lereng
tambang dengan menggunakan metode Slope Stability Rating(SSR). Analisis XRD digunakan untuk
mengetahui tipe alterasi daerah penelitian dan penggunaan metode Slope Stability Rating (SSR) untuk
mengetahui stabil tidaknya lereng di lokasi penelitian dengan enam parameter peninjauan, yaitu tipe
batuan, Uniaxial Compressive Strength (UCS), Geological Strength Index (GSI), metode ekskavasi
lereng, airtanah, dan kekuatan gempa. Total ada 9 lereng yang identifikasi dengan nilai GSI dan tinggi
lereng yang bervariasi sehingga menghasilkan nilai SSR yang berbeda-beda. Dari 9 lereng tersebut,
tinggi lereng terendah adalah 25 meter dan sudut lereng 21 o.Terdapat airtanah di salah satu lereng
tersebut yang dinyatakan dalam persen sebesar 39,7 %. Berdasarkan hasil XRD tipe alterasi daerah
penelitian termasuk tipe alterasi argilik.
Kata kunci :slope stability rating (SSR), XRD, alterasi, Poboya
1. Pendahuluan
Longsoran merupakan peristiwa yang diakibatkan kegagalan dari suatu rekayasa atau
kontruksi teknik. Longsoran adalah peristiwa jatuhnya batuan atau adanya pergerakan pada
tanah yang diakibatkan oleh ketidakstabilan lereng serta tergantung pada jenis batuannya.
Dalam perihal longsor, geologi teknik sangat penting untuk membuat suatu zonasi kerentanan
daerah longsor berdasarkan aspek geologi teknik seperti kondisi morfologi, hidrogeologi, dan
struktur geologi di daerah penelitian.
Poboya merupakan daerah pertambangan rakyat yang berada di kota Palu, Sulawesi Tengah.
Beberapa tahun terakhir diketahui banyak terjadi longsor pada permukaan lokasi
penambangan di akibatkan karena penggalian di permukaan dan kondisi geologi daerah
penelitian. Maksud dan tujuan penelitian ini yaitu mengetahui kondisi geologi di daerah
penelitian melalui pengamatan di lapangan serta mengetahui kondisi kestabilan lereng
tambang emas dan mengetahui penyebab terjadinya longsor di lokasi penelitian.
2. Kondisi Geologi Regional Kota Palu
252
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
253
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
3. Metode Penelitian
Tahapan penelitian dilakukan dalam 3 tahap yaitu, tahapan persiapan, tahapan pekerjaan
lapangan, dan tahapan analisis.
Kelerangan satuan perbukitan ini berkisar antara 9o – 11o dan ketinggian absolut daerah ini
206 m – 486 m. Satuan perbukitan berlereng agak landai berada pada bagian timur
memanjang ke arah selatan daerah studi,dengan penyebaran relatif ke arah utara dan selatan.
Pelamparan satuan ini sekitar 23,16% dari seluruh daerah studi. Penamaan satuan didasarkan
pada geometri yang berupa perbukitan berlereng agak landai. Kelerengan satuan perbukitan
ini berkisar antara 2o-4o dan ketinggian absolut daerah ini 200 m-265 m sehingga berdasarkan
klasifikasi dari van Zuidam (1985) masuk dalam perbukitan berlereng agak landai dan Satuan
morfologi dataran berada pada bagian Timur memanjang kea rah selatan daerah penelitian,
dengan penyebaran relatif kearah Barat dan Selatan. Pelamparan satuan didasarkan 61,15%
dari seluruh daerah penelitan. Penamaan satuan didasarkan pada pengontrol litologi dominan
yaitu endapan pasir lempungan dan geometri yang berupa dataran.
Kondisi litologi daerah penelitian terdapat 4 satuan batuan di lokasi penelitian yaitu, sekis,
kuarsit, marmer dan batupasir serta terdapat beberapa struktur yang memotong daerah sungai.
