Anda di halaman 1dari 32

laporan daerah penangkapan ikan

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu daerah dapat disebut sebagai daerah penangkapan ikan apabila ada interaksi antara
sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan ikan dengan teknologi penangkapan ikan
yang digunakan untuk menangkap ikan. Keadaan suhu, salinitas, arus permukaan, upwelling dan
front dapat mempengaruhi kehidupan ikan secara baik secara langsung maupun tidak langsung.
Keadaan iklim dan cuaca juga dapat mempengaruhi kelimpahan ikan. Iklim dan musim akan
mempengaruhi penyebaran ikan, sedangkan cuaca seperti terjadinya topan dapat mempengaruhi
ruaya serta keberadaan ikan pada suatu daerah karena topan dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi. Ikan biasanya akan menghindari hal demikian karena sedimen laut yang terangkat
dapat merusak filament insang ikan-ikan tersebut (Nomura, 1996)
Daerah penangkapan ikan merupakan suatu daerah perairan dimana ikan yang menjadi
sasaran penangkapan tertangkap dalam jumlah yang maksimal dan alat tangkap dapat
dioperasikan serta ekonomis. Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai “daerah
penangkapan ikan” apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target
penangkapan dengan teknologi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan. Hal
ini dapat diterangkan bahwa walaupun pada suatu areal perairan terdapat sumberdaya ikan yang
menjadi target penangkapan tetapi alat tangkap tidak dapat dioperasikan yang dikarenakan
berbagai faktor, seperti antara lain keadaan cuaca, maka kawasan tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai daerah penangkapan ikan demikian pula jika terjadi sebaliknya (Nelwan, 2004)
Pengetahuan mengenai daerah penangkapan ikan meliputi kelimpahan, kepadatan stok,
sifat fisik lingkungan, pola migrasi dan distribusi jenis-jenis ikan sangat penting, seperti I daerah
terumbu karang. Begitu pula pada ekosistem terumbu karang, ekosistem ini mempunyai
produktivitas organik yang sangat tinggi, demikian pula keanekaragaman biota yang ada
didalamnya. Sebagai sumber daya hayati terumbu karang dapat pula menghasilkan berbagai
produk yang mempunyai nilai eonomi tinggi (Nelwan, 2004).

1.2. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dan manfaat dari praktikum Daerah Penangkapan Ikan adalah sebagai berikut:
1. Praktikan dapat mengetahui bagaimana cara menentukan daerah penangkapan ikan pada daerah
tertentu.
2. Praktikan dapat mengetahui faktor lingkungan apa saja berpengaruh pada penentuan daerah
penangkapan ikan.
3. Memberikan pengalaman ketrampilan kepada mahasiswa sebagai bekal dalam melakukan
penelitian (skripsi).

1.3. Waktu dan Tempat


Praktikum lapangan Daerah Penangkapan Ikan, dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 4
April 2011, Pukul 12.00 – 15.30 WIB bertempat di Tambak Lorok, Semarang. Praktikum
laboratorium dilaksanakan pada tanggal 15-17 April 2011, bertempat di Laboratorium Kering
Budidaya Perairan Kampus Perikanan, Universitas Diponegoro.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daerah Penangkapan Ikan
Menurut Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (2005) Daerah Penangkapan Ikan
merupakan suatu perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan diharapkan dapat
tertangkap secara maksimal, tetapi masih dalam batas kelestarian sumberdayanya.
Agar suatu perairan memenuhi kriteria sebagai daerah penangkapan ikan, maka:
1. Perairan tersebut harus merupakan lingkungan yang cocok untuk hidup ikan yang menjadi
sasaran penangkapan.
2. Perairan itu mempunyai kandungan makanan yang cocok bagi ikan yang menjadi sasaran
penangkapan.
3. Perairan itu merupakan tempat perkembangbiakan dan pemijahan yang cocok bagi ikan yang
menjadi sasaran penangkapan.
Menurut Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (2005), alat bantu yang dapat
membantu nelayan kita dalam mencari daerah penangkapan ikan dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Alat bantu yang berasal dari alam
Yang dimaksud dengan alat bantu yang berasal dari alam alat bantu untuk mencari daerah
penangkapan suatu jenis ikan yang berasal dari alam. Alat bantu itu sendiri terbagi menjadi
empat, yaitu:
a. Adanya burung-burung laut yang menukik dan menyambar ke permukaan laut.
b. Adanya gerakan beberapa ikan lumba-lumba.
c. Adanya buih-buih atau riakkan air di permukaan perairan
d. Adanya cahaya spesifik yang dikeluarkan oleh suatu jenis ikan.
2. Alat bantu buatan
Yang dimaksud dengan alat bantu bantuan adalah alat bantu untuk mencari daerah
penangkapan suatu jenis ikan yang merupakan buatan dari manusia. Alat bantu itu sendiri terbagi
menjadi dua, yaitu:
a. Rumpon
b. Lampu
Menurut Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (2005), persyaratan daerah
penangkapan ikan yaitu:
1. Terdapat ikan yang berlimpah jumlahnya;
2. Alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah yaitu memungkinkan melakukan operasi
penangkapan secara aman dari benda-benda pengganggu (tonggak bagan, bangkai kapal
tenggelam) tidak terlalu jauh dari operasi penangkapan sehingga dicapai penghematan atau
efisiensi dalam penggunaan bahan bakar;
3. Secara ekonomis daerah sangat berharga atau kondisi dan posisi daerah perlu diperhitungkan
yaitu daerah cukup luas memungkinkan suatu kelompok ikan tinggal (menetap) secara utuh
dalam waktu cukup lama; dan
4. Faktor lingkungan (kadar garam/salinitas, suhu perairan) sesuai dengan yang disenangi ikan yang
menjadi sasaran penangkapan, cukup tersedia makanan bagi semua anggota kelompok ikan, baik
yang masih kecil maupun yang sudah dewasa.

