Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Hygiene dan Sanitasi

Pada hakikatnya “Hygiene” dan “Sanitasi” mempunyai pengertian dan tujuan yang

hampir sama yaitu mencapai kesehatan yang prima.

Sudira (dalam Rachman, 2010) mengemukakan bahwa : “Hygiene adalah ilmu kesehatan

dan pencegahan timbulnya penyakit. Hygiene lebih banyak membicarakan masalah bakteri

sebagai penyebab timbulnya penyakit, sedang sanitasi lebih memperhatikan masalah kebersihan

untuk mencapai kesehatan”.

Hygiene erat hubungannya dengan perorangan, makanan dan minuman karena

merupakan syarat untuk mencapai derajat kesehatan. Sedang sanitasi menurut WHO merupakan

suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada

manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik,

kesehatan, dan kelangsungan hidup.

Menurut Depkes (2004) hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara

dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk

melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang

bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.

Sedangkan menurut Gea (2009:19) sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan

air yang bersih untuk keperluan cuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi

sampah agar tidak dibuang sembarangan.


Perbedaan sanitasi dan hygiene adalah hygiene lebih mengarahkan aktivitasnya pada

manusia, sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan pada faktor-faktor lingkungan hidup

manusia. Tujuan diadakannya usaha sanitasi dan hygiene adalah untuk mencegah timbulnya

penyakit dan keracunan serta gangguan kesehatan lain sebagai akibat dari adanya interaksi

faktor-faktor lingkungan hidup manusia.

Hygiene sendiri merupakan usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh

kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia sehingga timbul upaya mencegah timbulnya

penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang buruk dan membuat kondisi lingkungan

yang baik agar terjamin pemeliharaan kesehatannya. Dengan kata lain hygiene adalah usaha

kesehatan preventif yang lebih menitikberatkan pada kegiatan usaha kesehatan individu maupun

usaha kesehatan pribadi hidup manusia.

Ni Wayan (dalam Moro, 2011) mengemukakan bahwa “tujuan hygiene dan sanitasi

dalam penyelenggaraan makanan yaitu : (1) tersedianya makanan yang berkualitas baik dan

aman bagi kesehatan konsumen; (2) menurunkan kejadian resiko penularan penyakit atau

gangguan kesehatan melalui makanan; (3) terwujudnya perilaku yang sehat dan benar dalam

penanganan makanan”.

Hygiene sebagaimana yang dijelaskan Soekresno (dalam Rachman, 2010) dapat

dikelompokkan sebagai berikut : 1. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene di tempat kerja meliputi :

(a) hygiene perorangan, (b) hygiene makanan, (c) sanitasi dan hygiene tempat kerja, (d) sanitasi

dan hygiene barang dan peralatan, dan (e) limbah dan linen; serta 2. Hygiene perorangan

meliputi : (a) rambut,(b) hidung,(c) mulut,(d) telinga, (e) kaki,(f) kosmetik, dan (g) pakaian

seragam juru masak.


Kusmayadi (dalam Agustina, 2009) mengemukakan bahwa : “terdapat 4 (empat) hal

penting yang menjadi prinsip hygiene dan sanitasi makanan meliputi perilaku sehat dan bersih

orang yang mengelola makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan sanitasi tempat

pengolahan”.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Personal Hygiene

Personal hygiene merupakan tindakan pencegahan yang menyangkut tanggung jawab

individu untuk meningkatkan kesehatan serta membatasi menyebarnya penyakit menular

terutama yang ditularkan melalui kontak langsung.

Personal higiene penjamah makanan sangatlah perlu dipelajari dan diterapkan dalam

pengolahan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular melalui makanan. Beberapa

hal yang harus dilakukan oleh setiap penjamah makanan ketika mengolah dan menyajikan

makanan untuk mencegah penularan penyakit menular yaitu : selalu mencuci tangan sebelum

menjamah makanan, minuman dan peralatan.

