Anda di halaman 1dari 38

Tinjauan

PENGAWASAN LEMBAGA KEUANGAN


\

Dirangkum oleh
Dr. Batara M. Simatupang

1
Pasal 34 Undang-Undang No.23
Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia

UU No. 21 Tahun 2011

2
Pengawasan Pasar
Modal dan IKNB
masih berada di
Bapepam-LK

Pengawasan Perbankan
masih berada di BI

22 Nov 2011 31 Des 2012 31 Des 2013 2015


UU No. 21 Pengaturan dan Pengaturan dan Pembinaan
Tahun 2011 Pengawasan Pengawasan Pengaturan dan
tentang OJK Pasar Modal & Perbankan Pengawasan LKM
disahkan IKNB beralih ke beralih ke OJK
(Masa Transisi) OJK

3
Konglomerasi Bisnis

Integrasi Produk dan Jasa


Keuangan
Reformasi
Membutuhkan Institusional di
Hybrid Product Sistem Pengaturan
Pengaturan & dan
Arbitrase Peraturan Pengawasan Pengawasan
Terintegrasi Sektor Jasa
Koordinasi Lintas keuangan
Sektoral
Perlindungan Konsumen

4
Beberapa lembaga keuangan besar yang ada di Indonesia mengalami
transformasi kegiatan usaha, semula hanya bank, namun saat ini menjadi
konglomerasi keuangan yang menjual produk dan jasa keuangan lainnya.

Konglomerasi bisnis di lembaga keuangan memerlukan lembaga pengaturan dan


pengawasan yang terintegrasi.
5
Terjadi cross selling produk dan jasa keuangan di antara lembaga jasa
keuangan yang berbeda, disertai perpindahan risikonya

Produk Investasi

Reksa Dana

Obligasi
BANK
X

Supermarket Keuangan Produk Asuransi

Perlu pengawasan terintegrasi


6
Globalisasi sistem Kemajuan Inovasi keuangan
keuangan Teknologi
Informasi

Perlunya
koordinasi antar
lembaga/
Product otoritas
Sophisticated
pengawasan yang
Berbasis IT terintegrasi
Hybrid product
Saling terkait antar
IJK

7
Perusahaan Publik Lembaga
terdaftar di bursa Perbankan
efek

Otoritas bursa
Otoritas pengawas bank
efek

Berpotensi memunculkan arbitrary


Pengawasan 2 ketentuan
otoritas berbeda: Kebijakan dan pengaturan berbeda/ tolak
belakang
Pengawasan terintegrasi menjadi solusi atas
permasalahan “arbitrary” sehingga redundancy
dan overlaping ketentuan dapat diminimalisasi
8
Otoritas Keuangan di Indonesia

Kementerian Bank Indonesia


Keuangan

Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK)

Koordinasi lintas sektoral yang baik diharapkan akan


mendorong harmonisasi kebijakan di bidang fiskal,
moneter, dan sektor jasa keuangan yang semakin
terpadu, saling mendukung, dan menjaga kestabilan
sistem jasa keuangan di Indonesia

9
Otoritas Keuangan di Indonesia

Kementerian Bank Indonesia


Keuangan

Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK)

Koordinasi lintas sektoral yang baik diharapkan akan


mendorong harmonisasi kebijakan di bidang fiskal,
moneter, dan sektor jasa keuangan yang semakin
terpadu, saling mendukung, dan menjaga kestabilan
sistem jasa keuangan di Indonesia

10
Sebelum Setelah
berdiri OJK berdiri OJK

Undang-Undang Nomor 21 Tahun


Aspek perlindungan konsumen bagi 2011 tentang OJK mengamanatkan
masyarakat maupun pengguna dalam:
produk dan jasa keuangan belum
diatur secara spesifik, konkret, dan Pasal 4 Pasal 30
terintegrasi dalam perundang-
undangan keuangan dan Pasal 28 Pasal 31
pengawasan jasa keuangan baik
yang bersifat sektoral maupun
kelembagaan Pasal 29

Mengamanatkan OJK untuk


memberikan perlindungan kepada
konsumen dan masyarakat di sektor
jasa keuangan 11
Tujuan
Pembentukan OJK

Teratur, adil, tranparan, Pengawasan


akuntabel prudential
bagi semua 1
LJK di
Mampu mewujudkan Indonesia
sistem keuangan yang
berkelanjutan dan stabil
Pengawasan
Mampu melindungi market
kepentingan konsumen conduct,
maupun masyarakat upaya 2
perlindungan
konsumen
Pasal 4 UU No.21 Tahun
2011 tentang OJK

12
Fungsi Tugas Wewenang
Melakukan
pengaturan dan
pengawasan
Menyelenggarakan terhadap kegiatan
sistem pengaturan jasa keuangan di
dan pengawasan sektor:
1. Perbankan Lebih jelas tertuang
yang terintegrasi dalam Pasal 7, 8 dan
2. Pasar Modal
terhadap 3. Perasuransian, 9 UU No. 11 Tahun
keseluruhan Dana Pensiun, 2011 tentang OJK
kegiatan di sektor Lembaga
jasa keuangan Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa
Keuangan
Pasal 5 UU No. 11 Lainnya
Pasal 6 UU No. 11
Tahun 2011 tentang
Tahun 2011 tentang
OJK
OJK

13
Mengatur dan
Fiscal Kementerian Melaksanakan
Fiscal Policy
Authority Keuangan kebijakan
fiskal
Menjaga
Monetary Monetary Bank stabilitas
Authority Policy Indonesia sistem
moneter
Financial Financial Mengatur dan
System Regulation Otoritas Jasa mengawasi
Stability and Keuangan lembaga jasa
Authority Supervision keuangan
Secara umum Di Indonesia
Pengawasan Stability of the
Macroprudential
whole financial
Makroprudensial Stability
system
:
Stability of
Microprudential
Pengawasan Stability
individual financial
Mikroprudensial: institutions
15

15
Tax Policy
& Rate

Monetary
Policy
Price Stability:
Inflasi & Nilai
Tukar Central Bank
(payment system)

16
Perizinan
pembukaan
bank dan UU No. 10 tahun Undang-Undang
kantor 1998 tentang Perbankan Nomor
perubahan UU 23 tahun 1998
cabang bank
No. 7 tahun 1992 Pasal 33 ayat 1
dilakukan tentang
oleh Perbankan
Kementerian
Keuangan

Pengaturan
dan
pengawasan
industri
1.Kepres No 52
perbankan tahun 1976
dilakukan 2.Kepres No 41
oleh Bank tahun 1988
Indonesia 3.UU No 8 tahun
1995 tentang
(BI) Pasar Modal
(PM)

17
21 Nov 2011 31 Des 2013 1 Jan 2015

Tahun 31 Des 2012 1 Jan 2014


2006

18
Sebelum OJK Berdiri Setelah OJK Berdiri
Kewenangan OJK:
Kewenangan Bapepam 31 Des ‘12: Pasar
LK: Modal; dan
Pasar Modal dan IKNB IKNB (Perasuransian,
(Perasuransian, Lembaga Pembiayaan,
Lembaga Pembiayaan, dan Dana Pensiun)
dan Dana Pensiun) 31 Des ‘13: Perbankan
Kewenangan Bank (Pengawasan
Indonesia: Perbankan, Mikroprudensial)
Sistem Pembayaran,
1 Jan ‘14: BPJS
Kebijakan Moneter dan Kesehatan
Stabilitas Nilai Tukar
1 Jan 2015: Lembaga
Keuangan Mikro
Kewenangan Bank Indonesia:
Perbankan (Makroprudensial),
Sistem Pembayaran,
Kebijakan Moneter dan
Stabilitas Nilai Tukar

19
Fungsi pengawasan mikroprudensial yang dilakukan oleh OJK
terdiri dari:

Pengaturan terhadap seluruh industri jasa


keuangan
1.Untuk menjamin
tingkat kesehatan
masing-masing
Pengawasan terhadap seluruh industri jasa individu lembaga jasa
keuangan keuangan
2.Untuk melindungi
kepentingan konsumen
pengguna jasa
keuangan
Perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan

Pengawasan mikroprudensial dilakukan secara menyeluruh terhadap kelembagaan,


proses bisnis, governance, permodalan, likuiditas maupun sistem pelaporan untuk
setiap lembaga jasa keuangan baik secara langsung (on-site supervision) maupun
tidak langsung (off-site supervision)
20
 Micro-prudential regulation — consisting of such measures as the certification of
those working in the financial sector; rules on what assets can be held by whom;
how instruments are listed, traded, sold and reported; and measures of the value
and riskiness of assets—concerns itself with the stability of individual entities and
the protection of clients of the institutions. Micro-prudential regulation examines
the responses of an individual bank to exogenous risks. It does not incorporate
endogenous risk, and it neglects the systemic implications of common behaviour
– The Warwick Commission
 The main focus of micro-prudential supervision is to safeguard individual financial
institutions from idiosyncratic risks and prevent them from taking too much risk
– Financial Stability Review, 2014
 A micro-prudential approach is one in which regulation is partial equilibrium in its
conception and aimed at preventing the costly failure of individual financial
institutions.
– Hanson, 2010
Macroprudential Macroprudentia Financial
Supervision l Industrial
Stability Soundness

Soundness of
Microprudential Microprudential Balance Sheet
Supervision Stability and Profit
Loss
Individual Risk Assessment • Liquidity Risk
• Credit Risk
• Market Risk
• Operational Risk
• Other Risk

Individual Financial Performance • BalanceSheet


• Profit Loss
• Performance
Growth
Wewenang OJK tertuang dalam UU No. 21 tentang OJK pasal 7,8, dan 9

Pasal 7

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:
a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi
dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi,
dan aktivitas di bidang jasa;
b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum,
batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan
pencadangan bank;
2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3. sistem informasi debitur;
4. pengujian kredit (credit testing); dan
5. standar akuntansi bank; 24
Wewenang OJK tertuang dalam UU No. 21 tentang OJK pasal 7,8, dan 9

Pasal 7 (lanjutan)

c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:


1. manajemen risiko;
2. tata kelola bank;
3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d. pemeriksaan bank.

25
Wewenang OJK tertuang dalam UU No. 21 tentang OJK pasal 7,8, dan 9

Pasal 7 (lanjutan)

c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:


1. manajemen risiko;
2. tata kelola bank;
3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d. pemeriksaan bank.

26
Wewenang OJK tertuang dalam UU No. 21 tentang OJK pasal 7,8, dan 9

Pasal 8

Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK


mempunyai wewenang:
a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
Lembaga Jasa Keuangan;
h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
27
Wewenang OJK tertuang dalam UU No. 21 tentang OJK pasal 7,8, dan 9

Pasal 9

Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK


mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan
tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang
kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak
tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
h. memberikan dan/atau mencabut: izin usaha; izin orang perseorangan; efektifnya
pernyataan pendaftaran; surat tanda terdaftar; persetujuan melakukan kegiatan
usaha; pengesahan; persetujuan atau penetapan pembubaran; dan penetapan lain,
28
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
Pengawasan terintegrasi merupakan salah satu bentuk pengawasan terhadap
sebuah lembaga jasa keuangan beserta lembaga jasa keuangan lainnya yang
merupakan anak perusahaan dari lembaga jasa keuangan tersebut

Dengan struktur pengawasan terintegrasi, diharapkan pengawasan terhadap


suatu kelompok atau grup atau konglomerasi lembaga jasa keuangan beserta
anak perusahaannya dapat dilakukan secara bersama-sama, komprehensif, dan
terkonsolidasi
29
Definisi Market Conduct
Good Practices for Financial Consumer Protection oleh World Bank
menyebutkan bahwa market conduct merupakan keterkaitan praktik
bisnis dengan konsumen ritel. (World Bank, 2012)

POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa


Keuangan “market conduct adalah perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan
dalam mendesain, menyusun dan menyampaikan informasi, menawarkan,
membuat perjanjian, atas produk dan/atau layanan serta penyelesaian
sengketa dan penanganan pengaduan”. (POJK Nomor 1/POJK.07/2013)

Secara harfiah market conduct dapat diartikan sebagai perilaku dari


pelaku pasar di sektor jasa keuangan.

30
Off-site supervision On-site supervision

Pengawasan/ pemeriksaan
pengumpulan data dan
secara langsung kepada
analisis terhadap laporan
PUJK yang dilakukan oleh
kertas kerja implementasi
bidang pengawasan
5 prinsip perlindungan
perbankan, pasar modal,
konsumen
dan industri keuangan
non-bank
thematic surveillance:
mystery shopping,
customer testimony,
indepth interview, survei,
focus group discussion,
dan undercover.

31
PENGAWASAN LEMBAGA PEMBIAYAAN
PENGAWASAN LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
OJK melakukan pembinaan terhadap industri
Lembaga Pembiayaan agar tetap berkembang untuk
mendukung pertumbuhan perekonomian nasional. Salah
satu cara dalam melakukan pembinaan tersebut adalah
dengan melakukan pengawasan terhadap lembaga
pembiayaan.
Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan
terhadap lembaga pembiayaan, OJK melalui Direktorat
Pengawasan Lembaga Pembiayaan menggunakan 2
metode, yaitu:
1. Pengawasan secara off-site supervision, dilaksanakan
dengan cara monitoring dan penelaahan atas laporan
keuangan dan kegiatan yang dilaporkan secara
periodik oleh Lembaga Pembiayaan.
2. Pengawasan secara on-site supervision dilakukan
dengan cara melakukan pemeriksaan lapangan secara
langsung terhadap Lembaga Pembiayaan.
32
33
TAHAP PEMERIKSAAN LANGSUNG
Dalam pelaksanaan setiap kegiatan pemeriksaan
langsung, ada beberapa tahapan yang saling
berkaitan dan berkesinambungan, yaitu:
1. Tahap penyusunan rencana kegiatan pemeriksaan
langsung;
2. Tahap pemeriksaan langsung yang terdiri dari
persiapan pemeriksaan langsung, pelaksanaan
pemeriksaan langsung, dan pelaporan hasil
pemeriksaan langsung;
3. Tahap pelaksanaan tindak lanjut hasil
pemeriksaan langsung; dan
4. Tahap evaluasi kegiatan pemeriksaan langsung
sebagaimana pada Gambar di atas

34
PENGAWASAN BERBASIS KEPATUHAN DAN
BERBASIS RISIKO
Sejak diundangkannya POJK Nomor 10 / POJK.
05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko Lembaga
Jasa Keuangan Non-Bank serta POJK Nomor
11/POJK.05/2014 tentang Pemeriksaan Langsung
Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, terjadi
perubahan pola pemeriksaan atau pengawasan
terhadap industri Perusahaan Pembiayaan yang
sebelumnya pengawasan berdasarkan kepatuhan
(compliance based supervision) menjadi pengawasan
berbasis risiko (risk based supervision).

35
Pada saat ini, pengawasan berbasis risiko hanya baru
diterapkan pada Perusahaan Pembiayaan saja.
Kedepannya, model pengawasan tersebut diharapkan
dapat diterapkan pada industri lembaga pembiayaan
lainnya seperti Perusahaan Modal Ventura dan
Perusahaan.
Perhitungan tingkat risiko didasarkan pada faktor sebagai
berikut:
1. Risiko bawaan, yaitu seluruh risiko yang melekat
dalam setiap jenis kegiatan perusahaan;
2. Manajemen dan pengendalian, yaitu hal-hal yang
dapat dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris
atau yang setara untuk meminimalkan tingkat risiko
bawaan; dan
3. Dukungan dana, yaitu pendanaan atau permodalan
yang tersedia yang menggambarkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dan
mempertahankan usahanya

36
Jenis risiko di industri Perusahaan Pembiayaan
meliputi yaitu:
1. Risiko kepengurusan (board risk);
2. Risiko tata kelola (governance risk);
3. Risiko strategi (strategic risk);
4. Risiko operasional (operational risk);
5. Risiko kekayaan dan liabilitas (asset and liabilities
risk);
6. Risiko dukungan dana/pendanaan (capital
support/ funding risk);
7. Risiko pembiayaan (khusus untuk industri
pembiayaan) (financing risk).

37
38

Anda mungkin juga menyukai