2.2. Parameter Oseanografi


2.2.1. Suhu Perairan
Ikan laut termasuk jenis hewan yang eksotermik yang artinya memiliki suhu tubuh yang
sangat dipengaruhi oleh suhu massa air yang ada di sekitarnya. Hampir semua hewan laut
memang termasuk golongan hewan yang eksotermik, kecuali burung laut dan mamalia laut yang
endotermik karena keduanya tersebut dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri (Effendi, 2003).
Suhu air sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan. Kenaikkan suhu perairan sebesar
10ºC akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh ikan itu sampai dua kali lipat. Penurunan
suhu perairan 1ºC akan menurunkan nafsu makan dari ikan. Jika suhu perairan tiba-tiba naik
cukup tajam, maka tingkat metabolisme dalam tubuh ikan naik, dan kebutuhan oksigen pada ikan
tersebut juga meningkat. Disisi lain kenaikkan oksigen justru menyebabkan turunnya tingkat
kelarutan oksigen dalam air. Akibatnya, terjadi kesenjangan oksigen di satu pihak dengan suplay
oksigen di lain pihak bagi ikan tersebut. Ikan kekurangan oksigen akan menjadi lemas (karena
oksigen tersebut dalam proses pembakaran menghasilkan tenaga), jika hal ini berlangsung lama
maka ikan mati. Hal ini oleh ikan akan diantisipasi dengan berpindah mencari perairan yang
kondisi suhunya sesuai dengan yang mereka senangi (Effendi, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu dan salinitas di perairan ini adalah
penyerapan panas (heat flux), curah hujan (presipitation), aliran sungai (flux) dan pola sirkulasi
arus. Perubahan pada suhu dan salinitas akan menaikan atau mengurangi densitas air laut di
lapisan permukaan sehingga memicu terjadinya konveksi ke lapisan bawah (Robert, 2005).
Menurut Robert (2005), mengemukakan bahwa suhu di laut bervariasi baik secara
horisontal maupun secara vertikal. Suhu air laut bervariasi secara horizontal seseuai dengan
posisi lintang dari perairan tersebut. Artinya semakin dekat posisi perairan tersebut dengan
ekuator maka suhu perairannya akan semakin rendah. Dengan kata lain, makin kecil lintangnya
makin tinggi suhunya, makin besar lintangnya maka makin rendah suhu perairannya. Secara
vertikal suhu perairan ditentukan oleh kedalaman perairan tersebut. Makin dalam perairannya
semakin rendah suhunya atau dengan kata lain makin dalam perairannya tersebut maka suhunya
semakin dingin.
2.2.2. Arus
Arus laut adalah gerakan massa air laut kearah horizontal dalam skala besar. Walaupun ada
arus vertikal, namun ulasan ini hanya membahas arus horizontal saja. Berbeda seperti pada arus
sungai yang searah dengan aliran sungai menuju ke arah hilir, dimana kecepatan arus sungai bisa
di ukur secara sederhana. Arus merupakan gerakan air secara perlahan maupun cepat
dipermukaan air maupun di dalam air yang merupakan wujud dari penyinaran bumi yang tidak
merata, dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti sifat air itu sendiri, gravitasi bumi, keadaan
dasar perairan, distribusi pantai dan gerakan rotasi bumi. Arus-arus dipengaruhi oleh 2 faktor
lain selain dari angin. Akibatnya, arus yang mengalir dipermukaan lautan merupakan hasil kerja
gabungan dari 2 faktor tersebut. Faktor-faktor itu adalah bentuk topografi dasar lautan dan pulau-
pulau yang ada disekitarnya (Hutabarat, 2000).
Angin adalah salah satu faktor yang paling bervariasi dalam membangkitkan arus. Angin
juga dapat menyebabkan timbulnya arus air secara vertikal sebagai upwelling dan sinking. Proses
upwelling adalah suatu proses dimana massa air didorong ke arah atas dari kedalaman sekitar
100 sampai 200 meter yang terjadi di sepanjang pantai. Aliran lapisan permukaan air yang
menjauhi pantai mengakibatkan massa air yang berasal dari lapisan dalam akan naik
menggantikan kekosongan tempat ini. Massa air yang berasal dari lapisan dalam ini belum
berhubungan dengan atmosfer karena itu mengandung kadar oksigen yang rendah. Akan tetapi
mereka ini kaya akan larutan nutrien, seperti nitrat dan fosfat karena itu mereka cenderung
mengandung banyak fitoplankton. Sinking merupakan suatu proses yang mengangkut gerakan air
yang tenggelam ke arah bawah di perairan pantai. Hal ini terjadi sebagai suatu hasil yang
merupakan kebalikan dari proses upwelling (Hutabarat, 2000).
Menurut Robert (2005), arus yaitu gerakan air pada suatu perairan, secara tidak langsung
besar pengaruhnya terhadap kehidupan ikan, karena :
1. Arus memindahkan anak ikan
2. Arus memindahkan makanan ikan
3. Arus memindahkan lingkungan hidup ikan
2.2.3. Salinitas
Tiap jenis ikan menyenangi kadar garam atau salinitas yang berbeda untuk lingkungan
hidupnya. Ada jenis ikan yang senang di perairan yang kadar garamnya tinggi (dengan fluktuasi
kecil). Ada juga ikan yang senang hidup di perairan yang kadar garamnya rendah (dengan
fluktuasi besar). Kelompok pertama (senang kadar garam tinggi) disebut ikan stenohaline.
Kelompok kedua (senang kadar garam rendah) disebut euryhaline. Ikan stenohaline hidup di
perairan dalam, sedangkan untuk ikan euryhaline hidup di perairan dangkal atau pantai (Robert,
2005).
Menurut Robert (2005) menyatakan bahwa ikan yang tergolong pada jenis atau kelompok
euryhaline mampu hidup pada fluktuasi dengan kadar garam yang cukup besar, asal terjadi
secara bertahap. Ikan stenohaline, yang toleransinya terhadap perubahan kadar garam kecil
sekali, akan sangat peka terhadap perubahan salinitas.
Salinitas, pengaruhnya terhadap kehidupan dari ikan di laut cukup besar. Bila seekor ikan
senang hidup pada perairan dengan tingkat salinitas 25‰, ini berate cairan dalam sel tubuh ikan
itu isotonis dengan perairan yang tingkat salinitasnya 25‰. Jika ikan ini kemudian dimasukkan
pada perairan yang salinitasnya lebih tinggi, misalnya 30‰, maka cairan dalam tubuh ikan
menjadi hipotonis terhadap cairan di luar tubuhnya (perairan sekitarnya). Akibatnya, karena
dinding sel tubuh ikan dapat berfungsi sebagai dinding semi permiabel, maka berdasarkan kaidah
osmose, cairan osmose akan bergerak ke arah cairan hipertonis. Atau dengan kata lain, ikan
mengalami dehidrasi, mengeluarkan cairan dalam tubuhnya. Ikan akan menjadi lemas, bahkan
bisa mati karena kekurangan cairan (Hutabarat, 2000).
Hampir semua organisme hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas sangat
kecil. Daerah estuarin adalah suatu daerah yang kadar salinitasnya berkurang karena adanya
sejumlah air tawar yang masuk yang berasal dari sungai-sungai dan juga disebabkan oleh
terjadinya pasang surut. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka, walau di beberapa tempat
menunjukkan adanya fluktuasi perubahan. Contohnya, salinitas permukaan di perairan Laut
Mediterania dam Laut Merah mencapai 39 – 41 psu, disebabkan banyaknya air yang hilang
akibat besarnya penguapan yang terjadi pada waktu musim panas panjang. Sebaliknya salinitas
turun tajam disebabkan besarnya curah hujan (Hutabarat, 2000).
2.2.4. Substrat dasar
Menurut Nontji (2002), Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antara fraksi liat,
fraksi lumpur dan fraksi pasir dalam tanah yang dinyatakan dalam persen dan memegang
peranan penting dalam menentukan sifat fisis dan kesuburan tanah. Tanah terdiri dari beberapa
bahan organik dan mineral dengan berbagai ukuran. Mineral terdapat dalam partikel tanah
berupa liat (clay), lumpur (slit), dan pasir (sand) sedangkan bahan organik terdapat berbagai
macam bahan dalam tahap peruraian dan merupakan sumber energi bagi jasad mikro.
Menurut Nontji (2002), dilihat dari segi kesuburan, tekstur tanah penting sekali artinya
dalam hubungannya dengan pertukaran ion-ion. Bagian dari fraksi tanah merupakan suatu sistem
koloid yang terdiri dari partikel-partikel berukuran sangat halus yang disebut misel. Misel-misel
pada umumnya mempunyai muatan-muatan negatif dan oleh karenanya akan dikelilingi oleh
kation seperti : Ca2+, Ka-, Na-, H-, Mg2+,. Adapun anion yang terbanyak di tanah antara lain :
Nitrat (NO3-) dan Phospate (H2PO4 2-) akan segera hilang karena diikat oleh kation-kation yang
terdapat dalam tanah.
2.2.5. Kedalaman
Menurut Nontji (2002), kedalaman perairan memberikan petunjuk keberadaan parameter

limnologi pada suatu habitat akuatik tertentu. Fitoplankton dalam melakukan fotosintesis

membutuhkan sinar matahari, penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai

dengan makin tingginya kedalaman suatu perairan tersebut. Oleh sebab itu, fitoplankton sebagai

produsen primer hanya didapat pada daerah atau kedalaman dimana sinar matahari masih dapat

menembus badan perairan. Sinar matahari yang masuk ke laut akan semakin berkurang

energinya karena diserap (absorbsi) dan disebarkan (scattering) oleh molekul-molekul di laut.

Selain berkurang energinya, sinar matahari yang masuk akan mengalami pula perubahan kualitas

dalam komposisi spektrumnya.

Perairan samudera yang jernih, sinar ultraviolet bisa menembus sampai 10 m. Di perairan
pantai yang agak keruh tidak dapat mencapai satu sampai dua meter, maka hanya cahaya tampak
yang berperan dalam penembusan perairan. Semakin dalam semakin sempit spektrum
cahayanya, di perairan jernih pada kedalaman 100 m spektrum menyempit dengan puncak
transmitan 475 mm. Adapun kekeruhan di perairan menyebabkan penetrasi akan berkurang,
akibatnya penyebaran tumbuhan hijau dibatasi pada kedalaman 15 – 40 m, dimana cahaya masih
dapat dijumpai (Hutabarat, 2000).