Hygiene perorangan mencakup semua segi kebersihan diri pribadi karyawan (penjamah

makanan) tersebut. Menjaga hygiene perorangan berarti menjaga kebiasaan hidup bersih dan

menjaga kebersihan seluruh anggota tubuh yang meliputi:

a. mandi dengan teratur, bersih dan sehat sebelum memasuki ruangan dapur,

b. mencuci tangan sebelum dan sesudah menjamah makanan,

c. kuku dipotong pendek dan tidak di cat (kutex),

d. rambut pendek dan bersih,

e. selalu memakai karpus (topi khusus juru masak) atau penutup kepala lainnya,

f. wajah; tidak menggunakan kosmetik secara berlebihan,


g. hidung; tidak meraba-raba hidung sambil bekerja dan tidak menyeka wajah dengan

menggunakan tangan tetapi menggunakan sapu tangan,

h. mulut; menjaga kebersihan mulut dan gigi, tidak merokok saat mengolah makanan,

jangan batuk menghadap makanan, tidak mencicipi makanan langsung dari alat

memasak,

i. kaki; mempergunakan sepatu dengan ukuran yang sesuai, kaos kaki diganti setiap hari,

kuku jari harus dipotong pendek (Rachman, 2010)

2.3 Tinjauan Umum Tentang Hygiene Sanitasi Makanan

Aspek hygiene sanitasi makanan adalah aspek pokok dari hygiene sanitasi makanan yang

mempengaruhi keamanan makanan. Depkes (2004) menyatakan bahwa ada 4 bagian aspek

hygiene sanitasi makanan yaitu :

1. Kontaminasi

Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing kedalam makanan yang tidak

dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu : (a)

pencemaran mikroba seperti bakteri, jamur, cendawan; (b) pencemaran fisik seperti rambut, debu

tanah, serangga dan kotoran lainnya; (c) pencemaran kimia seperti pupuk, pestisida, mercury,

cadmium, arsen; serta (d) pencemaran radioaktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma dan

sebagainya.

Ada 2 cara yang menyebabkan terjadinya kontaminasi pada makanan yaitu :

a. Kontaminasi langsung
Kontaminasi langsung pada makanan dapat terjadi karena adanya kontak langsung

makanan dengan lingkungannya. Sumber kontaminasi dapat berupa bahan kimia dan biologi

seperti bakteri yang terkandung dalam udara, tanah, dan air.

b. Kontaminasi silang

Kontaminasi silang merupakan perpindahan mikroorganisme ke makanan melalui suatu

media. Penyebab utama kontaminasi ini adalah manusia sebagai pengolah makanan yang mampu

memindahkan kontaminan yang bersifat biologis, kimiawi dan fisik kedalam makanan ketika

makanan tersebut diproses, dipersiapkan, diolah atau disajikan.

2. Keracunan

Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau gangguan

kesehatan lain akibat mengonsumsi makanan yang tidak hygienis. Terjadinya keracunan pada

makanan disebabkan karena makanan tersebut telah mengandung unsur-unsur seperti fisik, kimia

dan biologi yang sangat membahayakan kesehatan.

3. Pembusukan

Pembusukan adalah proses perubahan komposisi makanan baik sebagian atau seluruhnya

pada makanan dari keadaan yang normal menjadi keadaan yang tidak normal. Pembusukan dapat

terjadi karena pengaruh fisik, enzim dan mikroba. Pembusukan karena mikroba disebabkan oleh

bakteri atau cendawan yang tumbuh dan berkembang biak di dalam makanan sehingga merusak

komposisi makanan yang menyebabkan makanan menjadi basi, berubah rasa, bau serta

warnanya.

4. Pemalsuan

Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan yang secara sengaja dilakukan

dengan cara menambah atau mengganti bahan makanan dengan tujuan meningkatkan tampilan
makanan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga hal tersebut

memberikan dampak buruk pada konsumen (Depkes, 2004).

