Anda di halaman 1dari 100

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN


SEDIAAN KRIM MINYAK ATSIRI KULIT JERUK
MANIS (Citrus aurantium Dulcis) DENGAN ASAM
STEARAT SEBAGAI EMULGATOR

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi

ANNISA ULFA MUTIARA


11141020000055

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2018
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN


SEDIAAN KRIM MINYAK ATSIRI KULIT JERUK MANIS
(Citrus aurantium Dulcis) DENGAN ASAM STEARAT SEBAGAI
EMULGATOR

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
farmasi

ANNISA ULFA MUTIARA


11141020000055

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2018

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar

Nama : Annisa Ulfa Mutiara


NIM : 11141020000055

Tanda tangan :

Tanggal : 20 Agustus 2018

iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Annisa Ulfa Mutiara


NIM : 11141020000055
Program Studi : Farmasi
Judul : Formulasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim
Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis (Citrus aurantium
Dulcis) Dengan Asam Stearat Sebagai Emulgator

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Nelly Suryani, Ph.D., Apt Ofa Suzanti Betha M.Si., Apt


NIP. 196510242005012001 NIP. 197501042009122001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt


NIP. 197404302005012003

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Annisa Ulfa Mutiara


NIM : 11141020000055
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim
Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis (Citrus aurantium Dulcis)
Dengan Asam Stearat Sebagai Emulgator

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PEMBIMBING DAN PENGUJI

Ditetapkan di Ciputat
Tanggal : 20 Agustus 2018

v
ABSTRAK

Nama : Annisa Ulfa Mutiara

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim Minyak
Atsiri Kulit Jeruk Manis (Citrus aurantium Dulcis) Dengan Asam
Stearat Sebagai Emulgator

Minyak atsiri kulit jeruk manis (Citrus aurantium Dulcis) memiliki aktivitas
antioksidan dikarenakan mengandung senyawa kimia yaitu limonen. Penelitian ini
bertujuan untuk memformulasikan minyak atsiri kulit jeruk manis menjadi sediaan
krim antioksidan dengan variasi konsentrasi TEA dan asam stearat yaitu krim F1
(1% : 10 %), F2 (2% : 12%), F3 (3% : 14%) dan menguji aktivitas antioksidan krim.
Ketiga formula krim minyak atsiri kulit jeruk manis F1, F2, dan F3 memiliki
kestabilan fisik yang baik selama penyimpanan 21 hari dengan parameter uji
organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, sifat alir, sentrifugasi, pengukuran
ukuran diameter globul, dan cycling test. Penelitian ini juga dilakukan uji
kandungan kimia menggunakan GCMS dengan hasil limonen sebagai antioksidan
tetap teridentifikasi pada sediaan krim F1, F2, dan F3 minyak atsiri kulit jeruk
manis selama 21 hari. Krim F1, F2, dan F3 minyak atsiri kulit jeruk manis memiliki
aktivitas antioksidan sedang dengan nilai IC50 dan AAI pada hari pertama secara
berturut-turut yaitu 117,88 µg/mL (AAI = 1,35), 130,63 µg/mL (AAI = 1,22), dan
136,01 µg/mL (AAI = 1,17) dan hari ke pulh dua satu secara berturut-turut 125,31
µg/mL (AAI = 1,27), 133,77 µg/mL (AAI = 1,19), dan 139,74 µg/mL (AAI = 1,14),
hasil tersebut menunjukkan ketiga formula krim memiliki aktivitas antioksidan
sedang.

Kata kunci : Minyak atsri kulit jeruk manis (Citrus aurantium Dulcis), krim
antioksidan, stabilitas fisik, IC50, DPPH, TEA, asam stearat, GCMS

vi
ABSTRACT

Name : Annisa Ulfa Mutiara

Program Study : Pharmacy

Tittle : Formulation and Antioxidant Activity Test of Sweet Orange Peel


Essential Oil Cream (Citrus aurantium Dulcis) With Stearic Acid As
Emulgator

Essential oil of sweet orange peel (Citrus aurantium Dulcis) has antioxidant activity
because it contains chemical compound, namely limonen. This study aims to
formulate essential oils of sweet orange peel into antioxidant cream preparation by
using of variation TEA and stearic acid concentration of F1 (1% : 10 %), F2 (2% :
12%), F3 (3% : 14%) and antioxidant activity test of cream. The three sweet orange
peel essential oil of cream formulas F1, F2, and F3 showed a good physical stability
during 21 days storage with parameters test such as organoleptic test, homogenity,
pH, viscosity, rheology, sentrifugation, droplets size, and cycling test. This study
also identifying chemical content of cream like limonen as antioxidant compound
with GCMS and the result showed limonen still indentified for 21 days storage in
three formulas. Formulas F1, F2, and F3 of sweet orange peel essential oil cream
have moderate antioxidant activity with IC50 and AAI values for the first day are
117,88 µg/mL (AAI = 1,35), 130,63 µg/mL (AAI = 1,22), and 136,01 µg/mL (AAI
= 1,17) and for the twenty-first day are 125,31 µg/mL (AAI = 1,27), 133,77 µg/mL
(AAI = 1,19), and 139,74 µg/mL (AAI = 1,14), the result showed the three cream
formulas have moderate antoxidant activity.

Keywords: Essential oil of sweet orange peel (Citrus aurantium Dulcis),


antioxidant cream, physical stability, IC50, DPPH, TEA, stearic acid, GCMS

vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Alla SWT karena atas ridho-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi denga judul “Formulasi dan Uji
Aktivitas Antioksidan Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis (Citrus
aurantium dulcis) Dengan Asam Stearat Sebagai Emulgator”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt dan Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran serta memberikan
masukan saran kepada penulis.
2. Dr. Arif Sumantri, M.KM selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah membimbing dan menerima keluh kesah selama perkuliahan
berjalan
5. Seluruh dosen Farmasi yang sudah membimbing dan memberikan ilmu
selama ini
6. Ibu tercinta, Inti istilah atas pengorbanan, kasih sayang, motivasi, dukungan
baik moril maupun materil, serta selalu memberikan doa tanpa henti yang
selalu menyertai setiap langkah penulis
7. Anis, Tika, Aprilyani, Rani, dan Sasa atas perhatian, semangat, dukungan
dan selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan keluh kesah penulis
selama ini
8. Nada, Khena, Nurma, Laela, Sri, Putri, Rika, Sri, Nuril, Maya, Sea,
Shoffiya, Sheila, Deani, Syifa Ezi, dan Rara atas perjuangan, dukungan,
motivasi, waktu umtuk selalu mendengarkan keluh kesah penulis, dan
perhasabatan yang begitu indah selama di bangku kuliah

viii
9. Teman seperjuangan dalam proses penelitian Corry Priscilliana yang
selalu membantu dan memotivasi selama proses penelitian
10. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
penulis selama proses penelitian
11. Teman-teman Farmasi Angkata 2014 yang selama perkuliahan berbagi suka
duka bersama, terimakasih atas kebersamaan dan persaudaraan yang terjalin
tidak pernah putus.
12. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang turut membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna.


Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun. Penulis juga mengharapkan agar penelitian ini dapat bermanfaat
khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal’alamin.

Jakarta, Agustus 2018


Penulis

ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah


Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Annisa Ulfa Mutiara


NIM : 1113102000055
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Fakultas Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,


dengan judul :

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KRIM MINYAK


ATSIRI KULIT JERUK MANIS (Citrus aurantium Dulcis) DENGAN
ASAM STEARAT SEBAGAI EMULGATOR

Untuk dipublikasi di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas dengan
Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.

Jakarta, 20 Agustus 2018


Penulis

Annisa Ulfa Mutiara

x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….…...ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………………….x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………......……………………… xvi

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..….......1
1.1.Latar Belakang…………………………………………………….....1
1.2.Rumusan Masalah……………………………………………………2
1.3.Tujuan Penelitian………………………………………………….…3
1.4.Manfaat Penelitian…………………………………………………...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………..………………...4


2.1. Tanaman Jeruk Manis……………………………………………….4
2.1.1. Klasifikasi Tanaman…………………….………………...4
2.1.2. Sinonim…………...……………………………………….4
2.1.3. Morfologi……………………………………………….....4
2.1.4. Ekologi Dan Penyebaran……………………………...…...5
2.1.5. Kandungan Kimia………………………………………….5
2.1.6. Khasiat Tanaman…………………………………………..5
2.2. Minyak Atsiri……………………………………………...………...6
2.2.1. Definisi…………………………………………………….6
2.2.2. Kandungan Minyak Atsiri…………………………………6
2.2.3. Manfaat Minyak Atsiri…………………………………….6
2.2.4. Isolasi Minyak Atsiri………………………………………7
2.2.4.1. Metode Penyulingan……………………………..7
2.2.4.2. Metode Pengepresan……………………………..9
2.3. Kosmetik…………………………………………………………....10
2.3.1. Sejarah Kosmetik……………………………...……..…...10
2.3.2. Definisi Kosmetik…………………………………...…....10
2.3.3. Penggolongan Kosmetik………………………..………...11
2.3.4. Syarat Kosmetik………………………………….…….…12
2.4. Krim………………..……………………………………………….12
2.4.1. Definisi Krim……………………………………………..12
2.4.2. Syarat Sediaan Krim……………………………………...13
2.4.3. Tipe Krim………………………………………………....13
2.4.5. Komponen Krim………………………………………….13
2.4.5.1. Asam Stearat……………………………………13
2.4.5.2. Setil Alkohol……………...…………………….14
2.4.5.3. Stearil Alkohol…………………………..……...14

xi
2.4.5.4. Propil Paraben…………………………………..15
2.4.5.5. Metil Paraben…………………………………...15
2.4.5.6. Gliserin…………………………………………16
2.4.6.6. TEA…………………………………………….16
2.4.6.7. Aquades………………………………………...17
2.4.6. Stabilitas Sediaan Krim…………………………………..17
2.5. Kulit…………………………………………………………...……18
2.5.1. Anatomi Dan Fisiologi Kulit……………………………..18
2.5.2. Penetrasi Sediaan Topikal Melalui Kulit…………………19
2.6. Radikal Bebas………………………………………………...…….20
2.7. Antioksidan………………………………………...……………….21
2.7.1. Definisi……………………………………………..……..21
2.7.2. Penggolongan Antioksidan……………………………….21
2.7.3. Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH…….....22
2.8. Spektrovotometer UV-Vis……..…………………………………...24
2.9. GCMS………………………………………………………………24

BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………....26


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………....26
3.2. Alat Dan Bahan……………………………………………….……26
3.2.1. Alat……………………………………………………….26
3.2.2. Bahan……………………………………………………..26
3.3. Prosedur Kerja………………………..…………………………….26
3.3.1. Penyiapan Bahan Uji……………………………………..26
3.3.2. Penentuan Komponen Minyak Atsiri Jeruk Manis……….27
3.3.3. Penentuan Komponen Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis...27
3.3.4. Formulasi Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis……….27
3.3.5. Proses Pembuatan Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis…….28
3.3.6. Pengujian Evaluasi Fisik Krim Minyak Atsiri…………...28
3.3.6.1. Uji Organoleptis………………………………..28
3.3.6.2. Uji Homogenitas………………………………..28
3.3.6.3. Uji pH…………………………………..……....29
3.3.6.4. Uji Viskositas & Rheologi……………………...29
3.3.6.5. Uji Stabilitas Mekanik Dengan Sentrifugasi…...29
3.3.6.6. Uji Cycling………………………………..…....29
3.3.6.7. Penentuan Tipe Krim……………………….…..29
3.3.6.8. Uji Pengukuran Globul…………………………29
3.3.7 Pembuatan larutan Uji Aktivitas Antioksidan….………....30
3.3.7.1. Pembuatan Larutan DPPH……………………...30
3.3.7.2. Penentuan Panjang Gelombang DPPH…………30
3.3.7.3. Pembuatan Larutan Blanko…………………….30
3.3.7.4. Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri………30
3.3.7.5. Pembuatan Larutan Uji Krim Minyak Atsiri…...31
3.3.7.6. Pembuatan Larutan Uji Basis Krim…………….31
3.3.7.7. Perhitungan Nilai IC50………………………....31
3.3.7.8. Perhitungan Nilai AAI………………………….32
3.8. Analisa Data………………………………………………………...32

xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………….....33
4.1. Hasil Analisa GCMS Kandungan Kimia Krim Minyak Atsiri ……..33
4.2. Hasil Formulasi Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis………..…..36
4.3. Hasil Evaluasi Fisik Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis……….37
4.3.1. Hasil Pengamatan Organoleptis…………………………..37
4.3.2. Hasil Pengamatan Homegenitas Fisik…………………….38
4.3.3.Hasil Pengukuran pH Sediaan Krim……………………....38
4.3.4. Hasil Pengukuran Viskositas Dan Sifat Alir………….…..39
4.3.5. Hasil Uji Mekanik Dan Sentrifugasi……………….……..40
4.3.6. Hasil Pengujian Tipe Krim…………………………..…....41
4.4.7. Hasil Uji Pengukuran Globul Krim…………………...….42
4.4.8. Hasil Cycling Test………………………………………..42
4.4. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan……………………………..44
4.4.1. Hasil Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri…………...….44
4.4.2. Hasil Aktivitas Antioksidan Krim Minyak Atsiri………..45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………..48


5.1. Kesimpulan…………………………………………………………48
5.2. Saran………………………………………………………………..48

DAFTAR PUSTAKA..…………………………..……………………………..49
Lampiran………………………………………….…………………………....54

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Formulasi Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis……...….………..27

Tabel 4.1 Hasil Analisa GCMS Kandungan Kimia Minyak Atsiri Jeruk Manis .....…35

Tabel 4.2 Hasil Analisa GCMS Kandungan Kimia Krim Minyak Atsiri……………..35

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis…………38

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Homogenitas Fisik Krim Minyak Atsiri Jeruk……38

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran pH Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis……….39

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Viskositas Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis……..40

Tabel 4.7 Pengamatan Uji Sentrifugasi Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis……..41

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Tipe Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis………..41

Tabel 4.9 Hasil Uji Pengukuran Globul Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis…...…42

Tabel 4.10 Hasil Cycling Test Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis……………....43

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Jeruk Manis .............................................................................. 4


Gambar 2.2 Alat penyulingan dengan air ................................................................... 8
Gambar 2.3 Alat penyulingan dengan air dan uap ................................................... 8
Gambar 2.4 Alat penyulingan dengan uap ................................................................. 9
Gambar 2.5 Struktur Asam Stearat ........................................................................... 14
Gambar 2.6 Struktur Setil Alkohol ........................................................................... 14
Gambar 2.7 Struktur Stearil Alkohol ........................................................................ 15
Gambar 2.8 Struktur Propil Paraben ......................................................................... 15
Gambar 2.9 Struktur Metil Paraben ........................................................................... 16
Gambar 2.10 Struktur Gliserin ................................................................................... 16
Gambar 2.11 Struktur TEA ........................................................................................ 16
Gambar 2.12 Bagian Kulit .......................................................................................... 19
Gambar 4.1 Spektrum Limonen Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis ...................... 34
Gambar 4.2 Spektrum F1 hari ke-1 dan Spektrum F1 hari ke-21 .......................... 34
Gambar 4.3 Spektrum F2 hari ke-1 dan Spektrum F2 hari ke-21 .......................... 34
Gambar 4.4.Spektrum F3 hari ke-1 dan Spektrum F3 hari ke-21 .......................... 35
Gambar 4.5. Grafik Aktivitas Antioksidan Krim Minyak Atsiri .......................... 46
Gambar 6.1. Kurva sifat alir hari ke-1 ....................................................................... 69
Gambar 6.2. Kurva sifat alir hari ke-7 ...................................................................... 69
Gambar 6.3. Kurva sifat alir hari ke-14 .................................................................... 69
Gambar 6.4. Kurva sifat alir hari ke-21 .........................................................................

