Anda di halaman 1dari 22

OPTIKA GEOMETRI

Sebagai Tugas Mata Kuliah Fisika Sekolah 2

Dosen Pengampu : Teguh Darsono, S.Pd, M.si., Ph.d.

Disusun oleh :

1. Diah Ayu Istiqomah (4201416010 )


2. Aisyah (4201416022)
3. Siti Maysaroh (4201416043)
4. Ponang Tri Prasetyo (4201416067)

KELOMPOK : F

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019
BAB 1
OPTIKA GEOMETRI
Optika , ilmu tentang cahaya,dibagi menjadi dalam tiga bagian yaitu optika
geometri,optika fisis dan optika kuantum.Optika geometri didekati dengan konsp bahwa cahaya
merambat lurus,optika fisis didekati dengan konsep cahaya sebagai gelombang dan optika
kuantum didekati dngan konsep interaksi cahaya dengan bahan,
Dalam kehidupan sehari-hari panjang gelombang dianggap sangat kecil bila
dibandingkan dengan besar penghalang atau lubang, sehingga ifraksi atau pembelokan cahaya
disekitar penghalang sering diabaikan.Dalam optika geometri gelombang cahaya dianggap
merambat dalam garis lurus, seperti tampak dalam percobaan-percobaan sedrhana dalam
kehidupan sehari-hari,
1.1 Pemantulan Cahaya
Seseorang dapat melihat benda karena benda tersebut mengeluarkan atau memantulkan
cahaya ke mata kita. Karena ada cahaya dari benda ke mata kita, entah cahaya itu memang
berasal dari benda tersebut, entah karena benda itu memantulkan cahaya yang datang kepadanya
lalu mengenai mata kita. Jadi, gejala melihat erat kaitannya dengan keberadaan cahaya atau
sinar.
Cabang fisika yang mempelajari cahaya yang meliputi bagaimana terjadinya cahaya,
bagaiamana perambatannya, bagaimana pengukurannya dan bagaimana sifat-sifat cahaya dikenal
dengan nama Optika. Dari sini kemudian dikenal kata optik yang berkaitan dengan kacamata
sebagai alat bantu penglihatan. Optika dibedakan atas optik geometri dan optik fisik.
Pada optik geometri dipelajari sifat-sifat cahaya dengan menggunakan alat-alat yang
ukurannya relatif lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang cahaya. Sedangkan pada
optik fisik cahaya dipelajari dengan menggunakan alat-alat yang ukurannya relatif sama atau
lebih kecil dibanding panjang gelombang cahaya sendiri.
Cahaya selalu merambat lurus seperti yang terlihat manakala cahaya matahari menerobos
dedaunan. Sehingga cahaya yang merambat digambarkan sebagai garis lurus berarah yang
disebut sinar cahaya, sedangkan berkas cahaya terdiri dari beberapa garis berarah. Berkas cahaya
bisa parallel z, divergen (menyebar) atau konvergen (mengumpul).
Seorang ahli matematika berkebangsaan belanda yang bernama Willebrod Snellius (1591
– 1626) dalam penelitiannya ia berhasil menemukan hukum pemantulan cahaya yang berbunyi :
1. Sinar datang, sinar pantul dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
2. Sudut sinar datang sama dengan sudut sinar pantul.

Secara garis besar pemantulan cahaya terbagi menjadi dua yaitu pemantulan teratur dan
pemantulan baur (pemantulan difus). Pemantulan teratur terjadi jika berkas sinar sejajar jatuh
pada permukaan halus sehingga berkas sinar tersebut akan dipantulkan sejajar dan searah,
sedangkan pemantulan baur terjadi jika sinar sejajar jatuh pada permukaan yang kasar sehingga
sinar tersebut akan dipantulkan ke segala arah.
a. Pemantulan pada cermin datar
Cermin datar adalah cermin yang bentuk permukaannya datar. Di rumahmu pasti
memiliki cermin datar yang digunakan setiap hari untuk bercermin. Sekarang cobalah kamu
bercermin di depan cermin tersebut! Apa yang terjadi? Perhatikan bayanganmu di cermin
tersebut! Besarnya bayangan yang ada di cermin tidak berubah sama sekali masih sama dengan
besar kamu yang sesungguhnya, demikian juga jarakmu ke cermin juga sama dengan jarak
bayangan ke cermin. Sekarang ambilah kertas kemudian tulis namamu di atas kertas tersebut
kemudian hadapkan tulisan tersebut menghadap cermin. Perhatikan tulisan yang ada di kertas!
Kamu akan mendapatkan kesan bahwa tulisan tersebut terbalik seolah-olah posisi sebelah kanan
menjadi kiri.
Dari percobaan ini dapat kita simpulkan bahwa cermin datar akan membentuk bayangan
dengan sifat-sifat maya, sama tegak dengan benda aslinya dan sama besar dengan benda aslinya.
1. Melukis Pembentukan Bayangan Pada Cermin Datar
Untuk melukis bayangan pada cermin datar menggunakan hukum pemantulan cahaya.
Misalkan saja Anda hendak menentukan bayangan benda O sebagaimana terlihat pada gambar 2.
Sinar datang dari O ke cermin membentuk sudut datang (i) , di titik tersebut ada garis normal
tegak yang lurus permukaan cermin. Dengan bantuan busur derajat, ukurlah besar sudut datang
(i) yakni sudut yang dibentuk oleh sinar datang dengan garis normal. Ukurlah sudut pantul (r)
yaitu sudut antara garis normal dan sinar pantul yang besarnya sama dengan sudut datang. Posisi
bayangan dapat ditentukan dengan memperpanjang sinar pantul D melalui C hingga ke O' yang
berpotongan dengan garis OO' melalui B.
2. Menggabung Dua Cermin Datar
Dua buah cermin datar yang digabung dengan cara tertentu dapat memperbanyak jumlah
bayangan sebuah benda. Jumlah bayangan yang terjadi bergantung pada besar sudut yang
dibentuk oleh kedua cermin itu. Jika kamu memiliki dua buah cermin segi empat lakukanlah
percobaan berikut. Letakkan kedua cermin tersebut saling berhadapan dengan salah satu sisi segi
empat tersebut berhimpit hingga membentuk sudut 900, kemudian letakkanlah sebuah benda P
(pensil misalnya) diantara kedua cermin tersebut! Perhatikanlah berapa jumlah bayangan yang
terbentuk?

Ubahlah sudut cermin hingga membentuk sudut 600, berapakah jumlah bayangan yang terbentuk
sekarang? Hitunglah seluruh bayangan pensil yang tampak di permukaan kedua cermin A
maupun B. Ternyata sebanyak lima bayangan.
Bila sudut antara dua cermin datar 90 menghasilkan 3 bayangan dari suatu benda yang
diletakkan di antara kedua cermin tersebut dan sudut 60° menghasilkan 5 bayangan, berapakah
jumlah bayangan yang dibentuk bila sudut antara dua cermin 30° , 22,5° , 15° dan seterusnya?
Ternyata jika sudut kedua cermin diubah-ubah (0<α<900) jumlah bayangan benda juga akan
berubah-ubah sesuai dengan persamaan empiris
360
𝑛= −1
𝛼

dengan :
n : Jumlah bayangan
α : sudut antara kedua cermin
b. Pemantulan pada Cermin Sferik (Lengkung)
Cermin sferik adalah cermin lengkung seperti permukaan lengkung sebuah bola dengan
jari-jari kelengkungan R. Cemin ini dibedakan atas cermin cekung (konkaf) dan cermin cembung
(konveks). Setiap cermin sferik baik itu cermin cekung ataupun cermin cembung memiliki fokus
f yang besarnya setengah jari-jari kelengkungan cermin tersebut.
𝑅
𝑓= 2

dengan
f : jarak fokus
R : jari-jari kelengkungan cermin
Bagian-bagian cermin lengkung antara lain adalah sumbu utama (C-O), titik pusat kelengkungan
cermin ( C ), titik pusat bidang cermin ( O ), jari-jari kelengkungan cermin ( R ), titik fokus /
titik api ( F ) , jarak fokus (f) dan bidang focus.
Garis pada cermin sferik yang menghubungkan antara pusat kelengkungan C, titik fokus
f dan titik tengah cermin O disebut sumbu utama. Menurut dalil Esbach jarak antara dua titik
tertentu pada cermin cekung dapat diberi nomor-nomor ruang. Jarak sepanjang OF diberi nomor
ruang I, sepanjang FC diberi nomor ruang II, lebih jauh dari C diberi nomor ruang III dan dari O
masuk ke dalam cermin diberi nomor ruang IV. Ruang I sampai III ada di depan cermin cekung
(daerah nyata) dan ruang IV ada di belakang cermin cekung (daerah maya).