Menurut Fatonah (dalam Moro, 2011) manfaat penerapan hygiene dan sanitasi makanan

yaitu : (1) menyediakan makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi; (2) mencegah

penyakit menular; (3) mencegah kecelakaan akibat kerja; (4) mencegah timbulnya bau yang

tidak sedap; (5) menghindari pencemaran; (6) mengurangi jumlah (persentase) sakit; serta (7)

lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman.

2.4 Tinjauan Umum Tentang Kantin

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kantin adalah ruang tempat menjual makanan

dan minuman (di sekolah, di kantor, di asrama dan sebagainya). Menurut wikipedia, Kantin (dari

bahasa Belanda: kantine) adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum yang dapat

digunakan pengunjungnya untuk makan, baik makanan yang dibawa sendiri maupun yang dibeli

di sana (Edratna, 2011).

Utami (2011) mengemukakan bahwa “kantin merupakan tempat pengolahan makanan

yang dikelompokkan dalam jasaboga golongan A1 yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan

masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga yang dikelola

oleh keluarga”.

Secara umum pengertian kantin, rumah makan dan restoran hampir sama yaitu sama-

sama tempat yang menyediakan makanan jadi yang siap dikonsumsi. Namun, perbedaan

ketiganya yaitu terletak pada jumlah karyawan, wastafel, toilet, serta jumlah kursi pengunjung.

Dalam hal ini setiap penambahan kursi pengunjung diatas 20 maka akan disebut sebagai

restoran.
Septiza (2008) mengemukakan bahwa “kantin adalah salah satu tempat yang

menyediakan makanan dan minuman siap dikonsumsi. Salah satu fungsi kantin sebagai tempat

memasak dan membuat makanan, dihidangkan lalu dijual kepada konsumen, sehingga kantin

dapat menjadi tempat menyebarnya segala penyakit yang medianya melalui makanan dan

minuman”.

Berdasarkan kemenkes No.715 tahun 2003, dalam hal pengaturan ruang untuk jasaboga

golongan A1, ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang tidur, bila bangunan

tidak mempunyai ventilasi alam yang cukup harus menyediakan ventilasi yang dapat

memasukkan udara segar. Pembuangan udara kotor atau asap, harus tidak menimbulkan

gangguan terhadap lingkungan, tersedia tempat cuci tangan, yang permukaannya halus dan

mudah dibersihkan. Untuk tempat penyimpanan makanan yang cepat busuk, harus tersedia

sedikitnya 1 buah lemari Es.

Pemilik kantin harus mengikuti prosedur tentang cara mengolah dan menjaga kebersihan

kantin. Makanan yang disediakan di kantin harus sehat dan aman. Bila tidak ditunjang dengan

pengolahan makanan yang baik maka akan terjadi keracunan makanan atau gangguan penyakit

karena makanan. Hal ini disebabkan karena makanan dan minuman yang dijual di kantin

berpotensi menyebabkan penyakit akibat makanan bila tidak dikelola dan ditangani dengan baik.

Tetapi bila makanan diolah sesuai dengan kaidah hygiene maka akan menghasilkan makanan-

makanan yang bersih, sehat, aman dan bermanfaat. Disinilah peran penting dalam pengendalian

kebersihan sebuah kantin agar dapat memberikan manfaat bagi semuanya.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya kontaminasi bakteri pada makanan

dapat berasal dari orang yang menangani makanan serta tempat/bangunan dimana makanan

tersebut diolah.
Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan dan dibawa oleh makanan.

Kerusakan makanan dapat dipengaruhi oleh kebersihan kantin. Jika kantin tidak bersih, maka

kuman pembawa penyakit akan mudah sekali menempel pada makanan. Tidak hanya itu,

konstruksi bangunan yang tidak sesuai juga merupakan bagian dari faktor fisik yang bisa

menyebabkan kerusakan makanan. Sirkulasi udara yang tidak baik, udara yang lembab,

pencahayaan yang kurang juga dapat menyebabkan kerusakan makanan (Utami, 2011:7).