2.3. Jaring Arad


2.3.1. Deskripsi
Jaring Arad merupakan salah satu alat tangkap yang termasuk di dalam klasifikasi pukat
hela, karena ukurannya mini maka disebut arad dan bekerjanya di dasar perairan sama seperti
pukat hela yang lain sehingga disebut small bottom trawl. Pengoperasian jaring arad ini
dikhususkan untuk menangkap ikan demersal, karena adanya sistem membuka dan menutupnya
mulut jaring karena adanya
papan otter (otter board) yang dipasang pada bagian depan ujung sayap (wing), otter trawl ini
merupakan trawl dasar yang bagian mulutnya tidak kaku karena tidak di pasang beam (BPPI,
1996).
Arad seluruhnya dibuat dari rajutan benang katun (cotton twine) dengan nomor benang
20/6, 20/8, 20/12, ukuran mata jaring bervariasi 1 - 2 cm. Bagian kantong terbuat dari PE 0,65
mm, berukuran mata 19,70-45,60 mm dan panjang 10,35 m. Bagian sayap terbuat dari PE 0,75
mm, berukuran mata 45,60 mm. Tali pelampung (float line) terbuat dari PE 8,0 mm, dan panjang
8,46. mm. Tali penberat (sinkerline) terbuat dari PE 5,0 mm dan panjang 9 m (BPPI, 1996).
Jaring trawl (trawl net) di sini adalah suatu jaring kantong yang ditarik di belakang kapal
(kapal dalam keadaan berjalan) menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan,
udang dan jenis ikan demersal lainnya. Jaring ini juga ada yang menyebut sebagai jaring tarik
dasar (BPPI, 1996).
Otter trawl adalah trawl dasar yang bagian mulutnya tidak kaku (tidak dipasang beam).
Mulut jaring membuka karena adanya papan otter (otter board) yang dipasang pada bagian ujung
depan kaki (wing) trawl tersebut. Otter board berbentuk persegi panjang. Pada otter board ini
dirakit dengan rantai atau besi yang bentuk ikatan dan susunannya seperti tali guci pada layang-
layang. Tali guci ini dihubungkan dengan tali penarik (towing warp) ke kapal, sedangkan pada
pangkal otter board dihubungkan dengan bagian ujung kaki trawl. Sehingga pada saat trawl itu
ditarik, maka otter board akan mendapat tahanan air dan akibatnya masing-masing otter board
itu akan menyibak ke kanan dan ke kiri, sedangkan pinggiran mulut atas diikatkan pengapung-
pengapung, sehingga diharapkan mulut jaring dapat terbuka secara baik (Mukhtar, 2008).

Menurut Sudirman dan A. Mallawa (2004), jaring trawl (trawl net) adalah suatu jaring
kantong yang ditarik di belakang kapal, dimana kapal dalam keadaan berjalan menelusuri
permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang, dan jenis ikan demersal lainnya. Jaring
ini biasanya disebut juga sebagai jaring tarik dasar. Semua jaring trawl yang dilengkapi dengan
papan trawl tergolong otter trawl.
Menurut Diniah (2001), mengemukakan bahwa kata Trawl berasal dari kata rawling yang
berarti “kerja melakukan operasi penangkapan ikan dengan trawl. Umumnya jaring terdiri dari
kantong (codend), yang berbentuk empat persegi ataupun kerucut, dua lembar sayap (wing),
dihubungkan dengan tali penarik (wrap). Jaring ini ditarik horizontal didalam air karena
menerima tahanan dari air sehingga mulut jaring terbuka; keadaan ini diusahakan agar tetap
terpelihara selama operasi dilakukan. Mulut jaring arad yang dibatasi oleh head rope dan ground
rope ini diharapkan agar ikan–ikan dan makhluk lain yang menjadi tujuan penangkapan dapat
masuk bersama air yang tersaring, dengan perkataan lain ikan–ikan dapat terperangkap. Dengan
demikian, jaring bergerak aktif dan mengusahakan (dengan ditarik) agar ikan–ikan masuk
kedalam mulutnya.
2.3.2. Konstruksi
Konstruksi jaring arad secara terperinci terdiri dari bagian-bagian kantong, badan sayap
serta papan otter. Bagian ini terdiri dari bagian-bagian yang lebi kecil lagi. Menurut Balai
Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang (1996), bagian konstruksi alat tangkap arad terdiri
dari:

1. Sayap (wing)
Sayap merupakan bagian ujung jaring depan yang terdiri dari sayap kanan dan sayap kiri yang
memanjang berfungsi untuk menggiring ikan masuk ke dalam jaring. Pada kedua ujung depan
sayap tempat dipasangnya papan otter;
2. Badan (belly)
Badan jaring merupakan bagian antara sayap dengan kantong yang berbentuk lorong (corong)
sebagi lintasan udang atau ikan agar masuk ke dalam kantong;
3. Kantong (cod end)
Kantong merupakan bagian ujung belakang dari jaring yang mengerut sebagai tempat
berkumpulnya udang atau ikan yang tertangkap;
4. Papan otter (otter board)
Papan otter merupakan pengganti peran dari leno dan beam sehingga kedua sayap jaring terbuka
secara horizontal;
5. Tali segitiga atau tali cabang
Tali segitiga atau tali cabang merupakan penghubung antara papan otter dengan tali penarik;
6. Head roupe
Sebagai mulut jaring yang bukaan mulutnya berperan penting dalam penentuan CPUE dan
pendugaan dinamika populasi di suatu perairan;
7. Ground roupe
Sebagai ground rope untuk menampung kelebihan tangkapan dan sampah yang tidak tertampung
pada cod end (kantong);

8. Pelampung
Terbuat dari plastik yang dipasang pada arad. Hal ini perlu diperhatikan adalah: Jumlah gesekan
ke samping, gaya ke samping horizontal yang disebabkan oleh arus air, warp, dan otter boat dan
gaya dan gaya apung dan gaya tekan ke atas dari kekendoran jaring, head line dan gaya tekan ke
atas pelampung;
9. Pemberat
Sebagai beban agar arad mampu beroperasi di dasar perairan. Pemberat terbuat dari bahan metal
metal (besi, timah);
10. Tali penarik (towing warp)
Tali penarik merupakan tali yang digunakan untuk menarik alat tangkap yang langsung
dihubungkan dengan perahu.
2.3.3. Cara pengoprasian
Metode pengoperasian pada arad yaitu dengan cara menyaring ikan-ikan yang ada di
perairan. Selain itu arad juga menyapu semua yang ada di dasar perairan tanpa memilih. Ikan-
ikan dalam semua ukuran dapat terjaring tanpa adanya seleksi ikan pada saat pengoprasian
berlangsung (BPPI, 1996).
Menurut Sudirman dan A. Mallawa (2004), jaring trawl yang ditarik dengan kecepatan
besar itu sangat ideal, tetapi hal ini sukar untuk dicapai, karena dihadapkan pada beberapa hal
antara lain keadaan terbukanya mulut jaring, kekuatan kapal untuk menarik (HP), ketahanan
jaring terhadap tahanan air, resistance yang semakin membesar sehubungan dengan catch yang
semakin bertambah. Pada umumnya jaring ditarik dengan kecepatan 3 - 4 knot. Kecepatan ini
berhubungan dengan swimming speed ikan, keadaan dasar laut, arus, angin, dan gelombang.
Pada umumnya waktu penarikan berkisar antara 3 - 4 jam, dan terkadang hanya membutuhkan
waktu 1 - 2 jam.
Gambar 1. Pengoperasian Arad
2.3.4. Daerah operasi
Menurut BPPI (1996), menyatakan bahwa daerah penangkapan arad adalah perairan
pantai berlumpur, pasir, atau lumpur campur pasir pada kedalaman yang relatif dangkal dengan
topografi dasar yang relatif datar.
Menurut Mukhtar (2008), terdapat dua jalur penangkapan dengan pukat hela, yaitu:
1. Jalur I, meliputi perairan di atas 1 (satu) mil sampai dengan 4 (empat) mil yang diukur dari
permukaan air pada surut terendah yang hanya diperbolehkan bagi pengoperasian kapal pukat
hela dengan ukuran sampai dengan 5 (lima) gross tonnage (GT).
2. Jalur II, meliputi perairan di atas 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil yang diukur
dari permukaan air pada surut terendah yang hanya diperbolehkan bagi pengoperasian kapal
pukat hela dengan ukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT.
Setiap kapal pukat hela yang wilayah operasinya di jalur I dapat beroperasi di jalur II
dan/atau di atas 12 (dua belas) mil, dan kapal pukat hela yang wilayah operasinya di jalur II
dapat beroperasi di atas 12 (dua belas) mil dan sebaliknya. Setiap kapal pukat hela yang wilayah
operasinya di jalur II dilarang beroperasi di jalur I (Mukhtar, 2008).
2.3.4. Hasil tangkapan
Menurut Sudirman dan A. Mallawa (2004), hasil tangkapan utama dari jaring arad adalah
ikan demersal seperti Petek, Udang, Kurisi, dan hasil tangkapan sampingan pelagis seperti Layar,
Selar, Kembung, Lemuru, Tembang, Japuh dan lain-lain. Jaring arad kali ini tergolong jenis-jenis
ikan demersal, sesuai target pengoperasian jaring arad. Ikan hasil tangkapan dapat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan yang cukup mendukung, banyak ikan yang beraktivitas pada waktu
tersebut, dan faktor luas sapuan jaring yang besar sehingga banyak ikan yang terjaring. Ikan hasil
tangkapan tersebut dapat tertangkap oleh jaring arad karena termasuk jenis-jenis ikan yang
berhabitat di dasar perairan dan sesuai dengan tujuan utama hasil tangkapan oleh pengoperasian
jaring arad
Menurut Mukhtar (2008), hasil tangkapan ikan dengan pukat hela adalah hampir sama
dengan alat tangkap yang sejenis seperti pukat udang dan fish net. Hasil tangkapan pukat hela,
yaitu: berbagai jenis udang, gulamah, kakap, bawal hitam, bawal putih, layur, molusca, betek,
beloso, kurisi, kerong-kerong dan gerot-gerot, kuwe, selar, manyung, cucut, kembung, biji
nangkah, pisang-pisang, golok-golok, cumi-cumi, kacangan, senangin, beloso, sardin, serta ikan
lainnya.