Peta geologi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
255
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Berdasarkan Gambar 5, terlihat ada 2 lereng yang dinyatakan failed disebabkan sudut
lereng yang diperoleh di lapangan lebih besar dibandingkan safety slope yang diberikan oleh
SSR, dengan kata lain lereng tersebut tidak stabil. Dengan ketentuan tinggi lereng minimum
25 m.
Tipe alterasi di daerah Poboya menurut Puspita, 2017 termasuk dalam alterasi argilik dan
propilitik. Dalam penelitian ini dilakukan analisis XRD dan Petrografi (Gambar 6) untuk
identifikasi mineral lempung tersebut.
Berdasarkan analisis XRD diperoleh beberapa mineral alterasi yang terdapat di 3 lereng
pada lokasi penelitian yang tertera pada Tabel 4. Dari beberapa macam mineral yang
diperoleh menurut Corbett dan Leach (1997) tipe alterasi di daerah penelitian termasuk dalam
tipe alterasi argilik.
Tipe alterasi argilik yang ditemukan tersebar hampir 50% dari luas keseluruhan daerah
penelitian yang berarah baratdaya-timurlaut. Batuan yang teralterasi yaitu sekis-gneiss dan
marmer. Dengan kenampakan dilapangan dicirikan berwarna cokelat keputih-putihan yang
menunjukkan kaya akan mineral lempung.
Tingkat pelapukan diketahui dengan cara menghitung luas pori dari sampel sayatan tipis
(Gambar 7). Dimana pada salah satu sampel yang dihitung porinya diperoleh 8,705 % (Tabel
5). Secara teori menyebutkan semakin banyak pori yang terdapat dalam suatua batuan maka
tingkat pelapukan batuan tersebut semakin tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa kategori
tingkat pelapukan pada daerah Poboya termasuk dalam tingkatan slightly weathered atau
sedikit lapuk.
5. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang ada dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Kondisi geologi daerah penelitian terdiri dari litologi batuan sekis, kuarsit, marmer
dan batu pasir. Struktur yang tersebar di lokasi penelitan terdapat banyak struktur
seperti kekar dan sesar. Hal ini merupakan salah satu yang memicu terjadinya
ketidakstabilan lereng batuan di daerah Poboya.
2. Dari 9 lereng yang ditinjau berdasarkan analisis SSR terdapat 2 lereng yang
mengalami kegagalan yaitu lereng pada lokasi PBY 2 dan PBY 9. Dimana besar sudut
lereng dilapangan lebih kecil dibandingan besar sudut lereng yang ditetapkan oleh
kurva desain SSR yang menurut Taheri dan Tani (2009) lereng tersebut mengalami
kegagalan dan akan terjadi longsor.
Dari hasil XRD terdapat banyak mineral lempung mengindikasikan terjadinya
pelapukan dan tipe alterasi yang tergolong tipe alterasi argilik.
Acknowledgements
Penelitian ini merupakan hasil kerjasama dengan mahasiswa S3 Teknik Sipil Universitas
Gadjah Mada. Akses dan informasi lengkap mengenai paper akan diterbitkan pada Tesis atas
nama Nunik Rezkiarti dan Disertasi atas nama Sriyati Ramadhani. Tesis dan disertasi tersebut
dapat diakses di Perpustakaan UGM selambat-lambatnya pada bulan Desember 2017.
256
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Terima kasih kepada Pembimbing utama Bapak Dr. Wahyu Wilopo, ST., M.Eng dan
pembimbing pendamping Bapak I Gde Budi Indrawan, Ph.D., yang telah membimbing
sampai terselesaikannya makalah ini. Terima kasih juga kepada ibu Sriyati Ramadhani yang
telah memberikan peluang untuk kerjasama dalam hal analisis laboratorium dan lain-lain.
Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan
selanjutnya. Kritik dan saran bias langsung dikirimkan pada email corresponding author yang
tertera diatas.
Daftar Pustaka
Corbett, GJ., dan Leach, T.M. (1997). Southwest Pacific Rim Gold-Copper System:
Structure,Alteration, and Mineralization. Corbet Geological Services, Sidney.