2.5 Tinjauan Umum Tentang Penjamah Makanan

Menurut Kepmenkes No. 1098 tahun 2003 : “Penjamah makanan adalah orang yang

secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan,

pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai penyajian”.

Untuk menjadi seorang penjamah makanan harus memenuhi beberapa syarat. Syarat

seorang penjamah makanan menurut Departemen Kesehatan RI (dalam Laila, 2004: 20) : “(1)

seorang penjamah makanan harus mempunyai tempramen yang baik; (2) seorang penjamah

makanan harus mengetahui hygiene perorangan yang meliputi : kebersihan panca indra, kulit,

tangan, rambut dan pakaian kerja; serta (3) harus berbadan sehat dengan mempunyai surat

keterangan kesehatan”.

Seorang penjamah makanan harus memperhatikan aspek personal hygiene karena dengan

menjaga hygiene perorangannya dapat mencegah terjadinya kontaminasi pada makanan yang

ditanganinya sehingga menghasilkan makanan yang aman dan sehat. Selain itu, seorang

penjamah makanan mempunyai hubungan erat dengan masyarakat konsumen, terutama

penjamah makanan yang bekerja di tempat pengolahan untuk umum karena dari seorang

penjamah makanan yang tidak baik penyakit menyebar ke suatu masyarakat konsumen.
Menurut Laila (2004:20) Peranan penjamah makanan dalam penyebaran penyakit yaitu :

(1) kontak antara penjamah makanan yang menderita penyakit menular dengan konsumen, (2)

kontaminasi terhadap makanan oleh penjamah makanan yang sakit, misalnya batuk atau luka

ditangannya, (3) pengolahan atau penanganan oleh penjamah yang sakit atau pembawa kuman.

Peran kesehatan dari penjamah makanan juga sangat berpengaruh. Sebaiknya perlu

diperhatikan bahwa dalam keadaan sakit tidak boleh melakukan pengolahan makanan terlebih

dahulu sampai dengan sembuh penyakitnya. Hal ini dilakukan demi terjaganya hygiene sanitasi

makanan yang diolah, agar tidak terjadi kontaminasi pada makanan yang dapat menyebabkan

terjadinya penyebaran penyakit dari penjamah yang sakit ke makanan yang dihasilkan.

Berdasarkan Kepmenkes No 715 tahun 2003, tenaga/karyawan pengolah makanan harus

memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan, berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat

keterangan dokter, tidak mengidap penyakit menular seperti typhus, TBC dan lain-lain atau

pembawa kuman (carrier) serta setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan

yang berlaku. Penjamah makanan harus melakukan pemeriksaan kesehatan 2 (dua) kali dalam

setahun.

Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebagai upaya pengendalian yang ditujukan untuk

mencegah terjadinya penyakit bawaan makanan akibat terkontaminasi dengan penjamah

makanan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum seorang penjamah makanan bekerja dan

pemeriksaan berkala. Pemeriksaan sebelum bekerja bertujuan untuk mengetahui apakah orang

tersebut menderita penyakit menular atau carrier suatu penyakit tertentu sedangkan pemeriksaan

berkala untuk memantau kesehatan penjamah makanan (Utami, 2011:3).


2.6 Tinjauan Umum Tentang Makanan

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Karbohidrat,

protein, vitamin, mineral, air dan lemak merupakan zat-zat yang terkandung dalam makanan.

Menurut Notoadmodjo (dalam Ricki, 2005:103) ada empat fungsi pokok makanan bagi

kehidupan manusia, yakni : (1) memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan

serta mengganti jaringan tubuh yang rusak; (2) memperoleh energi guna melakukan aktivitas

sehari-hari, (3) mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan

cairan tubuh yang lain; (4) berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai

penyakit.

Berdasarkan Kepmenkes No. 715 tahun 2003 : “Makanan merupakan kebutuhan pokok

manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar

bermanfaat bagi tubuh. Bahan makanan adalah semua bahan makanan baik terolah maupun tidak

terolah termasuk bahan tambahan makanan dan tambahan penolong”.