2.4. Garuk Udang


2.4.1. Deskripsi
Garuk udang adalah alat penangkapan ikan yang terbuat dari jaring yang berbentuk
kerucut memiliki bagian sayap, badan, kantong dan dilengkapi dengan bingkai pada bagian
mulutnya yang berfungsi sebagai pembuka mulut jaring dan menyapu kolom atau dasar perairan.
Alat tangkap ini termasuk dalam klasifikasi pukat tarik (Mukhtar, 2008)
Tujuan utama pukat udang / garuk udang adalah untuk menangkap udang dan juga ikan
perairan dasar (demersal fish). Oleh karena itu kecenderungan alat tangkap ini dapat menjurus ke
alat tangkap yang destruktif. Aturan-aturan yang diberlakukan pada pengoperasian alat ini relatif
sudah memadai, namun pada prakteknya sering kali dijumpai penyimpangan-penyimpangan
yang pada akhirnya dapat merugikan semua pihak (Mukhtar, 2008)
2.4.2. Konstruksi
Garuk udang pada umumnya terdiri dari bagian-bagian diantaranya yaitu kantong, sayap,
tali-temali, dan pemberat. Konstruksi dari bagian-bagian tersebut yaitu sebagai berikut. Kantong
(Cod End) merupakan bagian dari jaring yang berfungsi sebagai tempat terkumpulnya hasil
tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga hasil tangkapan agar tidak
mudah lolos (terlepas). Bahan terbuat dari polyethylene. Ukuran mata jaring pada bagian kantong
1 inchi (BBPPI, 1996)
Badan (Body) merupakan bagian terbesar dari jaring, terletak antara sayap dan kantong.
Bagian ini berfungsi untuk menghubungkan bagian sayap dan kantong serta menampung jenis
ikan-ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong. Badan terdiri atas bagian-bagian
kecil yang ukuran mata jaringnya berbeda-beda. Terbuat dari polyethylene dan ukuran mata
jaring minimum 1,5 inchi.
Sayap (Wing) atau kaki adalah bagian jaring yang merupakan sambungan atau
perpanjangan badan sampai tali salambar. Fungsi sayap adalah untuk menghadang dan
mengarahkan ikan supaya masuk ke dalam kantong. Sayap terbuat dari polyethylene dengan
ukuran mata jaring sebesar 5 inchi.
Mulut (Mouth) pada garuk udang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan
sama. Pada mulut jaring terdapat pelampung (float) yang tujuan umum penggunan pelampung
adalah untuk memberikan daya apung pada alat tangkap garuk udang yang dipasang pada bagian
tali ris atas (bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka. Tali penarik (warp) yang
berfungsi untuk menarik jaring selama di operasikan. Parameter utama dari alat ini adalah
bukaan mulut jaring pada saat alat ini dioperasikan, karena bukaan mulut jaring menentukan
hasil tangkapan yang diperoleh (BBPPI, 1996)
2.4.3. Cara Pengoperasian
Jaring dapat ditarik dengan kecepatan yang besar, tetapi hal ini sukar untuk mencapainya,
karena dihadapkan kepada beberapa hal, antara lain keadaan terbukanya mulut jaring, apakah
jaring berada di air sesuai yang dimaksudkan (bentuk terbukanya), kekuatan kapal untuk
menarik, ketahanan jaring terhadap ketahanan air, resistance yang makin membesar sehubungan
dengan hasil tangkapan yang semakin bertambah, dan lain-lain. Faktor-faktor ini berhubungan
satu sama lainnya dan masing-masing menghendaki syarat-syarat tersendiri.
Pada umumnya jaring ditarik pada kecepatan 3 - 4 Knot. Kecepatan inipun berhubungan
pula dengan swimming speed dari ikan, keadaan dasar laut, arus, angin, gelombang, dan lain-lain.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, kecepatan tarik dapat ditentukan. Lama waktu
penarikan didasarkan kepada pengalaman dan faktor yang perlu difikirkan ialah banyak
sedikitnya ikan yang diduga akan tertangkap, pekerjaan di deck, jam kerja crew, dan lain-lain
sebagainya. Pada umumnya waktu penarikan berkisar sekitar 3 - 4 jam dan kadang-kadang hanya
memerlukan 1 - 2 jam penarikan (BBPPI, 1996)
2.4.4. Daerah Operasi
Alat tangkap garuk udang yang memiliki syarat-syarat fishing ground, antara lain sebagai
berikut, dasar fishing ground terdiri dari pasir, lumpur ataupun campuran pasir dan lumpur.
Kecepatan arus pada mid water tidak besar (dibawah 3 knot) juga kecepatan arus pasang tidak
seberapa besar. Kondisi cuaca laut, (arus, topan, gelombang, dan lain-lain) memungkinkan
keamanan operasi. Perubahan milieu oceanografi terhadap makhluk dasar laut (ikan-ikan
demersal) relatif kecil dengan perkataan lain kontinuitas recources dijamin untuk diusahakan
terus-menerus dan perairan mempunyai daya produktifitas yang besar serta recources yang
sangat melimpah (Mukhtar, 2008)
Pengoperasian garuk udang sendiri banyak digunakan di daerah baik Laut Utara Jawa
yaitu Subang, cirebon, Indramayu dan Laut Selatan Jawa yaitu Pelabuhan Ratu, Cilacap,
Pekalongan dan Brebes. Sebenarnya alat tangkap ini telah dilarang beroperasi pada daerah
tersebut karena merusak sumber daya hayati yang ada. Namun para nelayan masih tetap
menggunakannya karena keefektifan alat ini dalam memperoleh hasil tangkapan yang banyak.
Untuk itu garuk udang hanya boleh dioperasikan pada daerah-daerah tertentu saja misalnya pada
wilayah perbatasan antar negara contohnya di perairan Sumatera dan Kalimantan yang
berbatasan dengan negara Malaysia (Mukhtar, 2008).

