Disusun oleh :
Kelompok IV
2019
PENYUSUN
I. TOPIK
TAK Stimulasi Kognitif : Senam Otak
II. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan TAK stimulasi kognitip senam otak klien dapat
meningkatkan konsentrasi dan menurunkan kecemasan.
B. Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan sesi terapi stimulasi kognitif, Klien mampu :
1. Mengetahui pengertian senam otak
2. Mengetahui manfaat senam otak
3. Mampu melakukan senam otak
4. Mempertahankan daya ingat dan konsetrasi
5. Menghilangkan stres
6. Meningkatkan konsentrasi
7. Membuat emosi lebih tenang
A. Perilaku kekerasan
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana
seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan yaitu :
1) Faktor Psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting
hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting
kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh
pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang
untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan
frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif,
mendukung pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
2) Faktor Sosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh
Bandura (1977) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa
internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang
dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
3) Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif
mempunyai dasar biologis.Penelitian neurobiologi mendapatkan
bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus
bidatang ternyata menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang
diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat
ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan
lobus temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif:
serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino
GABA.Faktor-faktor yang mendukung, seperti : masa kanak-kanak
yang sering mengalami kegagalan, kehidupan yang penuh tindakan
agresif, lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
2) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap
2. Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
3. Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).
B. Senam Otak
1. Pengertian
Senam merupakan salah satu tindakan yang jarang sekali dilakukan para
lansia,banyak lansia yang mengeluh badannya capek dan pegal itu semua
dikarenakan kurangnya pergerakan otot-otot. Kebanyakan lansia tidak mau
melakukan senam karena capek,males dan lain-lain, maka dari itu kita sebagai
perawat harus bisa mengajak para lansia untuk
melakukansenam,salahsatunyayaitusenamotak.
Senam otak adalah serangkaian latihan berbasis gerakan tubuh sederhana.
Gerakan itu dibuat untuk merangsang otak kiri dan kanan (dimensi lateralitas);
meringankan atau merelaksasi belakang otak dan bagian depan otak (dimensi
pemfokusan); merangsang sistem yang terkait dengan perasaan/emosional,
yakni otak tengah (limbis) serta otak besar (dimensi pemusatan).
2. Tujuan
Gerakan Senam otak dibuat untuk mempertahan kankan bahkan meningkatkan
kemampuan fungsi kognitif (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008). Aktivitas ini juga dapat berguna untuk menyeimbangkan otak kanan
dan kiri manusia. Otak kanan kiri lebih berisihal-hal yang bersifat emosional,
seni, dan berperasaan. Sedangkan otak kiri lebih bersifat rasional dan abstrak.
Senam otak yang terkait dengan ilmu gerak tubuh yang dirangkai dan
dipadukan, mampu memaksimalkan fungsiotak. Ada puntujuan senam otak
menurut Sapardjiman ( 2007 ) antara lain :
a. Untuk membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau
terhambat sehingga kegiatan belajar atau bekerja berlangsung
menggunakan seluruh otak
b. Mengurangi stress emosional dan pikiran lebih jernih
c. Menjadikan orang lebih bersemangat, lebih konsentrasi, lebih kreatif dan
efisien
d. Kemampuan berbahasa dan daya ingat meningkat
e. Hubungan antarmanusia dan suasana belajar/bekerja lebih rileks dan
senang.
3. Manfaat
a. Memperlambat kepikunan
b. Menghilangkan stres
c. Meningkatkan konsentrasi
d. Membuat emosi lebih tenang
Dengan diadakan senam otak kita bisa mengetahui gerakan tubuh sederhana
yang digunakan untuk merangsang otak kiri dan kanan, merangsang system
yang terkait dengan emosional serta relaksasi otak bagian belakang ataupun
depan, itu bermanfaat bagi otak kita. Jadi senam otak sangat berfungsi bagi
para lansia maupun yang belum lansia. Senam otak tidak menyembuhkan
suatu penyakit tetapi dengan rutin melakukan senam otak, sel-sel tubuh akan
bekerja optimal, sehingga dapat mencegah datangnya penyakit.
4. Persiapan Pelaksanaan
a. Senam otak dapat digabung atau dihantarkan dengan music yang
menyenangkan, berirama tenang atau disukai, sehingga membuat lebih
rileks
b. Membuat situasi ruangan yang menyenangkan dan nyaman untuk anak
A. Tempat
Ruang Keswara Rumah Sakit Jiwa Cisarua Provinsi Jawa Barat
B. Hari/Tanggal
Senin/17 Juni 2019
C. Waktu
Pukul 10.00 s.d 10.45 WIB
D. Pengorganisasian
1. Jumlah dan nama klien
1. An. D
2. An. A
3. An. D
4. An. N
5. An. A
2. Jumlah dan nama klien cadangan
1. An. T
3. Leader dan uraian tugas
Leader : Ahmad Khaerul Anam
Peran Leader :
E. Langkah-langkah
1. Persiapan
a. Memilih klien perilaku kekerasan maupun klien resiko prilaku kekerasan
yang sudah kooperatif
b. Membuat kontak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b. Evaluasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan masalah yang dirasakan
c. Kontak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu melatih sosial dan verbal dengan
cara menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
keinginan dengan baik.
2) Menjelaskan aturan main berikut
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis.
Lama kegiatan 45 menit
Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan dengan klien cara bicara jika ingin meminta sesuatu dari
orang lain.
b. Menuliskan cara cara yang disampaikan klien.
c. Terapis mendemostrasikan cara meminta sesuatu tanpa paksaan
yaitu,”saya perlu/ingin/minta...,yang akan saya gunakan untuk....”
d. Memilih 2 orang klien secara bergilir untuk medemonstrasikan ulang cara
yang ada pada point C
e. Ulangi sampai semua klien mencoba.
f. Memberikan pujian pada peran serta klien .
g. Terapis mendemonstrasikan cara menolak dengan baik dan
menyampaikan rasa sakit hati pada orang lain, yaitu “saya tidak dapat
melakukan...” atau “saya tidak menerima dikatakan ...”atau “saya kesal
dikatakan seperti...”
h. Memilih 2 orang klien secara bergilir untuk mendemonstrasikan ulang
cara yang ada pada point G.
i. Ulangi sampai semua klien mencoba.
j. Memberikan pujian pada peran serta klien.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah
di pelajari
3) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban klien yang benar.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik dan interaksi sosial
yang asertif, jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi
2) Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik dan interaksi sosial yang
asertif secara teratur.
3) Memasukan interaksi sosial yang asertif pada jadwal kegiatn harian
klien
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku
kekerasan.
2) Menyepakati waktu dan TAK berikutnya.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 3, kemampun
yang diharapkan adalah mampu melatih sosial dan verbal dengan cara
menolak dengan baik, meminta dengan baik, dan mengungkapkan keinginan
dengan baik.
Formlir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 3 : TAK
Simulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan sosial
Mengikuti gerakan Mengungkapkan perasaan setelah
No. Nama Klien
senam otak melakukan senam otak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikkan pencegahan
perilaku kekerasan secara verbal dan sosial : meminta dengan baik dan tanpa paksa,
menolak dengan baik, mengungkapkan keinginan dengan baik. Beri tanda (√) jika
klienmampu dan tanda (x)jika klien tidak mampu.
6. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 3 TAK stimulasi persepsi
perilaku kekerasan. Klien mampu memperagakan cara meminta dengan baik dan
tanpa paksa, menolak dengan baik, dan mengungkapkan keinginan dengan baik.
Anjurkan klien mempraktikkan di ruang rawat (buat jadwal).
a. Perilaku yang diharapkan
1) Persiapan Terapis
- Setting tempat duduk berbentuk lingkaran dengan suasana tertib tidak ada
yang hilir mudik,leader dan co leader berada di posisi dalam lingkaran dan
peserta dan terapis duduk ditempat yang disediakan. Observer berada di
luar lingkaran.
- Media dan alat tersedia dengan lengkap dan baik.
- Terapis datang tepat waktu
2) Persiapan Peserta
- Kontrak waktu dengan pasien 1 hari sebelum pelaksanaan.
- Peserta hadir 10 menit sebelum pelaksanaan.
- Peserta mematuhi tata tertib yang telah ditentukan
b. Proses
c. Hasil
Klien mempunyai kemampuan untukmelatih sosial dan verbal dengan cara
menolak dengan baik, meminta dengan baik, dan mengungkapkan keinginan
dengan baik.
1. Tidak kooperatif :
Pengertian
Program antisipasi ini dilakukan untuk mengantisipasi apabila klien yang sudah
membuat kontrak tidak dapat /tidak mau datang, klien yang mengamuk, klien yang
tidak kooperatif dengan menggantinya oleh klien cadangan.
Keuntungan
Therapist sudah mempunyai planning untuk mengatasi masalah sehingga TAK
tetap berjalan.
Kerugian
Therapist harus membuat kontrak lagi dengan klien cadangan untuk menghindari
kesalah pahaman dan konflik yang tidak diinginkan
- Leptop atau HP
- Speaker
- Kursi
- Bola
VIII. SETTING TEMPAT
L CoL
K K
K K
F F
K K
Keterangan :
L : Leader
CoL : Co Leader
F : Fasilitator
O : Observer
K : Klien
IX. PENUTUP
Demikian proposal ini dibuat guna pelaksanaan terapi aktivitas kelompok Stimulasi
Persepsi Perilaku kekerasan : melatih sosial dan verbal dengan cara menolak dengan
baik, meminta dengan baik, dan mengungkapkan keinginan dengan baik pada sesi 3
dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Nuhamedika.
Kliat, Budi, A,. 2014. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok : Edisi 2.Jakarta :
EGC.