Makanan merupakan salah satu kebutuhan dari manusia untuk menunjang kehidupannya.

Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang

diperlukan untuk tujuan pengobatan. Jika ditinjau dari segi kesehatan, makanan selain berfungsi

sebagai sumber energi zat pembangun dan zat pengatur juga mempunyai peran dalam

penyabaran penyakit. Oleh karena itu prinsip dasar hygiene sanitasi tempat pengelolaan makanan

diperlukan agar konsumen dapat dilindungi kesehatannya dari bahaya kontaminasi makanan dan

organisme penyakit menular.

Prabu (2008) mengemukakan bahwa : “Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi

kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit,

diantaranya : (1) berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki; (2) bebas dari pencemaran
di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya; (3) bebas dari perubahan fisik, kimia yang

tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat,

serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan; serta

(4) bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh

makanan (food borne illness)”.

Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus

diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat (gizi) yang dibutuhkan dalam

makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan karena mikroorganisme tersebut dapat memproduksi racun

yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit.

Makanan sehat ditunjukkan dengan susunan makanan dalam piramida makanan. Lokasi

puncak ditempati oleh makanan yang mengandung lemak, minyak dan rasa manis. Sedang

dibawahnya ditempati makanan sejenis susu, keju, yogurt, daging, telur dan kacang-kacangan. Di

bawahnya lagi ditempati oleh buah dan sayur. Lokasi terbawah ditempati oleh nasi, roti, dan

sereal.

Lemak, minyak dan manis

Susu, keju, Daging, ikan, telur &


yogurt kacang-kacangan

Sayur-sayuran Buah-buahan

Nasi,Roti, Sereal

Gambar. 1 Piramida Makanan


Sumber : Env. Health (dalam Mukono, 2006:36)
2.7 Tinjauan Umum Tentang Keamanan Makanan

Kontaminasi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan berubahnya makanan

tersebut menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang

terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-borne disease).

Departemen kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan menjadi lima

kelompok yaitu : yang disebabkan oleh virus, bakteri, amuba/protozoa, parasit dan penyebab

bukan kuman. Sedangkan menurut Karla dan Blaker membagi menjadi tiga kelompok yaitu :

penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit. Penjamah makanan memegang

peranan penting dalam penularan ini. Golongan kedua adalah keracunan makanan atau infeksi

karena bakteri. Golongan ketiga adalah penyebab yang bukan mikroorganisme (Susanna, 2003).

Keamanan makanan dapat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang

menentukan keamanan makanan diantaranya jenis makanan olahan, cara penanganan bahan

makanan, cara penyajian, waktu antara makanan matang dikonsumsi dan suhu penyimpanan baik

pada makanan mentah maupun makanan matang dan perilaku penjamah itu sendiri.

Purawidjaja (dalam Susanna, 2003) mengemukanan bahwa :”Upaya pengamanan

makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang yang menangani makanan, tempat

penyelenggaraan makanan; peralatan pengolahan makanan serta proses pengolahannya. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan makanan antara lain hygiene

perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan

pengolahan makanan yang tidak bersih”.

Secara umum untuk keberhasilan program sanitasi makanan diperlukan peraturan dalam

memproses makanan dan mencegah terjadinya “food borne disease”. Selain itu diperlukan pula

pengumpulan data harian perihal makanan dan data penyakit apabila wabah kejadian luar biasa
(KLB). Dari pengalaman telah ditemukan bahwa penyebab terjadinya KLB adalah karena tidak

adekuat dalam proses memasaknya, penyimpanan dan penyajian kurang higinis, serta kebersihan

pelaksana/pekerja yang jelek (Mukono, 2006:140).

Untuk menjamin keamanan makanan tanggung jawab pengusaha jasa boga adalah

menyelenggarakan jasa boga yang memenuhi syarat-syarat hygiene dan sanitasi. Pengusaha

harus menciptakan hubungan yang saling percaya dengan pekerja memberikan pelayanan

kesehatan yang profesional dan bertanggung jawab serta melibatkan mereka dalam evaluasi

kesehatan.

2.8 Tinjauan Umum Tentang Sambal

Marwanti (2000:77) mengemukakan bahwa : “Sambal adalah hidangan yang tidak berdiri

sendiri, tetapi harus dimakan dengan bahan lain, terutama lalap. Sambal juga dapat digunakan

sebagai penambah selera makan dan untuk melengkapi hidangan lain. Misalnya sate yang sering

dihidangkan dengan sambal kacang atau sambal kecap, sedangkan panggangan sering dimakan

dengan sambal jahe.

Sambal adalah saus yang disiapkan dari cabai yang dihancurkan sehingga keluar

keberadaan airnya dan biasanya ditambah bahan-bahan lain seperti garam, cuka dan terasi.

Sambal adalah salah satu unsur khas hidangan Indonesia, Melayu ditemukan pula dalam kuliner

Asia Selatan dan Asia Timur. Ada bermacam-macam variasi sambal yang berasal dari berbagai

daerah.

Kita mengenal sambal masak dan sambal mentah. Sambal mentah adalah sambal yang

tidak dimasak sebelum dimakan. Kecuali terasi, bahan yang lain digunakan mentah. Contohnya

sambal tomat, sambal terasi, dan sambal kecap. Sambal masak adalah sambal yang setelah

ditumbuk diracik dan dihaluskan, kemudian ditumis dan dibiarkan diatas api kecil sampai kental
dan keluar minyaknya. Contoh sambal masak adalah sambal bajak dan sambal gado-gado

(Marwanti, 2000:77).

Sambal mempunyai konsistensi yang lebih padat salsa dan mengandung lebih banyak

rempah-rempah. Sambal dapat bervariasi dari kurang pedas hingga sangatlah pedas. Ada

beberapa macam variasi, termasuk:

1. Sambal Asam : Sambal ini mirip sambal terasi dan mengandung asam, biasanya asam

jawa.

2. Sambal Bajak : Cabai untuk sambal ini digoreng dengan minyak, ditambah dengan

bawang putih, terasi dan bumbu-bumbu lainnya.

3. Sambal Balado : dari Minangkabau. Cabai untuk sambal ini digoreng dengan minyak,

bawang putih, bawang merah atau bawang bombai, tomat, garam dan jeruk nipis.

4. Sambal Belacan : Sambal ini mengandung belacan atau udang yang dilumatkan. Sambal

ini juga dapat digabung dengan bahan lain seperti kangkung untuk menghasilkan sambal

kangkung, dengan cumi-cumi untuk menghasilkan sambal sotong, dan dengan telur untuk

sambal telur.

5. Sambal dabu-dabu : Berasal dari Manado, mirip saus salsa Meksiko, dibuat dari tomat,

garam, basil (daun bawang, celedry) jeruk kesturi dan cabai merah.

Gambar 2. Sambal Salsa Mexico


Sumber : (http://wikipedia.saus-mexico-salsa)
6. Sambal Kecap : Irisan cabai rawit, cabai merah, bawang merah, kecap manis dan irisan

jeruk limau, rasanya pedas dan segar. Biasanya untuk teman makan telor ceplok atau

cocolan tahu/tempe (http://wikipedia.macam-macam sambal).

Sambal goreng adalah makanan khas Indonesia yang dibuat dari bumbu-bumbu seperti

sambal ulek, lengkuas, daun salam, gula, garam, kecap dan sebagainya. Sambal goreng lebih

menuju kepada bumbu-bumbu ini yang digoreng bersama dengan bahan makanan lainnya

(seperti: tempe, ikan, udang, buncis, hati, kentang, krecek dan lain-lain). Tergantung pada bahan

yang digunakan, sambal goreng diberi nama bahan tersebut (sambal goreng hati, sambal goreng

buncis, dan sebagainya). Sambal goreng sering dihidangkan sebagai lauk nasi putih atau

hidangan nasi lainnya.