2.4.5. Hasil Tangkapan


Tujuan dari penangkapan dengan menggunakan alat tangkap garuk udang adalah ikan-
kan dasar (bottom fish) ataupun ikan demersal. Sasaran utama dari penangkapan dengan
memggunakan alat tangkap garuk udang ini adalah udang (Crustacea) dan juga jenis-jenis
kerang. Dikatakan untuk perairan laut jawa, komposisi catch antara lain terdiri dari jenis ikan
patek, kuniran, manyung, utik, ngangas, bawal, tigawaja, gulamah, kerong-kerong, patik,
sumbal, layur (Lepturachantus savala), remang, kembung (Rastreliger sp), cumi (Loligo sp),
kepiting, rajungan, cucut (Charcarius limbatus) dan lain sebagainya. Catch yang dominan untuk
sesuatu fishing ground akan mempengaruhi skala usaha, yang kelanjutannya akan juga
menetukan besar kapal dan gear yang akan dioperasikan pada alat tangkap ini (Mukhtar, 2008)

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Materi Praktikum


Materi yang diperlukan untuk pelaksanaan praktikum Daerah Penangkapan Ikan yaitu:
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum lapangan Daerah Penangkapan Ikan
No Alat dan Bahan Ketelitian Kegunaan
1. Perahu - Alat transportasi melaut
2. Arad - Untuk menangkap ikan
3. Garuk Udang - Untuk menangkap ikan
4. Refraktometer 1‰ Untuk mengukur salinitas
5. GPS - Untuk menentukan posisi
sampling
6. Current meter 0,01 m/s Untuk mengukur arus
7. Grab - Untuk mengambil substrat
8. Penggaris mistar 1 mm Untuk mengukur panjang
ikan
9. Fish finder - Mengetahui gerombolan
ikan
10. Alat tulis - Untuk mencatat data
11. Stopwatch 0,1 s Untuk mengukur waktu
12. Termometer air 1°C Untuk mengukur suhu air
raksa
13. Timbangan 0,1 g Untuk mengukur berat ikan
14. Life Jacket - Untuk keselamatan
15. Kamera - Untuk dokumentasi
16. Plastik - Untuk tempat hasil
tangkapan
17. Plastik ½ kg - Untuk tempat substrat
18. Buku identifikasi - Untuk mengidentifikasi ikan
ikan
19. Kertas label - Menandai plastik hasil
tangkapan
20. Pipet tetes - Untuk mengambil sampel
21. Tisu - air laut
Untuk membersihkan
refraktometer

Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum laboratorium Daerah Penangkapan Ikan
No Alat dan Bahan Ketelitian Kegunaan
1. Sampel sedimen - Sebagai bahan praktikum
2. Oven - Untuk mengeringkan
substrat
3. Sieve shaker - Untuk menyaring substrat
4. Alumunium foil - Sebagai wadah substrat
5. Gelas ukur 1L 50 ml Wadah substrat yang
diencerkan
6. Pipet hisap - Untuk pemipetan
7. Timbangan 0,001 gram Untuk menimbang substrat
elektrik
8. Mangkok porselen - Untuk menghaluskan
9. Mortar - substrat
Untuk menumbuk substrat
10. Saringan tepung - Untuk menyaring substrat
yang dihaluskan
11. Kuas - Untuk membersihkan
sieve shaker

3.2. Metode Praktikum


Metode yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum Daerah Penangkapan Ikan yaitu:
1. Memasukkan data posisi lintang dan bujur dari fishing base, serta posisi dari setiap stasiun;
2. Setelah sampai di daerah penangkapan ikan, lalu mengoperasikan alat tangkap;
3. Mengukur faktor-faktor oseanografi;
a. Kedalaman
1. Mempersiapkan alat untuk menentukan kadalaman;
2. Memasukkan fish finder ke dalam perairan; dan
3. Melihat hasil kedalaman yang didapat.

b. Salinitas
1. Mempersiapkan alat untuk mengukur salinitas;
2. Mengambil sampel dengan pipet tetes kemudian diletakkan pada refraktometer; dan
3. Melihat salinitas yang sedang diukur dengan diterawang.
c. Kecepatan arus
1. Mempersiapkan alat untuk mengukur kecepatan arus;
2. Memasukkan currentmeter ke dalam perairan; dan
3. Melihat angka yang ditunjukkan currentmeter.
d. Substrat dasar
a. Teknik Lapangan
1. Mempersiapkan alat untuk mengambil sampel tanah;
2. Memasukkan Grab ke dalam perairan hingga dasar;
3. Mengambil sampel tanah dengan Grab, lalu menariknya; dan
4. Sampel tanah siap untuk dianalisa di laboratorium.
b. Teknik Laboratorium
1. Mengeringkan sampel tanah dengan oven sampai kering;
2. Setelah kering, menumbuk sampel tanah dengan mortar sampai halus;
3. Menyaring sampel tanah yang sudah halus dengan saringan tepung meshsize 1 mm;
4. Menimbang sampel yang telah disaring sebanyak 25 g dan dimasukkan ke dalam cawan;
5. Melakukan penyaringan basah (dengan air) dengan saringan meshsize 53 μm. Tanah yang
tersaring dimasukkan kedalam gelas ukur berisi 1 liter;
6. Memasukkan sisa tanah yang tidak tersaring ke dalam cawan dan di oven, kemudian disaring
dengan sieve shaker (penyaring bertingkat) yang lolos dimasukkan ke dalam gelas ukur 1 liter;
7. Menimbang tanah yang tidak tersaring pada masing-masing saringan menurut ukuran
saringannya. Berat total tiap saringan merupakan berat pasir (sand);
8. Melakukan pemipetan pada tanah yang telah dimasukkan dalam gelas ukur 1 liter, dengan
langkah-langkah:
a. Menggojok (membolak-balikkan) gelas ukur;
b. Melakukan pemipetan I setelah 58’’, pipet hisap dimasukkan sedalam 20 cm dan menghisap air
sebanyak 20 ml air, kemudian dimasukkan ke dalam cawan A;
c. Melakukan pemipetan II setelah 1’56’’, ke dalam pipet 10 cm dan isi pipet sebanyak 20 ml,
kemudian dimasukkan ke dalam cawan B;
d. Melakukan pemipetan III setelah 7’44’’, ke dalam pipet 10 cm dan isi pipet sebanyak 20 ml,
kemudian dimasukkan ke dalam cawan C;
e. Melakukan pemipetan IV setelah 31’, ke dalam pipet 10 cm dan isi pipet sebanyak 20 ml,
kemudian dimasukkan ke dalam cawan D;
f. Melakukan pemipetan V setelah 2 jam 3’, ke dalam pipet 10 cm dan isi pipet sebanyak 20 ml,
kemudian dimasukkan ke dalam cawan E; dan
g. Memasukkan cawan A,B,C,D, dan E ke dalam oven, dioven sampai kering, kemudian
ditimbang.
e. Suhu air
1. Memasukkan termometer ke dalam perairan; dan
2. Melihat skala yang ditunjukkan termometer setiap 5 menit.
4. Mensortir dan mengidentifikasi langsung di atas kapal hasil tangkapan yang diperoleh. Bila
tidak memungkinkan hasil tangkapan dipisahkan menurut jenisnya dan masing-masing
dimasukkan dalam plastik dan diidentifikasi di darat; dan
5. Ulangi langkah 2 – 4 pada setiap stasiun berikutnya.

3.3. Metode Analisis Data


3.3.1. Metode swept area
Ada beberapa tahap yang dilakukan, yaitu:
1. Menentukan perkiraan Bukaan Mulut Jaring
A. Panjang Bukaan Otter Board
a
= d= xc

D
Keterangan:
a = panjang tali cabang sampel (m)
b = bukaan tali sampel (m)
c = panjang tali selambar/warp (m)
d = bukaan Otter Board (m)
B. Perkiraan bukaan mulut jaring
S=

2. Penentuan Luas daerah Sapuan jaring


A = S*V*T atau A = S*D, dimana D = V*T
Keterangan:
A : luas sapuan (km2)
S : bukaan mulut jaring (m)
V : kecepatan kapal pada saat towing (knot)
T : waktu penarikan jaring (jam)
D : jarak yang ditempuh (panjang sapuan jaring) (m)
3. Kepadatan Stok (stock density)
SD =

Keterangan:
SD : Stock Density (kg/km2)
CPUE : rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg)
A : luas sapuan (km2)
Ef : Escapment factor (0,5)

3.3.2. Substrat
Perhitungan tekstur sedimen:
1. Fraksi Pasir
Didapatkan dari hasil penimbangan sampel sedimen yang tidak lolos pada masing-masing
tingkat saringan yang berbeda pada sieve shaker kemudian dijumlahkan (berat total).
Prosentase fraksi pasir: E = x 100 %

2. Fraksi Lempung
Didapatkan dari hasil pemipetan sebanyak 5 kali dengan waktu yang berbeda. Masing-
masing sampel yang telah dioven kemudian ditimbang beratnya lalu dikonversikan dengan
mengalikan 50.
Berat fraksi lempung: (A’- B’) + (B’ - C’) +(C’ – D’) + (D’ – E’)
Prosentase fraksi lempung = x 100 %