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur Penelitian…………………………………………... 54


Lampiran 2. Pembuatan Larutan Uji Aktivitas Antioksidan…………………. 55
Lampiran 3. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri………….. 58
Lampiran 4. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Vitamin C…………….... 59
Lampiran 5. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Basis Krim F1……….... 60
Lampiran 6. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Basis Krim F2………… 61
Lampiran 7. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Basis Krim F3………… 62
Lampiran 8. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Krim Minyak Atsiri …. 63
Lampiran 9. Perhitungan AAI……………………………………………….. 66
Lampiran 10. Organoleptis Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis………………. 67
Lampiran 11. Hasil Pengamatan Homogenitas Krim………………………... 68
Lampiran 12. Hasil Pengamatan Sifat Alir…………………………………... 69
Lampiran 13. Hasil Pengamatan Sentrifugasi……………………………….... 70
Lampiran 14. Hasil Pengujian Tipe Krim……………………………………. 71
Lampiran 15. Hasil Cycling Test…………………………………………….. 72
Lampiran 16. Hasil Statistik pH Krim……………………………………….. 73
Lampiran 17. Hasil Statistik viskositas Krim………………………………... 74
Lampiran 18. Hasil Statistik Ukuran Globul Krim…………………………... 75
Lampiran 19. Hasil Statistik Cycling Test ………………………………….... 76
Lampiran 20. Hasil Statistik Uji Antioksidan………………………………... 77
Lampiran 21. Hasil Analisa Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis……………..... 78
Lampiran 22. Hasil Analisa TEA…………………………………………….. 79
Lampiran 23. Hasil Analisa Asam Stearat……………………………………. 80

xvi
xvii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jeruk manis (Citrus aurantium Dulcis) merupakan tanaman yang berasal


dari Asia Tenggara terutama Indonesia. Di Indonesia, jeruk manis telah
dikembangkan di daerah Pacitan Jawa Timur dan daerah lainnya (Hardiyanto,
2004). Pada kulit jeruk manis terdapat kandungan minyak atsiri, yang mana minyak
atsiri mengeluarkan aroma yang sangat khas. Pada saat ini minyak atsiri telah
dimanfaatkan untuk kosmetik dan obat (Agusta, 2000). Pada kulit jeruk manis
(Citrus aurantium Dulcis) terkandung minyak atsiri yang didalamnya terdapat
kandungan berupa Limonen, D-Limonen, alpha pinen, alpha terpineol, β-myrcene,
linalool, citronellial, geranial dan sabinene (Cholke, 2017). Menurut penelitian
Frassineti (2011) pada aktivitas antioksidan minyak atsiri jeruk manis
menggunakan metode DPPH, menunjukkaan adanya inhibisi sebesar 60% terhadap
radikal bebas dengan konsentrasi 100 μg/mL–1000 μg/mL. Nilai IC50
mempengaruhi aktivitas antioksidan, yang mana jika IC50 bernilai < 200 μg/mL
dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang baik (Hanani, 2005).

Adanya aktivitas antioksidan pada minyak atsiri kulit jeruk manis dapat
dilakukan pemanfaatan limbah kulit jeruk manis dengan baik dan berpotensi untuk
pembuataan kosmetik sebagai perawatan kulit, misalnya pada kulit wajah. Saat ini
penggunaan kosmetik semakin meningkat terutama pada kosmetik dengan
antioksidan yang berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan menetralisir radikal
bebas pada kulit (Suhery, 2016). Berdasarkan kemampuannya sebagai antioksidan
maka minyak atsiri kulit jeruk manis dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan
krim. Krim dengan antioksidan memberikan perlindungan pada kulit dari pengaruh
lingkungan (paparan sinar matahari dan polusi) dengan menghambat kerusakan dan
penuaan dini pada kulit (Mishra, 2010).

Sediaan krim banyak dipilih sebagai sediaan topikal karena mudah dalam
penggunaan, formulasi dan berfungsi sebagai pelindung yang baik, nyaman, dan
penyebarannya merata untuk kulit (Mita, 2015). Banyak pasien dan dokter lebih

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


2

menyukai krim dibandingkan salep karena krim lebih mudah menyebar dan mudah
dibersihkan (Ansel, 2011). Tipe krim terbagi menjadi dua yaitu tipe krim minyak
dalam air (M/A) dan air dalam minyak (A/M),Pada umumnya krim dengan basis
minyak dalam air (M/A) lebih disukai oleh masyarakat daripada krim dengan basis
air dalam minyak (A/M) karena lebih mudah dicuci dengan menggunakan air dan
tidak licin saat diaplikasikan pada kulit, seperti pada bagian wajah dan ditunjukkan
untuk penggunaan kosmetik (Syamsuni, 2006).

Asam stearat memiliki peranan penting pada formulasi krim, yakni sebagai
emulgator anionik dan thickening agent pada krim tipe M/A dengan konsentrasi
sebesar 1-20 %. Penggunaan asam stearat pada formulasi krim biasanya
dikombinasikan dengan trietanolamin sebagai netralisasi dan akan terbentuk suatu
garam trietanolamin stearat yang bersifat anionik dan akan dihasilkan butiran halus
sehingga akan menstabilkan tipe krim minyak dalam air (M/A) (Rowe, 2009).

Berdasarkan pemaparan diatas maka dibuatlah formulasi krim untuk wajah


dengan tipe M/A yang berisikan zat aktif minyak atsiri kulit jeruk manis sebagai
antioksidan. Formula krim M/A minyak atsiri kulit jeruk manis ini digunakan
konsentrasi emulgator asam stearat dan trietanolamin dengan beberapa variasi, dan
diharapkan formula krim yang dibuat adalah baik dan stabil secara fisik. Formula
krim yang paling baik dan stabil secara fisik juga akan diuji aktivitas
antioksidannya menggunakan metode DPPH dan dicari nilai IC50.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengaruh perbedaan konsentrasi emulgator asam stearat terhadap
stabilitas fisik krim tipe M/A minyak atsiri kulit jeruk manis ?
b. Apakah ada perbedaan aktivitas antioksidan krim minyak atsiri kulit
jeruk manis sebelum diformulasikan dengan sesudah diformulasikan
menjadi krim ?
c. Apakah ada perbedaan kandungan kimia krim minyak atsiri kulit jeruk
manis sebelum diformulasikan dengan sesudah diformulasikan ?.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


3

1.3 Tujuan Penelitian


a. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi asam stearat terhadap
stabilitas fisik krim minyak atsiri kulit jeruk tiap minggunya selama 21
hari.
b. Mengetahui aktivitas antioksidan krim minyak atsiri kulit jeruk manis.
c. Mengetahui hasil kandungan kimia pada krim minyak atsiri kulit jeruk
manis.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pemanfaatan minyak atsiri kulit jeruk manis sebagai krim antioksidan pada
wajah dengan variasi konsentrasi asam stearat sebagai emulgator,
mengetahui kandungan kimia krim minyak atsiri kulit jeruk manis dan
untuk mengetahui stabilitas fisik formulasi krim.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jeruk Manis

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Tanaman jeruk manis secara taksonomi mempunyai klasifikasi ilmiah


sebagai berikut : (Hausen B, 2007)

Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus aurantium Dulcis (syn. Citrus sinensis)

Gambar 2.1 Tanaman Jeruk Manis (Citrus aurantium Dulcis)


[sumber : Hausen B, 2007, yang telah dikelola kembali]
2.1.2 Sinonim

Citrus aurantium Dulcis disebut juga Citrus sinensis dan dikenal dengan
jeruk manis. Buah jeruk manis dahulu juga berasal dari kota Pacitan sehingga
sebagian orang menyebutnya buah jeruk manis pacitan (Renita, 2015).

2.1.3 Morfologi

Tanaman jeruk manis mempunyai batang yang dapat mencapai ketinggian


6 m, bercabang banyak, tajuk daun bundar, dan berbuah satu kali setahun. Buah
jeruk manis memiliki bentuk bulat atau hampir bulat, berukuran besar, bertangkai

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


5

kuat, memiliki kulit buah yang berwarna hijau sampai kuning mengkilat (Rukmana,
2003). Salah satu limbah dari buah jeruk manis adalah kulitnya, kulit buah tebalnya
0,3-0,5 cm, dari tepi bewarna kuning atau orange dan makin ke dalam bewarna
putih kekuningan sampai putih, berdaging dan kuat melekat pada dinding buah
(Renita, 2015).

2.1.4 Ekologi Dan Penyebaran

Jeruk manis berasal dari India, Timur laut, Cina selatan, dan Birma utara
telah dibudidayakan di Indonesia dan konon yang membudidayakan pertama kali
adalah orang cina bagian selatan (Indah, 2013). Penyebaran jeruk manis di
Indonesia sangat cepat yaitu terdapat di Pacitan, jeruk manis Pacitan (Jawa Timur)
dan jeruk manis Punten (Jawa Timur). Beberapa varietas jeruk manis yang telah
beradaptasi baik di berbagai daerah, salah satu diantaranya adalah jeruk manis
Pacitan (Hardiyanto, 2004).

2.1.5 Kandungan Kimia

Jeruk manis mempunyai rasa yang manis, kandungan air yang banyak dan
memiliki kandungan vitamin C yang tinggi pada daging buah. Vitamin C
bermanfaat sebagai antioksidan dalam tubuh, yang dapat mencegah kerusakan sel
akibat aktivitas molekul radikal bebas. Sari buah jeruk manis mengandung 40-70
mg vitamin C per 100 ml, tergantung jenis jeruknya. Makin tua buah jeruk,
umumnya kandungan vitamin C semakin berkurang, tetapi rasanya semakin manis
(Kusuma, 2013).

Pada bagian kulit jeruk manis juga terdapat minyak atsiri yang berisi
kandungannya yaitu alpha pinene, citronellial, linalool, geranial, sabinene, B-
myrcene, limonene, dan neral (Cholke, 2017).

2.1.6 Khasiat Tanaman

Daging buah jeruk manis mempunyai memiliki kandungan vitamin C yang


tinggi. Vitamin C bermanfaat sebagai antioksidan dalam tubuh, yang dapat
mencegah kerusakan sel akibat aktivitas molekul radikal bebas (Kusuma, 2013).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


6

Kulit jeruk manis memiliki aktivitas sebagai antioksidan, yaitu pada minyak
atsiri dari kulit jeruk manis selain berfungsi sebagai antioksidan dapat juga sebagai
antibakteri (Kamal, 2013). Pada konsentrasi 100 µg/ml-1000 µg/ml minyak atsiri
jeruk manis telah memperlihatkan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH
(Frassinetti, 2011).

2.2 Minyak Atsiri

2.2.1 Definisi

Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris atau volatile oil
dihasilkan oleh tumbuhan. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa
mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau
tumbuhan penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut
dalam air. Saat ini, minyak atsiri telah digunakan sebagai parfum, kosmetik, bahan
tambahan makanan dan obat (Buchbauer, 1991).

2.2.2 Kandungan Minyak Atsiri

Minyak atsiri memiliki sifat khas yaitu tersusun atas berbagai macam
komponen persenyawaan kimia yang terbentuk dari karbon, hidrogen, dan oksigen
serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen dan belerang,
umumnya minyak atsiri terdiri dari senyawa golongan terpenoid dan fenil propan.
Minyak ini memiliki sifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan baik pengaruh
udara, sinar matahari dan panas (Sirait dkk., 1985).

2.2.3 Manfaat Minyak Atsiri

Saat ini minyak atsiri telah digunakan sebagai parfum, kosmetik, bahan
tambahan makanan dan obat (Buchbauer, 1991). Minyak atsiri pada industri banyak
digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik dan lain-lain.
Beberapa jenis minyak atsiri mampu bertindak sebagai bahan terapi (aromaterapi)
atau bahan obat suatu jenis penyakit. Minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan
obat, sebagai contoh sebagai anti radang, antioksidan, hepatoprotektor, analgetik,
anestetik, antiseptik, psikoaktif dan anti bakteri (Agusta, 2000).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


7

2.2.4 Isolasi Minyak Atsiri

2.2.4.1 Metode Penyulingan

Penyulingan didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu


campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari
masing-masing zat tersebut (Guenther, 1987).

Penyulingan menggunakan air atau menggunakan uap air, merupakan tipe


penyulingan dari campuran cairan yang saling tidak melarut dan selanjutnya
membentuk dua fase. Penyulingan tersebut dilakukan untuk memurnikan dan
memisahkan minyak asiri dengan cara penguapan, dan proses penguapan tersebut
juga dimaksud untuk mengekstraksi minyak atsiri dari tanaman penghasil minyak
atsiri dengan bantuan uap air (Guenther, 1987). Cara memperoleh minyak atsiri
dalam tanaman salah satunya adalah dengan penyulingan, metode penyulingan
terbagi menjadi 3 yaitu :

a. Penyulingan dengan air (water distillation)


Pada metode penyulingan air, seluruh bagian simplisia atau sampel
digerakkan oleh air mendidih. Sampel yang diisi longgar dan terendam dalam
air mendidih, sehingga partikel uap dapat kontak dengan semua partikel bahan
dan menguapkan minyak atsiri. Minyak atsiri akan berdifusi menuju epidermis.
Dalam penyulingan dengan air, kecepatan penyulingan perlu dipertahankan,
karena dengan mengatur kecepatan penyulingan, maka tumpukan dalam ketel
dapat dipertahankan dalam keadaan cukup longgar, sehingga menjamin
kelangsungan penetrasi uap ke dalam bahan dan dapat menguapkan minyak
atsiri. Penyulingan dengan air memiliki beberapa kelemahan, ekstraksi tidak
dapat berlangsung dengan sempurna walaupun simplisia atau sampel dirajang.
Selain itu, komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan senyawa yang
bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna, sehingga minyak
yang tersuling mengandung komponen tidak lengkap sehingga mengakibatkan
kehilangan sejumlah minyak atsiri (Guenther, 1987).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


8

Gambar 2.2 Alat penyulingan dengan air


b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation)
Metode penyulingan ini, sampel diletakkan di saringan berlubang.
Ketel suling diisi air sampai permukaan air berada tidak jauh dibawah
saringan. Ciri khas dari metode ini, adalah uap selalu dalam keadaan basah,
jenuh dan tidak terlalu panas, serta sampel yang disuling hanya
berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Guenther, 1987).
Keuntungan penyulingan air dan uap dibandingkan dengan
penyulingan air, adalah karena sampel yang disuling tidak terlalu terpapar
suhu yang sangat tinggi, hal ini karena penyulingan dengan air dan uap
merupakan metode penyulingan dengan tekanan uap jenuh yang rendah,
sehingga kerusakan minyak kecil (Guenther, 1987). Metode penyulingan
dengan air dan uap lebih efisien daripada metode penyulingan dengan air
karena jumlah bahan bakar yang dibutuhkan lebih kecil dan rendemen
minyak yang dihasilkan lebih besar (Guenther, 1987).

Gambar 2.3 Alat penyulingan dengan air dan uap

c. Penyulingan dengan uap langsung (Steam distillation)


Pada penyulingan ini, air tidak diisikan ke dalam ketel bersama
sampel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap panas pada tekanan
lebih dari 1 atmosfir, dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah, dan
kemudian dialirkan ke dalam tumpukan bahan di dalam ketel (Guenther,
1987).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


9

Minyak atsiri hanya akan menguap setelah terjadi difusi cairan


minyak, dan akan berhenti sama sekali atau menurun aktifitasnya jika
simplisia atau sampl tersebut menjadi kering. Dalam kasus penyulingan uap
langsung, jika keluarnya minyak atsiri berhenti sebelum waktunya, maka
penyulingan perlu dilanjutkan dengan uap jenuh atau uap basah, sehingga
keluarnya minyak atsiri berlangsung kembali. Setelah minyak keluar maka
uap kelewat panas dapat digunakan kembali (Guenther, 1987).

Gambar 2.4 Alat penyulingan dengan uap

2.2.4.2 Metode Pengepresan

Pengambilan minyak atsiri secara mekanis dilakukan dengan metode


pengepresan. Biasanya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah, dan kulit dari
tanaman jeruk. Cara ini hanya dilakukan apabila kandungan minyak atsiri dalam
bahan cukup banyak yaitu berkisar 30-70%, sehingga dapat dilihat tetes-tetes
minyaknya dengan mata telanjang atau dapat ditekan dengan tangan. Dua metode
umum dalam pengepresan mekanis, yaitu Hydraulic pressing (pengepresan
hidrolik) dan expeller pressing (pengepresan berulir). Hydraulic pressing
(pengepresan hidrolik), di mana bahan dipres dengan tekanan sekitar 2.000 lb/inch2
tanpa menggunakan media pemanas, sehingga metode ini sering juga disebut cold
pressing. Expeller pressing (pengepresan berulir), dimana untuk mengambil
minyak atau lemak perlu dilakukan proses pemanasan atau tempering terlebih
dahulu pada suhu sekitar 115,50C dan tekanan 15.000-20.000 lb/inch (Ulman,
2006).

