Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman Umbi Gadung


Umbi Gadung segar yang diperoleh dari koleksi tanaman Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) dideterminasi di Herbarium
Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Cibinong. Tujuan
determinasi adalah untuk memastikan kebenaran spesies dan keluarga tanaman
yang digunakan. Hasil determinasi menunjukkan bahwa umbi yang digunakan
dalam penelitian adalah umbi gadung dengan nama latin Dioscorea hispida
Dennst. dan termasuk ke dalam keluarga Dioscoreacea (Lampiran 2). Umbi
berbentuk bulat dan diliputi rambut akar yang kaku pada kulit umbi. Umbi gadung
yang digunakan memiliki warna daging putih gading sampai kuning (Gambar 3).

Gambar 3. Umbi Gadung Segar dari koleksi tanaman Balai Penelitian


Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO)Kementerian
Pertanian RI, Cimanggu, Bogor.
B. Hasil Pembuatan Pati Umbi Gadung
Proses pembuatan pati umbi gadung dilakukan dengan menggunakan umbi
gadung segar sebanyak 3 kg. Umbi gadung yang telah diproses mendapatkan hasil
sebanyak 103,06 g sebuk pati umbi gadung. Pada pembuatan pati umbi gadung
dilumurkan dengan abu gosok dan direndam dengan air. Proses ini bertujuan
untuk meminimalkan kadar asam sianida dalam umbi gadung. Umbi gadung
mengandung senyawa glikosida sianogenik yang dapat berubah menjadi asam
sianida melalui proses hidrolisis. Asam sianida merupakan senyawa beracun yang
mudah menguap, tidak berwarna, dan sangat mudah larut dalam air (Sasongko
2009). Hasil pembuatan pati umbi gadung dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar
4 (Lampiran 3).

Tabel 3. Hasil Pembuatan Pati dan Polisakarida Larut Air Umbi Gadung
Bahan Jumlah
Umbi gadung segar 2 kg
Serbuk pati umbi gadung 103,06 g
Serbuk polisakarida larut air umbi
29, 08 g
gadung
Rendemen 28,22 %

C. Hasil Pembuatan Polisakarida Larut Air Umbi Gadung


Pati umbi gadung difermentasi dengan kapang Rhizopussp. hingga
diperoleh serbuk polisakarida larut air sebanyak 29,08 g (Tabel 3). Proses
fermentasi bertujuan untuk menghasilkan polisakarida larut air yang tidak dapat
dicerna oleh enzim pencernaan. Kapang Rhizopussp. mampu memisahkan protein
yang terikat pada polisakarida, sehingga didapatkan polisakarida larut air murni
bebas protein. Tabel 3 menunjukkan hasil rendemen polisakrida larut air umbi
gadung sebesar 28,22%. Estiasih et al. (2012) melaporkan bahwa rendahnya hasil
rendemen disebabkan oleh adanya aktivitas dari kapang yang mengubah
polisakarida larut air menjadi komponen lain seperti oligosakarida. Hasil
polisakarida larut air umbi gadung dan rendemen dapat dilihat pada Tabel 3 dan
Gambar 4 (Lampiran 3).

Serbuk polisakarida larut air


umbi gadung

(a) (b)

Gambar 4. (a) Serbuk Pati Umbi Gadung, (b) Serbuk Polisakarida Larut Air
Umbi Gadug
D. Uji Kualitatif Karbohidrat
Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya karbohidrat
dalam sampel uji. Hasil pengujian kualitatif karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 4
(Lampiran 4)

Tabel 4. Hasil Uji Kualitataif Karbohidrat


Jenis Uji Hasil Keterangan
Uji Molish + Terbentuk cincin warna
ungu
Uji Benedict - Tidak terbentuk endapan
berwarna merah bata
Uji Barfoed + Tidak terbentuk endapan
warna merah, orange
Uji Iodium + Larutan berwarna biru tua
sampai ungu
(+) = ada, (-) = tidak ada