3. Fraksi Liat
Prosentase fraksi lempung = 100 % - % fraksi pasir - % fraksi lempung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Praktikum


Perairan Tambak Lorok Semarang termasuk daerah Pantai Utara Jawa yang menjadi
tempat praktikum Daerah Penangkapan Ikan (fishing ground). Secara geografi wilayah
penentuan daerah penangkapan ikan berada pada koordinat LS: 06 53' 34,7" sampai BT: 110
26' 10,5".
Kedalaman dalam penentuan fishing ground antara 3 - 15 meter di atas permukaan air dan
berbatasan langsung dengan :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah selatan : TPI Tambak Lorok, Semarang
Sebelah Timur : Perairan Demak
Sebelah Barat : Pelabuhan Tanjung Mas
Pantai Perairan Tambak Lorok Semarang seperti pada umumnya daerah Pantai Utara
Jawa merupakan pantai yang landai, dangkal, ombak relatif kecil dan arus tidak begitu kuat.
Dasar perairan terdiri dari lumpur dan banyak terdapat sampah di dasar perairan muara, karena di
sepanjang muara terdapat perkampungan masyarakat dan terdapat dermaga bagi pemberhentian
kapal sopek masyarakat. Pemasangan titik sampling melintang jalur alur pelabuhan dengan
metode zig-zag dengan masing-masing dua titik sampling di setiap kedalaman kurang dari lima
meter, antara lima sampai sepuluh meter dan yang mempunyai kedalaman lebih dari sepuluh
meter.

4.2. Deskripsi Kapal dan Alat Tangkap


Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum daerah penangkapan ikan, kapal yang
digunakan pada saat praktikum daerah penangkapan ikan di Tambak Lorok, Semarang
menggunakan kapal "Sumber Rejeki" milik Bapak Munaim. Kapal ini menggunakan bahan
bakar berupa campuran minyak tanah dan solar dengan perbandingan dua banding satu dengan
dua mesin dongfeng 16 PK dan mesin bantu Tianli 16 PK.
Posisi kedua mesin ini menggunakan sistem in board dan out board. Untuk mesin out
board diletakkan di sebelah samping kanan kapal yang diletakkan di papan penyangga yang
dikaitkan di atas papan geladak kapal, mesin in board dikaitkan dengan gading kapal.
Alat yang digunakan dalam praktikum Daerah Penangkapan Ikan (fishing ground)
menggunakan jaring arad dan garuk udang. Bagian-bagian dari alat tangkap tersebut antara lain:
kantong (cod end), badan (belly / badan), dan sayap (wings).
Pada alat tangkap arad yang digunakan dalam praktikum Daerah Penangkapan Ikan,
terdapat tali-tali usus yang memanjang horizontal badan dan kantong dengan bahan polyethylen
bentuk pilinan Z. Untuk membuka mulut jaring terdapat satu pasang otter board yang terbuat
dari kayu.
Garuk merupakan alat tangkap yang digunakan untuk mengumpulkan udang. Alat ini
terdiri dari kantong yang dibagian mulutnya diberi bingkai dan besi berbentuk segitiga sama sisi.
Pada bagian bawah bingkai diberi gigi-gigi dan besi (gigi garuk).

4.3. Komposisi Hasil Tangkapan


Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum daerah penangkapan ikan yang telah
dilakukan, penangkapan di tiap–tiap stasiun daerah penangkapan (fishing ground) tersaji pada
tabel 3, 4 dan 5.
4.3.1. Arad
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan pada hasil tangkapan stasiun I:
Tabel 3. Hasil tangkapan pada stasiun 1
Panjang (cm) Berat
No. Jenis
Maksimum Minimum (kg)
1. Udang ronggeng 14,6 5,3 0,33
(Harpiosquilla raphidea)
2. Udang putih (Penaeus 15,6 5 1,2
merguensis)
3. Ikan Belanak (Mugil sp) 19 5,3 0,116
4. Ikan Sebelah (Psettodes 8 5 0,137
5. erumei) 4 2 0,073
6. Ikan Petek (Leiognatus sp) 10 8 0,184
Ikan Tiga waja (Jhonius
dussumieri)

Dari data diatas dapat dilihat pada grafik di bawah ini:


Grafik 2. Hasil tangkapan pada stasiun 1

Berikut adalah tabel data hasil pengamatan pada hasil tangkapan stasiun 2:
Tabel 4. Hasil tangkapan pada stasiun 2
Panjang (cm) Berat
No. Jenis
Maksimum Minimum (kg)
1. Udang putih (Penaeus 12 4,9 0,62
merguensis)
2. Ikan Belanak (Mugil sp) 19 5,3 0,114
3. Ikan Sebelah (Psettodes 8 5 0,142
4. erumei) 4 2 0,068
5. Ikan Petek (Leiognatus sp) 10 7 0,176
Ikan Tiga waja (Jhonius
dussumieri)

Dari data di atas dapat dilihat pada grafik di bawah ini:


Grafik 3. Hasil tangkapan pada stasiun 2

4.3.2. Garuk udang


Berikut adalah tabel data hasil pengamatan pada hasil tangkapan stasiun 3:
Tabel 5. Hasil tangkapan pada stasiun 3
Panjang (cm) Berat
No. Jenis
Maksimum Minimum (kg)
1. Udang putih (Penaeus 12,7 4,6 0,16
merguensis)
2. Ikan Belanak (Mugil sp) 9,7 6,2 0,08

Dari data di atas dapat dilihat pada grafik di bawah ini:


Grafik 4. Hasil tangkapan pada stasiun 3

4.4. Kondisi Parameter Oseanografi


Parameter oseanografi daerah pengambilan sampel perlu diketahui adapun hasil
pengukuran parameter-parameter tersebut adalah:
4.4.1. Suhu
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum daerah penangkapan ikan yang telah kami
lakukan, didapatkan hasil pengamatan tentang suhu. Berikut ini adalah tabel hasil pengamatan
terhadap suhu.
Tabel 6. Hasil pengukuran parameter suhu
Suhu (oC)
Menit
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
5 menit ke-1 29 - -
5 menit ke-2 27 - -
5 menit ke-3 28 - -
5 menit ke-4 28 - -
5 menit ke-5 28 - -
5 menit ke-6 28 - -

Dari data di atas dapat dilihat pada grafik di bawah ini:


Grafik 5. Hasil pengukuran parameter suhu

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum daerah penangkapan ikan yang telah kami
lakukan suhu tertinggi 29oC yang berada di stasiun 1. Kemudian tidak didapatkan data tentang
suhu dikarenakan alat yang digunakan untuk mengetahui suhu pecah dan tidak bisa digunakan
lagi.
Karena sifat air yang tidak mudah melepas dan menerima panas, sehingga suhu air
mengalami perubahan secara perlahan. Selain itu juga faktor kedalaman juga mempengaruhi
suhu perairan. Semakin dalam suatu perairan maka suhu akan semakin rendah. Hal ini dapat
dilihat dari hasil praktikum daerah penangkapan ikan ini. Ikan laut termasuk jenis hewan yang
eksotermik yang artinya memiliki suhu tubuh yang sangat dipengaruhi oleh suhu massa air yang
ada di sekitarnya. Hampir semua hewan laut memang termasuk golongan hewan yang
eksotermik, kecuali burung laut dan mamalia laut yang endotermik karena keduanya tersebut
dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri (Effendie, 2003).
4.4.2. Arus
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum daerah penangkapan ikan yang telah kami
lakukan, didapatkan hasil pengamatan tentang arus. Berikut ini adalah tabel hasil pengamatan
terhadap arus.
Tabel 7. Hasil pengukuran parameter arus
Arus (m/s)
Menit
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
5 menit ke-1 0,7 0,8 1,05
5 menit ke-2 0,7 0,8 1,05
5 menit ke-3 0,75 0,95 1,05
5 menit ke-4 0,7 0,85 1,1
5 menit ke-5 0,75 0,85 1,1
5 menit ke-6 0,8 0,85 1,1

Dari data di atas dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Grafik 6. Hasil pengukuran parameter arus

Dari hasil pengukuran diketahui, semakin jauh dari pantai kecepatan arus semakin tinggi.
Radiasi matahari merupakan faktor primer yang menyebabkan timbulnya arus di laut. Karena
adanya pemanasan yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain, akibatnya angin
berhembus dari daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah.
Arus laut baik yang di permukaan maupun kedalaman, berperan dalam iklim di Bumi
dengan cara menggerakkan air dingin dari kutub ke daerah tropis dan sebaliknya. Air laut selalu
dalam keadaan bergerak. Arus laut tak ubahnya arus sungai, gelombang laut bergerak dan
menabrak pantai, dan gaya gravitasi bulan dan matahari mengakibatkan naik turunnya air laut
dan biasa di sebut sebagai fenomena pasang surut laut (Hutabarat, 2000).
4.4.3. Salinitas
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum daerah penangkapan ikan yang telah kami
lakukan, didapatkan hasil pengamatan tentang salinitas. Berikut ini adalah tabel hasil
pengamatan terhadap salinitas.
Tabel 8. Hasil pengukuran parameter salinitas
Salinitas (‰)
Menit
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
5 menit ke-1 28 29 29
5 menit ke-2 29 30 26
5 menit ke-3 29 30 26
5 menit ke-4 30 30 29
5 menit ke-5 30 30 29
5 menit ke-6 29 30 29

Dari data di atas dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Grafik 7. Hasil pengukuran parameter salinitas

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum daerah penangkapan ikan yang telah kami
lakukan, Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan kadar salinitas pada saat pelaksanaan
praktikum yaitu, besar kecilnya penguapan atau evaporasi, penguapan menyebabkan
bertambahnya kadar salinitas karena penguapan menyebabkan berkurangnya volume air
sedangkan kadar garam yang terlarut dalam air tetap. Semakin besar penguapan maka semakin
besar pula kadar salinitasnya. Dari hasil pengukuran salinitas, semakin sore kadar salinitas di
perairan Semarang semakin rendah.
Tiap jenis ikan menyenangi kadar garam atau salinitas yang berbeda untuk lingkungan
hidupnya. Ada jenis ikan yang senang di perairan yang kadar garamnya tinggi (dengan fluktuasi
kecil). Ada juga ikan yang senang hidup di perairan yang kadar garamnya rendah (dengan
fluktuasi besar) (Effendie, 2003).

4.4.4. Substrat dasar


Substrat dasar perairan tempat pelaksanaan praktikum adalah lumpur yang berwarna coklat
keabu-abuan yang diambil dengan grap pada stasiun 1. Dari substrat yang di dapat terdiri dari
fraksi pasir, fraksi lempung, dan fraksi liat. Dan substrat tediri dari fraksi pasir 1,4%; fraksi
lempung 67,6%; dan fraksi liat 31%.
Dari data di atas dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Grafik 8. Hasil pengukuran substrat

Substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang dibawa ke dalam estuaria baik oleh air
laut maupun air tawar. Pengangkutan partikel pasir yang lebih besar oleh angin ke dalam estuaria
sering kali penting artinya di beberapa daerah, khususnya bagi gobah pesisir pantai yang terletak
di belakang pantai. Mengenai air tawar sungai mengangkut partikel lumpur dalam bentuk
suspensi. Ketika partikel tersuspensi ini mencapai dan bercampur dengan air laut di estuaria,
kehadiran berbagai ion yang berasal dari air laut menyebabkan partikel lumpur menggumpal,
membentuk partikel yang lebih besar dan lebih berat serta mengendap membentuk dasar lumpur
yang khas (Effendie, 2003).

4.4.5. Kedalaman
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum daerah penangkapan ikan, didapatkan hasil
pengamatan tentang kedalaman. Berikut ini adalah tabel hasil pengamatan terhadap kedalaman.
Tabel 9. Hasil pengukuran parameter kedalaman
Kedalaman (m)
Menit
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
5 menit ke-1 6,2 - -
5 menit ke-2 6,5 - -
5 menit ke-3 8,4 - -
5 menit ke-4 8,7 - -
5 menit ke-5 8,2 - -
5 menit ke-6 9,5 - -
Dari data di atas dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Grafik 9. Hasil pengukuran parameter kedalaman

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum daerah penangkapan ikan yang telah kami
lakukan kedalaman tertinggi 9,5 m yang berada di stasiun 1. Kemudian tidak didapatkan data
tentang kedalaman dikarenakan alat yang digunakan untuk mengetahui kedalaman tidak bisa
digunakan (mati).
Menurut Hutabarat (2000), kedalaman suatu perairan erat kaitannya dengan intensitas
cahaya matahari yang masuk ke dalam kolom air, hal ini akan berakibat terjadinya stratifikasi
suhu dan berdampak pada proses fotosintesis yang memerlukan bantuan sinar matahari. Perairan
Indonesia binatang laut dapat dijumpai pada kedalaman antara 2 – 6 m, bahkan ada yang
ditemukan di paparan terumbu karang yang terbuka pada saat air surut dan ada yang ditemukan
di terumbu karang hidup, bahkan pada kedalaman 33 m terdapat sekitar 7 jenis binatang laut.

4.5. Kepadatan Stok Ikan Demersal


Kepadatan stok ikan demersal pada tiap stasiun sampling adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Kepadatan stok ikan demersal
Stasiun Sampling Kepadatan stok (kg/km2 )
I 81,48
II 290,155
III 500

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kepadatan stok ikan demersal pada Praktikum Daerah
Penangkapan Ikan diperairan Semarang tertinggi udang putih pada alat tangkap garuk adalah
668,3375 kg/km2, dan terendah udang ronggeng pada alat tangkap arad adalah 176,565 kg/km2.
Kepadatan stok tiap stasiun tidak teratur atau naik turun, hal ini dapat disebabkan banyak faktor
diantaranya: faktor oceranografi, alat tangkap, sarana kapal, dan praktikan itu sendiri. Pada
kenyataannya hasil tangkapan yang paling banyak adalah udang putih.

4.6. Hubungan Faktor Oseanografi dengan Hasil Tangkapan


Faktor oseanografi adalah kondisi perairan yang berpengaruh langsung terhadap makhluk
hidup di perairan, misalnya suhu dan meteorologi adalah keadaan mempengaruhi interaksi
terhadap lautan secara langsung dan akan mempengaruhi kehidupan di laut, misalnya jumlah
curah hujan yang mempengaruhi tinggi rendahnya salinitas di laut.
Arus adalah salah satu faktor oseanografi yang mempengaruhi proses pengoperasian arad
dan garuk udang. Arus yang kuat akan menyebabkan proses hauling terganggu. Pengaruh arus
akan menyebabkan posisi alat tangkap akan berubah, hal ini akan mengakibatkan ikan dapat
meloloskan diri pada saat hauling.
Substrat dasar merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap komposisi hasil
tangkapan. Udang putih mencari makan di atas atau didalam sedimen didasar perairan. Makanan
terdiri atas detritus, organisme-organisme demersal kecil dan bagian dari tumbuhan air. Udang
putih tidak menyukai sifat membenamkan diri dalam lumpur, tetapi cocok pada kondisi air yang
memiliki tingkat kekeruhan tinggi. Rendahnya salinitas di sekitar muara yang berkisar antara 0 –
10 mg/l, kadang tidak disukai udang, salinitas optimum berkisarnantara 15 – 22 mg/l
(Seminarpsp, 2011).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Daerah Penangkapan Ikan di Tambak
Lorok adalah sebagai berikut:
1. Cara untuk menentukan daerah penangkapan ikan diantaranya adalah dengan; berdasarkan
pengalaman nelayan sebelumnya dan dengan menggunakan fishfinder.
2. Faktor–faktor lingkungan yang mempengaruhi penentuan daerah penangkapan ikan ialah
kedalaman, suhu, salinitas, substrat dasar perairan dan arus.
3. Hasil tangkapan terbanyak dari praktikum DPI pada tanggal 4 April lalu adalah jenis udang
putih.

5.2. Saran
Berdasarkan praktikum Daerah Penangkapan Ikan saran yang diberikan adalah sebagai
berikut :
1. Metoda penentuan daerah penangkapan ikan sebaiknya benar-benar dikuasai, bukan hanya
sekedar dari pengalaman para nelayan.
2. Penentuan lokasi daerah penangkapan ikan sebaiknya berada tidak jauh dari pelabuhan
pendaratan ikan agar ikan yang ditangkap dapat segera ditangani dengan baik.

3. Sebaiknya alat tangkap yang digunakan untuk praktikum lebih banyak dan stasiun
diperbanyak.
4. Untuk mempermudah jalannya praktikum alangkah lebih baik jika untuk praktikum lapangan,
khususnya untuk berlayar disediakan perahu sendiri untuk praktikan, sehingga tidak perlu
menyewa dari nelayan.
DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. 2005. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Indonesia.
Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Semarang.

. 2006. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Indonesia.


Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Semarang.

BPPI. 1996. Trammel Net dan Jaring Arad, Semarang.

Diniah, 2001. TRAWL : Suatu Tinjauan Terhadap Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
39 Tahun 1980. Makalah Falsafah Sains Program Pascasarjana, Bogor : Fakultas Pascasarjana
IPB dalam http://tumoutou.net/3_sem1_012/diniah.htm (21 juni 2006).

Effendie, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Jakarta.

H. Robert. 2005. Introduction to Physical Oceanography.p.52

Hutabarat, Sahala. 2000. Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia, Jakarta.

Mukhtar. 2008. Mengenal Pukat Hela. www.dkp.go.id/upload/PDPIOkt 2008/Mengenal Pukat Hela.pdf.

Nelwan, Alfan. 2004. Artikel Ilmiah/journal/Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702), Bogor IPB.
Halaman 25-37.pdf

Nomura M. 1981. Fishing Tecniques 2. Japan International Cooperation Agency,Tokyo. p119 – 120.

Nontji, Anugerah. 1997. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

. 2002. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Sudirman dan Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta, Jakarta.

Seminarpsp. Multiply. com/journal/item/8/setiawan_k2c003184_(17 mei 2011, 12.05)

Sudirman. 2003. Analisis Tingkah Laku Ikan untuk mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan dalam
Proses Penangkapan pada Bagan Rambo. Disertasi(tidak dipublikasikan), Bogor: IPB, Program
pascasarjana. Halaman 270 – 272.

Diposting 28th July 2011 oleh Rahayu Septia Ningsih


0

Tambahkan komentar
RSN'Blog

something to do with my life

 Klasik
 Kartu Lipat
 Majalah
 Mozaik
 Bilah Sisi
 Cuplikan
 Kronologis

Laporan TPHP Dapus

Laporan TPHP Pengukuran titik leleh es

Laporan TPHP Pengangkutan ikan hidup

Laporan TPHP Organoleptik

Laporan TPHP Pencairan es

Laporan TPHP Pendinginan es

Laporan TPHP Rigor indeks

Laporan TPHP Bab 1

TUGAS TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP


GILLNET

Standarisasi

January 15th, 2012


Laporan Rancang bangun kapal perikanan 1-3

Laporan mopi

MANAJEMEN OPERASI PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT TANGKAP PURSE


SEINE DI PPP BAJOMULYO JUWANA

definisi planning

APLIKASI TAMBAK SYLVOFISHERY MODEL KOMPLANGAN

APLIKASI MANAJEMEN AKUAKULTUR PAYAU TERHADAP PRODI PSP

laporan kepelautan 4-dapus

Laporan kepelautan 1-3

JOB DISCRIPTION KAPAL PENANGKAPAN DENGAN ALAT TANGKAP LONG


LINE

ANALISIS EFISIENSI ALAT TANGKAP CANTRANG DI KABUPATEN PEMALANG


JAWA TENGAH

PERBEDAAN ABSTRAK DENGAN RINGKASAN DAN PENTINGNYA LAMPIRAN

Teknik Pengukuran Tingkat Produktivitas Alat Tangkap Gill Net Di Perairan Rawa
Pening

MEMBANDINGKAN CARA PENULISAN BAKU DAFTAR ACUAN DAN DAFTAR


PUSTAKA DENGAN HARVARD STYLE (APA) DALAM KARYA TULIS ILMIAH

SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP GILLNET TERHADAP IKAN TONGKOL

tentang ikan cucut

Download pasha ungu feat rossa-KUPINANG KAU DENGAN BISMILLAH (ost kupinang
kau dengan bismillah).flv video on savevid.com

laporan navigasi

laporan daerah penangkapan ikan


laporan tingkah laku ikan

laporan meteorologi laut (awan)

laporan limnologi bab 4-dapus

laporan limnologi bab 1-3

laporan pelabuhan perikanan

laporan ekoper

laporan biopi panjang berat

laporan biopi fekunditas

laporan biopi foot habits

laporan biopo TKG

laporan biopo IKG

laporan biopo analisa morfometri

Biopi pendahuluan

laporan avertebrata

laporan ikhtiologi bab 4-dapus

laporan ikhtiologi bab 1-3

posting pertama

Laporan TPHP Dapus

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Adawyah. 2007. Teknologi Referigrasi Hasil Perikanan Jilid II Teknik Pembekuan Ikan. CV.
Paripurna, Jakarta.
Afrianto, Eddy dan Evi, L. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Agustini, TW., Darmanto, YS., dan Putri, DPK. 2008. Evaluation On Utilization Of Small Marine Fish
To Produce Surimi Using Different Cryoprotective Agents To Increase The Quality Of Surimi.
Journal of Coastal Development Volume 11, Number 3. http://www.akademik.unsri.ac.id/ (01
Desember 2011, 21.10).

Berka, R. 19SG. The Transportation of Live Fish. A Riview. EUFAC Technology Paper, 48:l-52.

Caggiano, M. 2009. Quality in harvesting and post harvesting procedures influence on quality. Fish
and freshness and quality assessment for sea bass and sea bream. Torre Canne di Fassano, Italy.

Darmanto. 1998. Pengaruh Pre Rigor, Rigor, Post Rigor terhadap Indeks Rigor K-Value dan
Kemunduran Mutu Pasta Ikan pada Berbagai Jenis Ikan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Ilmu
Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP Edisi Maret 1998 [Jurnal]. UNDIP,
Semarang.

Djazuli, N. dan T. Handayani 1992. Transportasi Ikan Hidup dan Olahan Hasil Laut. Balai Bimbingan
dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Jakarta.

Eko, B. 2004. Akuarium Laut. Kanisius. Jogjakarta.

Feistel and Wagner. 2006. "A New Equation of State for H2O Ice Ih". J. Phys. Phys. Chem.Ref.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Jilid 1. Liberty. Yogyakarta.

Hari, I. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.

Hidayat, Nur dan Suhartini, S. 2005. Olahan Ikan Segar. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Ilyas, S dan Yunizal. 1993. Teknik Refrigerasi Hasil-Hasil Perikanan. Lembaga Teknologi Perikanan.
Jakarta.

Ilyas, S . 1993. Teknologi Referigrasi Hasil Perikanan Jilid II Teknik Pembekuan Ikan. CV.
Paripurna, Jakarta.

Indra, J dan Dewi, K.R. 2006. Aplikasi Metode Akustik untuk Uji Kesegaran Ikan. Buletin Teknologi
Hasil Perikanan Vol. IX Nomor 2 Tahun 2006 [Jurnal].

Irianto, E. H. dan Soesilo. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. [Seminar].
Bogor. [Jurnal].

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Bandung.

Martyshev, F.G. 1983. Pond Fisheries. Ameerican Publishing Company. PVT Limited. New Delhi.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murniyati, A.S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta Anggota IKAPI. Bogor.

Saanin, H. 2001. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1 dan 2. Bina Tjipta. Bogor.

Said, A. 1997. Budidaya Udang Windu. Azka Press. Jakarta.

Shawyer, M. and Pizzali. 2003. The Use of Ice on Small Fishing Vessels. [Jurnal].

Sorensen, N.K., Brataas, Nyvold, T.E., dan Lauritzen. 1997. Influence of Early Processing (Pre-Rigor)
on Fish Quality [Jurnal]. http://www.ub.uit.no /munin/bitstream/10037/1819/5/paper_1.pdf (19
November 2011).

Suyanto, R.S. 1991. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tabrani. 1997. Teknologi Hasil Perairan. Universitas Islam Riau Press. Riau.

Wibowo, E. 2003. Modul Kuliah Budidaya Perairan. Universitas Diponegoro Semarang.

Yono, S. 2006. Teknologi Hasil Perikanan. Jilid 1. Liberty. Yogyakarta.

Diposting 15th January 2012 oleh Rahayu Septia Ningsih


1

Lihat komentar

1.

Rdndd52220 Mei 2016 03.30


kunjungi blog kita kak biar nambah ilmu tentang limnologi
http://rdndd522.blogspot.com/2016/05/praktikum-limnologi.html makasiii ^^

Balas


Memuat
Rahayu Septia Ningsih. Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai