Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere, yang berarti memutar. Vertigo adalah

suatu perasaan gangguan keseimbangan. Vertigo seringkali dinyatakan sebagai rasa pusing,
sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya berputar-putar (vertigo subjektif
atau objektif), dan berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat keseimbangan tubuh tidak
dapat menjaga keseimbangan tubuh dengan baik.
Vertigo biasanya muncul karena adanya gangguan sistem vestibular. Sistem vestibular
bertanggung jawab untuk mengintegrasikan rangsangan terhadap indera dan gerakan tubuh
dan juga menjaga agar suatu obyek ada di fokus penglihatan saat tubuh bergerak. Ketika
kepala bergerak, sinyal ditransmisikan ke labirin, yang terdapat di telinga bagian dalam.
Labirin kemudian membawa informasi ke saraf vestibular yang kemudian diteruskan ke
batang otak dan otak kecil, yang berfungsi mengontrol keseimbangan, postur, dan kordinasi
gerak.
Rasa tidak seimbang, kepala terasa ringan atau enteng, rasa hampir pingsan(blackout),
dan vertigo sering membingungkan karena untuk keempat gangguan keseimbangan tersebut,
pasien sering hanya menggunakan kata “pusing”, padahal keempat hal tersebut berbeda-beda,
baik berbeda dalam hal bentuk, penyebab, sampai penatalaksanaannya.
.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Vertigo

Vertigo berasal dari bahasa Yunani “vertere” yang artinya memutar. Vertigo adalah suatu
perasaan gangguan keseimbangan. Vertigo seringkali dinyatakan sebagai rasa pusing,
sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya berputar-putar (vertigo subjektif
atau objektif), dan berjungkir balik. Ada yang menyebut vertigo sebagai halusinasi gerakan
dimana penderita merasakan atau melihat lingkungannya bergerak, padahal lingkungannya
diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak, padahal tidak. Gerakan pada
vertigo umumnya gerakan berputar, namun sesekali dijumpai kasus dimana gerakan bersifat
linear (garis lurus); tubuh seolah-olah didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal. Sering
vertigo disertai oleh gangguan sistem otonom, seperti rasa mual, pucat, berkeringat dingin,
muntah,perubahan denyut nadi dan tekanan darah.

2.2 Epidemiologi Vertigo

Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien datang
ke dokter. Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5 sampai 30% dari populasi
dan mencapai 40% pada orang yang berumur di atas 40 tahun. Vertigo meningkatkan resiko
cedera akibat trauma sampai 25% pada penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di Amerika,
dari data pada tahun 1999 sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2,5% dari
diagnosis pasien yang datang ke ruang gawat darurat.

Vertigo adalah masalah kesehatan yang sering ditemui pada orang dewasa. Di USA 40%
penduduk pernah sedikitnya sekali merasa pusing. Prevalensi sedikit lebih tinggi pada wanita
dan meningkat sesuai usia. Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000
penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan
pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala.

2.3 Klasifikasi Vertigo

Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan non -
vestibular. Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan system
vestibular, sedangkan vertigo non vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan
sistem visual dan somatosensori.

Karateristik Vestibular Non – Vestibular

Waktu Episodik Konstan

Sifat Vertigo Berputar Melayang

Faktor Pencetus Gerakan kepala, perubahan Stress, hiperventilasi


posisi
Gejala Penyerta Gangguan mata, gangguan
Mual, muntah, tinitus somatosensorik

Tabel 1 Perbedaan Vertigo Vestibular dan Vertigo Non Vestibular

Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi vertigo vestibular perifer dan
sentral. Vertigo vestibular perifer adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam) ataudi ganglion vestibular atau di saraf cranial
VIII (Saraf Vestibulokoklear) divisi vestibular. Contoh penyakit-penyakit di labirin adalah
BPPV, penyakit peniere, fistula perilymph, obat-obat ototoksiksik dan labirintitis. Obat-obat
ototoksik mencakup: streptomisin, kinine, berbiturat, alcohol, aspirin, caffeine, antikonvulsan,
antihipertensi, tranquilizer, psikotropik dan obat hipoglikemik. Contoh penyakit di nervus
vestibularis adalah neuritis vestibularis dan neuroma akustikus.

Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat, baik di pusat integrasi (serebelum dan batang otak)
ataupun di area persepsi (korteks). Penyebab vertigo sentral antara lain adalah perdarahan atau
iskemik di serebelum, nukleus vestibular, dan koneksinya di batang otak, tumor di system saraf
pusat, infeksi, trauma, dan sklerosis multiple. Vertigo yang disebabkan neuroma akustik juga
termasuk dalam vertigo sentral. Vertigo akibat gangguan di korteks sangat jarang terjadi,
biasanya menimbulkan gejala kejang parsial kompleks.

Karateristik Vestibuler Perifer Vestibuler Perifer

Onset Mendadak Perlahan

Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan

Frekuensi Hilang timbul Biasanya konstan

Intensitas Berat Sedang

Mual muntah Tipikal Tidak ada

Diperparah perubahan posisi Ya Kadang tidak berkaitan


kepala

Usia Berapapun, biasanya usia Usia lanjut


muda
Gangguan status mental Tidak ada/kadang - kadang Biasanya ada

Defisit neurologi Tidak ada Kadang disertai ataxia

Pendengaran Berkurang atau dengan Biasanya normal


tinitus

Nistagmus Horizontan atau rotatoar Horizontal atau vertikal


2.3.Patofisiologi Vertigo

Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat
kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau
keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat
keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan proprioseptif, jaras-jaras yang
menghubungkan nuclei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan
vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh
akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler
memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan
yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.

Dalam kondisi fisiologis atau normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih
lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi
tidak normal atau tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka
proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul
gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri atau
berjalan dan gejala lainnya.

2.4.Diagnosis Vertigo

Harus diketahui lebih dulu bentuk vertigo yang dialami oleh pasien apakah melayang,
goyang berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Selain itu harus diketahui rasa
pusing tersebut timbul pada saat melakukan kegiatan apa, apakah seang melakukan perubahan
posisi kepala dan tubuh atau adanya keletihan ketegangan. Harus diketahui juga timbulnya
gejala tersebut akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronik, progresif
atau membaik. Ada tidaknya gangguan pendengaran yang menyertai timbulnya pusing. Pasien
sedang mengkonsumsi obat-obat seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, dan sebagainya atau
tidak. Ada tidaknya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung,
hipertensi, hipotensi, dan penyakit paru.

 Pemeriksaan neurologis yang harus dilakukan terdiri dari:

1. Fungsi vestibular atau serebral


a. Test Romberg

Dimana penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua

mata terbuka kemudian tertutup. Pada kelainan vestibular hanya pada mata tertutup

badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah dan kemudian kembali lagi.

Pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Pada kelainan serebelar badan

penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

4,8

Gambar 1. Uji Romberg


b. Tandem gait

Dimana penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau kanan diletakkan pada ujung jari
kaki kanan atau kiri bergantian. Pada kelainan vestibular perjalanannya akan menyimpang dan
pada kelainan serebelar penderita akan cenderung jatuh.

c. Uji Unterberger

Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat
lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala
dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi
turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
Gambar 2. Uji Unterberger

d. Past-pointing test ( uji tunjuk Barany)

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh

mengangkat lengannnya ke atas kemudian ditrunkan sampai menyentuh telunjuk

tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.

Pada kelainan vestibular akan terlihat pennyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

4,6

Gambar 3. Uji Tunjuk Barany

e. Fukuda test dimana dengan mata tertutup pasien berjalan di tempat sebanyak 50

langkah kemudian diukur sudut penyimpangan kedua kaki, normal sudut

penyimpangan tidak lebih dari 30°.

11
2. Pemeriksaan Neur-Otologi
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau
perifer
a. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan
cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya

dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan

nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer (benign

positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang

dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang

beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung

lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
Manifestasi klinis Miastenia Gravis

Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan
diplopia.Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular. Mungkin
ptosisunilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata.Ocular MG dikategorikan
sebagai kelemahan dan kelelahan yang tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada
satu atau kedua kelopak mata atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh
biasanya dikenal sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat
dobel pada arah otot yang lemah.3
Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset penyakit mereka.
Pasien merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi, biasanya tidak terlihat beberapa saat
setelah bangun tidur. Diplopia terjadi saat pasien melihat kearah lateral dan ke atas, biasanya
memburuk saat pasien menyetir, menonton tv, atau saat sore hari. Gejala tersebut hilang apabila
satu mata ditutup. Gejala terjadi mungkin disebabkan oleh kelemahan pada satu otot
ekstraokular atau beberapa kombinasi otot. Ptosis biasanya yang palingmenonjol dan terjadi
setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis unilateral, mata yangtidak ptosis akan
mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka dengan menggunakan jari(Hering fenomena).
Keterlibatan otot luar mata tidak mengikuti pola tertentu. Setiap gangguanmotilitas okular yang
didapatkan dengan ptosis dan reflek pupil didapatkan normal, harusmengarahkan kecurigaan
pada myasthenia gravis MG.3
Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata, tetapi biasanya
kedua gejala terjadi bersama-sama.Jika sensasi wajah terganggu, lesi yang mempengaruhi saraf
kranial seperti karsinoma nasofaring harus dicurigai.Dengan adanya sensasi wajah normal.
Namun, terjadinya kedua kelemahan otot mata dan wajah sangat memperlihatkangejala MG.
Temuan mungkin akan sulit untuk dilihat.3
Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat umum dari MG yaitu
ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan kelopak mata tertutup atas terhadap upaya
pemeriksa untuk membukanya.Sebuah usaha dari pasien meskipun terjadi kelemahan kelopak
mataakan memperlihatkan adanya fenomena Bell, rotasi bola mata ke atas selama penutupan
kelopak mata. Karena pasien dengan blefarospasme dari otot-otot orbicularis oculi mungkin
mengeluh kesulitan menjaga mata terbuka, kondisi ini kadang-kadang bingung dengan
kelemahan myasthenic.Biasanya tidak ada diplopia atau fotofobia dengan blefarospasme, dan
penutupan kelopak mata adalah spasmodik dan dipaksa dengan elevasi simultan pada kelopak
mata bawah.Kelemahan Orbicularis Oris merupakan ketidakmampuan pasien untuk mencegah
keluarnya udara melalui kerutan bibir ketika pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan
wajah. Tertawa mengungkapkan apa yang disebut "myasthenic sneer".Pasien tersebut tidak dapat
bersiul, menyedot melalui sedotan, atau meledakkan balon.3

Gambar 3. Penderita Miastenia Gravis yang mengalami kelemahan otot esktraokular (ptosis).