Katili, J.A. (1978). Past And Present Geotechtonic Position Of Sulawesi, Indonesia,
Techtophysics
Kavalieris, I., Van Leeuwen, Th, M., Wilson, M. (1992). Geological setting and
styles of mineralization, north arm Sulawesi, Indonesia. Journal of Southeast Asian
Earth Sciences
Puspita, R. (2017). Kontrol Geologi dan Karakteristik Mineralisasi Bijih, Alterasi, dan Fluida
Hidrotemal Pada Endapan Emas Epitermal daerah Poboya, Kota Palu, Provinsi
Sulawesi Tengah. Tesis, Program Studi S2 Teknik Geologi, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Sonmez, H, Ulusay R (1999) Modification to The Geological Strength Index (GSI) And Their
Application to Stability Of Slopes. Int J Rock Mech Min Sci 36:743-760
Sukamto, R. (1973). Reconnaissance Geologic Map of Palu Area, Sulawesi Geological
Survey of Indonesia. Directorate of Mineral Resources, Geol. Res. Dev. Cen. Bull.,
Bandung.
Surono. (2013). Geologi Sulawesi, LIPI Press. Jakarta.
Taheri, A., Tani, K. (2009). Assesment of the Stability of Rock Slopes by the Slope Stability
Rating Classification System. J.Rock Mech Rock Eng. Springer-Verlag.
Van Bemmelen, R.W. 1949. Tbe geology of Indonesia. General geology Indonesia and
acfjacentarcbipelagoes, lA, 732. Government Printing Office, Martinus Nijhoff, The
Hague.
257
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
258
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 2. Merupakan nilai pengamatan GSI pada lokasi 1 dengan nilai SCR = 10, SR = 80, dan GSI
=50.
259
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 3. Foto rembesan air tanah pada stasiun pengamatan 1. Kamera menghadap ke barat.
Gambar 4. Desain Kurva Slope Stability Rating (SSR) (Taheri dan Tani, 2009)
260
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 5. Hubungan antara tinggi lereng dan SSR dalam fungsi kemiringan sudut untuk 9 lereng
pada daerah penelitian
Gambar 6. Foto mikrograf sayatan tipis dengan pada stasiun pengamatan 9 dengan litologi kuarsit,
terlihat mineral muskovit, kuarsa, dan kumpulan mineral alterasi
261
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 7. Foto sayatan tipis pada stasiun pengamatan 7 dengan medan pandang 1 sampai 4, litologi
sekis.
Tabel 1. Slope Stability Rating (SSR) rock mass classification system for preliminary evaluation of
slope stability (Taheri and Tani, 2009)
1 PBY 1 26.3
2 PBY 2 31.3
3 PBY 3 25.3
4 PBY 4 31.5
5 PBY 5 41
6 PBY 6 66.3
7 PBY 7 81.3
8 PBY 8 33
9 PBY 9 73
Good
PBY 5a Kuarsit 55 41.0 dry 30.9 63 stable
5 blasting 56.0
PBY 5b 56 57 29
PBY 5c 54 55 28.7
PBY 5d 56 57 29.2
PBY 5e 55 56 30.1
Good
PBY 6a Kuarsit 60 66.3 dry 28 60 stable
6 blasting 71.0
PBY 6b 61 72 28
PBY 6c 60 71 28.5
PBY 6d 60 71 29
PBY 6e 61 72 28.7
Poor
PBY 7a Kuarsit 61 81.3 dry 28.4 59 stable
7 blasting 68.0
PBY 7b 61 68 32.1
PBY 7c 59 66 33
PBY 7d 60 67 43
Poor
PBY 8a Sekis 65 33.0 dry 34 68 stable
8 blasting 62
PBY 8b 64 61 35.2
PBY 8c 65 62 37
Normal
PBY 9a Marmer 55 73.0 dry 31 72 failed
9 Blasting 66
PBY 9b 54 65 35
PBY 9c 54 65 36
PBY 9d 53 64 28
264
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
265