Pada cermin cekung semua cahaya yang datang sejajar sumbu utama akan difokuskan sesuai
dengan sifatnya yaitu mengumpulkan cahaya. Titik berkumpulnya sinar-sinar pantul disebut titik
fokus atau titik api yang terletak di sumbu utama. Cara melukis sinarsinar pantulnya tetap
menggunakan hukum pemantulan cahaya.

1). Pembentukan bayangan oleh cermin cekung


Untuk menggambarkan bagaimana terbentuknya bayangan pada cermin cekung dapat
menggunakan bantuan sinar-sinar istimewa, dengan demikian lukisan bayangan akan dapat
dilukis dengan mudah karena sinar-sinar tersebut mudah diingat ketentuannya tanpa harus
mengukur sudut datang dan sudut bias. Sinar-sinaar istimewa inipun tetap berdasarkan hukum
pemantulan cahaya. Untuk menggambarkan bagaimana terbentuknya bayangan pada cermin
sferik kita dapat menggunakan bantuan sinar-sinar istimewa, dengan demikian lukisan bayangan
akan dapat kita lukis dengan mudah.
 Sinar-sinar istimewa pada cermin cekung adalah sebagai berikut:

 Sinar yang datang melalui titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar sumbu utama.

 Sinar-sinar yang datang melalui pusat kelengkungan ( C ) akan dipantulkan kembali melalui
titik pusat kelengkungan tersebut.
2. Pembentukan bayangan oleh cermin cembung
Sama halnya dengan cermin cekung, pada cermin cembung juga mempunyai tiga macam
sinar istimewa. Karena jarak fokus dan pusat kelengkungan cermin cembung berada di belakang
cermin maka ketiga sinar istimewa pada cermin cembung tersebut adalah :
 Sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan seolah-olah
berasal dari titik fokus (F).

 Sinar yang datang menuju titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar sumbu utama.

 Sinar-sinar yang menuju titik pusat kelengkungan ( C ) akan dipantulkan seolah-


olah berasal dari titik pusat kelengkungan tersebut

c. Pembiasan cahaya
Pembiasan cahaya berarti pembelokan arah rambat cahaya saat melewati bidang
batas dua medium tembus cahaya yang berbeda indeks biasnya. Pembiasan cahaya
mempengaruhi penglihatan pengamat. Contoh yang jelas adalah bila sebatang tongkat
yang sebagiannya tercelup di dalam kolam berisi air dan bening akan terlihat patah.
1. Indeks Bisa Medium
Ketika kamu sedang minum es pernahkah kamu memperhatikan sedotan yang
ada pada gelas es ? Sedotan tersebut akan terlihat patah setelah melalui batas antara
udara dan air. Hal ini terjadi karena adanya peristiwa pembiasan atau refraksi cahaya.
Bagaimana sebenarnya peristiwa ini terjadi?
Kecepatan merambat cahaya pada tiap-tiap medium berbeda-beda tergantung
pada kerapatan medium tersebut. Perbandingan perbedaan kecepatan rambat cahaya
ini selanjutnya disebut sebagai indeks bias. Dalam dunia optik dikenal ada dua
macam indeks bias yaitu indeks bias mutlak dan indeks bias relatif. Indeks bias
mutlak adalah perbandingan kecepatan cahaya di ruang hampa dengan kecepatan
cahaya di medium tersebut
𝑐
𝑛medium =
𝑣

Dengan
Nmedium : indeks bias mutlak medium
c : cepat rambat cahaya di ruang hampa
v : cepat rambat cahaya di suatu medium
Setiap medium memiliki indeks bias yang berbeda-beda, karena perbedaan
indeks bias inilah maka jika ada seberkas sinar yang melalui dua medium yang
berbeda kerapatannya maka berkas sinar tersebut akan dibiaskan. Pada tahun 1621
Snellius, seorang fisikawan berkebangsaan Belanda melakukan serangkaian
percobaan untuk menyelidiki hubungan antara sudut datang (i) dan sudut bias (r).
Hukum pembiasan Snellius berbunyi:
 Sinar datang, sinar bias dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
 Perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias dari suatu cahaya yang
melewati dua medium yang berbeda merupakan suatu konstanta.
sin 𝑖 𝑛2
=
sin 𝑟 𝑛1
Menurut teori muka gelombang rambatan cahaya dapat digambarkan sebagai
muka gelombang yang tegak lurus arah rambatan dan muka gelombang itu
membelok saat menembus bidang batas medium 1 dan medium 2 seperti
diperlihatkan gambar 18.
Cahaya datang dengan sudut i dan
dibiaskan dengan sudut r. Cepat rambat
cahaya di medium 1 adalah v1 dan di
medium 2 adalah v2. Waktu yang
diperlukan cahaya untuk merambat dari B
ke D sama dengan waktu yang dibutuhkan
dari A ke E sehingga DE menjadi muka
gelombang pada medium 2. Pada segitiga
ABD berlaku persamaan trigonometri
sebagai berikut ;
𝐵𝐷 𝑣1𝑡
sin 𝑖 = = , sedangkan pada segitiga AED berlaku persamaan
𝐴𝐷 𝐴𝐷
𝐴𝐸 𝑉1 𝑡
trigonometri sebagai berikut ; sin 𝑟 = = , Bila kedua persamaan
𝐴𝐷 𝐴𝐷
sin 𝑖 𝑉
dibandingkan akan diperoleh = 𝑉1
sin 𝑟 2

Pada peristiwa pembelokan cahaya dari medium 1 ke medium 2 ini besaran


frekuensi cahaya tetap atau tidak mengalami perubahan. Karena v = λ.f maka
sin 𝑖 λ
berlaku pula ; sin 𝑟 = λ1
2

sin 𝑖 𝑛1 𝑉1 λ1
Sehingga berlaku persamaan pembiasan ; = = =
sin 𝑟 𝑛2 𝑉2 λ2

Dengan
n1 : indeks bias medium 1
n2 : indeks bias medium 2
v1 : cepat rambat cahaya di medium 1
v2 : cepat rambat cahaya di medium 2
λ1 : panjang gelombang cahaya di medium
λ2 : panjang gelombang cahaya di medium 2

Di samping menunjukkan perbandingan cepat rambat cahaya di dalam suatu


medium, indeks bias juga menunjukkan kerapatan optik suatu medium. Semakin
besar indeks bias suatu medium berarti semakin besar kerapatan optik medium
tersebut. Bila cahaya merambat dari medium kurang rapat ke medium yang lebih
rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal, sebaliknya bila cahaya
merambat dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat akan dibiaskan menjauhi
garis normal.
2. Indeks bias pada kaca plan parallel
Kaca plan paralel atau balok kaca adalah keping kaca tiga dimensi yang dibatasi
oleh sisisisi yang sejajar

Cahaya dari udara memasuki sisi pembias kaca plan paralel akan dibiaskan
mendekati garis normal. Demikian pula pada saat cahaya meninggalkan sisi pembias
lainnya ke udara akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pengamat dari sisi pembias
yang berseberangan akan melihat sinar dari benda bergeser akibat pembiasan. Sinar
bias akhir mengalami pergeseran sinar terhadap arah semula.
Menentukan besar pergeseran sinar

Tinjau arah sinar di dalam kaca plan paralel.


Pada segitiga ABC siku-siku di B:
𝑑 𝑑
cos 𝑟1= maka s =
𝑠 cos 𝑟1
Pada segitiga ACD siku-siku di D:
𝑡
sin ∝ = 𝑠 maka 𝑡 = 𝑠. sin ∝
𝑑
Pergeseran sinarnya sejauh t, maka 𝑡 = sin ∝
cos 𝑟1
𝑑 sin(𝑖1 − 𝑟1 )
Karena 𝑖1 = ∝ + 𝑟1 maka 𝑡 = cos 𝑟
∝ = 𝑖1 − 𝑟1
Ketentuan lain adalah berlaku: 𝑖1 = 𝑟2
𝑖2 = 𝑟1
dengan keterangan
d = tebal balok kaca,(cm)
i = sudut datang,(°)
r = sudut bias,(°)
t = pergeseran cahaya, (cm)

3. Pembiasan Cahaya Pada Prisma Kaca


Prisma juga merupakan benda bening yang terbuat dari kaca, kegunaannya
antara lain untuk mengarahkan berkas sinar, mengubah dan membalik letak
bayangan serta menguraikan cahaya putih menjadi warna spektrum (warna
pelangi).Cahaya dari udara memasuki salah satu bidang pembias prisma akan
dibiaskan dan pada saat meninggalkan bidang pembias lainnya ke udara juga
dibiaskan.

Rumus sudut puncak/pembias : 𝛽 = 𝑟1 + 𝑖2


𝛿 = 𝑖1 + 𝑟2 - 𝛽
𝒔𝒊𝒏 𝒊 𝒏𝒌
pada bidang pembias I : 𝒔𝒊𝒏 𝒓 𝟏 =
𝟏 𝒏𝒖𝒅
𝒔𝒊𝒏 𝒊 𝟏 𝒏𝒖𝒅
pada bidang pembias II ; 𝒔𝒊𝒏 𝒓 =
𝟐 𝒏𝒌
Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dan
sinar bias prisma. Pada saat 𝑖1 = 𝑟2 dan 𝑟1 = 𝑖2 , sudut deviasi menjadi sekecil-
kecilnya disebut sudut Deviasi
Minimum (𝛿𝑚 ).
Menentukan persamaan sudut deviasi minimum:
Karena 𝑖1 = 𝑟2 𝛿 = 𝑖1 + 𝑟2 – 𝛽
𝛿𝑚 = 𝑖1 + 𝑖1 – 𝛽
𝛿𝑚 + 𝛽 = 2𝑖1
𝛿𝑚 + 𝛽
𝑖1 = 2
dan 𝑟1 = 𝑖2 , 𝛽 = 𝑟1 + 𝑖2
𝛽 = 𝑟1 + 𝑟1
𝛽
𝛽 = 2𝑟1 => 𝑟1 = 2
𝒔𝒊𝒏 𝒊 𝟏 𝒏𝟐
Sehingga : =
𝒔𝒊𝒏 𝒓 𝟏 𝒏𝟏
𝒔𝒊𝒏 𝛿𝑚 + 𝛽
2 𝒏𝟐
=
𝒔𝒊𝒏 𝛿𝑚 𝒏𝟏
2
untuk prisma dengan sudut pembias 𝛽 ≤ 150, sudut deviasi minimum ditentukan
tersendiri. Karena sudut deviasi menjadi sangat kecil (δm) sehingga nilai sin α =α.
Akibatnya persamaan Hukum Snellius di atas berubah dari,
𝒔𝒊𝒏 𝛿𝑚 + 𝛽
2 𝒏𝟐
=
𝒔𝒊𝒏 𝛿𝑚 𝒏𝟏
2
𝛿𝑚 + 𝛽
2 𝒏𝟐
=
𝛿𝑚 𝒏𝟏
2

𝛿𝑚 + 𝛽 𝒏𝟐
=
𝛽 𝒏𝟏
𝒏
𝛿𝑚 = 𝒏 𝟐 𝛽- 𝛽
𝟏
𝒏𝟐
𝛿𝑚 = ( -1)𝛽
𝒏𝟏
4. Pembiasan Cahaya Pada Permukaan Lengkung
Permukaan lengkung lebih dikenal sebagai Lensa tebal, dalam kehidupan sehari-
hari dapat diambilkan contoh, antara lain :
- Akuarium berbentuk bola
- Silinder kaca
- Tabung Elenmeyer
- Plastik berisi air di warung makan

Sinar-sinar dari benda benda yang berada pada medium 1 dengan indeks bias
mutlak n1 di depan sebuah permukaan lengkung bening yang indeks bias mutlaknya
akan dibiaskan sehingga terbentuk bayangan benda. Bayangan ini bersifat nyata
karena dapat ditangkap layar.
Persamaan yang menyatakan hubungan antara indeks bias medium, indeks bias
permukaan lengkung, jarak benda, jarak bayangan, dan jari-jari permukaan lengkung
dapat dirumuskan sebagai berikut.
𝑛1 𝑛2 𝑛2 −𝑛1
[ + = ]
𝑠 𝑠, 𝑅

Dengan keterangan,
n1 = indeks bias medium di sekitar permukaan lengkung
n2 = indeks bias permukaan lengkung
s = jarak benda
s' = jarak bayangan
R = jari-jari kelengkungan permukaan lengkung
Syarat : R = (+) jika sinar datang menjumpai permukaan cembung
R = (-) jika sinar datang menjumpai permukaan cekung
Pembiasan pada permukaan lengkung tidak harus menghasilkan bayangan yang
ukurannya sama dengan ukuran bendanya. Pembentukan bayangan pada permukaan
lengkung

Sinar dari benda AB dan menuju permukaan lengkung dibiaskan sedemikian oleh
permukaan tersebut sehingga terbentuk bayangan A'B'. Bila tinggi benda AB = h dan
tinggi bayangan A'B' = h', akan diperoleh

tan 𝑖 = atau h = s tan I dan
𝑠
ℎ,
tan 𝑖 = atau ℎ, = 𝑠 , tan r
𝑠,
ℎ, 𝑠 , tan 𝑟
Perbesaran yang terjadi adalah 𝑀= =
𝑠, 𝑠 tan 𝑟

Bila i dan r merupakan sudut-sudut kecil, maka harga tan i = sin i dan tan r = sin r
𝑠 , tan 𝑟
Sehingga : 𝑀= 𝑠 tan 𝑟
𝒔𝒊𝒏 𝒊 𝒏𝟐 𝒔𝒊𝒏 𝒓 𝒏𝟏
Karena : = atau 𝒔𝒊𝒏 𝟏 = maka diperoleh persamaan
𝒔𝒊𝒏 𝒓 𝒏𝟏 𝒏𝟐

perbesaran pada permukaan lengkung sebagai berikut :


𝑠 , n1
M=| |
𝑠 𝑛2

Permukaan lengkung mempunyai dua titik api atau fokus. Fokus pertama (F1)
adalah suatu titik asal sinar yang mengakibatkan sinar-sinar dibiaskan sejajar. Artinya
bayangan akan terbentuk di jauh tak terhingga (s’ = ~) dan jarak benda s sama dengan
jarak fokus
𝑛1 𝑛2 𝑛2 −𝑛1
pertama (s = f1) sehingga dari persamaan permukaan lengkung [ + ]=[ ] di
𝑠 𝑠, 𝑅
𝑛1 𝑛2 𝑛2 −𝑛1 𝑛1 𝑛2 −𝑛1 1 𝑛1 𝑅
peroleh [ + ]=[ ], sehingga [ + 0]=[ ] atau 𝑓 =
𝑠 ~~ 𝑅 𝑠 𝑅 𝑛2 − 𝑛1

𝑛1 𝑅
Sehingga jarak fokus pertamanya sebesar, 𝑓1 = 𝑛2 − 𝑛1

Fokus kedua (F2) permukaan lengkung adalah titik pertemuan sinar-sinar bias apa bila
sinar-sinar yang datang pada bidang lengkung adalah sinar-sinar sejajar. Artinya benda
berada jauh di tak terhingga (s = ) sehingga dengan cara yang sama seperti pada
penurunan fokus pertama di atas, kita dapatkan persamaan fokus kedua permukaan
lengkung.
𝑛1 𝑅
𝑓2 = 𝑛2 − 𝑛1

5. Pembiasan Cahaya Pada Lensa Tipis


Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh dua permukaan dan minimal salah
satu permukaannya itu merupakan bidang lengkung. Lensa tidak harus terbuat dari
kaca yang penting ia merupakan benda bening (tembus cahaya) sehingga
memungkinkan terjadinya pembiasan cahaya. Oleh karena lensa tipis merupakan
bidang lengkung. Ada dua macam kelompok lensa.
a. Lensa Cembung (lensa positif/lensa konvergen)
Yaitu lensa yang mengumpulkan sinar.

b. Lensa Cekung (lensa negatif/lensa devergen)


Yaitu lensa yang menyebarkan sinar
Lensa cekung dibagi lagi menjadi tiga:

Untuk memudahkan pembuatan diagram lensa digambar dengan garis lurus


dan tanda di atasnya, untuk lensa cembung di tulis (+) dan lensa cekung (–).
Untuk lensa memiliki dua titik fokus.

1. Berkas Sinar Istimewa pada Lensa Tipis


Seperti pada cermin lengkung, pada lensa dikenal pula berkas-berkas sinar
istimewa
a. Berkas sinar-sinar istimewa pada lensa cembung
Ada tiga macam sinar istimewa pada lensa cembung.
Gambar 31 .Sinar-sinar istimewa pada lensa cembung
 Sinar datang sejajar sumbu utama lensa, dibiaskan melalui titik fokus.
 Sinar datang melalui titik fokus lensa, dibiaskan sejajar sumbu utama.
 Sinar datang melalui titik pusat lensa tidak dibiaskan melainkan diteruskan

b. Berkas sinar-sinar istimewa pada lensa cekung


Ada tiga macam sinar istimewa pada lensa cekung

 Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik
focus
 Sinar datang seolah-olah menuju titik fokus lensa dibiaskan sejajar sumbu
utama
 Sinar datang melalui titik pusat lensa tidak dibiaskan melainkan
diteruskan.

2. Penomoran ruang pada Lensa Tipis


Untuk lensa nomor ruang untuk benda dan nomor-ruang untuk
bayangan dibedakan. nomor ruang untuk benda menggunakan angka Romawi
(I, II, III, dan IV), sedangkan untuk ruang bayangan menggunakan angka
Arab (1, 2, 3 dan 4) seperti pada gambar berikut ini:
Untuk ruang benda berlaku :
ruang I antara titik pusat optic (O) dan F2,
ruang II antara F2 dan 2F2
ruang III di sebelah kiri 2F2,
ruang IV benda (untuk benda maya) ada di belakang lensa.
Untuk ruang bayangan berlaku :
ruang 1 antara titik pusat optic (O) dan F1,
ruang 2 antara F1 dan 2F1
ruang 3 di sebelah kanan 2F1,
ruang 4 (untuk bayangan maya) ada di depan lensa.
Berlaku pula : R benda + R bayangan = 5

3. Melukis pembentukan bayangan pada lensa


Untuk melukis pembentukan bayangan pada lensa tipis cukup
menggunakan minimal dua berkas sinar istimewa untuk mendapatkan titik
bayangan. Contoh melukis pembentukan bayangan.

 Benda AB berada di ruang II lensa cembung

 Benda AB berada di ruang III lensa cembung


 Benda AB berada di ruang I lensa cembung

 Benda AB berada di ruang II lensa cekung

4. Rumus-rumus Pada Lensa Tipis


Untuk lensa tipis yang permukaannya sferis (merupakan permukaan bola),
hubungan antara jarak benda (s), jarak bayangan (s') dan jarak fokus (f)
serta perbesaran bayangan benda (M) diturunkan dengan bantuan geometri
dapat dijelaskan berikut ini.
Dari persamaan lensa lengkung,
𝑛 𝑛 𝑛 −𝑛
[ 𝑠1 + 𝑠2, = 2 𝑅 1 ]
Berkas sinar yang berasal dari O ketika melewati permukaan ABC
dibiaskan sedemikian sehingga terbentuk bayangan di titik I1. Oleh
permukaan ADC bayangan I1 itu di anggap benda dan dibiaskan oleh
permukaan ADC sedemikian sehingga terbentuk bayangan akhir di titik I2
Pada permukaan lengkung ABC , sinar dari benda O dari medium n1 ke
lensa n2, sehingga s = OB, s’ = BI1
𝑛 𝑛2 𝑛 −𝑛
Maka [ 𝑂𝐵1 + BI1 = 2𝑅 1 ]
1
Pada permukaan lengkung ADC , sinar dari lensa ke medium n1, s = -DI1,
s’ = DI2
𝑛1 𝑛2 𝑛1 −𝑛2
Maka [ −DI1 + DI2 = −𝑅 ]
2
Karena dianggap lensa tipis maka ketebalan BD diabaikan, sehingga BI1 =
DI1 dan saling meniadakan karena berlawanan tanda . Apabila kedua
persamaan dijumlahkan diperoleh :
𝑛 𝑛2 𝑛 −𝑛 𝑛1 −𝑛2
[ 𝑂𝐵1 + DI1] = [ 2𝑅 1 ] +[ −𝑅 ]
2 1
𝑛1 𝑛2 𝑛2 −𝑛1 𝑛1 −𝑛2
[𝑠 + ]=[ ] +[ ]
𝑠, 𝑅2 −𝑅1
𝑛 𝑛2 𝑛2 −𝑛1 𝑛2 −𝑛1
[ 𝑠1 + ]=[ ]+[ ]
𝑠, 𝑅2 𝑅1
𝑛 𝑛2 𝑛2 −𝑛1 1 1
[ 𝑠1 + ]=[ ]+[ 𝑅 + ]
𝑠, 𝑅2 1 𝑅2
Semua ruas dibagi dengan n1 akan diperoleh persamaan lensa tipis sebagai
1 1 𝑛 1 1
berikut: [𝑠 + 𝑠, ] = [ 𝑛2 − 1 ]+[ 𝑅 + ]
1 1 𝑅2
Persamaan lensa tipis tersebut berlaku hanya untuk sinar-sinar datang
yang dekat dengan sumbu utama lensa (sinar-sinar paraksial) dengan
ketebalan lensa jauh lebih kecil dibandingkan dengan jari-jari
kelengkungannya
Jarak fokus lensa (f) adalah jarak dari pusat optik ke titik fokus (F).
Jadi bila s = ~ bayangan akan terbentuk di titik fokus (F), maka s’= f.
1 1 𝑛 1 1
[𝑠 + 𝑠, ] = [ 𝑛2 − 1 ]+[ 𝑅 + ]
1 1 𝑅2
1 1 𝑛 1 1
[~ + 𝑠, ] = [ 𝑛2 − 1 ]+[ 𝑅 + ]
1 1 𝑅2

1 1 𝑛 1 1
Karena ~ = 0, maka rumus jarak focus lensa : 𝑓 = [ 𝑛2 − 1 ]+[ 𝑅 + ]
1 1 𝑅2
1 1 𝑛 1 1
Bila persamaan [𝑠 + 𝑠, ] = [ 𝑛2 − 1 ]+[ 𝑅 + ] disubstitusikan
1 1 𝑅2
1 𝑛 1 1
dengan persamaan = [ 𝑛2 − 1 ]+[ 𝑅 + ] maka akan didapat
𝑓 1 1 𝑅2
persamaan baru yang dikenal sebagai persamaan pembuat lensa, yaitu
1 1 1
= 𝑠 + 𝑠,
𝑓

5. Perbesaran bayangan
Untuk menentukan perbesaran bayangan lensa tipis dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut.
𝑠, ℎ,
M =| |=| | 𝑠 ℎ
6. Daya / Kekuatan Lensa
Daya Lensa adalah kekuatan lensa dalam memfokuskan lensa.
Daya lensa berkaitan dengan sifat konvergen (mengumpulkan berkas
sinar) dan divergen (menyebarkan sinar) suatu lensa. Untuk Lensa positif,
semakin kecil jarak fokus, semakin kuat kemampuan lensa itu untuk
mengumpulkan berkas sinar. Untuk lensa negatif, semakin kecil jarak
fokus semakin kuat kemampuan lensa itu untuk menyebarkan berkas sinar.
Oleh karena itu kuat lensa didefinisikan sebagai kebalikan dari jarak
fokus, Rumus kekuatan lensa (power lens).
1 1
𝑝 = 𝑓 dengan satuan 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = Dioptri

Untuk menambah kekuatan lensa kita dapat gunakan lensa gabungan


dengan sumbu utama dan bidang batas kedua lensa saling berhimpit satu
sama lain. Dari penggabungan lensa ini maka akan didapatkan fokus
gabungan atau daya lensa gabungan.

Suatu lensa gabungan merupakan gabungan dari dua atau lebih lensa
dengan sumbu utamanya berhimpit dan disusun berdekatan satu sama lain
sehingga tidak ada jarak antara lensa yang satu dengan lensa yang lain
(d=0).
Persamaan lensa gabungan dirumuskan sebagai berikut.
1 1 1 1
+𝑓 + +⋯ dan daya lensa sebagai berikut
𝑓𝑔𝑎𝑏 𝑓1 2 𝑓3

𝑝𝑔𝑎𝑏 = 𝑝1 + 𝑝2 + 𝑝3 + ⋯

Berlaku ketentuan untuk lensa positif (lensa cembung), jarak fokus (f)
bertanda plus, sedangkan untuk lensa negatif (lensa cekung), jarak fokus
bertanda minus.
7. Pembiasan Dua Lensa yang Berhadapan
Apabila sebuah benda AB terletak di antara dua lensa yang
berhadap-hadapan, akan mengalami dua kali proses pembiasan oleh lensa
I dilanjutkan oleh lensa II.
1 1 1 1 1 1
Lensa I : = 𝑠 + 𝑠, Lensa II : = 𝑠 + 𝑠,
𝑓1 1 1 𝑓2 2 2

𝑠11 𝑠21
𝑀1 = | | 𝑀2 = | |
𝑠1 𝑠2

Jarak kedua Lensa : 𝑑 = 𝑠11 + 𝑠2


Perbesaran bayangan akhir : 𝑀 = 𝑀1 . 𝑀2
𝑠11 𝑠21
𝑀=| . |
𝑠1 𝑠2

Anda mungkin juga menyukai