Bicara cadel dan kesulitan menelan dapat disebabkan oleh kelemahan lidah, yang paling
mudah dinilai oleh kekuatan mendorong lidah pada satu pipi bagian dalam.Dalam kasus ringan
MG, bicara cadel dapat terdeteksi hanya selama berbicara berkepanjangan, seperti menjelang
akhir wawancara dengan dokter.Suara serak atau berbisik tidak khas pada MG. Otot lidah rentan
terhadap atrofi di MG dan lidah berkerut merupakan manifestasi dari atrofi ini.3
Beberapa pasien dengan MG mungkin mengalami kesulitan dalam mengunyah karena
kelemahan penutupan rahang (terutama otot-otot masseter), sedangkan pembuka rahang tetap
kuat.Ketika kelemahan parah, rahang mungkin tetap terbuka dan harus dimanipulasi dengan
tangan selama mengunyah.Salah satu gejala paling serius dari myasthenia adalah disfagia karena
kelemahan otot lidah dan faring posterior. Jika kelemahan otot faring muncul, cairan lebih sulit
untuk ditelan dari yang padat, dan makanan panas lebih sulit daripada
makanandingin.Adakalanya pasien untuk menggunakan es batu untuk meminum cairan yang
dibutuhkan.regurgitasi cairan ke hidung dapat menjadi masalah jika ada kelemahan otot palatal.
Ketidakmampuan untuk menelan air liur adalah konsekuensi paling parah kelemahan faring dan
membutuhkan suktion mulut..Setelah disfagia mencapai tingkat keparahan ini, sebuah sonde
diperlukan tidak hanya untuk pemberian obat oral dan juga untuk suplemen gizi.3
Nyeri otot bukan merupakan gejala umum dari MG, tapi kekejangan otot yang
menyakitkan dapat terjadi pada MG ketika otot leher yang lemah diminta untuk menahan kepala
ke atas.Fleksor leher lebih sering terlibat dalam MG daripada ekstensor leher.Pasien telentang
sangat mengalami kesulitan dalam mengangkat kepala dari bantal.Jalan napas dapat menjadi
terhambat oleh penutupan glotis, yang disebabkan oleh kelemahan otot rangka yang memegang
pita suara.Hal tersebut dapat dideteksi dengan adanya“stridor”, selama dalam usaha inspirasi dan
dapat meramalkan keadaan darurat medis yang berkembang kearah pasien membutuhkan
intubasi endotrakeal.3
Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitanbernafas.Pasienmyasthenic dengan
insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk mempertahankan jalan napas paten
dikatakan crisis.kelumpuhan Vokal dapat menghambat jalan napas, tetapi lebih umum saluran
udara terhambat oleh sekresi pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena batuk terlalu lemah.
Batuk membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk berulang terutama dengan
cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG.Bahkan jika jalan napas paten, otot yang digunakan
untuk inspirasi, seperti interkostalis dan diafragma, mungkin terlalu lemah untuk menciptakan
sebuah kekuatan inspirasi yang cukup (-50 cm H20) atau kapasitas vital (> 20 ml / kg berat
badan). Pasien tersebut harus diintubasi dan dibantu dengan respirasi mekanis. Karena
kurangnya ekspresi wajah pasien, penderita MG dalam masa krisis tidak mungkin terlihat
tertekan namun akan gelisah dengan nafas dangkal dan cepat. Biasanya, pasien duduk
membungkuk ke depan untuk memaksimalkan efek gravitasi pada diafragma.Bahkan pasien
yang tidak menyadari mempunyai masalah pernapasan mungkin memiliki kelemahan otot
pernapasan yang mengganggu tidur mereka dan dengan demikian menyebabkan mereka menjadi
lelah dan kurang perhatian pada siang hari.Terkadang sebuah penelitian tidur berguna dalam
mengidentifikasi masalah tersebut.3
Kelemahan otot panggul adalah aspek yang sering diabaikan dari kelemahan otot pada
MG. Namun, beberapa pasien MG wanita dengan inkontinensia urin mengklaim bahwa itu
diringankan oleh obat antikolinesterase.Demikian juga, reseksi transurethral rutin jaringan
prostat pada pria myasthenic sering menyebabkan inkontinensia. Jika, seperti biasanya
dilakukan, sphincter proksimal akan dihapus selama operasi, suatu sfingter eksternal yang lemah
mungkin tidak dapat melakukan kontraksi refleks selama batuk atau regangan.3
Mungkin karena otot lebih hangat memiliki cadangan yang kurang untuk transmisi
neuromuskuler, otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal pada MG, meskipun
beratnya keterlibatan biasanya asimetris.Kelemahan otot ekstrimitas atas proksimal di mana
kesulitan dalam mengangkat lengan untuk mencuci atau menyikat rambut, berpakaian, memakai
kosmetik, atau mencukur menunjukkan kelemahan bahu dan lengan.kelelahan otot ekstremitas
atas dapat diuji secara semikuantitatif dengankemampuan timing pasien untuk menahan lengan
ke depan saat ekstensi. Atrofi otot skapula dan lengan bawah adalah karakteristik dari congenital
slow-channel myasthenic syndrome.3
Kelemahan otot ektrimitas bawah dimanakesulitan dalam berjalan menaiki tangga atau
berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG. kelelahan otot tungkai dapat diuji dengan
meminta pasien untuk mengangkat satu kaki di atas yang lain hingga 50 kali, penilaian langsung
dari kekuatan fleksor pinggul akan memperlihatkan peningkatan kelemahan dari otot-otot aktif
pada MG, dibandingkan dengan sisi tidak aktif.3

Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan yang
terjadi pada otot-otot ekstremitas lebih menyerupai kelemahan padamiopati proksimal dari pada
kelemahan otot distal.Kelemahan otot-otot ekstremitas padakhususnya yang timbul sebagai
sebuah gejala jarang terjadi dan prevalensinya hanya 10% saja.3
Sering terjadi Otot-otot Gejala
Ocular Ptosis dan penglihatan
ganda
Wajah Kesulitan mengunyah,
menelan, dan berbicara
Leher Kesulitan mengangkat
kepala saat posisi telentang
Ekstremitas proksimal Kesulitan mengangkat
lengan setinggi bahu
dankesulitan berdiri dari
posisi duduk dengan
bantuantangan
Pernapasan Gangguan pernapasan dan
kesulitan untuk bangundari
Jarang terjadi posisi tertidur
Ekstremitas distal Kelemahan saat
mengenggam dan
kelemahan
pada pergelangan dan kaki

Tabel 1.Manifestasi klinis pada Miastenia Gravis .3

2.5.Klasifikasi Miastenia gravis

Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari Myasthenia Gravis
Foundation of America (MGFA) membentuk satuan tugas untuk mengatasi kebutuhan untuk
klasifikasi yang diterima secara universal, sistem grading, dan metode analitik untuk manajemen
pasien yang menjalani terapi dan untuk digunakan dalam uji penelitian terapeutik. Sebagai
hasilnya, Klasifikasi MGFA Klinis diciptakan.Klasifikasi ini membagi MG menjadi 5 kelas
utama dan subclass beberapa, sebagai berikut.1
Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup
mata dan kekuatan otot-otot lain normal
Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga
terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Kelas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.
Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih
ringan dibandingkan klas IIa.
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-
otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang
Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal
yang ringan
Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya
secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-
otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.
Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam
derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan
dalam berbagai derajat
Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau
otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam
derajat ringan
Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya
secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan.
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Tabel .Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA).
Terdapat klasifikasi menurut osserman dimana miastenia gravis dibagi menjadi :4
1. Ocular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada
kematian
2. Generalized myiasthenia
a) Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan
bulber.System pernafasan tidak terkena.Respon terhadap otot baik.
b) Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak
memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi penyakit biasanya
komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan, aktivitas penderita
terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma
4. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia gravis
dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon
terhadap obat dan prognosis jelek

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan tampak pada
waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak lebih
jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun.1

2.6.Diagnosis Miastenia Gravis


A. Anamnesis
Pasien dapat ditanyakan beberapa hal seperti:
 Apakah munculnya kelemahan otot fluktuatif dan meningkat dengan aktivitas fisik?
 Apakah kelemahan meningkat sepanjang hari dan pulih dengan istirahat?
 Apakah muncul ptosi?
 Adakah kelemahan dari ekstensi dan fleksi kepala?
 Apakah kelemahan menyebar dari mata ke wajah untuk bulbar otot dan kemudian ke
truncal dan anggota tubuh?
 Apakah pasien memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama?

B. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
a. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan
akanterdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang.
Penderitamenjadi anartris dan afonis.
b. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama
kelamaanakan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada
ptosis,maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak bahwa suaranya akan
kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.
c. Uji kelelahan otot
Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk
berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat (uji
Simpson).Meningkatnya penurunan kerja otot adalah tanda kelelahan.Peningkatan
fenomena ptosis dapatditunjukkan pada pasien dengan ptosis bilateral dengan
meninggikan dan menjagakelopak mata yang lebih ptosis dalam posisi yang tetap.
Kelopak mata berlawanan perlahan jatuh dan mungkin akan menutup sepenuhnya.Tanda
kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk menguji kelelahan otot.
Pasiendiarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan kemudian kembali
dengancepat dalam posisi semula.Pengamatan pada gerak kelopak mata yang lebih
keatasditambah dengan kedutan dan diikuti oleh reposisi kembali ke kondisi
ptosis,mengidentifikasi kelelahan yang mudah terjadi dan pemulihan yang lambat dari
otot.Tanda mengintip terjadi ketika fisura palpebral melebar setelah periode
penutupankelopak mata secara volunter.1
Muscle Grading Chart
Musle Gradation Description
5-normal ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan penuh
4-baik ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan sedang
3-sedang ROM penuh melawan gravitasi
2-lemah ROM penuh, dieliminir oleh gravitasi
1-batas Kontraksi ringan, tanpa gerak sendi
0-nol Tanpa kontraksi

Tes Lainnya :9
a. Tensilon atau Prostigmin tes
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi
maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena.Segera sesudah tensilon
disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata
yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia
gravis,maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus
diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat.Pada tes
Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat secara intramuskular (bila
perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh
miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismusatau kelemahan
lain tidak lama kemudian akan lenyap.9

b. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet
lagi(masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh
miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah
berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala
miastenik tidak bertambah berat.9

C. Pemeriksaan Laboratorium
a. Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis,
dimanaterdapat hasil yang postitif pada 74% pasien.80% dari penderita miastenia gravis
generalisatadan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes
anti-asetilkolinreseptor antibodi yang positif.Pada pasienthymomatanpa miastenia gravis
sering kali terjadifalse positive anti-AChR antibodi.

Tabel 1. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis

Osserman Class Mean antibodi Titer Percent Positive


R 0.79 24
I 2.17 55
IIA 49.8 80
IIB 57.9 100
III 78.5 100
IV 205.3 89

Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB = moderate generalized,
III = acute severe, IV = chronic severe4

Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita miastenia
gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat digunakan untuk
memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis
b. Antistriated muscle (anti-SM) antibodi
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini
menunjukkanhasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderitathymomadalam usia
kurang dari 40 tahun.Pada pasien tanpathymomadengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM
Ab dapat menunjukkanhasil positif.
c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. 1
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab
negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK
Ab.1
d. Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibodi
yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung
penderita.Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine
(RyR).Antibodi ini selaludikaitkan dengan pasienthymomadengan miastenia gravis pada
usia muda. Terdeteksinyatitin/RyR antibodi merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan
adanyathymomapada pasienmuda dengan miastenia gravis.1

D. Imaging
a. Chest x-ray
foto roentgen thorak dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada
roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian
anterior mediastinum.7
Hasil roentgen belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukurankecil,
sehingga terkadang perlu dilakukan chest CT-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada
semua kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.7

b. MRI

Pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin.MRI dapat
digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.7

2.7.Penatalaksanaan Miastenia Gravis

Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan dan tidak ada konsensus yang
jelas pada strategi pengobatan, myasthenia gravis (MG) adalah salah satu gangguan neurologis
yang paling dapat diobati.Beberapa faktor (misalnya, tingkat keparahan, distribusi, kecepatan
perkembangan penyakit) harus dipertimbangkan sebelum terapi dimulai atau diubah.1
Terapi Farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti
kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin intravena (IVIG).1
Plasmapheresis dan thymectomy juga digunakan untuk mengobati MG. Mereka bukan
merupakanterapi tradisional imunomodulasi medis, tetapi mereka berfungsi dengancara
memodifikasi sistem kekebalan tubuh. Thymectomy merupakan pilihan pengobatan yang penting
untuk MG, terutama jika terdapat thymoma.1
MG adalah penyakit kronis yang dapat secara akut akan memburukselama beberapa hari
atau minggu. Pengobatan memerlukan evaluasi kembali yang terjadwal dan hubungan dokter-
pasien yang dekat. Pasien dengan MG memerlukan perawatan ketat bekerja sama dengan
dokter.1
Intubasi dan unit perawatan intensif (ICU) biasanya dilakukan pada pasien myasthenic
krisis dengan gagal pernapasan.Kegagalan pernapasan yang cepat dapat terjadi jika pasien tidak
diawasi dengan benar.Pasien harus diawasi sangat hati-hati, terutama pada eksaserbasi, dengan
mengukur kekuatan inspirasi negatif dan kapasitas vital.Setelah pasien dengan dugaan MGC
telah diidentifikasi, langkah segera harus diambil untuk mengintubasi pasien.Hal ini harus
dilakukan melalui intubasi oral cepat. Pasien harus disiapkan O2 masksampai saturasi oksigen
arteri 97%.IV normal saline harus tetes cepat untuk menghindari hipotensi yang berhubungan
dengan intubasi.Pemantauan tekanan darah terus menerus adalah wajib. Etomidate adalah agen
anestesi umum digunakan pada dosis IV bolus 0,2 hingga 0,3 mg / kg. Agen paralitik harus
dihindari kecuali mutlak diperlukan karena pasien MG sensitif terhadap efek mereka.Jika perlu,
agen nondepolarizing seperti vecuronium lebih bagus.Pengaturan ventilator harus dioptimalkan
untuk memungkinkan pasien istirahat dan mambantu ekspansi paru.Disarankan mulai dengan
kontrol assist (AC) dengan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) 5 cm H2O, volume tidal
rendah (6 mL / kg berat badan ideal), dan tingkat pernapasan 12 sampai 16/min. Meskipun
dahulu, tidal volum yang besar (12 ml / kg) direkomendasikan untuk pasien MG, literatur baru
menunjukkan bahwa tidal volume rendah (6 mL / kg) dan frekuansi pernapasan yang lebih cepat
(12-16 napas / menit) dapat membantu menghindari cedera paru pada pasien yang terintubasi.2

A. Kolinesterase inhibitor
a. Pyridostigmine
Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan kelenjar
sekretori, di mana kerjanya memblok AChE. agen intermediate-acting, lebih disukai
dalam penggunaan klinis daripada “short-acting” bromida neostigmine dan “long
acting” klorida ambenonium. bekerja dalam 30-60 menit, efek berlangsung 3-6 jam.
MG tidak mempengaruhi semua otot rangka yang sama, dan semua gejala mungkin
tidak dapat dikendalikan tanpa efek samping. Pada pasien kritis atau pasca operasi,
obat diberikan secara intravena (IV). Di Amerika Serikat, pyridostigmine tersedia
dalam 3 bentuk: 60-mg tab, 180-mg timespan tablet, dan 60 mg / 5 ml sirup. Efek dari
tablet timespan bertahan 2,5 kali lebih lama. Bentuk timespan adalah sebagai adjuvan
pyridostigmine reguler untuk mengontrol gejala myasthenic pada malam hari.
Penyerapan dan bioavailabilitas tablet timespan bervariasi antara pasien. 1
b. Neostigmine
Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga memfasilitasi
transmisi impuls di NMJ.Ini adalah AChE inhibitor short-acting yang tersedia dalam
bentuk oral (15 mg tablet) dan bentuk yang sesuai untuk jalur IV, intramuskular (IM),
atau subkutan (SC).Waktu paruhnya 45-60 menit.Obat ini sulit diserap dalam saluran
gastrointestinal (GI) dan harus digunakan hanya jika pyridostigmine tidak ada.1
c. Edrophonium
Edrophonium terutama digunakan sebagai alat diagnostik untuk memprediksi respon
terhadap long-acting cholinesterase inhibitor.Seperti cholinesterase inhibitor lain,
edrophonium menurunkan metabolisme AcH, meningkatkan efek kolinergik di NMJ.1

B. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi digunakan untuk
mengobati idiopatik dan gangguan autoimun.Obat ini termasuk di antara para agen
imunomodulasi yang pertama kali digunakan untuk mengobati MG dan masih sering
digunakan dan efektif.Obat ini biasanya digunakan dalam kasus sedang atau berat yang
tidak merespon terhadap AChE inhibitor dan thymectomy.Pengobatan jangka panjang
dengan kortikosteroid efektif dan dapat menyebabkan remisi atau menyebabkan
perbaikan pada kebanyakan pasien.Perburukan mungkin terjadi awalnya, perbaikan klinis
ditunjukkan setelah 2-4 minggu.Agen ini biasanya diberikan lebih dari 1 atau 2
tahun.Remisi didapatkan 30% dan perbaikan 40%.Kortikosteroid bekerja di kedua MG
baik ocular MG maupun MG generalisata.Mereka dapat dikombinasikan dengan obat
imunosupresif lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih rendah dan durasi
yang lebih singkat.1
a. Prednisone
Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di Amerika Serikat.
Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka panjang dari prednison bermanfaat,
tetapi yang lain menggunakan obat hanya selama eksaserbasi akut untuk membatasi
efek yang merugikan dari penggunaan steroid lama. Prednisone efektif dalam
mengurangi eksaserbasi MG dengan menekan pembentukan autoantibodi.Namun,
efek klinis sering tidak terlihat selama beberapa minggu.Peningkatan signifikan, yang
mungkin berhubungan dengan titer antibodi menurun, biasanya terjadi pada 1-4
bulan.1
b. Methylprednisolone
Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dan pada mereka
tidak dapat mentoleransi asupan oral.Ini mengurangi inflamasi dengan menekan
migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan membalikkan peningkatan permeabilitas
kapiler.1

C. Imunosupresan
a. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik,
efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa
gangguan saluran cerna, peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan
dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus
dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati.Sesudah itu pemeriksaan
laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.Pemberian prednisolon bersama-sama
dengan azatioprin sangat dianjurkan. Karena efek samping kortikosteroid, klinisi dan
dokter seringkali menggunakan steroid-sparing medications, misalnya: azathioprine,
dengan dosis yang ditingkatkan secara bertahap sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO.
Perbaikan maksimal dicapai dalam waktu 1-2 tahun, karena kerja azathioprine yang
lebih lambat daripada kortikosteroid.Azathioprine digunakan bersama-sama dengan
kortikosteroid, bukan sebagai monoterapi.1

b. Mycophenolate mofetil
sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau corticosteroid-sparing
therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali sehari. Selama mimum obat ini,
disarankan untuk menghindari paparan sinar ultraviolet.Manfaat (perbaikan) klinis
dapat dirasakan setelah 1-2 bulan, sedangkan efek maksimal obat ini biasanya
dirasakan sekitar 6 bulan.Penggunaan mycophenolate mofetil bersama-sama dengan
azathioprine tidak dianjurkan.1
c. Cyclosporine
Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x sehari; setelah 4
minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari dengan interval 2 minggu, sampai
dosis maksimum 4 mg/KgBB/hari) dan cyclophosphamide dapat digunakan oleh
dokter yang benar-benar paham efek samping dan dapat memonitor (tekanan darah,
CBC, asam urat, potassium, lipid, magnesium, serum creatinine dan BUN) pasien
secara ketat (setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama terapi, lalu setiap bulan jika
pasien sudah stabil).1

D. Imunoglobulin
IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan kelemahan berat yang
kurang terkontrol dengan agen lainnya, atau sebagai pengganti dari pertukaran plasma
dengan dosis 1 g / kg.IVIG efektif dalam MG sedang atau berat yang memburuk menjadi
krisis.Dosis tinggi IVIG berhasil pada MG, meskipun mekanisme kerja tidak
diketahui.Hal ini digunakan dalam manajemen krisis (misalnya, myasthenic krisis dan
periode perioperatif) bukan atau dalam kombinasi dengan plasmapheresis. Seperti
plasmapheresis, ia memiliki onset yang cepat, tetapi efek berlangsung hanya dalam waktu
singkat.1

E. Plasmaparesis
Plasmapheresis (pertukaran plasma) dipercaya bekerja dengan menghilangkan faktor
humoral (yaitu, anti-ACHR antibodi dan kompleks imun) dari sirkulasi. Hal ini
digunakan sebagai tambahan untuk terapi imunomodulator lain dan sebagai alat untuk
manajemen krisis. Seperti IVIG, plasmaferesis umumnya digunakan untuk myasthenic
krisis dan kasus-kasus refrakter. Perbaikan terjadit dalam beberapa hari, tetapi tidak
berlangsung lebih dari 2 bulan.Plasmaferesis merupakan terapi efektif untuk MG,
terutama dalam persiapan untuk operasi atau jangka pendek pengelolaan eksaserbasi.
Plasmapheresis jangka panjang teratur setiap minggu atau bulanan bisa digunakan bila
pengobatan lain tidak dapat mengendalikan penyakit ini. Komplikasi terutama terbatas
pada komplikasi intravena (IV) akses (misalnya, penempatan garis pusat) tetapi juga
dapat mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun jarang).1

F. Thimektomi
Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam myasthenia gravis
(MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah diusulkan sebagai terapi lini
pertama pada kebanyakan pasien dengan myasthenia gravis (MG) umum.Thimectomi
dapat menyebabkan remisi.American Association of Neurology merekomendasikan
thimectomi untuk nonthymomatous pasien myasthenia gravis (MG)
autoimun.Thimectomi direkomendasikan sebagai pilihan untuk meningkatkan
kemungkinan remisi atau perbaikan.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldenberg, William. Myasthenia Gravis. 2012. Diunduh


darihttp://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 7 Agustus 2017.
2. Eric M, Eliahu S, Feen, Jose I. Myasthenia Gravis Crisis. Southern Medical Journal.
2008; 101: 1: 69-63.
3. Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis. Muscle&
Nerve. 2004; 29:505-484.
4. Myasthenia Gravis and Related Disorders of The Neuromuscular Junction. In: Ropper A,
Brown R, eds. Adam and Victor’s : Principles of Neurology 8thed. McGraw Hill. 2005;
53:1264-1250.
5. Romi, Gilhus, Aarli. Myasthenia gravis: clinical, immunological,and therapeutic
advances. Acta Neurol Scand. 2005; 111: 141-134.
6. Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y. Kamus saku Kedokteran
Dorland. 25 ed.EGC. 1998: 723.
7. Drachman DB. Myasthenia Gravis and Other Diseases of The Neuromuscular
JunctionKasper. In: Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s : Principle of
Internal Medicine 16th ed. McGraw Hill. 2005; 366: 2523-2518.
8. Myastenia Gravis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1171206-
overview, 7 Agustus 2017
9. Diunduh darihttp://neuromuscular.wustl.edu/synmg.html#acquiredmg, 7 Agustus 2017.
10. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A.2008. Biokimia Harper: Dasar Biokimia

Beberapa Kelainan Neuropsikiatri. Edisi 29. EGC. Jakarta.

11. Snell, Richard S., 2007. Neuro Anatomi Klinik ed. 5. EGC. Jakarta.
MYASTENIA GRAVIS

PENGUJI :

Dr. Izati Rahmi, Sp.S

DISUSUN OLEH :

Ode Sitti Apriliyanti Ladamay

1261050158

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

PERIODE 24 JULI – 26 AGUSTUS 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2017

Anda mungkin juga menyukai