Marwanti (2000:76) mengemukakan bahwa : “Berdasarkan kekentalan atau

konsistensinya, sambal goreng dapat dibagi menjadi dua, yaitu sambal goreng kering yaitu

masakan kering dan berbumbu. Misalnya sambal goreng kering tempe, kentang, atau kacang

tanah, sedangkan sambal goreng basah yaitu sambal goreng yang menggunakan kuah kental dari

bahan cair atau santan. Misalnya sambal goreng hati, sambal goreng kentang, dan sebagainya.

Sambal goreng basah berwarna merah cerah karena lombok merah memegang peranan.

Sedangkan pada sambal goreng kering, kadang-kadang warna merah kecoklat-coklatannya juga

berasal dari warna gula merah”.

2.9 Tinjauan Umum Tentang Bakteri Eschercia coli


2.9.1 Pengertian Bakteri Eschercia coli
Eschercia coli yaitu bakteri facultative anaerobic gram negative berbentuk batang, tidak

berkapsul dan dapat bergerak aktif. Eschercia coli umumnya secara normal terdapat dalam alat

pencernaan manusia dan hewan (Gea, 2009:43).


Escherchia coli merupakan anggota Coliform fecal yang dapat dibedakan dari bakteri

Coliform lain karena kemampuannya memfermentasikan laktosa pada suhu 440C. Berikut ini

merupakan gambar bakteri Eschercia coli :

Gambar. 3 Bakteri Escherchia coli


Sumber : (http://wikipedia.escherchiacoli)

Louise (2003:71) mengemukakan bahwa : “karakteristik bakteri Eschercia coli yaitu

genus ini terdiri dari Enterobacteriaceae peragi-laktosa. Sebagian besar strain Escherchia coli

adalah floral usus normal nonpatogenik, strain-strain lain bersifat patogenik dengan faktor

virulensi dan efek yang berbeda-beda”.

Pengidentifikasian adanya keberadaan bakteri Escherchia coli dapat dilihat dari

pertumbuhan dan reaksi yang memberikan warna berbeda pada media dan terdapat gas saat

dikultur pada media EMB-A, hasil positif Escherchia coli adalah koloni berwarna hijau metalik

(Badiamurti, 2007:7).

Dalam Kepmenkes No. 715 tahun 2003 tentang persyaratan higiene dan sanitasi rumah

makan dan restoran, angka bakteri E.coli dalam makanan jadi disyaratkan 0 per gram contoh

makanan dan minuman disyaratkan angka bakteri E.coli harus 0 per 100 ml contoh minuman.

2.9.2 Golongan Bakteri Eschercia coli

Escherchia coli yang menyebabkan penyakit pada manusia disebut Entero Pathogenic

Escherchia coli (EPEC). Ada 2 golongan Escherchia coli yang menyebabkan penyakit pada

manusia yaitu : (a) Entero Toxigenic Escherchia coli (ETEC) : mampu menghasilkan

enterotoksin dalam usus kecil dan menyebabkan penyakit kolera; (b) Entero Invasive Escherchia
coli (EIEC) : mampu menembus dinding usus dan menimbulkan kolitis (radang usus besar) atau

gejala demam, sakit kepala, kejang perut dan diare berdarah (Gea, 2009:44).

Escherchia coli juga dapat menyebabkan infeksi saluran urin dan juga penyakit lain

seperti pneumonia, meningitis dan traveler’s diarrhea. Meskipun infeksi Escherchia coli dapat

diobati dengan antibiotika namun dapat menyebabkan pasien syok bahkan mengarah pada

kematian karena toksin yang dihasilkan lebih banyak pada saat bakteri mati (SNI 7388,

2009:30).

Di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya menggunakan bakteri Escherchia coli untuk

pengujian air minum. Bakteri Escherchia coli lebih mudah mengisolasinya dari pada jenis

bakteri lain. Menurut Chandra (2007) keberadaan bakteri Escherchia coli dalam sumber air atau

makanan merupakan indikasi terjadinya kontaminasi tinja. Oleh karena itu, jika air atau makanan

mengandung bakteri Escherchia coli harus dipertimbangkan pemakaiannya sebab kemungkinan

besar air atau makanan tersebut tercemar bahan-bahan kotor.

Untuk menentukan jumlah bakteri dalam contoh, dapat dilakukan dengan membiakkan

dan menghitung koloni bakteri Coliform tersebut. Selain itu juga digunakan metode APM

(Angka Paling Mungkin) atau biasa disebut Most Probable Number (MPN). Jika dalam

pengujian APM ditemukan sejumlah bakteri, hal itu menunjukkan tingkat kontaminasi (SNI

7388, 2009:29).

2.10 Pengaruh Keberadaan Bakteri Escherchia coli pada Makanan Terhadap Kesehatan
Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan makanan

tersebut dapat menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan

yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-borned diseases) (Susanna, 2003).

Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat

yang paling sering dijumpai saat ini. Penyakit tersebut menimbulkan banyak korban dan
menyebabkan sejumlah besar penderitaan khususnya di kalangan bayi, anak, lansia dan mereka

yang kekebalan tubuhnya terganggu.

Departemen kesehatan mengelompokkan penyebab penyakit bawaan makanan menjadi

lima kelompok yaitu : yang disebabkan oleh virus, bakteri, amuba/protozoa, parasit dan

penyebab bukan kuman. Namun, kontaminasi bakteri seperti bakteri coli merupakan penyebab

yang paling banyak dijumpai di masyarakat.

Bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya epidemik penyakit-penyakit saluran

pencernaan makanan seperti kolera, tifus, disentri, diare dan penyakit cacing. Bibit penyakit ini

berasal dari feses manusia yang menderita penyakit-penyakit tersebut.

Penyebaran bakteri ini dapat terjadi melalui kontaminasi makanan dengan bahan yang

sudah tercemar dengan bakteri Escherchia coli. Terjadinya kontaminasi bakteri pada makanan

dapat dilihat melalui pemeriksaan laboratorium melalui pemeriksaan bakteri Coliform.

Diare merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli dan

paling banyak ditemukan diseluruh dunia yang dapat menyerang siapa saja melalui mekanisme

dan gejala yang berbeda setiap umur. Gejalanya yaitu diare yang merupakan buang air besar

yang encer dengan frekuensi 4x atau lebih dalam sehari, kadang disertai muntah, badan lesu atau

lemah, panas, tidak nafsu makan, bahkan darah dan lender dalam kotoran. Diare bisa

menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi

gangguan irama jantung maupun perdarahan otak.


2.11 Kerangka Berpikir
2.11.1 Kerangka Teori
Adapun kerangka teori dalam penelitian ini yaitu :

Hygiene dan sanitasi Personal Hygiene Hygiene dan sanitasi


makanan

Kantin Penjamah Makanan Makanan Keamanan Makanan

Sambal
Ada
Bakteri Escherchia coli
Tidak ada

Pengaruh Escherchia coli terhadap


kesehatan
Gambar 4. Kerangka Teori

2.11.2 Kerangka Konsep

Hygiene penjamah
makanan
Kandungan bakteri
Indikator :
Escherchia coli
- Pengetahuan
pada sambal
- Perilaku
- Hygiene
Perorangan
- Pendidikan
- Sikap
Kepmenkes No.942/Menkes/SK/VII/2003
Kepmenkes No.715/Menkes/SK/V/2003

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi syarat


Gambar 5. Kerangka Konsep
Ket :
: variabel independen

: variabel dependen

2.12 Hipotesis
Ho : Tidak terdapat hubungan hygiene penjamah makanan dengan keberadaan bakteri

Escherchia coli pada sambal di kantin di lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara

UNG.

Ha : Terdapat hubungan hygiene penjamah makanan dengan keberadaan bakteri Escherchia

coli pada sambal di kantin di lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara UNG.

Anda mungkin juga menyukai