Pengujian kualitatif karbohidrat dilakukan dengan menggunakan uji


tabung berupa uji molish, uji benedict, uji barfoed, dan uji iodium. Uji molish
reaksi ini positif apabila terbentuk cincin warna violet diantara 2 larutan yakni
larutan sampel dan larutan asam. Hasil pengujian didapatkan polisakarida larut air
positif mengandung karbohidrat. Uji benedict merupakan uji untuk mengetahui
adanya gula pereduksi. Reaksi positif apabila dalam larutan timbul endapan
berwarna merah bata. Uji barfoed bertujuan untuk membedakan monosakarida
dan disakarida. Reaksi positif monosakarida apabila dalam waktu yang lebih cepat
terbentuk endapan warna merah orange. Reaksi positif disakarida apabila tidak
terbentuk endapan setelah dipanaskan lama. Uji iodium bertujuan mengetahui
adanya pati yang terhidrolisis. Reaksi positif apabila larutan berwarna biru tua
sampai ungu (Kusbandari 2015).

E. Hasil Pemeriksaan Mutu Polisakarida Larut Air Umbi Gadung


1. Susut Pengeringan
Prinsip analisis susut pengeringan adalah mengukur berat air bebas yang
teruapkan dan tidak terikat kuat dalam jaringan bahan dengan bantuan panas.
Tujuan dilakukan penetapan susut pengeringan adalah untuk mengetahui batasan
maksimal besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes RI
2000). Tidak hanya menggambarkan air yang hilang tetapi juga senyawa menguap
lain, seperti asam sianida dan alkaloid. Hasil penetapan susut pengeringan serbuk
polisakarida larut air umbi gadung adalah 87,72 % (Tabel 5 dan Lampiran 5).

2. Kadar Abu
Bahan pangan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sisanya terdapat
unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal juga sebagai zat anorganik. Bahan-
bahan organik akan terbakar dalam proses pembakaran tetapi bahan anorganik
tidak terbakar karena itulah dikatakan kadar abu (Winarno 2008). Penentuan
kadar abu dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan mineral internal dan
ekstrenal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya serbuk polisakarida
larut air. Penetapan kadar abu juga dilakukan untuk mengontrol jumlah pencemar
anorganik seperti pasir, kerikil kecil yang ada dalam serbuk pati. Hasil penetapan
kadar abu pada serbuk umbi gadung adalah 0,19 % (Tabel 5 dan Lampiran 5).

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Mutu Polisakarida Larut Air Umbi Gadung

Parameter Hasil (%)


Susut Pengeringan 88,20
Kadar abu 0,32

F. Uji Aktivitas Inhibitor Enzim Alfa-Glukosidase


Pengujian aktivitas inhibitor enzim alfa-glukosidase diukur berdasarkan
hasil absorbansi para-nitrofenol menggunakan microplate reader pada panjang
gelombang 415 nm. Pengujian dilakukan menggunakan enzim alfa-glukosidase
0,207 Unit/ml dan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dengan konsentrasi 5
mM (Lampiran 6 dan 7). Sampel memiliki kemampuan penghambatan enzim alfa-
glukosidase jika p-nitrofenol yang dihasilkan berkurang (Sugiwati et al. 2009).
Hal ini ditandai dengan semakin pudar warna kuning yang dihasilkan maka
semakin besar penghambatan yang terjadi. Hasil inhibisi yang diperoleh
digunakan untuk mendapatkan nilai IC50 dari analisis data probit. Nilai IC50 adalah
konsentrasi yang dapat menghambat 50% aktivitas enzim alfa-glukosidase, maka
semakin kecil nilai IC50 semakin baik daya inhibisinya.
Pengujian pertama dilakukan pada uji banko dan kontrol normal.
Pengujian blanko berfungsi sebagai pengukuran pada titik nol konsentrasi.
Pengujian kontrol normal bertujuan untuk melihat aktivitas yang semestinya
dihasilkan dari kerja antara substrat dengan enzim. Pengujian larutan blanko dan
kontrol normal dilakukan setiap kali pengujian karena pada penyimpanan larutan
enzim dapat terjadi penurunan aktivitas enzim. Penambahan natriumbikarbonat
berfungsi untuk membasakan larutan yang dapat merusak struktur substrat dan
situs aktif enzim, sehingga substrat tidak bisa lagi mengidentifikasi enzim.
Pengujian selanjutnya akarbosa sebagai kontrol positif dan sampel sebagai kontrol
negatif (Lampiran 10).

Gambar 5. Mekanisme Akarbosa Dalam Menghambat Enzim Alfa-


Glukosidase (Zuhro 2012)

Menurut Hanefeld (2007) akarbosa adalah obat antidiabetes oral yang


disetujui untuk pengobatan pradiabetes. Akarbosa digunakan karena dapat
menghambat kerja enzim alfa-glukosidase (Ganesan et al. 2011). Akarbosa
bekerja dengan cara kompetitif, karena akarbosa memiliki struktur yang hampir
mirip dengan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida. Prinsip kerja akarbosa
adalah dengan cara mengikat enzim alfa-glukosidase pada situs aktif enzim
sehingga mencegah hidrolisis oligosakarida (Stryer 2000). Oligosakarida yang
tidak terhidrolisis tidak diserap oleh lumen usus karena hanya monosakarida
seperti glukosa dan fruktosa yang dapat diserap oleh lumen usus. Dengan
demikian akarbosa dapat menghambat penyerapan glukosa di saluran pencernaan,
sehingga tidak terjadi kenaikan kadar glukosa di dalam darah.
Pengujian aktivitas inhibitor alfa-glukosidase oleh akarbosa dan sampel
(PLA) menggunakan konsentrasi 1280; 640; 320, 160; 80; dan 40 ppm (Lampiran
8). Pengujian dilakukan dengan berbagai konsentrasi bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi terhadap daya inhibisi. Hasil pengujian akarbosa yang
menunjukkan nilai persen inhibisi paling baik terjadi pada konsentrasi 160 ppm
sebesar 54,70 %. Nilai persen inhibisi terendah terjadi pada konsentrasi 40 ppm
sebesar 42,47 %. Berdasarkan data tersebut didapatkan hasil bahwa semakin
tinggi konsentrasi maka semakin besar persen inhibisinya. Nilai IC50 akarbosa
terhadap aktivitas inhibisi alfa-glukosidase sebesar 102,33 ppm (µg/ml) (Tabel 4
dan Lampiran 15).

Tabel 6. Hasil Uji Akarbosa Sebagai Aktivitas Inhibitor Enzim Alfa-


glukosidase

Log
Rata- Persentase
Kons kons Probit IC50
rata Inhibisi
(µg/ml) (µg/ml) (Y) (µg/ml)
Abs (%)
(X)
40 1,26 1,60 42,47 4,81
80 1,24 1,90 43,25 4,83
160 0,99 2,20 54,70 5,12
102,33
320 0,87 2,50 59,50 5,24
640 0,58 2,80 73,30 5,62
1280 0,46 3,10 78,78 5,78

Hasil pengujian sampel polisakarida larut air umbi gadung menunjukkan


bahwa PLA umbi gadung memiliki aktivitas inhibitor terhadap enzim alfa-
glukosidase. Semakin kecil nilai absorbansi maka semakin besar persen inhibisi,
semakin besar persen inhibisi maka semakin besar daya hambat terhadap enzim
alfa-glukosidase. Hasil pengujian PLA umbi gadung dilihat dari nilai persen
inhibisi terjadi pada konsentrasi 1280 ppm sebesar 52,25 %. Nilai persen inhibisi
terendah terjadi pada konsentrasi 40 ppm sebesar 2,59 %. Sehingga dapat
diakatakan potensi relatif polisakarida larut air terhadap akarbosa sebesar 0,080
kali akarbosa (Lampiran 19). Nilai IC50 PLA umbi gadung terhadap aktivitas
enzim alfa-glukosidase sebesar 1288,25 ppm (µg/ml) (Tabel 6 Lampiran 16).
Tabel 7. Hasil Uji Polisakarida Larut Air Umbi Gadung Sebagai Aktivitas
Inhibitor Enzim Alfa-glukosidase

Log
Rata- Persentase
Kons kons Probit IC50
rata Inhibisi
(µg/ml) (µg/ml) (Y) (µg/ml)
Abs (%)
(X)
40 1,79 1,60 2,50 3,04
80 1,70 1,90 7,67 3,57
160 1,47 2,20 19,93 4,15
1288,25
320 1,43 2,50 21,10 4,22
640 1,31 2,80 28,74 4,44
1280 0,88 3,10 52,25 5,05

Berdasarkan data dari Tabel 5 dan 6 dapat diamati bahwa nilai IC50
akarbosa lebih kecil dibandingkan dengan nilai IC50 sampel (PLA umbi gadung).
Nilai IC50 (Tabel 5) menunjukkan bahwa akarbosa memiliki aktivitas inhibisi
terhadap enzim alfa-glukosidase yang sangat baik. Pada (Tabel 6) menunjukkan
pula bahwa PLA dari umbi gadung memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim
alfa-glukosidase. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya menyatakan
bahwa polisakarida larut air umbi gadung dapat mencegah terjadinya penguraian
oligosakarida menjadi monosakarida (Naquvi et al. 2011) .

(a)

(b)
(c)

Gambar 6. (a) Struktur Akarbosa, (b) Struktur Polisakarida, (c) Srtuktur


substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (Sugiwati et al. 2009)

Aktivitas inhibisi terhadap enzim alfa-glukosidase dapat disebabkan oleh


adanya senyawa karbohidrat pada polisakarida larut air umbi gadung. Karbohidrat
ini yang diduga menjadi inhibitor kompetitif terhadap enzim alfa-glukosidase
(Sugiwati et al. 2009). Struktur polisakarida sama seperti struktur akarbosa yang
memiliki bentuk mirip dengan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (Gambar
6). Polisakarida hadir untuk menggantikan posisi substrat p-NPG yang menduduki
sisi aktif enzim, sehingga tidak terjadi pemutusan ikatan glikosidik posisi 1-6 α
pada substrat. Hal ini yang menyebabkan glukosa tidak masuk ke dalam usus
karena tidak ada glukosa yang dihasilkan dari kerja enzim alfa-glukosidase akibat
adanya polisakarida. Tidak adanya glukosa yang terserap ke dalam usus maka
tidak terjadi pula peningkatan glukosa dalam darah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Kesimpulan dari uji aktivitas inhibisi enzim alfa-glukosidase oleh
polisakarida larut air dapat disimpulkan bahwa larutan polisakarida larut air yang
mencapai inhibisi consentration (IC50) terdapat pada konsentrasi 1280 ppm
sebesar 52,24 %. Polisakarida larut air umbi gadung memiliki potensi relatif
terhadap akarbosa sebesar 0,080 kali akarbosa. Aktivitas inhibisi terhadap enzim
alfa-glukosidase dapat terjadi karena adanya senyawa karbohidrat pada
polisakarida larut air umbi gadung. Karbohidrat ini bekerja secara kompetitif
dengan cara menggantikan posisi substrat oleh polisakarida pada sisi aktif enzim.

B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap karakterisasi jenis
polisakarida larut air yang terdapat dalam umbi gadung. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut terhadap modifikasi pangan yang berasal dari umbi agar
dapat menjadi pangan alternatifbagi penderita diabetes tipe 2.

Anda mungkin juga menyukai