2.3 Kosmetik

2.3.1 Sejarah Kosmetik

Istilah kosmetik berasal dari kata Yunani yakni “kosmetikos” yang berarti
“keahlian dalam menghias”, kosmos berarti hiasan. Perkembangan kosmetik sudah

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


10

dimulai sejak abad ke-5 sebelum masehi di Mesir digunakan dalam hubungan
keagamaan. Seiring dengan negara Mesir, India pun sudah mengenal kosmetik,
yaitu dengan penggunaan salep, minyak dan pembalsaman mayat. Mesir dan India
membuktikan adanya pemakaian ramuan seperti bahan pengawet mayat dan salep
aromatik, yang dianggap sebagai bentuk awal kosmetik yang dikenal sekarang
(Tranggono, 2007).

Kosmetik sudah dikenal manusia berabad-abad yang lalu terutama pada


abad ke–19 kosmetik menjadi bahan perhatian, baik tujuannya sebagai kecantikan
dan kesehatan. Sampai akhirnya pada abad ke–20 kosmetik mengalami
perkembangan, baik ilmu yang mempelajarinya dan industrinya (Tranggono,
2007).

Indonesia juga dikenal berbagai cara untuk merawat dan menghias tubuh
dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang berasal dari sumber daya alam
seperti dedaunan, bunga, akar dan buah-buahan. Keterangan mengenai cara merias
dan merawat tubuh diketahui dari relief yang pernah ditemukan di Indonesia. Candi
Borobudur, salah satu peninggalan sejarah pada abad ke-8 masehi, pada dindingnya
terdapat pahatan yang melukiskan pembuatan jamu, pahatan melukiskan
penumbukan campuran daun-daun yang kemudian dioleskan pada tubuh wanita
ditujukan untuk kesehatan dan kecantikan para pemakainya (Iswari, 2007).

2.3.2 Definisi Kosmetik

Menurut Surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor: HK.00.05.4.1745


kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian
luar) atau gigi atau mukosa mulut terutama membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik. Sedangkan, Bahan kosmetik adalah bahan yang berasal
dari alam atau sintetik yang digunakan untuk memproduksi kosmetik.

2.3.3 Penggolongan Kosmetik

Menurut Surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor:


HK.00.05.4.1745. Kosmetik golongan I yaitu kosmetik yang digunakan untuk bayi,

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


11

kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa, kosmetik yang
mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan, kosmetik yang
mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan
dan kemanfaatannya. Sedangkan kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak
termasuk golongan I.

Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatan yaitu terdiri dari kosmetik
modern dan kosmetik tradisional. Kosmetik modern, dibuat dari bahan kimia dan
diolah secara modern. Sedangkan, kosmetik tradisional ada yang betul-betul
tradisional, misalnya mangir lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut
resep dan cara yang turun temurun. Semi tradisional, diolah secara modern dan
diberi bahan pengawet agar tahan lama. Hanya nama tradisional saja, tanpa
komponen yang benar-benar tradisional, dan diberi zat warna yang menyerupai
bahan tradisional (Tranggono, 2007).

Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit terdiri dari


kosmetik sebagai perawatan kulit (skin care cosmetics) dan kosmetik riasan
(dekoratif atau make up). Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics), jenis ini
perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit, termasuk didalamnya.
Kosmetik sebagai perawatan kulit seperti, untuk membersihkan kulit (cleanser),
kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), kosmetik pelindung kulit,
misalnya sunscreen cream, kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit
(peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi
sebagai pengamplas. Sedangkan, kosmetik riasan (dekoratif atau make up), jenis ini
diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan
penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik,
seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat
besar. Kosmetik dekoratif terbagi menjadi dua golongan, yaitu seperti kosmetik
dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaian sebentar,
misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eye-shadow, lalu ada juga kosmetik dekoratif
yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama baru luntur, misalnya
kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut, dan lain-lain (Tranggono,
2007).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


12

2.3.4 Syarat Kosmetik

Pada kosmetika, terutama untuk kosmetik yang digunakan pada bagian


kulit, persyaratan kosmetik yang baik adalah bila mempunyai pH sesuai dengan pH
kulit yaitu 4,5-6,5. Nilai pH penting untuk mengetahui tingkat keasaman dari
sediaan agar tidak mengiritasi kulit. (Aryani, 2015). Untuk kosmetik terutama
dalam bentuk sediaan topikal pada kulit jika memiliki pH lebih kecil dari 4,5 dapat
menimbulkan iritasi pada kulit sedangkan jika pH lebih besar dari 6,5 dapat
menyebabkan kulit bersisik (Rahmawanty, 2015).

Menurut Surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor : HK.


03.42.06.10.4556. Pada industry kosmetik dan semua pihak yang terkait dalam
seluruh pembuatan kosmetik mengacu pada petunjuk operasional pedoman cara
pembuatan kosmetik yang baik (CPKB).

2.4 Krim

2.4.1 Definisi Krim

Menurut Depkes RI (1995) krim adalah bentuk sediaan setengah padat


mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai. Istilah krim secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah
padat yang mempunyai konsistensi filtrat cair di formulasi sebagai emulsi air dalam
minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk
produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-
asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat di cuci dengan air
dan lebih di tujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Ditjen POM, 1995).

2.4.2 Syarat Sediaan Krim

Syarat-syarat dasar krim yang baik dan ideal adalah stabil, lunak dan
homogen, mudah digunakan, cocok dengan zat aktif, bahan obat dapat terbagi halus
dan terdistribusi merata dalam dasar krim (Syamsuni, 2006).

Krim harus memenuhi beberapa persyaratan seperti stabil selama masih


dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas,
stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada di dalam kamar. Semua zat dalam

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


13

krim dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak serta homogen.
Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan
dari kulit. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada
penggunaan (Widodo, 2013).

2.4.3 Tipe Krim

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-
asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air
dan lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim,
yaitu:

a. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak. Misalnya cold cream adalah
sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memberikan rasa dingin dan
nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih dan bebas dari
butiran. Cold cream biasanya mengandung mineral oil dalam jumlah besar.
b. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air. Misalnya pada vanishing cream,
vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak. Vanishing cream
sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak atau film
pada kulit (Widodo, 2013).

2.4.5 Komponen Krim

2.4.5.1 Asam Stearat

Asam stearat memiliki pemerian kristal Putih atau kuning berwarna,


kristalin padat, atau putih dan memiliki rumus molekul C18H36O2. Kelarutan asam
stearat, mudah larut dalam benzene, karbon tetraklorida, kloroform, eter, larut
dalam etanol, heksan, dan propilen glikol, praktis tidak larut dalam air. Asam
stearate, inkomapatibel dengan hampir semua logam hidroksida dan zat
pengoksidasi (Rowe, 2009).

Asam stearat biasanya digunakan dalam pembuatan krim dengan netralisasi


menggunakan bahan alkalis yang digunakan dalam pembuatan krim seperti
trietanolamin. Asam stearat berfungsi sebagai emulgator dengan konsentrasi 1 –
20% pada sediaan krim (Rowe, 2009).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


14

Gambar 2.5 Struktur Asam Stearat


[Sumber : Rowe, 2009]
2.4.5.2 Setil Alkohol

Setil alkohol memiliki pemerian serpihan putih atau granul seperti lilin,
berminyak memiliki baudan rasa yang khas. Setil alkohol memiliki rumus molekul
C16H34O. Setil alkohol mudah larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutannya
meningkat dengan penigkatan temperatur, serta tidak larut dalam air. Setil alkohol
stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya, dan udara sehingga tidak menjadi tengik
(Rowe, 2009).

Setil alkohol tidak kompatibel dengan oksidator kuat dan setil alkohol
berfungsi sebagai stiffening agent (2-10%) pada sediaan krim. Setil alkohol
merupakan alkohol dengan bobot molekul yang tinggi yang biasa digunakan juga
sebagai penstabil untuk emulsi minyak dalam air (Rowe, 2009).

Gambar 2.6 Struktur Setil Alkohol


[Sumber : Rowe dkk., 2009]

2.4.5.3 Stearil Alkohol

Stearil alkohol memiliki pemerian seperti butiran atau potongan lilin putih,
bau khas lemah, rasa tawar dengan rumus molekul C13H3O6. Kelarutan stearil
alkohol sukar larut dalam air, larut dalam etanol dan eter. Stearil alkohol stabil
terhadap asam dan alkali dan biasanya menjadi tengik. Stearil alkohol tidak
kompatibel dengan asam kuat dan oksidator kuat dan berfungsi sebagai emolien
dan pengemulsi dalam pembuatan krim (Rowe, 2009).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


15

Gambar 2.7 Struktur Stearil Alkohol


[Sumber : Rowe dkk., 2009]
2.4.5.4 Propil Paraben

Propil paraben umumnya digunakan sebagai pengawet pada kosmetik, dan


produk formulasi lainnya (Rowe, 2009). Mempunyai aktifitas antimikroba dengan
spektrum luas pada rentang pH yang luas (Rowe, 2009). Meskipun memiliki
spektrum luas, antimikroba ini lebih efektif pada jamur sehingga umumnya
dikombinasikan dengan metil paraben (Rowe, 2009). Konsentrasi yang digunakan
sebagai pengawet adalah 0,01-0,6% (Wade 1994). Bahan ini memiliki karakteristik
kristalin, tidak berbau, dan berwarna putih (Rowe, 2009).

Gambar 2.8 Struktur Propil Paraben


[Sumber : Rowe, 2009]
2.4.5.5 Metil Paraben

Metil paraben adalah pengawet pada formulasi farmasetik dan kosmetik


(Rowe, 2009). Mempunyai aktifitas antimikroba dengan spektrum luas pada
rentang pH yang luas (Rowe, 2009). Memiliki karakteristik kristalin tidak berwarna
atau serbuk berwarna putih (Rowe, 2009). Konsentrasi yang digunakan sebagai
pengawet adalah 0,02-0,3 % (Rowe, 2009). Senyawa ini sukar larut dalam air, larut
dalam air panas, etanol 95%, dan metanol (Wade, 1994).

Gambar 2.9 Struktur Metil Paraben


[Sumber : Rowe dkk., 2009]

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


16

2.4.5.6 Gliserin

Gliserin memiliki rumus molekul C3H8O3. Gliserin memiliki pemerian


cairan bening, tidak berwarna, tidak berbau, kental higroskopis, memiliki raa yang
manis berkisar 0,6 kali dari sukrosa. Dalam formulasi sediaan topikal dan kosmetik,
gliserin digunakan sebagai humektan (≤ 30%) dan emolien (≤ 20%). Gliserin larut
dalam etanol, air dan metanol, praktis tidak larut dalam minyak, benzene dan
kloroform, sukar larut dalam eter (Rowe, 2009).

Gambar 2.10 Struktur Gliserin


[Sumber : Rowe dkk., 2009]
2.4.5.7 Trietanolamin (TEA)

TEA memiliki rumus molekul C6H15NO3. Berupa cairan kental jernih, tidak
berwarna hingga berwarna kuning pucat dan memilki bau seperti amoniak. TEA
memiliki titik didih 335o C, titik leleh 20-21o C dan sangat higroskopis. TEA dapat
bercampur dengan aseton, karbon tetraklorida, metanol dan air, larut dalam benzene
dan agak sukar larut dalam etil eter. Trietanolamin berfungsi sebagai agen
pengemulsi dengan konsentrasi 2-4% (Rowe, 2009).

Gambar 2.11 Struktur Trietanolamin


[Sumber : Rowe dkk., 2009]

2.4.5.8 Aquades

Aquadest merupakan air murni yang diperoleh melalui satu tahap


penyulingan. Air murni merupakan air yang bebas dari kotoran dan mikroba jika
dibandingkan dengan air biasa (Ansel, 1989). Bahan ini memiliki karakteristik tidak
berwarna maupun berbau.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


17

2.4.6 Stabilitas Sediaan Krim

Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya terutama
disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena penambahan
salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat
pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya dapat
dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok. Krim yang sudah diencerkan harus
digunakan dalam waktu satu bulan (Budiasih, 2008).

Ketidaktabilan dalam emulsi dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Flokulasi
Flokulasi merupakan asosiasi dari partikel-partikel dalam emulsi untuk
membentuk agregat yang lebih besar, yang mana dapat diredispersi dengan
pengocokan. Reversibilitas flokulasi ini tergantung pada kekuatan interaksi
antar droplet dan rasio volume fase (Siepmann, 2002).
b. Creaming
Creaming merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan,
dimana masing-masing lapis mengandung fase dispersi yang berbeda
(Anief, 1987). Creaming terjadi ketika droplet-droplet terdispersi atau
flokul-flokul terpisah dari medium pendispersi di bawah pengaruh gaya
gravitasi (Siepmann, 2002). Creaming dapat diminimalisir dengan
memperkecil ukuran droplet, menyamakan berat jenis dari kedua fase, dan
menambah viskositas dari fase kontinyu (Martin dkk., 1983).
c. Koalesen (breaking)
Koalesen terjadi ketika penghalang (barrier) mekanik atau listrik tidak
cukup untuk mencegah pembentukan droplet yang lebih besar yang dapat
memicu pemisahan sempurna (breaking). Koalesen dapat dihindari dengan
pembentukan lapisan antarmuka yang mengandung makromolekul atau
partikulat-partikulat padat (Siepmann, 2002).
d. Pecahnya emulsi (cracking)
Cracking atau pecahnya emulsi yang bersifat tidak dapat kembali (Anief,
1987). Hal ini dikarenakan lapisan pelindung disekitar bulatan-bulatan fase
terdispersi tidak ada lagi (Ansel, 2005).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


18

2.5 Kulit

2.5.1 Anatomi Dan Fisiologi Kulit

Kulit adalah bagian yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi
utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Luas
kulit pada manusia rata-rata ± 2 meter persegi. Kulit terbagi atas dua lapisan
utama, yaitu epidermis (kulit ari) sebagai lapisan yang paling luar dan dermis
(korium, kutis, kulit jangat). Sedangkan subkutis atau jaringan lemak terletak
dibawah dermis (Tranggono, 2007).

Kulit terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis
yang merupakan lapisan epitel dan lapisan dalam yaitu dermis yang merupakan
suatu lapisan jaringan ikat. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang
paling atas sampai yang terdalam) yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum dan stratum basale (stratum Germinatum)
(Perdanakusuma, 2007).

Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan, dermis
terutama terdiri dari serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut kolagen menebal
dan sintesa kolagen akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan
serabut elastin terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia
meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen akan
saling bersilang dalam jumlah yang besar dan serabut elastin akan berkurang
mengakibatkan kulit terjadi kehilangan kelenturanannya dan tampak berkeriput
(Perdanakusuma, 2007).

Lapisan subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri dari


lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara
longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai
darah ke dermis untuk regenerasi (Perdanakusuma, 2007).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


19

Sama dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga melakukan
respirasi dengan menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Namun,
respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih banyak menyerap oksigen yang diambil
dari aliran darah, dan hanya sebagian kecil yang diambil langsung dari lingkungan
luar (udara). Begitu pula dengan karbondioksida yang dikeluarkan, lebih banyak
melalui aliran darah dibandingkan dengan yang diembuskan langsung ke udara.
Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari yang dilakukan
oleh paru-paru, dan kulit hanya membutuhkan 7 persen dari kebutuhan oksigen
tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen untuk dermis), pernapasan kulit tetap
merupakan proses fisiologis kulit yang penting (Tranggono, 2007).

Gambar 2.12 Bagian Kulit


[Sumber : Perdanakusuma, 2007]

2.5.2 Penetrasi Sediaan Topikal Melalui Kulit

Penetrasi transepidermal dapat secara interseluler dan intraseluler. Penetrasi


interseluler merupakan jalur yang dominan, zat aktif akan menembus stratum
korneum melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit.
Difusi dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari stratum korneum. Setelah
berhasil menembus stratum korneum obat akan menembus lapisan epidermis sehat
di bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler (Milani, 2003).

Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui difusi obat menembus dinding


stratum korneum sel korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein
startum korneum, kemudian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah
sampai pada kapiler di bawah stratum basal epidermis dan berdifusi ke kapiler
(Milani, 2003).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


20

Analisis penetrasi secara folikular muncul setelah percobaan in vivo.


Percobaan tersebut memperlihatkan bahwa molekul kecil dapat berpenetrasi tidak
hanya melewati sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute folikular. Obat berdifusi
melalui celah folikel rambut dan juga kelenjar sebasea untuk kemudian berdifusi ke
kapiler (Schaefer, 2008).

Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena
komponen minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan
kulit dan mampu menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang
disukai secara kosmetik karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas
permukaan kulit. Krim O/W memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O,
sementara daya emolien W/O lebih besar dari O/W (Sharma, 2008).

2.6 Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan suatu atom atau gugus atom yang memiliki satu
atau lebih elektron yang tidak berpasangan, bersifat sangat reaktif dan mempunyai
energi yang tinggi. Simbol dari suatu radikal bebas adalah sebuah titik yang
menggambarkan elektron yang tidak berpasangan (Fessenden, 1986).

Radikal bebas dalam tubuh bersifat sangat reaktif dan akan berinteraksi
secara destruktif melalui reaksi oksidasi dengan bagian tubuh maupun sel-sel
tertentu yang tersusun atas lemak, protein, karbohidrat, DNA, dan RNA sehingga
memicu berbagai penyakit seperti jantung koroner, penuaan dini dan kanker. Oleh
sebab itu dibutuhkan antioksidan untuk mengatasi radikal bebas (Reynertson,
2007).

Radikal bebas dapat timbul melalui dua mekanisme utama yaitu,


penimbunan energi (ionisasi air oleh radiasi, elektron terlepas dan terjadi radikal
bebas), dan interaksi antara oksigen (substansi lain dan elektron bebas dengan
reaksi oksidasi-reduksi). Dalam hal ini akan terbentuk radikal superoksid
(Underwood, 1994).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


21

2.7 Antioksidan

2.7.1 Definisi

Antioksidan atau senyawa penangkap radikal bebas merupakan zat yang


dapat menetralkan radikal bebas, atau suatu bahan yang berfungsi mencegah sistem
biologi tubuh dari efek yang merugikan yang timbul dari proses ataupun reaksi yang
menyebabkan oksidasi yang berlebihan. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa
senyawa antioksidan mengurangi resiko terhadap penyakit kronis seperti kanker
dan penyakit jantung koroner (Prakash, 2001).

Antioksidan dapat menetralisasi kerusakan yang disebabkan oleh radikal


bebas. Beberapa antioksidan endogen (seperti enzim superoxide-dismutase dan
katalase) yang dihasilkan oleh tubuh, sedangkan yang lain seperti vitamin A, C, dan
E merupakan antioksidan eksogen yang harus didapat dari luar tubuh seperti buah-
buahan dan sayur-sayuran (Iorio, 2007).

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa


ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya
reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga
merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat
radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan
dihambat (Winarsi, 2011).

Antioksidan juga dapat menghambat spesies oksigen reaktif/spesies


nitrogen reaktif (ROS/RNS) dan radikal bebas sehingga antioksidan dapat
mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti
karsinogenesis, kardiovaskuler dan penuaan (Halliwell, 2004).

2.7.2 Penggolongan Antioksidan

Untuk memenuhi kebutuhan antioksidan, terdapat penggolongan


antioksidan. Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin.
Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation
peroksidase. Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan
enzim. Antioksidan vitamin mencakup a-tokoferol (vitamin E), B-karoten dan asam
askorbat (vitamin C) (Sofia, 2006).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


22

Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi menjadi dua macam yaitu


antioksidan alami dan sintetik. Antioksidan alami merupakan jenis antioksidan
yang berasal dari tumbuhan dan hewan (Purwaningsih, 2012). Antioksidan alami
yang berasal dari tumbuhan adalah senyawa fenolik berupa golongan flavonoid,
turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam organik polifungsional.
Antioksidan alami merupakan senyawa antioksidan yang terdapat secara alami
dalam tubuh sebagai mekanisme pertahanan tubuh normal maupun berasal dari
asupan luar tubuh (Tristantini, 2016).

Antioksidan sintetik merupakan senyawa yang disintesis secara kimia.


Seperti buthylatedhydroxytoluene (BHT), buthylated hidroksianisol (BHA) dan
tersbutylhydroquinone (TBHQ) secara efektif dapat menghambat oksidasi (Lie
dkk., 2012).

Menurut Karyadi (1997), antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya


dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu :

a. Antioksidan Primer
Antioksidan ini mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru.
Senyawa ini mengubah radikal bebas menjadi molekul yang berkurang dampak
negatifnya sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi, misalnya adalah SOD
(superoksid dismutase).
b. Antioksidan Sekunder
Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya
reaksi berantai. Misalnya : Vitamin C dan Vitamin E.
c. Antioksidan Tersier
Antioksidan ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang
disebabkan radikal bebas. Misalnya enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel
yaitu metionin reduktase, yang dapat mencegah penyakit kanker.

2.7.3 Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH

Salah satu cara untuk mengukur aktivitas antioksidan dapat dilakukan


dengan menggunakan metode 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazil (DPPH). DPPH
merupakan senyawa radikal bebas yang stabil. Metode peredaman radikal bebas

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


23

DPPH didasarkan pada reduksi dari larutan metanol radikal bebas DPPH yang
berwarna oleh penghambat radikal bebas (Lupea, 2006).

Prinsip metode uji antioksidan DPPH didasarkan pada reaksi penangkapan


atom hidrogen oleh DPPH (reduksi DPPH) dari senyawa antioksidan. Reagen
DPPH berperan sebagai radikal bebas yang diredam oleh senyawa antioksidan yang
terkandung dalam sampel. Selanjutnya DPPH akan tereduksi menjadi senyawa
diphenyl picryl hydrazine (DPPH-H). Reduksi DPPH menjadi DPPH-menyebabkan
perubahan warna pada reagen DPPH, dari ungu menjadi kuning (Lupea, 2006).

Metode DPPH adalah yang metode paling sering dilaporkan digunakan


untuk skrining aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman obat. Metode peredaman
radikal bebas DPPH didasarkan pada reduksi dari radikal bebas DPPH yang
berwarna oleh penghambat radikal bebas. Prosedur ini melibatkan pengukuran
penurunan serapan DPPH pada panjang gelombang maksimalnya, yang sebanding
terhadap konsentrasi penghambat radikal bebas yang ditambahkan ke larutan
reagen DPPH. Aktivitas tersebut dinyatakan sebagai konsentrasi efektif (effective
concentration), EC50 atau (inhibitory concentration) IC50 (Shivaprasad, 2005).

Nilai IC50 (Inhibition Concentration) adalah konsentrasi antioksidan


(μg/mL) yang mampu menghambat 50% aktivitas radikal bebas. Suatu sampel
dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 μg/mL, kuat
untuk IC50 bernilai 50-100 μg/mL, sedang jika IC50 bernilai 101-150 μg/mL, dan
lemah jika IC50 bernilai 151-200 μg/mL (Mardawati, 2008). Nilai IC50 diperoleh
dari perpotongan garis antara daya hambatan dan sumbu konsentrasi, kemudian
dimasukkan ke dalam persamaan y = a + bx, dimana y = 50 dan x menunjukkan
IC50 (Hanani, 2005). Harga IC50 dihitung dari kurva regresi linier antara %
penghambatan serapan dengan berbagai konsentrasi (larutan uji). Pengukuran IC50
dilakukan dengan menggunakan rumus :

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


24

2.8 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah instrumen teknik analisis spektroskopik


yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380
nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Sastrohamidjojo, 2001).

Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer


menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditranmisikan atau yang
diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu,
monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat
untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun
pembanding (Khopkar, 1990).

Mekanisme kerja dari spektrofotometer UV-Vis yang mana sinar dari


sumber sinar adalah sinar polikromatis maka dilewatkan terlebih dahulu melalui
monokromator, kemudian sinar monokromatis dilewatkan melalui kuvet yang
berisi contoh maka akan menghasilkan sinar yang ditransmisikan dan diterima oleh
detektor untuk diubah menjadi energi listrik ang kekuatannya dapat diamati oleh
alat pembaca (satuan yang dihasilkan adalah absorban atau transmitan)
(Sastrohamidjojo, 2001).

2.9 GCMS (Gas Chromatographic-Mass Spectrometry)

GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik dan senyawa volatil


yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC)
untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS)
untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit. Kromatografi gas ini juga
mirip dengan distilasi fraksional, karena kedua proses memisahkan komponen dari
campuran terutama berdasarkan pada perbedaan titik didih (atau tekanan uap).
Namun, distilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


25

komponen dari campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat digunakan pada
skala yang lebih kecil (mikro) (Pavia, 2006).

Saat GC dikombinasikan dengan MS, akan didapatkan sebuah metode


analisis yang sangat bagus. Peneliti dapat menganalisis larutan organik,
memasukkannya ke dalam instrumen, memisahkannya menjadi komponen tinggal
dan langsung mengidentifikasi larutan tersebut. Selanjutnya, peneliti dapat
menghitung analisa kuantitatif dari masing-masing komponen. Sumbu z
menyatakan kelimpahan senyawa, sumbu x menyatakan spektrum kromatografi,
dan sumbu y menyatakan spektrum spektroskopi massa. Untuk menghitung
masing-masing metode dapat divisualisasikan ke dalam grafik dua dimensi (Pavia,
2006).

Keadaan sampel pada analisa GCMS harus dalam keadaan larutan untuk
diijeksikan ke dalam kromatografi. Pelarut harus bersifat volatil dan organik
(sebagai contoh heksana atau diklorometana). Jumlah sampel bergantung pada
metode ionisasi yang dilakukan, biasanya yang sering digunakan untuk analisis
sensivitas adalah sebesar 1 – 100 pg per komponen. Prinsip kerja dari suatu GCMS
yaitu sampel yang diinjeksikan ke dalam Kromatografi Gas akan diubah menjadi
fasa uap dan dialirkan melewati kolom kapiler dengan bantuan gas pembawa.
Pemisahan senyawa campuran menjadi senyawa tunggal terjadi berdasarkan
perbedaan sifat kimia dan waktu yang diperlukan bersifat spesifik untuk masing-
masing senyawa. Pendeteksian berlangsung di dalam Spektroskopi Massa dengan
mekanisme penembakan senyawa oleh elektron menjadi molekul terionisasi dan
pencatatan pola fragmentasi yang terbentuk dibandingkan dengan pola fragmentasi
senyawa standard yang diindikasikan dengan prosentase Similarity Index (SI)
(Pavia, 2006).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian II, Laboratorium


Penelitian I, Analisis Obat Makanan Halal Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian
dimulai pada bulan Januari sampai Juni 2018.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan adalah gelas ukur, beaker glass, cawan penguap,
timbangan analitik (KERN ABJ-NM/ABS-N), hot plate stirrer (IKA® RH Digital),
magnetic stirrer, termometer, homogenizer, viscometer HAAKE 6R, pH meter
digital (Horiba F-52, jepang) , sentrifugator, refrigerator, tabung sentrifugasi,
mikropipet (Rainin), spatula, batang pengaduk, spektrofotometer UV-Vis (Hitachi
U-2910), GCMS .

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah minyak atsiri kulit jeruk manis (Citrus
aurantium dulcis), asam stearat, gliserin, setil alkohol, metil paraben, propil
paraben, stearil alkohol, TEA, metanol p.a, metanol HPLC, aquades, vitamin C,
DPPH (2-2-diphenyl-1-picrylhydrazyl).

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Penyiapan Bahan Uji

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri kulit
jeruk manis (Citrus aurantium Dulcis) yang diperoleh dari CV.Equipment
Pharmacy di Semarang. Dibeli sebanyak 700 mL pada tanggal 2 Desember 2017.
Minyak atsiri kulit jeruk manis (Citrus aurantium Dulcis) yang dibeli memiliki
certificate of analysis (COA). Pada COA minyak atsiri tersebut terdapat data
karakterisasi yang meliputi :

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


27

Organoleptis : Cairan berminyak, bewarna kuning sampai orange, berbau


khas buah jeruk
Berat jenis : 0,842 - 0,850
Rotasi optik : 97,7 0
Uji % aldehid : 1,15
3.3.2 Penentuan Komponen Kimia Dalam Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Minyak atsiri jeruk manis dilarutkan dengan metanol, kemudian minyak


atsiri di analisa dengan menggunakan Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa, gas
pembawanya adalah helium dengan kecepatan aliran gas 1 mL/menit, dengan
tekanan kolom 1,1 psi. Suhu kolom di program dari 60o C sampai 250o C selama 50
menit dan volume yang diinjeksikan sebesar 1 µL (Cholke, 2017).

3.3.3 Penentuan Komponen Kimia Dalam Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis

Sebanyak 0,5 g krim dilarutkan dalam 5 mL metanol pa. kemudian krim


yang telah dilarutkan disaring menggunakan kertas saring hingga hasil saringan
yang didapatkan menjadi jernih. Pengerjaan penyaringan dilakukan duplo.

3.3.4 Formulasi Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Tabel 3.1 : Formula Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis (telah dilakukan
optimasi)
Konsentrasi (dalam %)
Bahan
F1 F2 F3
Asam stearat 10 12 14
Minyak atsiri 1 1 1
Setil alcohol 1 1 1
Propil paraben 0,05 0,05 0,05
Stearil alcohol 1 1 1
Metil paraben 0,1 0,1 0,1
Gliserin 10 10 10
TEA 1 2 3
Aquadest Qs qs qs
Keterangan : F1 = Formula 1 ; F2 = Formula 2 ; F3 = Formula 3
[Sumber : Yadav, dkk., 2014 ; Rahayu dan Naimah, 2010 dengan modifikasi]

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


28

3.3.5 Proses Pembuatan Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Proses pembuatan krim diawali dengan penimbangan bahan-bahan, bahan


yang digunakan untuk pembuatan sediaan krim terdiri dari fasa air dan fasa minyak.
Bahan yang termasuk fasa air yaitu gliserin, metil paraben, TEA, dan aquades
dipanaskan diatas penangas air pada suhu 65oC – 70oC. Bahan yang termasuk fasa
minyak yatu asam stearat, setil alkohol, stearil alkohol, dan propil paraben
dileburkan pada suhu 65oC – 70oC sambil diaduk menggunakan hot plate magnetic
stirrer dengan kecepatan 200 rpm. Kemudian, fasa minyak ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam fasa air dengan proses pengadukan dengan homogenizer
kecepatan 200 rpm selama 15 menit agar tidak terbentuk gelembung-gelembung
udara, lalu jika kedua fasa sudah tercampur baik, dinaikkan menjadi 800 rpm
selama 10 menit agar terbentuk basis krim. Setelah terbentuk basis krim
dimasukkan zat aktif (minyak atsiri kulit jeruk manis) selama 5 menit dan dicampur
sampai homogen. Krim yang terbentuk kemudian dipindahkan ke dalam wadah
penyimpanan (Yadav, dkk., 2014 ; Rahmawati, 2010).

3.3.6 Pengujian Evaluasi Fisik Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Evaluasi sediaan minyak atsiri dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari


sediaan krim yang telah dibuat. Evaluasi ini meliputi pengamatan krim minyak
atsiri jeruk manis yang telah dibuat, pada setiap minggu selama 21 hari (Sharon,
dkk., 2013).

3.3.6.1 Uji Organoleptis

Uji organoleptis dilakukan secara visual, komponen yang di evaluasi


meliputi bau, warna, bentuk, dan tekstur sediaan krim (Azkiya, dkk., 2013).

3.3.6.2 Uji Homogenitas Fisik

Sejumlah krim yang akan diamati dioleskan pada kaca objek yang bersih
dan kering sehingga membentuk suatu lapisan yang tipis, kemudian ditutup dengan
kaca preparat (cover glass). Krim dinyatakan homogen apabila pada pengamatan
menggunakan mikroskop, krim mempunyai tekstur yang tampak rata dan tidak
menggumpal (Khopkar, 1990).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


29

3.3.6.3 Uji pH

Diambil krim secukupnya dan diukur pH nya menggnakan pH meter digital


yang sudah dikalibrasi menggunakan larutan dapar standar. (Prasad, dkk., 2014).

3.3.6.4 Uji Viskositas dan Rheologi

Pengukuran viskositas dan rheologi untuk sediaan krim dilakukan


menggunakan viskometer HAAKE 6R dan spindel nomor 7 dengan kecepatan
bervariasi yaitu 2 rpm, 4 rpm, 10 rpm, dan 20 rpm kemudian dibalik menjadi 20
rpm, 10 rpm, 4 rpm, dan 2 rpm. Sifat alir diperoleh dengan membuat kurva
rheogram antara tegangan geser dan laju geser. Pengukuran dilakukan tiap minggu
selama 21 hari (Dewi dkk, 2014).

3.3.6.5 Uji Stabilitas Mekanik Dengan Metode Sentrifugasi

Krim dimasukkan ke dalam tube sentrifugasi, kemudian di sentrifugasi


dengan kekuatan 5000 rpm selama 30 menit. Pengujian ini dilakukan untuk melihat
adanya pemisahan fase atau tidak (Buang, dkk., 2014).

3.3.6.6 Uji Cycling

Sediaan disimpan pada suhu 4ºC selama 24 jam dan dilanjutkan dengan
menyimpan sediaan pada suhu 40ºC selama 24 jam. Pengujian dilakukan sebanyak
6 siklus dan diamati terjadinya perubahan fisik dari sediaan pada awal dan akhir
pengujian yang meliputi organoleptik, homogenitas, dan pH (Dewi, 2014).

3.3.6.7 Penentuan Tipe Krim

Penentuan tipe krim dilakukan dengan teknik pewarnaan. Tiga tetes metilen
blue diteteskan dalam 3 tetes krim, kemudian diamati dengan mikroskop. Jika
emulsi berwarna seragam maka krim yang diuji berjenis m/a. (Ansel, 1989).

3.3.6.8 Uji Pengukuran Globul

Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik, dimana


krim diletakkan pada kaca objek dan ditutup dengan kaca penutup. Pengamatan ini
dilakukan pada pembesaran tertentu dan pengukuran distribusi ukuran partikel
(Kurniati, 2011).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


30

3.3.7 Pembuatan Larutan Uji Aktivitas Antioksidan

3.3.7.1 Pembuatan larutan DPPH 0,4 mM

Serbuk DPPH dengan berat molekul 394,32 g/mol ditimbang 4 mg, lalu
dilarutkan dengan sedikit metanol p.a kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
25mL, dan dicukupkan volumenya sampai tanda batas dengan metanol p.a
kemudian dihomogenkan dan larutan dijaga pada suhu rendah terlindung dari
cahaya (Djamal dan Wijiastuti, 2015).

3.3.7.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH 0,4 mM

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,4 mM yang telah dibuat, lalu dimasukkan


dalam labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan dengan metanol p.a sampai tanda batas,
kemudian dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 370C.
Kemudian, diukur serapannya pada panjang gelombang 400-600 nm menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.

3.3.7.3 Pembuatan larutan Blanko

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,4 mM dan dimasukkan dalam labu ukur 10


mL, lalu ditambahkan dengan metanol p.a sampai tanda batas, kemudian
dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 370C. Kemudian diukur
serapannya pada panjang gelomabang 516,2 nm (Rahmatika, 2017).

3.3.7.4 Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Sebanyak 25 mg minyak atsiri yang telah dilarutkan dengan metanol p.a di


dalam labu ukur 25 ml dibuat seri pengenceran dengan konsentrasi (40, 80, 160,
240,dan 320 μg/ml) lalu ditambahkan 1 ml larutan DPPH. Larutan uji dari masing-
masing konsentrasi didiamkan selama selama 30 menit pada suhu 370C di ruang
gelap dan diukur serapannya pada panjang gelombang 516,2 nm dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Vitamin C juga dianalisis sebagai kontrol
positif (Rahmatika, 2017).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


31

3.3.7.5 Pembuatan Larutan Uji Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Sebanyak 2,5 gram krim minyak atsiri kulit jeruk manis dilarutkan dengan
metanol p.a di dalam labu ukur 25 ml, lalu dibuat seri pengenceran dengan
konsentrasi (40, 80, 10, 240, dan 320 μg/ml) ke dalam labu ukur 10 ml, kemudian
ditabahkan 1 ml larutan DPPH ke dalam labu ukur tersebut, dicukupkan volumenya
sampai tanda batas dengan metanol p.a dan dihomogenkan, lalu didiamkan selama
30 menit pada suhu 370C pada ruang gelap dan diukur serapannya pada panjang
gelombang 516,2 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Rahmatika,
2017).

3.3.7.6 Pembuatan Larutan Uji Basis Krim

Sebanyak 2,5 gram basis krim ditimbang lalu dilarutkan dengan metanol p.a
dalam labu ukur 25 mL. Dibuat seri pengenceran dengan konsentrasi (40, 80, 160,
240 dan 320 μg/ml) dalam labu ukur 10 ml, kemudian ditabahkan 1 ml larutan
DPPH ke dalam labu ukur tersebut, dicukupkan volumenya sampai tanda batas
dengan metanol p.a dan dihomogenkan, lalu didiamkan selama 30 menit pada suhu
370C pada ruang gelap dan diukur serapannya pada panjang gelombang 516,2 nm
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Rahmatika, 2017).

3.3.7.7 Perhitungan nilai IC50

Nilai IC50 dihitung dari kurva regresi linier antara % penghambatan serapan
dengan berbagai konsentrasi (larutan uji). Pengukuran IC50 dilakukan dengan
menggunakan rumus (Boughendjioua, 2017):

% Inhibisi = 100 %

Ab = Nilai absorbansi blanko

As = Nilai absorbansi sampel

Konsentrasi sampel dan % inhibisi diplotkan masing-masing pada sumbu x


dan y untuk mendapatkan persamaan regresi linear. Persamaan tersebut digunakan
untuk mennentukan nilai IC50. Nilai IC50 merupakan konsentrasi efektif yang
dibutuhkan untuk mereduksi 50% dari total DPPH. Dihitung dengan menggunakan

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


32

persamaan regresi linear, konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan nilai 50 sebagai
sumbu y (Tristiantini dkk., 2013).

3.3.7.8 Perhitungan Nilai AAI (Antioxidant Activty Index)

Nilai AAI dapat ditentukan dengan cara konsentrasi DPPH yang digunakan
dalam uji (ppm) dibagi dengan nilai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai AAI < 0,5
menandakan aktivitas antioksidan lemah, AAI > 0,5-1 menandakan aktivitas
antioksidan sedang, AAI >1-2 menandakan aktivitas antioksidan kuat, dan AAI >2
menandakan aktivitas antioksidan sangat kuat (Scherer dan Godoy, 2009).

3.3.8 Analisa Data

Hasil yang diperoleh dari pengamatan stabilitas fisik krim minyak atsiri
berupa data deskriptif dan kuantitatif. Data deskriptif diperoleh dari pengamatan
organoleptis, homogenitas, tipe krim dan sentrifugasi. Data kuantitatif diperoleh
dari pengujian pH, viskositas, ukuran diameter globul rata-rata dan aktivitas
antioksidan krim minyak atsiri. Data kuantitatif dianalisis secara statistik
menggunanakan program pengolah data statistik SPSS yang meliputi uji
normalitas, uji homogenitas, dan uji parametrik (One-Way ANOVA dan Kruskal
Wallis ) (Andriani, 2016).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisa GCMS Kandungan Kimia Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis
Dan Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis

Pada analisa kandungan kimia minyak atsiri kulit jeruk manis dengan
GCMS terdeteksi beberapa kandungan kimia yaitu alpha-pinene, beta-myrcene,
octanal, limonen, beta-linalool, decanal, d-carvone, dan octanal 2-
phenylmethylene. Dari spektrum yang didapat pada minyak atsiri kulit jeruk manis
(Gambar 4.1) menunjukkan bahwa limonen merupakan puncak tertinggi pada
waktu retensi 4,722, hal ini juga sesuai literatur yang mana limonen berpotensi
sebagai antioksidan (Gursoy, 2010).

Pada sediaan krim minyak atsiri kulit jeruk manis yang telah dibuat yaitu
F1, F2, F3 dianalisa kandungan kimianya. Dari analisa GCMS ini menunjukkan
parameter kestabilan kimia yang dilihat dari pola kromatogram yang muncul dan
adanya limonen selama penyimpanan 21 hari. Pada hasil analisa GCMS pada hari
ke-1 krim F1 (Gambar 4.2), F2 (Gambar 4.3), dan F3 (Gambar 4.4) terdapat
limonen yang berfungsi sebagai antioksidan pada waktu retensi 4,68, lalu terdeteksi
juga pada retensi 11,78 yaitu octadecanoic acid (asam stearat), retensi 4,26 gliserin,
retensi 10,97 n-hexadecanoic acid, retensi 7,79 metil paraben, dan retensi 7,763
trolamin, yang mana kandungan-kandungan selain limonen yang terdeteksi pada
analisa GCMS tersebut adalah kandungan dari bahan-bahan formula krim.

Pada analisa kimia GCMS secara kualitatif di hari ke-21 ketiga formula
tersebut masih terdapat kandungan limonen. Pola komatogram limonen dan waktu
retensi yang muncul pada ketiga formula tidak banyak mengalami perubahan
dengan analisa kimia menggunakan GCMS pada hari ke-1. Hal ini menunjukan
bahwa limonen stabil selama 21 hari pada krim F1 (Gambar 4.2), F2 (Gambar 4.3),
dan F3 (Gambar 4.4) karena hasil analisa masih menunjukkan adanya limonen dan
tidak banyak perubahan dari pola kromatogram.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


34

Limonen

Gambar 4.1 Spektrum Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Limonen

Limonen

Gambar 4.2 (a) Spektrum F1 hari ke-1 (b) Spektrum F1 hari ke-21

Limonen

Limonen

Gambar 4.3 (a) Spektrum F2 hari ke-1 (b) Spektrum F2 hari ke-21

Limonen

Limonen

Gambar 4.4 (a) Spektrum F3 hari ke-1 (b) Spektrum F3 hari ke-21

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


35

Tabel 4.1 Hasil Analisa GCMS Kandungan Kimia Minyak Atsiri Jeruk Manis

No Waktu Retensi Komponen Quality


1 3,754 Alpha-pinene 96
2 4,273 Beta-Myrcene 96
3 4,387 Octanal 99
4 4,722 Limonen 99
5 5,302 Beta-linalool 95
6 6,193 Decanal 91
7 6,561 D-Carvone 95
8 9,800 Octanal, 2-phenylmethylene 99

Tabel 4.2 Hasil Analisa GCMS Kandungan Kimia Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis

Hari Krim Komponen Waktu Retensi Quality


Limonen 4,68 99
Gliserin 4,26 83
F1 Octadecanoic acid 11,78 11,78
N-hexadecanoic acid 10,97 94
Limonen 4,68 97
Gliserin 4,25 83
Hari ke-1 F2 Octadecanoic acid 11,75 95
N-hexadecanoic acid 10,88 94
Metil paraben 7.79 94
Limonen 4,68 99
Gliserin 4,41 92
F3 Octadecanoic acid 11,78 81
N-hexadecanoic acid 10,85 93
Metil paraben 7.79 94
Limonen 4,68 94
Gliserin 4,26 83
F1 N-hexadecanoic acid 10,97 94
Trolamin 7,76 91
Hari ke-21 Limonen 4,68 97
Gliserin 4,25 80
F2 Octadecanoic acid 11,78 95
N-hexadecanoic acid 10,88 94
Metil paraben 7.79 94
Limonen 4,68 97
F3 Gliserin 4,44 83
Octadecanoic acid 11,78 95
Metil paraben 7.79 95
Trolamin 7,76 91

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


36

4.2 Hasil Formulasi Sediaan Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Pada penelitian ini minyak atsiri kulit jeruk manis sebagai bahan baku utama
dalam pembuatan sediaan krim. Formulasi sediaan krim yang digunakan, diambil
dari formulasi penelitian yang telah dilakukan oleh Yadav dkk (2014) dan
Rahmawati (2010), dengan beberapa modifikasi diantaranya yaitu penggunaan
minyak atsiri kulit jeruk manis sebagai zat aktif, dan adanya perbandingan
konsentrasi antara asam stearat dengan trietanolamin yang digunakan dalam
formula krim. Pada formulasi krim ini fase minyak terdiri dari asam stearat yang
berfungsi sebagai emulgator, stearil alkohol sebagai thickening agent, setil alkohol
sebagai bahan pengeras, dan propil paraben sebagai pengawet pada fase minyak
krim. Fase air krim terdiri dari TEA yang berfungsi sebagai alkalizing agent,
gliserin sebagai humektan, metil paraben sebagai pengawet fase air, dan aquades
sebagai pelarut (Barel, 2001).

Krim minyak atsiri kulit jeruk manis dibuat dalam tiga formula dengan tipe
krim minyak dalam air (M/A), perbedaan dari ketiga formula tersebut terletak pada
konsentrasi asam stearat dan trietanolamin. Perbadingan asam stearat dan
tietanolamin yang digunakan pada formula krim yaitu krim F1 (10 % : 1 %), krim
F2 (12 % : 2 %), krim F3 (14% : 3%), pemilihan ketiga variasi tersebut digunakan
berdasarkan optimasi yang dilakukan untuk mendapatkan konsistensi dan stabilitas
krim yang baik.

Emulgator sangat penting dalam pembuatan sediaan krim untuk


menciptakan krim yang stabil, krim minyak atsiri jeruk manis ini menggunakan
kombinasi emulgator asam stearat dan trietanolamin (Rowe, dkk., 2009). Emulgator
asam stearat sebagai komponen pembentuk massa dan meningkatkan konsistensi
krim dan dipilihnya trietanolamin sebagai kombinasi emulgator dengan asam
stearat karena trietanolamin akan membentuk suatu emulsi M/A yang sangat stabil
apabila dikombinasikan dengan asam lemak bebas. Asam stearat adalah asam
lemak yang paling sesuai untuk dikombinasikan dengan trietanolamin karena asam
stearat tidak mengalami perubahan warna seperti halnya asam oleat (Jenkins, dkk.,
1957). Asam stearat bereaksi dengan trietanolamin menghasilkan suatu garam,
yaitu trietanolamin stearat dan akan dihasilkan butiran halus sehingga akan

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


37

menstabilkan tipe krim minyak dalam air (M/A) (Aulton, 2002). Selain itu, Asam
stearat akan meningkatkan konsistensi krim dan membuat krim tampak lebih kaku
sementara trietanolamin menurunkan konsistensi krim sehingga krim lebih encer
dan mudah dituang (Rowe, dkk., 2009).

Pada pembuatan krim minyak atsiri ini dilakukan dengan cara


mencampurkan kedua fase yaitu fase minyak dan fase air dengan pemanasan secara
terpisah pada suhu 65oC – 70oC sambil diaduk menggunakan hot plate magnetic
stirrer dengan kecepatan 200 rpm. Kemudian, fasa minyak ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam fasa air dengan proses pengadukan dengan homogenizer
kecepatan 200 rpm selama 15 menit agar tidak terbentuk gelembung-gelembung
udara, lalu jika kedua fasa sudah tercampur baik, dinaikkan menjadi 800 rpm
selama 10 menit agar terbentuk basis krim. Setelah terbentuk basis krim
dimasukkan zat aktif (minyak atsiri kulit jeruk manis) selama 5 menit dan dicampur
sampai homogen (Yadav, dkk., 2014 ; Rahmawati, 2010). Proses homogenisasi
merupakan proses penting karena pada proses ini terjadi emulsifikasi yang
bertujuan untuk memperkecil ukuran fase terdispersi agar terdispersi dengan baik
pada medium pendispersinya (Nabiela, 2013).

4.3 Hasil Evaluasi Fisik Sediaan Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

4.3.1 Hasil Pengamatan Organoleptis

Hasil pengamatan organoleptis krim minyak atsiri kulit jeruk manis (Tabel
4.3) pada hari ke-1 menunjukkan bahwa krim F1, F2, dan F3 memiliki karakteristik
yang sama, yaitu bewarna putih, berbau khas, dan memiliki tekstur yang lembut
serta tidak lengket ketika diaplikasikan ke kulit. Krim yang disukai oleh masyarakat
adalah krim yang bertekstur lembut dan tidak memberikan rasa lengket agar terasa
lebih nyaman untuk diaplikasikan ke kulit tubuh (Christina, 2009). Setelah
penyimpanan selama 21 hari dilakukan kembali pengamatan organoleptis setiap
minggunya pada ketiga formula tidak mengalami perubahan warna, bau, dan tekstur
setiap minggunya (Tabel 4.3). Hal ini menunjukkan kestabilan pada ketiga formula
krim minyak atsiri kulit jeruk manis.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


38

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis
Penyimpanan Warna Bau Tekstur
KRIM F1
Hari ke-1 Putih Khas Lembut dan tidak lengket
Hari ke-7 Putih Khas Lembut dan tidak lengket
Hari ke-14 Putih Khas Lembut dan tidak lengket
Hari ke-21 Putih Khas Lembut dan tidak lengket

KRIM F2
Hari ke-1 Putih Khas Lembut dan tidak lengket
Hari ke-7 Putih Khas Lembut dan tidak lengket
Hari ke-14 Putih Khas Lembut dan tidak lengket
Hari ke-21 Putih Khas Lembut dan tidak lengket

KRIM F3
Hari ke-1 Putih Khas Lembut dan tidak lengket
Hari ke-7 Putih Khas Lembut dan tidak lengket
Hari ke-14 Putih Khas Lembut dan tidak lengket
Hari ke-21 Putih Khas Lembut dan tidak lengket

4.3.2 Hasil Pengamatan Homogenitas Fisik

Homogenitas fisik bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya


bahan-bahan sediaan krim, seperti zat aktif, fase minyak dan fase air (Juwita, 2013).
Pengamatan homogenitas fisik krim pada F1, F2, dan F3 dilakukan selama 21 hari
tiap minggunya dan hasil pengamatan ketiga formula krim tersebut homogen
selama 21 hari (Tabel 4.4). Hal ini menunjukkan bahwa bahan-bahan dalam
pembuatan krim sudah tercampur dengan baik. Krim yang memenuhi syarat
homogenitas fisik yaitu tidak terlihat partikel kasar, yaitu jika dioleskan pada
sekeping kaca tidak adanya partikel dan pemisahan antara komponen penyusun
emulsi tersebut (Erungan, 2009).

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Homogenitas Fisik Krim Minyak Atsiri Jeruk

Homogenitas Fisik
Krim Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21
F1 + + + +
F2 + + + +
F3 + + + +
Keterangan : (+) homogen, (-) tidak homogen
4.3.3 Hasil Pengukuran pH Sediaan Krim

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


39

Pada hasil pengukuran pH pada F1, F2, dan F3 menunjukkan semakin tinggi
konsentrasi asam stearat yang digunakan pada formula maka pH sediaan akan
semakin turun karena banyaknya gugus asam pada asam stearat (Tabel 4.5). Hasil
pengukuran pH krim F1, F2, F3 setiap minggunya mengalami peningkatan pH
(Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran pH Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

pH
Krim Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21
F1 7,737 7,762 7,795 7,834
F2 7,668 7,672 7,687 7,779
F3 7,513 7,534 7,675 7,678

Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan dengan uji statistik


Kolmogorov Smirnov untuk mengetahui normalitas data. Uji Kolmogorov Smirnov
menghasilkan nilai signifikansi 0,200 (p > 0,05), maka diketahui bahwa populasi
data uji memenuhi persyaratan uji normalitas. Selanjutnya dilakukan uji Test of
Homogenity of Variance Levene untuk mengetahui populasi data yang diuji
mempunyai varian yang homogen atau tidak. Hasil tes ini menunjukkan data uji
memiliki varian yang homogen dengan nilai signifikansi 0,648 (p > 0,05) sehingga
dapat dilanjutkan dengan uji One-Way ANOVA. Hasil analisis dengan One-Way
ANOVA pH ketiga formula menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang bermakna
yaitu 0,002 (p < 0,05). Perbedaan yang bermakna menunjukkan bahwa terdapat
bahan yang dapat mempengaruhi pH dari setiap formula yaitu seperti asam stearat
dan TEA. Meskipun berbeda bermakna tetapi pH tiap formula masih dalam nilai
rentang, yang mana menurut SNI 16-4399-1996, pH sediaan krim yang ideal
sebaiknya sesuai dengan pH fisiologis kulit yaitu 4,5-8 (Djajadisastra, 2004).

4.3.4 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir

Pengukuran krim dengan viscometer HAAKE 6R dengan spindel R7 pada


kecepatan 2 rpm menunjukkan bahwa F3 menunjukkan viskositas yang lebih tinggi
daripada F1 dan F2 (Tabel 4.6), hal ini dikarenakan konsentrasi asam stearat pada
F3 lebih tinggi dibandingkan F1 dan F2. Asam lemak dalam formula ini adalah
asam stearat, sehingga semakin banyak jumlah asam stearat semakin banyak pula

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


40

kandungan asam lemak yang menyebabkan krim semakin kental dan tingginya nilai
viskositas (Fitriana, 2015). Hal ini juga terlihat pada konsistensi tiap formula, yang
mana formula 3 memiliki konsistensi yang paling tinggi dan kaku dikarenakan
terkandung asam stearat dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingan F1 dan
F2. Nilai viskositas krim F1, F2, dan F3 pada hari ke-1 berturut-turut sampai
penyimpana hari ke-21 mengalami peningkatan (Tabel 4.6). viskositas emulsi akan
meningkat seiring dengan umur emulsi tersebut kemudian relatif stabil (Lachman,
1994).

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Viskositas Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis

Viskositas (cPs)
Krim Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21
F1 31400 62025 68600 86900
F2 70500 125100 170550 186700
F3 328200 447900 463900 511850

Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov menunjukkan populasi


data uji memenuhi persyaratan uji normalitas yaitu pada nilai signifikansi 0,101 (p
> 0,05. Hasil uji Test of Homogenity of Variance Levene diperoleh nilai signifikansi
0,033 (p < 0,05) yang berarti populasi data uji memiliki varian yang tidak homogen
dan dapat dilanjutkan untuk uji Kruskall-Wallis Test. Hasil uji Kruskall-Wallis Test
menunjukkan bahwa perubahan nilai viskositas pada ketiga formula tidak berbeda
bermakna dengan nilai signifikansi 0,123 (p>0,05). Nilai viskositas yang
didapatkan (tabel 4.6) masih dalam nilai rentang yang mana viskositas sediaan krim
yaitu 30.000-700.000 cps (Buhse, 2003).

Hasil pengujian sifat alir menunjukkan bahwa ketiga sediaan krim memiliki
sifat alir tiksotropik dan tidak terjadi perubahan (Lampiran 12, halaman 69).
Berdasarkan literatur aliran tiksotropik merupakan sifat alir pada sediaan krim
karena memiliki konsistensi yang tinggi dalam wadah namun dapat dituang dan
mampu berpentrasi yang baik ke dalam kulit (Martin, 2008).

4.3.5 Hasil Uji Stabilitas Mekanik dengan Metode Sentrifugasi

Pengamatan uji mekanik atau uji sentrifugasi merupakan salah satu


indikator kestabilan fisik krim. Prinsip dari uji sentrifugasi adalah pemisahan

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


41

partikel berdasarkan berat partikel tersebut terhadap densitas menggunakan gaya


sentrifugal, semakin besar perbedaan rapat massa dari kedua cairan semakin mudah
dipisahkan dengan cara sentrifugasi (Agus, 2009). Sediaan yang stabil ditandai
dengan tidak terjadinya pemisahan fase, adanya pemisahan fase menyebabkan
umur simpan sediaan semakin cepat (Hadyanti, 2008).

Tabel 4.7 Pengamatan Uji Sentrifugasi Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis

Uji Sentrifugasi
Krim Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21
F1 - - - -
F2 - - - -
F3 - - - -
Keterangan : (+) terjadi pemisahan fase, (-) tidak terjadi pemisahan fase

Hasil pengamatan tiap minggu selama 21 hari dengan uji sentrifugasi 5000
rpm selama 30 menit ini menunjukkan bahwa ketiga formula sediaan krim tidak
mengalami pemisahan (Tabel 4.7), hal ini menunjukkan bahwa ketiga formula
tersebut stabil. Kecepatan sentrifugasi 5000 rpm selama 30 menit dianggap setara
dengan efek gaya gravitasi yang akan diterima krim dalam penyimpanan selama
satu tahun (Margisuci, 2015).

4.3.6 Hasil Pengujian Tipe Krim

Uji tipe krim dilakukan untuk mengetahui apakah krim yang dibuat tetap
pada tipe krim yang diharapkan atau tidak. Dari hasil pengamatan (Lampiran 14,
halaman 71) dengan mikroskop bahwa seiring dengan lamanya waktu penyimpanan
tipe emulsi krim F1, F2, F3 tidak berubah, yang mana bagian air akan bewarna biru
dikarenakan pewarna metilen blue yang diteteskan larut dalam air sedangkan
minyak tidak bewarna (Lachman, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa tipe emulsi
dari krim ketiga formula tetap minyak dalam air dan tidak mengalami perubahan.

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Tipe Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis
Uji Tipe Krim
Krim Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21
F1 M/A M/A M/A M/A
F2 M/A M/A M/A M/A
F3 M/A M/A M/A M/A

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


42

4.3.7 Hasil Uji Pengukuran Globul Krim

Pengukuran globul dilakukan menggunakan mikroskop optis dengan


perbesaran 40x. Diameter globul pada penyimpanan 21 hari setiap minggunya
cenderung mengalami penurunan (Tabel 4.9). Pada ketiga formula ukuran globul
masih dalam rentang ukuran diameter globul yang normal pada sediaan krim yaitu
menurut literatur sekitar 0,5-50 µm (Budiman, 2008).

Tabel 4.9 Hasil Uji Pengukuran Globul Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis
Ukuran Globul (µm)
Krim Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21
F1 3,897 3,105 2.514 2,322
F2 3,490 2,827 2,754 2,634
F3 2,894 2,889 2,595 2,583

Pada hasil penelitian ketiga formula tiap minggunya ukuran globul semakin
menurun, menurut literatur semakin kecil distribusi ukuran globul maka semakin
tinggi viskositasnya (Djadidisastra, 2004), hal ini juga terbukti pada viskositas
ketiga formula yang semakin lama penyimpanan semakin naik (Tabel 4.9). Ukuran
globul juga merupakan indikator utama untuk mengetahui terjadinya creaming dan
koalesensi pada krim, semakin kecil ukuran globul maka kestabilan krim semakin
baik (Ansel, 2011). Pada hasil statistik didapatkan data yang normal pada uji
normalitas dan distribusi data homogen lalu dilanjutkan dengan menggunakan uji
One Way Annova dan didapatkan nilai yang tidak berbeda bermakna yaitu 0,786 (P
> 0,05).

4.3.8 Hasil Cycling Test

Cycling test bertujuan untuk menguji kestabilan krim, uji ini dilakukan pada
interval waktu (siklus) dan suhu yang biasanya lebih ekstrim dari kondisi
penyimpanan normal (Djajadisastra, 2004). Pada uji ini dilakukan penyimpanan
krim di dalam lemari pendingin pada suhu 4oC selama 24 jam, lalu dipindahkan ke
dalam oven pada suhu 40oC selama 24 jam sebanyak 6 siklus (12 hari).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


43

Tabel 4.10 Hasil Cycling Test Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis
Sebelum Cycling Test
Krim Warna Bau Tekstur pH Sentrifuse
F1 Putih Khas Lembut, tidak lengket 7,737 -
F2 Putih Khas Lembut, tidak lengket 7,668 -
F3 Putih Khas Lembut, tidak lengket 7,513 -

Sesudah Cycling Test


Krim Warna Bau Tekstur pH Sentrifuse
F1 Putih Khas Lembut, tidak lengket 7,588 -
F2 Putih Khas Lembut, tidak lengket 7,422 -
F3 Putih Khas Lembut, tidak lengket 7,361 -

Berdasarkan (Tabel 4.10), pada evaluasi organoleptis yang meliputi warna,


bau, dan tekstur pada krim F1, F2, F3 tidak mengalami perubahan setelah
dilakukannya cycling test. Pada uji sentrifugasi F1, F2, F3 dengan kecepatan 5000
rpm selama 30 menit tidak terjadi pemisahan fase sebelum dilakukan cycling test,
begitupun pada hasil setelah dilakukannya cycling test (sebanyak 6 siklus) krim F1,
F2 dan F3 tidak mengalami pemisahan fase ketika dilakukan uji sentrifugasi, hal ini
menunjukkan bahwa krim F1, F2 dan F3 memiliki formula dengan kestabilan yang
baik.

Pada pengukuran pH menunjukkan adanya penurunan pH setelah dilakukan


cycling test, adanya penurunan dikarenakan penyimpanan dilakukan pada kondisi
suhu yang ekstrem yaitu suhu rendah dan suhu tinggi, akan tetapi penurunan pH
tidak terlalu jauh dan masih dalam rentang nilai pH normal yaitu pH sediaan masih
pada rentang pH yang diatur oleh SNI nomor 16-4399-1996 sebesar 4,5-8,0 untuk
sediaan topikal. Data pH yang diperoleh pada uji sbelum dan sesudah cycling test
kemudian kemudian dianalisis dengan uji statistik dianalisis dengan independent t-
test menghasilkan nilai 0,127 (p > 0,05) yang mana rerata pH setelah cycling test
dan sebelum cycling test tidak berbeda bermakna. Dari hasil analisa-analisa data
tersebut menunjukkan bahwa ketiga formula krim memiliki pH yang stabil.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


44

4.4 Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis
dan Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

4.4.1 Hasil pengujian Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Pengujian aktivitas antioksidan minyak atsiri dengan metode DPPH.


Metode DPPH dipilih karena mudah, cepat, peka, dan hanya memerlukan sedikit
sampel. Parameter yang digunakan untuk uji penangkapan radikal DPPH adalah
IC50 yaitu konsentrasi zat aktif atau sampel uji yang dibutuhkan untuk menangkap
radikal DPPH sebanyak 50% (Zou, 2004). Aktivitas antioksidan ditentukan dengan
metode DPPH yang memiliki prinsip penurunan intensitas absorbansi DPPH yang
sebanding dengan kenaikan konsentrasi senyawa antioksidan yang dinyatakan
dalam IC50 dan donasi atom hidrogen (H+) dari substansi yang diujikan kepada
radikal DPPH menjadi senyawa non radikal difenil pikril hidrazin yang ditunjukkan
oleh perubahan warna (Molyneux, 2004).

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan minyak


atsiri kulit jeruk manis sebagai zat aktif, krim minyak atsiri kulit jeruk manis yang
sudah diformulasikan sebagai sampel uji, kemudian dilakukan juga pada vitamin c
sebagai kontrol positif dan basis krim sebagai kontrol negatif. Setiap pengujian
dilakukan dengan berbagai konsentrasi. Sebelum dilakukannya pengukuran
aktivitas antioksidan, terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang
maksimum DPPH dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, panjang
gelombang maksimum yang didapat yaitu sebesar 516,2 nm, yang mana panjang
gelombang ini sebagai penentuan pengukuran absorbansi tiap uji aktivitas
antioksidan.

Berdasarkan hasil uji antioksidan pada minyak atsiri kulit jeruk manis
(lampiran 3, halaman 58) menunjukkan nilai IC50 sebesar 102,44 μg/mL
(AAI=1,56), yang mana aktivitas antioksidan minyak atsiri kulit jeruk manis
berdasarkan nilai IC50 yaitu tergolong sedang, sedangkan pada vitamin C (kontrol
positif) diperoleh nilai IC50 sebesar 2,75 μg/mL termasuk golongan aktivitas

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


45

antioksidan yang kuat dan aktivitas antioksidannya lebih tinggi dibandingkan


minyak atsiri kulit jeruk manis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan
sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 μg/mL, kuat jika nilai IC50 diantara 50-
100 μg/mL, sedang jika nilai IC50 diantara 100-150 μg /mL, dan lemah jika nilai
IC50 diantara 151-200 μg/mL. Semakin kecil nilai IC50 yang diperoleh, maka
semakin tinggi aktivitas antioksidan yang dimiliki (Molyneux, 2004).

Vitamin C merupakan senyawa pembanding yang paling sering digunakan


pada uji aktivitas antioksidan karena aktivitas antioksidannya yang sangat tinggi
(Lung, 2013). Vitamin C dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik
dengan atau tanpa katalisator enzim. Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif
lebih cepat dibandingkan dengan komponen lainnya (Suhartono, 2007).

Pada uji ini diketahui bahwa aktivitas antioksidan dari minyak atsiri kulit
jeruk manis berasal dari limonen, yang mana limonen diketahui berpotensi sebagai
antioksidan (Gursoy, 2010). Prinsip dari aktivitas antioksidan yang terjadi yaitu
adanya reaksi penangkapan atom hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal
bebas untuk mendapatkan pasangan elektron (Furqon, 2016).

4.4.2 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH
pada krim minyak atsiri kulit jeruk manis. Basis krim sebagai kontrol negatif dan
krim minyak atsiri kulit jeruk manis sebagai sampel uji dibuat masing-masing seri
konsentrasi yaitu 40; 80; 160; 240; 320 ppm lalu diukur dengan panjang gelombang
maksimum 516,2 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Berdasarkan uji aktivitas antioksidan yang dilakukan pada basis krim


(kontrol negatif) F1, F2, F3 diperoleh nilai IC50 beruturut-turut yaitu 277,49 μg/mL,
317,85 μg/mL, dan 342,88 μg/mL (Lampiran 5, halaman 60). Pada ketiga basis krim
tersebut menunjukkan tidak adanya aktivitas antioksidan karena nilai IC50 yang
diperoleh sudah lebih dari 200 μg/mL(Molyneux, 2004).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Selanjutnya, hasil aktivitas antioksidan krim minyak atsiri kulit jeruk manis
F1, F2, dan F3 hari ke-1 (Lampiran 8, halaman 63) diperoleh nilai IC50 berturut-
turut yaitu 117,88 μg/mL (AAI=1,35), 130,63 μg/mL (AAI=1,22) dan 136,01
μg/mL (AAI=1,17). Ketiga formula krim memiliki aktivitas antioksidan yang
sedang karena nilai IC50 diantara 100-150 μg/mL (Molyneux, 2004). Kemudian
krim F1, F2, F3 mengalami perubahan IC50 pada hari ke-21 dimana IC50 formula
krim berturut-turut adalah 125,31 μg/mL (AAI=1,27), 133,77 μg/mL (AAI=1,19)
dan 139,74 μg/mL (AAI=1,14) yang mana dilihat dari hasil IC50 aktivitas
antioksidan ketiga krim minyak atsiri kulit jeruk manis menurun tetapi masih
tergolong aktivitas antioksidan sedang (100-150 μg/mL) (Molyneux, 2004).

Grafik Nilai IC50


320 hari ke-1
300
280 hari ke-21
260
240
IC50

220
200
180
160
130,634 133,77 136,011 139,743
140 117,882 125,317
120
100
80
60
40
krim f1 krim f2 krim f3
Axis Title
Gambar 4.5 Grafik Aktivitas Antioksidan Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk
Manis Konsentrasi 40, 80, 160, 240, 320 μg/mL

Secara keseluruhan F3 memiliki nilai IC50 yang paling tinggi dan F1


memiliki IC50 yang paling rendah, yang mana aktivitas antioksidan F3 paling
rendah dibandingkan F1 dan F2. Hal ini dikarenakan konsentrasi asam stearat F3
lebih tinggi dibandingkan F1 dan F2. Kemampuan penghambatan radikal bebas
juga dipengaruhi oleh jumlah emulgator dalam sediaan. Semakin besar konsentrasi
emulgator yang digunakan dalam sediaan krim, aktivitas antioksidan mengalami
penurunan, disebabkan karena akan lebih banyak emulgator yang dilindungi
terhadap oksidasi oleh antioksidan zat aktif yang kemudian bereaksi dengan radikal

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


47

bebas DPPH dan menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas antioksidan


(Hamzah, 2014).

Pengukuran aktivitas antioksidan krim minyak atsiri kulit jeruk manis


secara keseluruhan menunjukkan bahwa nilai IC50 ketiga formula pada konsentrasi
40, 80, 160, 240 dan 320 μg/mL mengalami penurunan aktivitas antioksidan pada
hari ke 21, namun penurunan yang terjadi bukan penurunan yang bermakna
berdasarkan hasil independent t-test yaitu didapatkan nilai 0,523 (p > 0,05).

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Ketiga formula krim minyak atsiri jeruk manis F1 (TEA 1% : asam stearat
10%), F2 (TEA 2% : asam stearat 12%), dan F3 (TEA 3% : asam stearat
14%) memiliki kestabilan fisik yang baik tiap minggunya setelah
penyimpanan selama 21 hari.
2. Minyak atsiri jeruk manis memiliki aktivitas antioksidan sedang sebelum
diformulasikan menjadi krim dengan nilai IC50 sebesar 102,44 μg/mL.
ketika sudah difromulasikan menjadi krim, krim minyak atsiri F1, F2, dan
F3 memiliki aktivitas antioksidan sedang dengan nilai IC50 pada hari
pertama secara berturut turut 117,88 μg/mL (AAI = 1,35), 130,63 μg/mL
(AAI = 1,22), dan 136,01 μg/mL (AAI = 1,17) dan hari kedua puluh satu
secara berturut turut 125,31 μg/mL (AAI = 1,27), 133,77 μg/mL (AAI =
1,19), dan 139,74 μg/mL (AAI = 1,14), hasil tersebut menunjukan ketiga
formula krim memiliki aktivitas antioksidan sebagai antioksidan sedang.
3. Masih terdapat kandungan limonen pada krim selama 21 hari dengan analisa
GCMS
5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah

1. Perlu dilakukan uji kadar komponen limonen dalam krim minyak atsiri kulit
jeruk manis (Citrus aurantium Dulcis).
2. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut secara in-vivo untuk mengetahui
aktivitas antioksidan minyak atsiri kulit jeruk manis.
3. Perlu dilakukan uji aktivitas antibakteri pada minyak atsiri kulit jeruk manis.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


49

DAFTAR PUSTAKA

Aboudaou, Malek. 2018. Solvent Free Microwave Green Extraction Of Essential


Oil Sweet Orange. Algeria : University Mouloud.

Agus, Budiman. 2009. Metode Sentrifugasi untuk pemisahan biodiesel dalam


proses pencucian. Jurnal riset industry Vol. III. No.173-178.

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika. Bandung : ITB

Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Anief, Moh. 2010. Ilmu Meracik Obat. Cetakan Ke-15. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Penerbit
Universitas Indonesia: Jakarta.

Ansel, H., Allen, L., Popovich, N. 2011. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms
and Drug Delivery Systems, 9th Edition, pp 398. Lippincott Williams &
Wilkins, Baltimore

Anwar, E. 2012. Eksipien dalan Sediaan Farmasi. Karakterissasi dan Aplikasi.


PT. Dian Rakyat: Jakarta

Aryany. 2015. Syarat Sediaan Kosmetik. Media Farmasi. Vol XII

Barel, Howard. 2001. Handbook Of Cosmetic Science And Technology Informa


Healthcare : USA

Buang, A. Trisnawati., dan Hartadi. 2014. Formulasi dan Uji Stabilitas Krim
Antiaging Ekstrak Etanol Jamur Merang (Volvariella volvacea). Media
Farmasi. Vol. XII. No. 20.

Buhse. 2003. Viscosity Of Cream Pharmaceutical Science. USA

Boughendjioua. 2017. Chemical composition and biological activity of essential oil


of Mandarin (Citrus reticulate) cultivated in Algeria. Deaprtement of
natural science: Algeria

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan 1.
Jakarta.

Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


50

Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Kementrian Kesehatan RI.


Jakarta.

Dewi, Rosmala. 2014. Uji Stabilitas Fisik Formula Krim Ekstrak Kacang Kedelai.
Depok

Draelos, Z. D., danThaman, L. A. 2006. Cosmetic Formulation of Skin Care


Product. Taylor and Francis Group : New York. Hal: 377.

Djajadisastra, 2004. Cosmetic Stability. Departemen Farmasi Fakultas matematika


dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok.

Djamil R., dan Wijiastuti E. 2015. Penapisan Fitokimia, Uji Aktivitas Ekstrak
Metanol Herba Seledri, Batang Daun Ashitaba dan Daun Petroseli
(Apiaceae). Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

El-Sayed, Walaa, Tahany G. M. Mohammad. 2014. Preparation and


Characterization of Alternative Oil-in-Water Emulsion Formulation of
Deltamethrin. Ameican journa of Experimental Agriculture 4(4): 405-414

Erungan. 2009. Pembuatan Skin Lotion. Teknologi Hasil Perikanan Indonesia

Fitriana. 2015. Optimasi Formula Krim Antibakteri Buah Manggis Menggunakan


Asam Stearat. Jakarta

Frassinetti, S. 2011. Antioxidant Activity of citrus spp. London


Guenther. 1987. Minyak Atsiri. Diterjemahkan oleh R.S. Ketaren dan R. Mulyono.
Jakarta, UI Press.

Gursoy, Nevcihan. 2010. Evaluation Of The Chemical Composition And


Antioxidant Activity Of Peel Oil. Turkey.

Hadyanti.2008.Pengaruh Tretinoin Terhadap Penetrasi Kafein dan Aminofilin


Sebagai Antiselulit Dalam Sediaan, Krim, Gel, dan Salep Secara In Vitro.
Universitas Indonesia. Depok

Hausen B. 2007. Citrus sinensis Allergiepflanzen, Pflanzenallergene, ecomed


Verlagsgesell.Landsberg.

Hamzah, Nursalam. 2014. Pengaruh Emulgator Terhadap Aktivitas Antioksidan


Krim Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella. Makasssar

Hanani, E., Mun’im, A. & Sekarini, R. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan


Dalam Spons Callyspongia sp Dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol. II, No.3

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. ITB : Bandung

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Hardiyanto. 2004. Kekerabatan Genetik Spesies Jeruk. Malang : Balai Tanaman


Jeruk

Indah, Supriyanto. 2013. Keajaiban Kulit Buah. Jakarta : Penebar Swadaya


Jenkins, G.L., Grande, D.E., Brecht, E.A., Sperandio, B.J., 1957. Scoville's the Art
of Compounding. 9th Edition. The Blakiston Division, McGraw Hill., New
York

Kamal. 2013. Penentuan Kadar Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis. Sumedang :
Universitas Padjajaran

Khopkar, S.. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. Universitas Indonesia

Kusuma. 2013. Pengaruh Pasteurisasi Terhadap Kualitas Jus Jeruk Pacitan.


Widya Teknik Vol. 6 (2): 142 – 143

Kurniati, Novi. 2011. Uji Stabilitas Fisik Dan Aktivitas Antioksidan Formula Krim
Mengandung Ekstrak Kulit Buah Delima. Skripsi Program Studi Farmasi
Universitas Indonesia: Depok

Lachman, L, Lieberman, H, A, dkk. 1994. Teoridan Praktek Farmasi Industri, Edisi


III. Penerbit Universitas Indonesia, UI – Press :Jakarta

Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek Industri
Farmasi Edisi III, 1119-1120, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Lung. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Vitamim A,C, E Dengan Metode DPPH.
Bandung

Margisuci. 2015. Formulasi Dan Uji Stabilitas Sediaan Krim Biji Lengkeng Dengan
Kombinasi Emulgator Sintetik. Yogyakarta

Martin, Alfred. 2008. Farmasi Fisika II . UI Press : Jakarta

Mishra, A.K. 2010. Formulation And Evaluation Of Antioxidant Suncreen Herbal


Oil. International Journal Of Biomedical Research.

Mita, Nur. 2015. Formulasi Krim Antioksidan Dari Buah Kakao.


Kalimantan:Universitas Mulawarman

Molyneoux, Philip. 2004. DPPH for estimating antioxidant activity. United


Kingdom

Musfiroh, E., dan Syarief S. H. 2012. Uji Aktivitas Peredaman Radikal Bebas
Nanopartikel Emas dengan Berbagai Konsentrasi sebagai Material
Antiaging dalam Kosmetik.UNESA Journal of Chemistry Vol. 1(2). : 18-25.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Prakash, A., Rigelhof, F., dan Miller, E.2001. Antioxidant Activity. Medallion
Laboratories Analytical Progress, Vol 19 (2).

Rahmawati, Dewi. 2010. Formulasi Krim Minyak Atsiri Rimpang Temu Giring.
Surakarta

Rahayu, Pudji. 2010. Pembuatan formulasi krim anti nyamuk dari fraksi minyak
sereh. Jakarta timur : Kementrian Perindustrian RI

Rahmatika, Amelia. 2017. Formulasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim
Ekstrak Etanol 70 % Daun Ashitaba (Angelica Keiskei) Dengan Setil
Alkohol Sebagai Stiffening Agent. Skripsi Program Studi Farmasi Uin Syarif
Hidayatullah : Jakarta

Rahmawanty, Dina. 2015. Formulasi dan Evaluasi Masker Wajah Peel-Off


Mengandung Kuersetin Dengan Variasi Konsentrasi Gelatin dan
Gliserin."Media Farmasi. 12 (1): 17-32.

Renita, Debora. 2015. Uji Daya Terima Selai Kulit Jeruk Manis. Sumatera Utara
Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.

Setiawati. 2014. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Setil Alkohol Sebagai


Pengental Terhadap Stabilitas Fisik Krim. Fakultas Farmasi, Universitas
Muhamadiyah : Jakarta.

Sharon, N., Anam, S., dan Yuliet,.2013. Formulasi Krim Antioksidan Ekstrak
Etanol Bawang Hutan (Eleutherine palmifolia L., Merr). Jurnal of Natural
Science Fakultas Farmasi MIPA, Universitas Tadulako. ,Vol 2 (3) :111-122

Scherer, R., dan Godoy, H.T. 2009.Antioxidant Activity Index (AAI) By The 2,2
Diphenyl-1-Picrylhydrazyl Method. Food Chem. 112, 654-658.

Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta.

Tranggono. 2007, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik, PT. Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta; Hal. 11, 90-93, 167.

Tristantini, D., Alifah I., Bhayangkara T.P., dan Jason G.J. 2016. Pengujian
Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH pada Daun Tanjung
(Mimusops elengi L).Program Studi Teknik Kimia dan Teknologi
Bioproses. Universitas Indonesia, Depok : Jawa Barat. ISSN 1693-4393.

Widodo, H. 2013. Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker. D-Medika : Yogyakarta

Winarsi H. 2011. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas.Kanisius : Yogyakarta.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


53

Yadav, Prasssad. 2014. Novel Approach for Development and Characterization of


Effective Mosquito Repellent Cream Formulation Containing Citronella
Oil. India : Herbal medicinal Product Departement.

Zou Y., Lu Y., Wei D. 2004. Antioxidant Activity of Flavonoid Rich Extratc of
Hypericum perforatum L In Vitro. J Agric Food Chem : China

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


54

LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur Penelitian

Analisa kandungan
Minyak Atsiri Kulit Jeruk
minyak atsiri dengan
Manis
GCMS

Penentuan panjang Pembuatan sediaan krim


gelombang DPPH minyak atsiri kulit jeruk
manis dengan perbandingan

konsentrasi asam stearat


Pengukuran aktivitas
antioksidan minyak atsiri
kulit jeruk manis dengan
Evaluasi fisik sediaan krim
metode DPPH
setiap minggu dalam 21 hari

Pengukuran aktivitas
antioksidan sediaan krim
minyak atsiri kulit jeruk manis
dengan metode DPPH

 Perhitungan % inhibisi
 Nilai IC50 dan AAI

Analisa data

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


55

Lampiran 2. Pembuatan Larutan Uji Aktivitas Antioksidan

- Pembuatan larutan DPPH 0,4 mM


Diketahui :
0,4 mM = 0,0004 M
 M = 0.0004 M (konsentrasi yang akan dibuat)
 V = 25 mL
 Mr DPPH = 349,32
Rumus :
( ) ( )
M= x  0,0004 M = x
( ) ,

W = 0,0039432 gram
= 3,9432 mg

Jadi serbuk DPPH yang ditimbang adalah 3,9432 mg (4 mg)

- Pembuatan larutan vitamin c (kontrol positif)


 Larutan induk vitamin c  10 mg serbuk vitamin C dilarutkan
dalam 100 ml metanol pro analisa.
 Larutan vitamin c uji antioksidan  Dibuat konsentrasi larutan
menjadi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm dalam labu ukur 10
mL. Setiap konsentrasi ditambahkan DPPH 1 mL dan metanol p.a
sampai tanda batas
- Pembuatan larutan uji minyak atsiri kulit jeruk manis
 Konsentrasi larutan induk 1000 ppm

= 1000 ppm
.

 Konsentrasi larutan 40 ppm


V1M1 = V2M2
V1.1000 ppm = 10 mL . 40 ppm
V1 = 0,4 mL = 400 µL (Jumlah yang dipipet dalam larutan induk 1000
ppm ). Kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 1 mL dan
metanol p.a sampai tanda batas.
 Konsentrasi larutan 80 ppm
V1M1 = V2M2

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


56

V1.1000 ppm = 10 mL . 80 ppm


V1 = 0,8 mL = 800 µL (Jumlah yang dipipet dalam larutan induk 1000
ppm ). Kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 1 mL dan
metanol p.a sampai tanda batas.
 Konsentrasi larutan 160 ppm
V1M1 = V2M2
V1.1000 ppm = 10 mL . 160 ppm
V1 = 1,6 mL = 1600 µL (Jumlah yang dipipet dalam larutan induk
1000 ppm ). Kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 1 mL dan
metanol p.a sampai tanda batas.
 Konsentrasi larutan 240 ppm
V1M1 = V2M2
V1.1000 ppm = 10 mL . 240 ppm
V1 = 2,4 mL = 2400 µL (Jumlah yang dipipet dalam larutan induk
1000 ppm ). Kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 1 mL dan
metanol p.a sampai tanda batas.
 Konsentrasi larutan 320 ppm
V1M1 = V2M2
V1.1000 ppm = 10 mL . 320 ppm
V1 = 3,2 mL = 3200 µL (Jumlah yang dipipet dalam larutan induk
1000 ppm ). Kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 1 mL dan
metanol p.a sampai tanda batas.
- Pembuatan larutan uji krim minyak atsiri kulit jeruk manis dan basis krim
 Konsentrasi larutan induk 1000 ppm
!
= ,

X = 2,5 gram krim

Dalam 2,5 gram krim mengandung 25 mg minyak atsiri kulit jeruk manis

= 1000 ppm
.

 Konsentrasi larutan 40 ppm


V1M1 = V2M2

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


57

V1.1000 ppm = 10 mL . 40 ppm


V1 = 0,4 mL = 400 µL (Jumlah yang dipipet dalam larutan induk 1000
ppm ). Kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 1 mL dan
metanol p.a sampai tanda batas.
 Konsentrasi larutan 80 ppm
V1M1 = V2M2
V1.1000 ppm = 10 mL . 80 ppm
V1 = 0,8 mL = 800 µL (Jumlah yang dipipet dalam larutan induk 1000
ppm ). Kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 1 mL dan
metanol p.a sampai tanda batas.
 Konsentrasi larutan 160 ppm
V1M1 = V2M2
V1.1000 ppm = 10 mL . 160 ppm
V1 = 1,6 mL = 1600 µL (Jumlah yang dipipet dalam larutan induk
1000 ppm ). Kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 1 mL dan
metanol p.a sampai tanda batas.
 Konsentrasi larutan 240 ppm
V1M1 = V2M2
V1.1000 ppm = 10 mL . 240 ppm
V1 = 2,4 mL = 2400 µL (Jumlah yang dipipet dalam larutan induk
1000 ppm ). Kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 1 mL dan
metanol p.a sampai tanda batas.
 Konsentrasi larutan 320 ppm
V1M1 = V2M2
V1.1000 ppm = 10 mL . 320 ppm
V1 = 3,2 mL = 3200 µL (Jumlah yang dipipet dalam larutan induk
1000 ppm ). Kemudian ditambahkan dengan larutan DPPH 1 mL dan
metanol p.a sampai tanda batas.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Lampiran 3. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

1. Absorbansi DPPH
Absorbansi DPPH Rerata Absorbansi DPPH
0,73
0,73 0,73
0,73

2. Absorbansi Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Sampel Uji Konsentrasi (ppm) Rata-rata % inhibisi


absorbansi
40 0,45 37,56
Minyak atsiri 80 0,39 45,35
kulit jeruk manis 160 0,28 61,47
240 0,15 78,61
320 0,10 85,20

Persamaan nilai IC50 minyak atsiri kulit jeruk manis

Persamaan regresi linier :

y = a + bx

y = 0,1776x + 31,805

50 = 0,1776x + 31,805

X = 102,44 μg/mL (IC50)

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


59

Lampiran 4. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Vitamin C

1. Absorbansi DPPH
Absorbansi DPPH Rerata Absorbansi DPPH
0,70
0,70 0,69
0,69

2. Absorbansi Vitamin C

Sampel Uji Konsentrasi (ppm) Rata-rata % inhibisi


absorbansi
1 0,43 38,19
2 0,38 45,92
Vitamin C 3 0,33 52,93
4 0,29 58,61
5 0,22 67,86

Persamaan nilai IC50 vitamin c

Persamaan regresi linier :

y = a + bx

y = 7,2466x + 31,001

50 = 7,2466x + 31,001

X = 2,62 μg/mL (IC50)

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Lampiran 5. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Basis Krim F1

1. Absorbansi DPPH
Absorbansi DPPH Rerata Absorbansi DPPH
0,72
0,72 0,72
0,72

2. Absorbansi Basis Krim F1

Sampel Uji Konsentrasi (ppm) Rata-rata % inhibisi


absorbansi
40 0,67 7,16
80 0,62 13,91
Basis Krim F1 160 0,51 29,34
240 0,40 44,85
320 0,32 56,38

Persamaan nilai IC50 basis krim F1

Persamaan regresi linier :

y = a + bx

y = 0,1796x + 0,1621

50 = 0,1796x + 0,1621

X = 277,49 μg/mL (IC50)

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Lampiran 6. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Basis Krim F2

1. Absorbansi DPPH
Absorbansi DPPH Rerata Absorbansi DPPH
0,72
0,72 0,72
0,72

2. Absorbansi Basis Krim F2

Sampel Uji Konsentrasi (ppm) Rata-rata % inhibisi


absorbansi
40 0,68 5,60
80 0,65 10,10
Basis Krim F1 160 0,54 25,26
240 0,45 37,92
320 0,36 49,72

Persamaan nilai IC50 basis krim F2

Persamaan regresi linier :

y = a + bx

y = 0,1616x – 1,3659

50 = 0,1616x – 1,3659

X = 317,85 μg/mL (IC50)

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Lampiran 7. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Basis Krim F3

1. Absorbansi DPPH
Absorbansi DPPH Rerata Absorbansi DPPH
0,726
0,726 0,726
0,726

2. Absorbansi Basis Krim F3

Sampel Uji Konsentrasi (ppm) Rata-rata % inhibisi


absorbansi
40 0,71 2,25
80 0,67 7,21
Basis Krim F3 160 0,59 18,27
240 0,47 34,26
320 0,39 46,46

Persamaan nilai IC50 basis krim F3

Persamaan regresi linier :

y = a + bx

y = 0,1616x – 5,4019

50 = 0,1616x – 5,4019

X = 342,88 μg/mL (IC50)

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Lampiran 8. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Krim Minyak Atsiri Kulit


Jeruk Manis

1. Absorbansi DPPH
Absorbansi DPPH Rerata Absorbansi DPPH
0,66
0,66 0,66
0,66

2. Absorbansi Krim F1 Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis


Konsentrasi Rerata absorbansi % inhibisi
(ppm)
Hari ke-1 Hari ke-21 Hari ke-1 Hari ke-21

40 0,42 0,43 36,64 38,82

80 0,33 0,39 49,97 44,44

160 0,31 0,33 52,72 52,76

240 0,22 0,24 66,65 65,42

320 0,14 0,15 78,43 78,12

Perhitungan IC50 :
Hari ke-1 : y = a + bx
y = 0,1374x + 33,803
50 = 0,1374x + 33,803
X = 117,88 μg/mL (IC50)
Hari ke-21 : y = a + bx
y = 0,1388x + 32,606
50 = 0,1388x + 32,606
X = 125,31 μg/mL (IC50)

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


64

3. Krim F2 Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis


Konsentrasi Rerata absorbansi % inhibisi
(ppm)
Hari ke-1 Hari ke-21 Hari ke-1 Hari ke-21

40 0,42 0,44 36,64 36,89

80 0,35 0,40 49,97 43,22

160 0,32 0,33 52,72 52,05

240 0,42 0,24 66,65 64,71

320 0,15 0,15 78,43 77,60

Perhitungan IC50 :
Hari ke-1 : y = a + bx
y = 0,1371x + 32,09
50 = 0,1371x + 32,09
X = 130,63 μg/mL (IC50)
Hari ke-21 : y = a + bx
y = 0,1432x + 30,844
50 = 0,1432x + 30,844
X = 133,77 μg/mL (IC50)

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


65

4. Krim F3 Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis


Konsentrasi Rerata absorbansi % inhibisi
(ppm)
Hari ke-1 Hari ke-21 Hari ke-1 Hari ke-21

40 0,43 0,44 35,04 36,51

80 0,35 0,41 46,18 41,09

160 0,32 0,34 50,77 51,72

240 0,24 0,25 63,15 64,47

320 0,15 0,16 77,13 76,61

Perhitungan IC50 :
Hari ke-1 : y = a + bx
y = 0,1394x + 31,04
50 = 0,1394x + 31,04
X = 136,01 μg/mL (IC50)
Hari ke-21 : y = a + bx
y = 0,1445x + 29,807
50 = 0,1445x + 29,807
X = 139,74 μg/mL (IC50)

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Lampiran 9. Perhitungan AAI (Antioxidant Activity Index)

"#$%&$'()%* +,,- .)$/ 0*/1$)2)$ (334)


AAI = 5*6)* 78 %)43&6

9 334
1. AAI vitamin c = = 60,85
,9 334
9 334
2. AAI minyak atsiri kulit jeruk manis = = 1,56
, 334
9 334
3. AAI F1 hari ke-1 = = 1,35
:,;; 334
9 334
4. AAI F1 hari ke-21 = = 1,27
, : 334
9 334
5. AAI F2 hari ke-1 = = 1,22
,9 334
9 334
6. AAI F2 hari ke-21= = 1,19
,:: 334
9 334
7. AAI F3 hari ke-1 = = 1,17
9,
9 334
8. AAI F3 hari ke-21= = 1,14
,:

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Lampiran 10. Organoleptis Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis

Hari Ke-1 Hari Ke-7 Hari Ke-14 Hari Ke-21

Keterangan : Organoleptis krim F1 bewarna putih & tak berubah selama 21 hari

Hari Ke-1 Hari Ke-7 Hari Ke-14 Hari Ke-21

Keterangan : Organoleptis krim F2 bewarna putih & tak berubah selama 21 hari

Hari Ke-1 Hari Ke-7 Hari Ke-14 Hari Ke-21

Keterangan : Organoleptis krim F3 bewarna putih & tak berubah selama 21 hari

Keterangan : Krim F1, F2, dan F3 memiliki organoleptis yang stabil dengan warna putih,
tekstur lembut dan tidak lengket yang tidak berubah selama penyimpanan 21 hari.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Lampiran 11. Hasil Pengamatan Homogenitas Krim

Hari Ke-1 Hari Ke-7 Hari Ke-14 Hari Ke-21

Keterangan : Homogenitas krim F1 tidak terdapat partikel selama 21 hari

Hari Ke-1 Hari Ke-7 Hari Ke-14 Hari Ke-21

Keterangan : Homogenitas krim F2 tidak terdapat partikel selama 21 hari

Hari Ke-1 Hari Ke-7 Hari Ke-14 Hari Ke-21

Keterangan : Homogenitas krim F3 tidak terdapat partikel selama 21 hari

Keterangan : Krim F1, F2, dan F3 memiliki homogenitas yang baik selama 21 hari dengan
ditandai tidak adanya partikel yang terlihat dan ketiga krim tidak kasar saat dioleskan pada
object glass

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Lampiran 12. Hasil Pengamatan Sifat Alir

1. Kurva Sifat Alir Krim F1, F2 , F3

sifat alir F1 hari 1 sifat alir F2 hari ke-1


sifat alir F3 hari ke-1

kecepatan geser
kecepatan geser
kecepatan geser

40 30
30 20

(rpm)
(rpm)
(rpm)

20
20 10
0 0
0 50 100 150 10 0 20 40 60
tegangan geser (torque) 0 tegangan geser (torque)
0 tegangan geser
50 (torque) 100
Gambar 6.1 Kurva sifat alir hari ke-1 F1, F2, F3

sifat alir F1 hari ke-7 sifat air F2 hari ke-7 sifat alir F3 hari ke-7
30 30 30

kecepatan geser
kecepatan geser
kecepatan geser

20 20 20

(rpm)
(rpm)

10 10
(rpm)

10
0 0 0
0 50 100 0 50 100 0 50 100
tegangan geser (torque) tegangan geser (torque) tegangan geser (torque)

Gambar 6.2 Kurva sifat alir hari ke-7 F1, F2, F3

sifat alir F1 hari ke-14 sifat alir F2 hari ke-14 sifat alir F3 hari ke-14
30
kecepatan geser
kecepatan geser
kecepatan geser

30 40
20
20
(rpm)
(rpm)
(rpm)

20
10 10
0 0 0
0 50 100 0 50 100 0 50 100

tegangan geser (torque) tegangan geser (torque) tegangan geser (torque)

Gambar 6.3 Kurva sifat alir hari ke-14 F1, F2, F3


sifat alir F1 hari ke-21 sifat alir F2 hari ke-21 sifat alir F3 hari ke-21
kecepatan geser

30 30 30
kecepatan geser

kecepatan geser

20 20
(rpm)

20
10 10
(rpm)

(rpm)

10
0 0
0
0 50 100 0 50 100
0 50 100
tegangan geser (torque) tegangan geser (torque)
tegangan geser (torque)

Gambar 6.4 Kurva sifat alir hari ke-21 F1, F2, F3

Keterangan : Berdasarkan grafik krim F1, F2, F3 menunjukkan bahwa ketiga krim
memiliki sifat alir tiksotropik dan tidak terjadi perubahan sifat alir selama 21 hari sehingga
krim dinyatakan stabil

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


70

Lampiran 13. Hasil Pengamatan Sentrifugasi

Hari Ke-1 Hari Ke-7 Hari Ke-14 Hari Ke-21

Keterangan : Sentrifugasi krim F1 stabil dikarenakan tidak terpisah


fase krimnya selama 21 hari

Hari Ke-1 Hari Ke-7 Hari Ke-14 Hari Ke-21

Keterangan : Sentrifugasi Krim F2 stabil dikarenakan tidak terpisah


fase krimnya selama 21 hari

Hari Ke-1 Hari Ke-7 Hari Ke-14 Hari Ke-21

Keterangan : Sentrifugasi Krim F3 stabil dikarenakan tidak terpisah


fase krimnya selama 21 hari

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Lampiran 14. Hasil Pengujian Tipe Krim

Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21

(a)

(b)

Keterangan : Tipe Krim M/A F1

Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21

(a) (b)

Keterangan : Tipe Krim M/A F2

Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21

(a)
(b)

Keterangan : Tipe Krim M/A F3

Keterangan : Bagian berbentuk lingkaran adalah fase minyak (a), sedangkan bagian yang
larut bewarna biru adalah fase air (b)

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Lampiran 15. Hasil Cycling Test

F1 F2 F3

Keterangan : Sentrifugasi Cycling Test Hari ke-1

F1 F2 F3

Keterangan : Sentrifugasi Cycling Test Hari ke-21

Keterangan : F1, F2, F3 tidak mengalami perpisahan fase krim selama 21 hari saat
disentrifugasi yang mana krim tersebut stabil.

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Lampiran 16. Hasil Statistik pH Krim


1. Uji Normalitas One Sample-Kolmogrov Smirnov Test

Kesimpulan : pH krim terdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Levene

Kesimpulan : pH krim menunjukkan data yang homogen

3. Uji One-Way Anova

Kesimpulan : Secara umum terdapat perbedaan bermakana pada setiap


formula krim

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


74

Lampiran 17. Hasil Statistik viskositas Krim


1. Uji Normalitas One Sample-Kolmogrov Smirnov Test

Kesimpulan : Viskositas krim terdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Levene

Kesimpulan : Viskositas krim menunjukkan data yang tidak homogen

3. Uji Kruskal Wallis

Kesimpulan : Secara umum tidak terdapat perbedaan yang bermakana pada


setiap formula krim

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Lampiran 18. Hasil Statistik Ukuran Globul Krim


1. Uji Normalitas One Sample-Kolmogrov Smirnov Test

Kesimpulan : ukuran globul krim terdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Levene

Kesimpulan : Ukuran Globul krim menunjukkan data yang homogen

3. Uji One-Way Anova

Kesimpulan : Secara umum tidak terdapat perbedaan yang bermakana pada


setiap formula krim

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Lampiran 19. Hasil Statistik Cycling Test


1. Uji Independent Sample t-Test

Kesimpulan : Secara umum tidak terdapat perbedaan yang bermakana pada


setiap formula krim

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Lampiran 20. Hasil Statistik Uji Antioksidan Krim Minyak Atsiri Kulit Jeruk
Manis
1. Uji Independent Sample t-Test

Kesimpulan : Secara umum tidak terdapat perbedaan yang bermakana pada


setiap formula krim

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Lampiran 21. Sertifikat Analisis Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Lampiran 22. Sertifikat Analisis TEA

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


80

Lampiran 23. Sertifikat Analisis Asam Stearat

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta


81

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai